Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkawinan merupakan hubungan cinta, kasih sayang dan kesenangan.

Sarana bagi terciptanya kerukunan dan kebahagiaan. Tujuan ikatan perkawinan

adalah untuk dapat membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Maka untuk

menegakkan keluarga yang bahagia dan menjadi sendi dasar dari susunan

masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

Perkawinan pada hakekatnya merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara

pria dan wanita di dalam masyarakat dibawah suatu peraturan khusus atau khas dan

hal ini sangat diperhatikan baik oleh Agama, Negara maupun Adat, artinya

bahwa dari peraturan tersebut bertujuan untuk mengumumkan status baru kepada

orang lain sehingga pasangan ini diterima dan diakui statusnya sebagai pasangan

yang sah menurut hukum, baik agama, negara maupun adat dengan sederatan

hak dan kewajiban untuk dijalankan oleh keduanya sehingga pria itu bertindak

sebagai suami sedangkan wanita bertindak sebagai istri.

Dalam perkawinan pasangan suami istri mengikat dirinya pada persetujuan

umum yang diakui, untuk setia mentaati peraturan dan ketentuan-ketentuan di dalam

masyarakat mereka secara timbal balik, terhadap anak-anaknya, sanak

keluarganya dan terhadap orang lain dalam masyarakat. Dari perkawinan laki-laki

dan perempuan inilah terbentuk suatu lembaga baru yaitu lembaga keluarga.

Universitas Sumatera Utara


Setiap orang mendambakan keluarga yang bahagia. Kebahagiaan harus

diduku ng oleh rasa cinta kepada pasangan. Cinta yang sebenarnya menuntut

agar seseorang tidak mencintai orang lain kecuali pasangannya. Cinta dan kasih

sayang merupakan jembatan dari suatu pernikahan dan dasar dalam pernikahan

adalah memberikan kebahagiaan. Namun kenyataannya

dalam menjalani kehidupan perkawinan pasti

selalu ada permasalahan-permasalahan yang muncul yang mana hal ini dapat

memicu timbulnya keinginan suami untuk melakukan poligami. Persoalan yang

muncul biasanya mencakup tiga hal yaitu kekurangan ekonomi, hubungan keluarga

yang kurang harmonis, seks dan perselingkuhan.

Ada berbagai macam bentuk perkawinan dalam masyarakat yaitu perkawinan

monogami, poligami, poliandri dan perkawinan kelompok (group marriage). Dari

keempat bentuk perkawinan ini perkawinan monogami dianggap paling ideal dan

sesuai untuk dilakukan. Perkawinan monogami adalah perkawinan antara

seorang laki-laki dengan seorang wanita dimana pada prinsipnya bahwa suami

mempunyai satu istri saja dan sebaliknya. Walaupun perkawinan monogami

merupakan perkawinan yang paling sesuai untuk dilakukan tetapi banyak juga

masyarakat yang melakukan perkawinan poligami, hal ini dapat dilihat dari

banyaknya public figur yang melakuka n poligami. Sehingga istilah poligami

semakin mencuat dan menjadi perbincangan di berbagai media baik itu media

massa ataupun media elektronik dan juga diberbagai diskusi dan seminar-seminar.

Begitu juga di kalangan birokrasi pemerintah, kaum agamawan, LSM, dan

masyarakat umum. Mereka ada yang setuju dan menerima adanya praktek poligami

dengan berbagai persyaratannya dan sebagian lainnya ada yang menolaknya.

Universitas Sumatera Utara


Poligami berasal dari bahasa yunani. Kata ini merupakan penggalan dari

kata Poli atau Polus yang artinya banyak, dan kata Gamein atau Gamos yang

berarti kawin atau perkawinan. Maka ketika kedua kata ini digabungkan akan berarti

suatu perkawinan yang banyak. Islam membolehkan seorang suami memiliki istri

lebih dari satu (berpoligami) tetapi tidak mewajibkannya. Oleh karena itu Islam

tidak dengan mudah membolehkan poligami. Ada beberapa syarat dan

konsiderasi yang harus dipenuhi seorang suami bila hendak melakukan poligami,

diantaranya adalah sang suami harus memberikan tempat tinggal yang layak dan

memisahkan tempat tinggal itu dari istri pertama, memberi nafkah yang adil di

antara keduanya, tidur secara adil diantara mereka, dan memperlakukan mereka

dengan adil pula. Dengan kata lain diantara syarat melakukan poligami adalah

berlaku adil terhadap masing-masing istri dalam berbagai hal (Al-Buthi, 2002: 154-

155).

