Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang penelitian

Dalam era Otonomi Daerah yang luas sekarang ini birokrasi

pemerintah daerah makin banyak mendapat perhatian dari masyarakat,

khususnya dalam penyelenggaran pelayanan terhadap masyarakat. Secara

konseptual, tujuan otonomi daerah adalah untuk mengurangi beban pemerintah

pusat dalam bidang urusan pelayanan terhadap masyarakat, agar tercapai

pelayanan terhadap masyarakat yang efektif dan efisien, penggunaan sumber daya

yang lebih efisien, pemantapan perencanan pembangunan, peningkatan

partisipasi masyarakat, dan peningkatan persatuan dan kesatuan, serta lebih

meningkatkan pendemokrasian.

Sesunguhnya birokrasi diciptakan untuk meningkatkan efisiensi organisasi

pemerintah. Tapi dalam perjalanannya birokrasi di Indonesia sering dianggap identik

dengan waktu yang berlama-lama untuk mendapatkan jasa pelayanan pemerintaht

Lebih dari itu pandangan sinis masih cendrung mengindentikkan birokrasi

sebagai jumlah meja yang harus dilalui dan banyaknnya amplop yang harus

disediakan. Karena itu perbincangan tentang birokrasi dan birokrat sering dikaitkan

dengan praktik-praktik KKN.

Birokrasi mencakup tiga aspek-aspek kelembagaan, mekanisme dan

prosedur peraturan. Dari sisi kelembagaan, birokrasi menjadi semacam badan/

organisasi / lembaga / biro-biro apa saja yang perlu diciptakan sedemikian rupa
sehingga tugas dan fungsi birokrasi dalam pelayanan masayrakat dapat terlaksana

dengan efisien dan efektif. Dari sisi mekanisme dan prosedur, birokrasi adalah

segala tata cara dan hal-hal prosedural yang justru sedemikian rupa sehingga

pengambilan baik dari tingkat yang paling bawah yang secara langsung

berhadapan dengan masyarakat penerima jasa pelayanan harus diciptakan

sedemikian rupa sehinggga keputusan itu bisa cepat. Hal ini seperti dalam

peraturan, segala peraturan yang harus dipatuhi dalam birokrasi dan jasa yang

diberikan juga mengatur sangsi-sangsi yang diberikan kepada pihak-pihak yang

terlibat kalau melakukan suatu yang menyimpangan dari aturan. Kesan yang

terlihat selama ini birokrasi Indonesia sudah keluar dari fungsi yang

sesungguhnya yang diemban oleh mereka.

Secara mendasar masalah birokrasi dikaitkan dengan kesejahteraan dan dipandang

dari sudut ekonomi. Birokrasi ini bercirikan: 1) Birokrasi mempumyai berbagai

tingkat kekuasaan, 2) Pekerjaan diatur oleh peraturan yang jelas dan tidak bersifat

pribadi, 3) Setiap pejabat dalam suatu birokrasi mempumyai pekerjaan dan

pedoman tertentu yang harus diperhatikan, 4) Pejabat yang dipilih sesuai dengan

kecakapan untuk pekerjaan tersebut, 5) Pejabat tersebut mendapatkan promosi

sesuai dengan kecakapan pengembangan karir, 6) Secara teroritis birokrasi

merupakan suatu alat yang efisien untuk melakukan pekerjaan dalam masyarakat dan

pekerjaan akan lebih cepat dengan pengaturan birokrasi ini. Subtansi mendasar

dalam pelaksanaan otonomi daerah tersebut diharapkan terciptanya kemampuan

manejerial dan keuangan daerah serta meningkataya kemandirian masyarakat dan

peran serta dalam pembangunan.


Khususnya dalam meningkatkan kemampuan manajerial, selain kemampuannya

untuk mengola sumber-sumber daya manusia / potensi daerah guna peningkatan

pembanguan di daerah, juga dalam menyelenggarakan manejemen pelayanan

public dengan baik.

Sehubungan dengan pelayanan publik, pemerintah daerah sering kali

masih mendapatkan sorotan baik melalui media cetak dan elektronik khususnya

mengenai masih banyaknya keluhan masyarakat yang tidak atau kurang sesuai

standart atau ketentuan yang berlaku. Merupakan hal yang biasa bila masyarakat

dihadapkan pada pungutan yang tidak resmi, prosedur panjang atau rumit, waktu

yang lama serta masih banyaknya indikasi terjandinya kolusi, korupsi dan

nepotisme (KKN) dalam praktek pelayanan di daerah, khususnya di pedesaan-

pedesaan.