Perkawinan poligami pasti mengundang reaksi dari pihak lain terutama

keluarga dan masyarakat sekitar. Reaksi tersebut bisa saja berimplikasi buruk

atau bisa juga tidak menjadi masalah. Apabila sejak pertama pelaku poligami

menabur kebaikan, komunikasi dan solusinya baik, tanggung jawab penuh tanpa ada

sesuatu yang merasa ada yang kehilangan maka efek yang muncul juga bersifat

kebaikan, namun jika yang terjadi sebaliknya maka poligami akan melahirkan

banyak persoalan yang mengancam keutuhan bangunan mahligai rumah tangga dan

belum lagi efek domino bagi perkembangan psikologi anak yang lahir dari

pernikahan poligami. Mereka merasa kurang diperhatikan, haus kasih sayang

dan mereka secara tidak langsung dididik dalam suasana keluarga yang selalu

dihiasi dengan pertengkaran orang tuanya.

Universitas Sumatera Utara


Reaksi yang berimplikasi buruk dari praktek poligami ini dapat dilihat dari

praktek poligami yang dilakuka n Aa Gym. Praktek poligami Aa Gym ini

membawa dampak pada sektor perekonomian dan menurunnya jumlah kunjungan

wisata dan jumlah jamaah yang ingin mengikuti pengajian di Daarut Tauhit.

Keputusan Aa Gym melakukan poligami membuat banyak jamaahnya kecewa.

Rencana-rencana mereka untuk berkunjung ke Daarut Tauhiit banyak yang

dibatalkan karena rasa kekecewaan mereka tersebut. Selain itu, pendapatan dari

bisnis Manajement Qalbu (MQ) Corporation yang dipimpinnya juga mengalami

penurunan semenjak pemberitaan media massa dan media

elektronika mengenai pernikahan poligami yang

dilakukannya tersebut (Tommy dalam Genie, 2006:22-23)

Poligami telah menjadi bagian gaya hidup laki-laki dan karenanya di

lingkungan tertentu dan praktik ini telah membudaya. Faktanya poligami telah ada

sejak zaman dulu bahkan sebelum adanya agama Islam dan terus terpelihara hingga

kini dengan berbagai pembenaran dan legitimasi kultural, sosial, ekonomi dan

agama. Poligami sebelum Islam mengambil bentuk yang tidak terbatas, dimana

seorang suami boleh saja memiliki istri sebanyak mungkin sesuai keinginan

nafsunya. Selain itu, poligami tidak mesti memperhatikan unsur keadilan sehingga

terjadi perampasan hak-hak perempuan yang pada gilirannya membawa

kesengsaraan dan ketidakadilan (Mulia, 1999:7).

Pada hakikatnya tidak ada perempuan yang rela dan bersedia

untuk dipoligami. Secara psikologis semua istri akan merasa sakit hati bila

melihat suaminya berhubungan dengan perempuan lain. Ini disebabkan karena

permasalahan ini biasanya menjadi pemicu hancurnya sebuah keluarga, sehingga

Universitas Sumatera Utara


banyak ungkapan-

Universitas Sumatera Utara


ungkapan yang muncul di masyarakat mengenai poligami. Mereka mengatakan

bahwa poligami merupakan eksploitasi atas nasib perempuan, egoisme pria berharta

dan bertolak belakang dengan kesetaraan gender bahkan poligami diasumsikan

sebagai penghinaan terhadap perempuan. Pandangan buruk mengenai poligami ini

muncul karena praktek-praktek poligami yang terjadi ditengah-tengah

masyarakat lebih banyak dampak negatifnya daripada dampak positifnya. Beberapa

dampak negatif dari perkawinan poligami ini adalah perceraian, suami akan

meninggalkan istri dan anak-anak dari perkawinan sebelumnya, suami tidak

berlaku adil antara keluarga yang satu dengan keluarga yang lainnya dimana suami

yang berpoligami lebih mementingkan istri mudanya daripada istri tuanya sehingga

suami yang berpoligami tersebut cenderung memperlihatkan sikap yang tidak

bertanggung jawab sebagai suami yang berpoligami dan juga tidak jarang keluarga

yang berpoligami ini akan mengalami ketidakharmonisan di dalam keluarganya.

Dari Tabel 1.1. dapat dilihat beberapa dampak poligami terhadap istri pertama.

Tabel 1.1.
Dampak Poligami Terhadap Istri Pertama

No. Jenis Dampak Jumlah


1. Tidak memberi nafkah 37
2. Tekanan psikis 21
3. Penganiayaan fisik 7
4. Diceraikan suami 6
5. Ditelantarkan suami 23
6. Pisah ranjang 11
7. Mendapat teror dari istri ke-2 2
Jumlah 107
Sumber: LBH APIK Jakarta Tahun 2003-2005

Universitas Sumatera Utara


Menurut data dari LBH-APIK tersebut banyak sekali akibat atau dampak

dari praktek poligami yang dilakukan oleh seorang suami terhadap istri pertama,

yaitu mulai dari tidak memberikan nafkah, tekanan psikis, penganiayaan fisik,

diceraikan suami, ditelantarkan suami, pisah ranjang dan mendapat teror dari istri

kedua. Oleh sebab itu poligami hanya menguntungkan satu pihak saja yaitu suami

sedangkan istri merupakan pihak yang sangat dirugikan dalam masalah ini.

Disamping pendapat-pendapat negatif yang muncul mengenai poligami, ada

juga sebagian masyarakat yang menganggap bahwa poligami juga berdampak

positif. Ini dapat dilihat dari keluarga Puspo Wardoyo yang sukses menjalani

kehidupan poligaminya bersama keempat istri-istrinya. Bahkan piala Poligami

Award yang diberikan oleh ko munitas muslim kepadanya ingin diberikannya

juga kepada para suami-suami atas keberhasilan mereka menjalani kehidupan

keluarga poligaminya melalui acara penganugrahan Poligami Award. Selain keluarga

Puspo Wardoyo, berdasarkan observasi yang penulis lakukan salah satu informan

mengatakan bahwa wanita yang dipoligami bukanlah orang yang tereksploitasi

bahkan yang sebenarnya terjadi adalah sebaliknya. Wanita lebih mendapatkan

kebebasan dan mampu meluaskan pandangannya dibandingkan wanita yang hidup

dalam perkawinan monogami. Karena menurut pendapatnya, mereka bisa berbagi

dalam tugas rumah tangga, memasak, mendidik anak, dan masing-masing dari

mereka memiliki waktu yang cukup untuk memenuhi berbagai tujuan hidup.

Eksploitasi dan pemaksaan dapat terjadi dalam berbagai situasi termasuk juga dalam

perkawinan monogami. Bentuk perkawinan bukanlah sebuah masalah, tetapi setiap

pribadi yang terlibat dalam perkawinan serta keseluruhan sikap mereka itulah yang

menjadi masalahnya.

Universitas Sumatera Utara


Begitu juga dengan Organisasi Wanita Nasional Utah (NOWU), yang

berpendapat bahwa poligami mampu memberikan solusi bagi permasalahan para ibu

yang bekerja, dimana poligami merupakan ide yang cukup baik bagi para

wanita karir. Mereka dapat mengembangkan karir dan sekaligus memiliki orang di

rumah yang dapat mereka percaya untuk merawat anak-anaknya. Tentu hal ini akan

menyelesaikan permasalahan yang biasanya muncul dalam keluarga tetapi ini bukan

merupakan dukungan terbuka untuk poligami, namun mungkin poligami dapat

bermanfaat bagi sebagian orang dan mungkin ini dapat menjadikan pengasuhan

anak- anak menjadi lebih mudah bagi mereka yang berusaha menyiasati karir dan

tanggung jawab sebagai ibu rumah tangga (Thalib, 2004:66-67).

Selama ini, banyak alasan-alasan yang muncul untuk membenarkan suami

menikah lagi. Mulai dari keikhlasan karena tidak mampu mendampingi suami

sepenuhnya, ketidakmampuan memberi keturunan, ketergantungan dalam ekonomi

dan lain-lain. Alasan-alasan ini yang membuat beberapa perempuan

terpaksa menerima kenyataan pahit dipoligami karena secara status sosial sangat

bergantung pada suami. Akibatnya seorang istri memilih diam dan berpura-pura

ikhlas menerima kehadiran wanita lain asal suami masih mau bertanggung jawab

untuk memenuhi segala kebutuhan hidup khususnya kebutuhan ekonomi.