Dilihat dari sisi manejemen pelayanan masyarakat (social servies) masih

terjadi in-efisiensi, kelambanan, ketidak merataan pelayanan dan fasilitas sosial,

biaya yang tinggi dan ketidak pastian biaya yang harus dikeluarkan oleh

masyarakat untuk memperoleh (mengakses) pelayanan tertentu. Hal ini

mnunjukkan sekali lagi bahwa Pemerintah Daerah maupun Pusat masih kurang

memperhatikan masalah yang seharusnya menjadi tugas pokok pemerintah yakni

menyangkut pelayanan publik dengan prinsip "sosicial equity" dan

proporsionalitas serta pelayanan prima (excellent servise).

Fenomena yang berkembang akhir-akhir ini sering kali justru mengarah

pada adanya in-konsisten dan in-koordinasi antar berbagai instansi dalam

melaksanakan tugas-tugas pelayanan publiknya. Hal ini tidak lain didorong oleh
adanya tuntutan bagi masing-masing instansi, khususnya instansi penghasil, untuk

meningkatkan konstribusi kepada pemerintah daerah setempat, sehingga aspek

pelayanan tidak menjadi prioritas utama. Sedangkan bagi instansi atau dinas-dinas

non penghasil dituntut untuk lebih meningkatkan efisiensinya dan terpaksa harus

mencari sumber-sumber pembiayaan baru (yang berasal dari masyarakat juga)

mengingat berkurangnya subsidi atau bantuan dari Pemerintah Pusat.

Kondisi seperti ini jelas merupakan tantangan bagi pemrintah daerah

untuk segera melakukan pengkajian -dan langkah-langkah perbaikan guna

meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan pembangunan daerah secara

otonom sekaligus meningkatkan palayanan kepada masyarakat sebagaimana

makin tingginya tuntutan masyarakat akan kualitas layanan dalam kehidupan yang

makin demokratis ini.

Pemerintahan yang berhasil adalah pemerintahan yang mampu

memberikan pelayanan yang berfokus pada pelanggan atau masyarakat.

Pelayanan yang berfokus pada pelanggan ini akan akan berhasil apabila sejak

awal pemerintah mampu memahami hambatan-hambatan yang dihadapi,

diantaranya ketidak pedulian aparat dalam menerapkan sistim kualitas yang

berfokus pada pelanggan disamping ketidak peberdayaan atau kurang

responsifhya aparat dalam memahami dan menyerap keinginan masyarakat yang

dilayani.

Hal ini sebagai studi Master (1996) yang dikutip Gaspersz (1999) bahwa

hambatan-hambatan system kualitas yang mengarah pada kepuasan total

pelanggan antara lain disebabkan :


1. Ketiadaan komitmen dari aparat yang melayani pelanggan
2. Ketidak mampuan merupakan kultur birokrasi
3. Ketidak tepatan perencanan yang berkualitas
4. Ketiadaan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan tentang sistim
pelayanan prima.
5. Ketidak cukupan sumber daya yang sesuai dengan kebutuhan.

Selain aspek pelayanan publik, salah satu hal penting dalam penyelenggaran

otonomi daerah adalah menyangkut otonomi di bidang ekonomi selain juga otonomi

politik dan juga otonomi di bidang hukum. Otonomi ekonomi berkaitan dengan

kewenangan pengelolaan dan penggalian sumber daya ekonomi dan keuangan

daerah. Sumber daya ekonomi dan keuangan daerah sebagaimana tertuang dalam

Undang-/Undang Nomor 25 Tahun 1999 meliputi Pendapatan Asli Daerah (PAD),

dana perimbangan, pinjaman daerah dan Iain-lain penerimaan yang sah.

Semangat pemerintah daerah melakukan pemungutan pajak tanpa di ikuti

pelayanan yang baik kepada wajib pajak pada saatnya akan menentukan nasib

pemerintah daerah itu di masa-masa yang akan datang, apabila dalam negara

demokrasi seperti Indonesia, masyarakat akan menentukan reknitmen atau

pemilihan dalam pemerintahan. Tidak ada pemerintahan manapun di jagad raya ini

yang populer dengan menarik pungutan, apakah itu berbentuk pajak atau retribusi.

Sehingga dengan ketepatan tarip pajak dan retribusi yang tinggi harus diimbangi

dengan pelayanan publik yang memuaskan.