Badan Peradilan Agama (Badilag) mencatat bahwa sepanjang tahun 2005

perceraian yang disebabkan poligami berjumlah 879 dari seluruh perkara

perceraian di Indonesia. Pengadilan Tinggi Agama Bandung merupakan Pengadilan

Tinggi Agama yang paling sering menangani perceraian yang disebabkan poligami.

Kasus perceraian akibat poligami yang terjadi di Bandung pada tahun

berjumlah 324

Universitas Sumatera Utara


perkara. Sedangkan Pengadilan Tinggi Agama Surabaya menempati urutan kedua

dengan jumlah kasus sebanyak 162 perkara dan Pengadilan Tinggi Agama Semarang

menempati urutan ketiga dengan jumlah 104 kasus.

Pengadilan Agama terkesan cukup hati-hati dalam mengabulkan

permohonan izin poligami. Pada tahun 2006, tercatat ada 989 permohonan izin

poligami yang diajukan di Pengadilan Agama di seluruh Indonesia, tetapi tidak

semua pengajuan permohonan poligami itu yang dikabulkan. Ada 803 permohonan

izin poligami yang dikabulkan sedangkan 186 lainnya ditolak. Penolakan tersebut

disebabkan karena syarat-syarat poligami yang tidak memenuhi persyaratan. Hal ini

dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1.2.
Data Izin Perkawinan Poligami Di Pengadilan Tinggi
Agama
Seluruh Indonesia Tahun 2006

No. Mahkamah Syariah Izin Poligami


Propinsi/Pengadilan Tinggi Agama
1. SURABAYA 332
2. SEMARANG 289
3. BANDUNG 77
4. YOGYAKARTA 68
5. MATARAM 42
6. PEKANBARU 21
7. MANADO 18
8. PALEMBANG 18
9. JAKARTA 18
10. MEDAN 14
11. PONTIANAK 12
12. UJUNG PANDANG 11
13. KENDARI 10
14. SAMARINDA 10
15. PADANG 8
16. BENGKULU 7
17. BANDA ACEH 6
18. PALU 6
19. KUPANG 5
20. BANDAR LAMPUNG 5
21. JAMBI 3
22. BANJARMASIN 3
23. PALANGKARAYA 2
24. AMBON 2
JUMLAH 989
Sumber : Pengadilan Agama Medan

Pengadilan Agama kota Medan juga mencatat mengenai data izin perkawinan

poligami yang terjadi di kota Medan dari tahun 2000-2006. Tetapi tidak semua izin

perkawinan poligami ini yang dikabulkan. Penolakan ini juga disebabkan

karena syarat-syarat poligami yang belum memenuhi persyaratan. Ini dapat dilihat

pada tabel berikut ini :

Universitas Sumatera Utara


Tabel 1.3.
Data Izin Perkawinan Poligami di Pengadilan Agama
Medan

No. Tahun Jumlah


Izin Poligami
1. 2000 4
2. 2001 1
3. 2002 5
4. 2003 8
5. 2004 5
6. 2005 9
7. 2006 14
Sumber : Pengadilan Agama Medan

Walaupun Pengadilan Agama memberikan izin untuk berpoligami

dengan berbagai persyaratannya, tetapi kenyataan di masyarakat masih banyak

seorang suami yang melakukan poligami secara tidak resmi atau tidak dilakukan

didepan petugas pencatat nikah dan Pengadilan Agama, pelaku poligami ini hanya

melakukan nikah siri dan ada juga yang melakukan pemalsuan identitas di KUA.