Buruknya kinerja birokrasi pemerintah dalam pemberian pelayanan

publik setidak-tidaknya terlihat masih tingginya jumlah kasus pelayanan yang

terekam dalam pemberitaan di media massa dalam kurun


beberapa tahun terakhir. Kecenderungan peningkatan jumlah kasus yang

berhubungan dengan kinerja birokrasi tersebut terlihat dengan ditemukannya

sebanyak 424 kasus peiayanan pertanahan dan perijlnan yang di muat oleh tiga

harian nasional dan dua harian lokal (Dwiyanto,dkk, 2002:221).

Beberapa contoh kasus lain yang masih di temukannya terkait dengan

kurangnya kesadaran tentang pentingnya peiayanan misalnya: Laporan yang di

himpun oleh Bank Dunia (dalam Kompas, September 2004) menunjukkan bahwa

42 % tenaga medis di Indonesia tidak hadir di tempat kerjanya untuk membenkan

peiayanan kesehatan kepada masyarakat. Juga terungkap, 18 % dari jumlah guru

yang ada di Indonesia tidak menjalankan tugas / kewajiban untuk mengajar.

Dengan masih tingginya kasus peiayanan seperti gambaran di atas, kasus

peiayanan pertanahan merupakan kasus yang paling banyak menimbulkan

permasalahan bagi masyarakat pengguna jasa. Tingginya kasus dalam pemberian

peiayanan pengurusan sertifikasi tanah merupakan salah satu jenis peiayanan publik

yang rentan dengan berbagai praktek kolusi, korupsi dan nepotisme. Peiayanan

pertanahan tidak hanya menyangkut permasalahan prosedurai, tetapi menyangkut

pula aspek legalitas, properti, sosial, psikologis, dan kultural. Peiayanan pertanahan

merupakan jenis peiayanan yang memiliki dimensi peiayanan yang sangat kompleks,

baik yang menyangkut status hukum, sosial, maupun kultural (Dwiyanto, dkk,

2002:221 ).
Untuk mengetahui perspektif kinerja pemerintah, dapat di lihat

kinerja biokrasinya, karena untuk mewujudkan kesejahteraan umum,

negara menggunakan intrumen birokrasi sebagai pelaksana kebijakan

pelayanan kepada masyarakat. Karena itu fokus penelitian ini akan

membidik kinerja birokrasi pemerintahan dalam pelayanan kepada

masyarakat, dalam kontek pelayanan kepada masyarakat berbasis

kewajiban, mengingat untuk jenis pelayanan yang terakhir ini, masyarakat

berurusan dengan birokrasi untuk menyerahkan sebagian kekayaannya

(melakukan prestasi) secara eksplisit tidak memperoleh kontra prestasi

secara langsung.

Dengan adanya berbagai macam keluhan dan tuntutan perbaikan yang di

ajukan oleh masyarakat pengguna jasa kepada aparat birokrasi terlihat bahwa

secara umum kinerja birokrasi di Indonesia dalam menjalankan fiingsi pelayanan

publik masih jauh dari harapan bagi terwujudnya birokrasi yang responsif, efisien

dan publik akuntabel.

B. Perumusan Masalah

Kinerja organisasi pelayanan publik yang dapat memuaskan pengguna jasa

adalah harapan masyarakat saat ini, terutama setelah memasuki era reformasi.

Kajian mengenahi kinerja pelayanan publik menjadi menarik, sehingga

permasalahan yang akan diangkat dalam penelitihan ini adalah :

" BAGAIMANAKAH KINERJA PEMERINTAHAN DESA

DALAM PELAYANAN PUBLDC DI DESA TUMAPEL KECAMATAN

DUDUKSAMPEYAN KABUPATEN GRESIK ?"


C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang di angkat dalam penelitian ini,

maka maksud tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui dan mendiskripsikan Kinerja Pemerintahan Desa dalam

memberikan pelayanan publik di Desa Tumapel Kecamatan Duduksampeyan

Kabupaten Gresik.

2. Untuk mengetahui faktor yang mendukung dan yang menghambat kinerja

Pemerintahan Desa dalam memberikan pelayanan publik di Desa Tumapel

Kecamatan Duduksampeyan Kabupaten Gresik.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan manfaat,

antara lain:

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan bagi

pengembangan kajian ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan

dengan kajian pelayanan publik Pemerintahan di tingkat Pedesaan

2. Secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan wacana bagi

pihak-pihak terkait mengenahi kinerja Pemerintahan Desa dalam

pelayanan publik di Desa Tumapel Kecamatan Duduksampeyan

Kabupaten Gresik.

Anda mungkin juga menyukai