Hal ini dilakukan untuk menyembunyikan pernikahannya dari istri sebelumnya

karena kemungkinan pelaku poligami tersebut tidak mendapatkan izin dari istri

yang sebelumnya. Dari tabel 1.4. di bawah ini dapat dilihat modus pelaku poligami :

Tabel 1.4.
Modus Pelaku Poligami

No. Jenis Modus Jumlah


1. Menikah di bawah tangan 21
2. Pemalsuan identitas di KUA 19
3. Nikah tanpa izin istri pertama 4
4. Memaksa mendapatkan izin 1
5. Tidak diketahui modus 3
Jumlah 48
Sumber : LBH APIK Jakarta Tahun 2003

Universitas Sumatera Utara


Ketentuan mengenai masalah poligami diatur dalam Undang-Undang Nomor

1 Tahun 1974 tentang Perkawinan di Indonesia. Walaupun sudah ada UU

Perkawinan tersebut, kenyataannya poligami tetap saja terjadi dan terkadang

poligami terjadi tanpa memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh UU Perkawinan

dan Peraturan Peradilan. Praktek poligami yang tidak sesuai dengan aturan-aturan

dan syarat-syarat yang telah ditetapkan tersebut baik itu dalam hukum perkawinan

di Indonesia dan juga dalam ajaran agama khususnya Islam akan menimbulkan

berbagai masalah yang serius dalam keluarga. Dimana hubungan antara suami

dengan istri pertamanya dan juga istri-istri lainnya akan menjadi tegang dan

hubungan anak-anak yang berlainan ibu kemungkinan tidak harmonis. Selain itu

juga, dengan terjadinya perkawinan poligami ini, maka keluarga yang semula hanya

terdiri dari satu keluarga inti saja menjadi terbentuk dari dua atau lebih keluarga inti

dimana seorang suami menjadi suami atau kepala rumah tangga yang sama untuk

beberapa keluarganya karena itu perkawinan poligami dapat berpengaruh

terhadap kehidupan sosial-ekonomi keluarga, karena jika

semula suami hanya mempunyai tanggungjawab pada satu keluarga saja maka

setelah ia berpoligami ia akan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar untuk

istri-istri dan anak-anaknya.

Dalam penelitian ini ada beberapa alasan yang membuat peneliti merasa

tertarik untuk mengangkat masalah interaksi sosial dan konflik ekonomi

keluarga yang berpoligami tersebut. Diantaranya adalah :

1. Terjadinya perkawinan poligami ini kemungkinan akan menimbulkan

berbagai permasalahan dalam keluarga, seperti terjadinya

ketidakharmonisan/hilangnya fungsi-fungsi keluarga. Untuk itu perlu

Universitas Sumatera Utara


kiranya dilakukan penelitian agar

Universitas Sumatera Utara


diketahui bagaimana interaksi sosial dan konflik ekonomi yang terjadi

pada keluarga yang berpoligami tersebut.

2. Pada dasarnya tujuan dari pernikahan adalah menciptakan hubungan yang

bahagia dan harmonis diantara anggota keluarga yang dilandasi oleh rasa cinta

dan kasih sayang. Tetapi realitanya, didalam kehidupan berkeluarga

permasalahan selalu saja muncul misalnya istri tidak bisa memberikan

keturunan, sakit/cacat, suami tidak mendapatkan kebutuhn seksual yang

akhirnya memicu keinginan suami untuk berpoligami. Dengan demikian perlu

kiranya dilakukan penelitian agar diketahui apakah poligami merupakan solusi

satu-satunya untuk memecahkan permasalahan tersebut.

3. Adanya opini di dalam masyarakat bahwa poligami juga membawa dampak

yang positif bagi keluarga. Pendapat ini perlu kiranya dibuktikan melalui suatu

penelitian.

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi

perumusan masalah adalah :

a) Apakah yang melatarbelakangi seorang istri bersedia untuk dipoligami ?

b) Bagaimanakah interaksi sosial keluarga yang berpoligami ?

c) Bagaimanakah konflik sosial dan ekonomi keluarga yang berpoligami ?

Universitas Sumatera Utara


1.3. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah :

a) Untuk mengetahui apa yang melatarbelakangi seorang istri bersedia

untuk dipo ligami.

b) Untuk mengetahui bagaimana interaksi sosial keluarga yang berpoligami.

c) Untuk mengetahui bagaimana konflik sosial dan ekonomi keluarga

yang

berpoligami.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat Teoritis

1. Untuk melatih kemampuan akademis sekaligus penerapan ilmu

pengetahuan yang telah diperoleh.

2. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini nantinya akan dapat

dimanfaatkan sebagai referensi bagi perkembangan ilmu sosiologi,

khususnya sosiologi keluarga.

3. Sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya yang mempunyai

keterkaitan dengan masalah dalam penelitian ini.

1.4.2. Manfaat Praktis

1. Memberikan wawasan kepada peneliti mengenai interaksi sosial

keluarga yang berpoligami.

Universitas Sumatera Utara


2. Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dimanfaatkan

oleh institusi-institusi terkait dalam melihat realita kehidupan sosial-

ekonomi keluarga yang berpoligami.

1.5. Definisi Konsep

Untuk lebih memahami kajian penelitian ini, maka perlu pembatasan

konsep- konsep dengan mendefinisikan secara operasional.

1. Perkawinan

Yaitu suatu akad suci yang mengandung serangkaian perjanjian diantara dua

pihak yaitu suami dan istri untuk hidup bersama, berumah tangga dengan landasan

hukum agama, adat dan negara.

2. Poligami

Yaitu seorang laki-laki mempunyai dua orang atau lebih istri dimana istri-

istri tersebut ada yang dinikahkan secara resmi menurut agama dan negara maupun

yang hanya dinikahkan secara siri dan dengan terjadinya perkawinan poligami

tersebut akan menyebabkan rumah tangga itu terbentuk dari dua atau lebih

keluarga inti dimana lelaki yang sama menjadi suami bagi beberapa wanita.

3. Interaksi Sosial

Yaitu bagaimana antara individu yang satu berinteraksi dan berhubungan

dengan individu lainnya didalam lingku ngan sosialnya dalam rangka

menjalani fungsi dan perannya sebagai makhluk hidup dan makhluk sosial. Interaksi

sosial yang akan dilihat dalam penelitian ini adalah bagaimana interaksi antara

suami dengan istri

Universitas Sumatera Utara


pertama, bagaimana interaksi antara istri yang satu dengan keluarga istri yang

lain, bagaimana interaksi orang tua (ayah dan ibu) dengan anak-anaknya.

4. Konflik Sosial

Yaitu terjadinya perselisihan dan pertengkaran di dalam sebuah keluarga

karena adanya suatu masalah yang terjadi yang akan mempengaruhi interaksi sosial

diantara anggota keluarga tersebut.

5. Konflik Ekonomi

Yaitu terjadinya perselisihan antara anggota-anggota keluarga yang

disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan ekonomi keluarga seperti

kebutuhan pangan, sandang, papan, biaya pendidikan anak dan lain-lain.

6. Keluarga

Keluarga adalah lembaga terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari

ayah, ibu, dan anak dan diikat oleh ikatan perkawinan yang syah oleh negara atau

lembaga norma (adat) dan ada hubungan darah. Jadi keluarga dalam penelitian ini

adalah keluarga dalam hal pengertian keluarga inti sebagai kelompok sosial terkecil

yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak.

7. Disorganisasi Keluarga

Disorganisasi keluarga adalah pecahnya suatu unit keluarga atau terpecahnya

suatu struktur peran sosial jika satu atau beberapa anggota gagal menjalankan peran

dan kewajibannya masing-masing (Goode, 1984:84).

Universitas Sumatera Utara


8. Adil

Yaitu salah satu syarat poligami. Berlaku adil dalam penelitian ini

meliput i semua aspek dari ekonomi, jatah giliran, kasih sayang, perlindungan dan

yang terpenting para istri mempunyai hak yang sama.

9. UU No.1 Tahun 1974

Yaitu suatu Undang-Undang Perkawinan yang mengatur tentang masalah

poligami. Ini dapat dilihat dari pasal 3 dari UU tersebut menyatakan bahwa pada

prinsipnya asas perkawinan adalah monogami, yaitu seorang pria hanya mempunyai

seorang istri dan seorang wanita hanya mempunyai seorang suami. Pengadilan dapat

memberi izin kepada seorang suami untuk beristri lebih dari satu orang

apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang bersangkut an. Dan pasal 4

menyatakan bahwa pengadilan yang memutuskan boleh tidaknya seorang suami

beristri lebih dari satu, apabila memenuhi syarat-syarat seperti istri tidak dapat

memberikan keturunan, istri dalam keadaan sakit dan cacat tubuh. Pada pasal 5 juga

dijelaskan bahwa poligami tidak dapat dilakukan oleh setiap orang dengan

sekehendak hati tetapi harus ada persetujuan dari istri sebelumnya, yakni adanya

jaminan bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup para istri dan anak mereka

serta adanya jaminan bahwa suami akan dapat berlaku adil terhadap istri-istri dan

anak-anaknya.

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai