Review Buku
Review Buku
Self Government
Buku karangan Yusra Habib Abdul Gani ini terbagi menjadi tiga bagian.
Bagian pertama memuat tentang segala hal mengenai self government itu sendiri.
implementasinya.
berbagai negara. Diantaranya, Faero, Hong Kong, Puerto Rico, Skotlandia, Tibet,
Amerika Serikat, Aceh, Greenland, Sabah & Serawak, Monaco, Palestina, dan
Dalam buku ini terdapat lima desain self government yang dapat dikategorikan
sebagai berikut, pertama, politisi daerah atau negara bagian menuntut, memberikan
bidang. Kedua, self government merupakan hasil rundingan politik atau solusi terakhir
untuk mengakhiri konflik vertikal antara penjajah dengan penduduk asli suatu
wilayah. Ketiga, self government diselenggarakan atas dasar perjanjian antara dua
penjajah yang sepakat memberi hak khusus untuk mengurus negeri di wilayah bekas
jajahan masing-masing. Keempat, self government yang merupakan hasil usaha dari
politik dan militer. Kelima, self government diselenggarakan di suatu wilayah politik,
1
karena penduduk setempat yang mengalah dan bersedia untuk bergabung dengan
negara induk.
dari sejarah Inggris terhadap Kanada, Amerika, Australia, dan New Zealand. Di
Amerika, tuntutan self government yang muncul pada tahun 1600-an berasal dari
beberapa state. Penguasa state menyadari bahwa loyalitas para gubernur yang
dipersembahkan kepada penguasa pusat, bukan cara terbaik untuk mengubah nasib
melihat potensi negara-negara bagian untuk mengatur wilayahnya sendiri tanpa ada
proses yang panjang dan rumit bahkan memaksa terjadinya perang seperti yang terjadi
the action of its own members, as in electing representatives to make its laws” yang
karakter, stabilitas, konsep otonomi, hak menentukan nasib sendiri, dan merdeka.
politik antara penguasa wilayah dan pemerintah pusat mengenai bidang-bidang yang
cap separatis.
dalam pelaksanaan otonomi dan self government serta perangkat hukumnya, terdapat
2
penguasa daerah. Hal ini dapat memicu terjadinya ledakan pemikiran politik terutama
baik itu kepada penjajah atau PBB di wilayah konflik pasca Perang Dunia II. Tuntutan
ini bermaksud untuk menyelesaikan konflik perbatasan wilayah negara induk dan
sejarah bangsa yang memiliki karakteristik, batas wilayah, dan administrasi yang
dari reaksi pemerintah pusat dalam menyahut aspirasi politik atau suara rakyat di
daerah. Kita dapat melihat pada perkembangan politik di Kurdi (Turki bagian timur).
Etnik Kurdi yang minoritas berjuang lewat partai politik lokal, tidak diperlakukan
secara adil oleh pemerintah pusat (Turki). Harapan kelompok Kurdi yang berjuang
melalui Parlemen gagal dan dilarang. Bahkan pemerintah pusat menggunakan operasi
historis, filosofis, ideologis, politis, yuridis, dan kesadaran politik bernegara dalam
lalu. Idiom the king can do no wrong mulai terusik setelah adanya ide self government
pemerintah pusat. Otoritas raja mendapatkan perlawanan dari rakyat yang menuntut
partisipasi warga negara untuk mengetahui nilai filosofis praktek bernegara. Baik itu
3
Pemahaman ideologis, memberikan kesadaran akan nasionalisme yang
1. Faero
Kepulauan Faero ini terletak di sebelah Utara Lautan Atlantik dan Eropa,
dunia II, tepatnya tahun 1948 politisi Faero berpikir tentang adanya “Home Rule
National Society in the Danish Kingdom” yang memerlukan lembaga eksekutif dan
legislatif lokal. Di bawah home rule ini nantinya dapat menjalankan pemerintahan
wilayah yang tidak jelas. Kedua terbentur dengan reslusi PBB 1946, Bab 73 og 74
hanya mengatur batas wilayah tidak mengatur soal siapa yang berhak memerintah.
Dan Faero merupakan salah satu wilayah kedaulatan hukum Denmark dan tidak
Faero memang memiliki sumber daya alam yang kaya namun, yang berlaku
adalah hukum positif nasional Denmark. Faktanya, Faero dan Denmark memiliki
perbedaan yang jauh dalam pelbagai hal. Pada 1946 diadakan referendum yang
melakukan kompromi politik. Dan tercapailah self government di Faro pada 1948 dan
4
2. Hong Kong
Ketika perang dunia II, Hong Kong diduduki oleh Jepang. Lebih dari 700.000
intimidasi dan teror dari serdadu Jepang. Setelah kekalahan Jepang, Hong Kong
menjadi “Mac Arthur’s Children” dan Inggris pun menghentikan perdagangan opium.
dalam “People’s Repubic of China” tahun 1949. Banyak penduduk Hong Kong yang
ikut dalam panyatuan Cina tersebut. Hanya Chiang Kai Shek (tokoh anti Mao Tze
Dung) yang menolak dan melarikan diri bersama pengikutnya ke Macau, Taiwan, dan
Hong Kong. Kemudian mempelopori pulau kecil Taiwan menjadi “The new earth of
China” yang memiliki self government yang lebih luas dan bebas dari Hong Kong.
Akhirnya pada tahun 1956, Inggris memberi hak self administration untuk
Pada 1974 bahasa Mandarin diakui sebagai bahasa resmi Hong Kong. Untuk
Nationality Act”. Melalui “Hong Kong agreement”, Hong Kong menerapkan “Special
Administrative Region (SAR)” yang memakai konsep “One Country, Two System”.
Konsep ini merupakan wujud kompromi politik dua penjajah (Cina dan Inggris).
internasional. Pun juga dalam bidang sosial-politik, penduduk Hong Kong bebas
5
3. Puerto Rico
Pada tahun 1809 Puerto Rico diakui sebagai salah satu provinsi Spanyol yang
berhak mengirim perwakilan dalam parlemen pusat dan memakai mata uang Spanyol.
secara efektif.
terpaksa melepas jajahannya itu. Sejak itulah Puerto Rico menerapkan self
government berada dalam wilayah teritorial dan perlindungan AS. Menjalin hubungan
memilih parlemen sendiri secara demokratis. Tahun 1951 Puerto Rico meratifikasi
Presiden AS. Puerto Rico memiliki perwakilan dalam Kongres AS, walaupun
demokratis. Rakyat dapat menyalurkan aspirasi politiknya melalui partai politik lokal
6
yang diakui oleh pemerintah federal. Pemerintah federal pun tidak menganggap
politisi yang aktif dalam salah satu parpol sebagai musuh negara yang mesti ditumpas.
rakyat Puerto Rico untuk berpikir kritis dan objektif dalam upaya menyejahterakan
rakyatnya dalam bidang ekonomi sosial politik di bawah sistem pemerintah federal
AS. Dengan dilaksanakannya self government, faktanya, Pueto Rico telah berhasil
4. Skotlandia
kemerdekaannya. Mulai dari perang Dunbar 1296, Stirling Bridge (1297), Falkirk
(1298), hingga Halidon Hill (1333), Skotlandia masih ingin mempertahankan hak
dasarnya yang dirampas oleh Inggris. Baru pada tahun 1600 dimulailah era rebuild of
England. Pada tahun 1649-1660, Inggris memberi 10 kuasa kepada Skotlandia yang
sementara kuasa legislatif dan eksekutif tetap menjadi otoritas pemerintah pusat.
Ketidakpuasan ini dijawab dengan kesepakatan Skotlandia Act 1998 berisi pemisahan
kekuasaan antara Great Britain dan Skotlandia. Kesepakatan ini mengatur lima sektor
utama, yakni: UUD, Hubungan Internasional dan Kebijakan Luar Negeri, Hankam
Nasional, Kebijakan Fiskal dan Keuangan, Hukum Perusahaan dan Hak Cipta, Energi,
7
Perencanaan, Pengangkutan, Hukum Perdata, Hukum Pidana, Sistem Hukum, Polisi,
kewenangan Skotlandia.
dan lain-lain, namun pada saat pemerintahan Inggris dibawah PM Margareth Thacher
dan John Meyer berdalih masalah otonomi bisa mengancam keutuhan negara.
Skotlandia 1998. Parlemen Skotlandia dapat memilih Menteri Utama yang status dan
yang telah memilih kompromi politik (self government) tetap saja dijajah.
Terapan di Indonesia
sudah menerapkannya beratus tahun lalu. Self government belum diartikan dan
dipahami sebagai demokrasi. Ini bisa dimaklumi karena desain self government
mempunyai ciri khas, dimana pemerintah pusat memberi hak dan wewenang yang
Hal ini, secara filosofi dan ideologis, berbenturan dengan sila “Persatuan
yang ada di Indonesia dalam NKRI. Karena itu pemerintah pusat tidak mungkin
8
memberi izin kepada daerah untuk mendirikan parpol lokal yang bertujuan
(1) UUD 1945 menyebut: “Negara Indonesia ialah negara kesatuan, yang berbentuk
Republik” dan UU No. 3/2002 tentang Pertahanan Keamanan dan UU No. 34/2004
tentang TNI yang dalam pasal 7 menyebut bahwa “Tugas pokok TNI adalah
Indonesia tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.”
government berarti semua kebijakan dalam jajaran eksekutif dan legislatif, mesti
dirumuskan secara tegas dalam perundang-undangan. Hal ini perlu untuk menghindari
Sisi lain dari self govenrment ialah terbukti bahwa tingkat kesadaran politik,
daerah yang menyelenggarakan self govenrment, diakui lebih maju berbanding model
9
ANALISIS KASUS RUU KEISTIMEWAAN YOGYAKARTA
Yogyakarta memasuki ranah yang lebih serius mengenai keinginan masyarakat untuk
berawal dari pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di depan sidang
kabinet. Soal monarki yang bertabrakan dengan konstitusi dan nilai-nilai demokrasi
Dalam perkembangan kasus ini pemerintah tetap bersikeras agar kepala daerah
menghormati UUD 1945, berdasarkan Pasal 18 ayat (4) yang berbunyi, "Gubernur,
kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis", sehingga draf Rancangan Undang
Sikap ini juga ditunjukkan oleh Fraksi Partai Demokrat di DPR. Sedangkan, fraksi-
fraksi lain, seperti Partai Golkar, Partai Keadilan Sejahtera, dan PDI Perjuangan,
setuju dengan penetapan. Perdebatan ini masih akan terus bergulir. Karena pemerintah
mengulur waktu menyampaikan draf RUU ini sehingga tugas parlemen untuk mulai
membuat versi lain, terhambat oleh sikap pemerintah yang menunda tersebut.
Terhadap sikap pemerintah ini yang merujuk kepada Pasal 18 ayat (4)
tersebut, masih dapat diperdebatkan. Memang tak bisa dipungkiri pemilihan kepala
daerah telah diselenggarakan atas adanya klausul pasal 18 ayat (4) tersebut melalui
10
Namun, untuk Pemilihan Gubernur di Yogyakarta, semestinya pemerintah
limitatif dalam Pasal 226 ayat (2) yang berbunyi, "Keistimewaan untuk Provinsi
merujuk UU ini.
Rujukan UU No 32 Tahun 2004 itu tepat dengan semangat UUD 1945 dalam
Pasal 18B ayat (1) yang menyatakan, "Negara mengakui dan menghormati satuan-
satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa dengan
undang-undang".
sepertinya pemerintah melupakan. Bahwa, rujukan tersebut sekarang ini masih tetap
Bagi mereka rujukan Pasal 18 ayat (4) itu hanya mencantumkan kata-kata
dipilih secara demokratis, yang menimbulkan asumsi bahwa DPRD tempo lalu dalam
memilih Gubernur juga demokratis. Tidak ada perintah konstitusi bahwa pilkada
harus dipilih oleh rakyat secara langsung. Aturan itu beda dengan Pasal 6A ayat (1)
UUD 1945, yang menyatakan, presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh
rakyat.
Pasal 18 ayat (4) juga menyatakan, kepala daerah dan wakilnya tidak dipilih
dalam satu paket (pasangan). Dengan kata lain konstitusi memang tidak
11
Dari perdebatan ini mekanisme pengisian jabatan Gubernur dan Wakil
administrasinya seperti halnya provinsi lain. Karena itu, tidak tepat jika Presiden tidak
menyepakati penetapan Sultan HB dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil
Gubernur Provinsi DIY. Selain diinginkan rakyat, konstitusi juga telah menjamin
keistimewaan sebuah daerah sehingga penetapan Sultan dan Paku Alam sebagai
harus melalui pemilihan, maka sampai kapan pun konsep pemerintah pusat itu selalu
gubernur DIY harus ditentukan melalui pemilihan, bukan melalui penetapan karena
dinilai mekanisme ini tidak demokratis, akan selalu "berbenturan" dengan keinginan
Oleh karena itu, wacana gubernur utama dan wakil gubernur utama yang
diusung pemerintah pusat sebagai solusi atau jalan tengah untuk meredam penolakan
12
keinginan rakyat di daerah ini bahwa gubernur dan wakil gubernurnya harus
Sebab, menurut Sultan, wacana gubernur utama tidak sesuai dengan aspirasi
rakyat DIY. Ketika ada dualisme kepemimpinan, rakyat akan bingung karena ada
sultan dan gubernur. Ketika ada masalah yang menyangkut rakyat, mengadu ke
sultan, padahal kapasitasnya terbatas. Terkait dengan hal itu, menurut dia berdasarkan
filosofi kultural, gelar Hamengku Buwono merupakan amanah yang perlu dijalankan
"pararadya" atau gubernur utama, tidak sesuai dengan filosofi dan kultural masyarakat
setempat, kata sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Sunyoto
Usman. Menurut dia, keistimewaan DIY tidak hanya terletak pada posisi gubernur
dan wakil gubernur, melainkan juga keistimewaan bidang pertanahan, keuangan, dan
secara `bottom up`, bukan `top down`. Jangan sampai apirasi rakyat DIY dipolitisisasi.
Draf dari pemerintah pusat tentang RUUK DIY saat ini perlu ditinjau dan
diperbaiki, karena ditemukan banyak terminologi yang tidak jelas, di antaranya istilah
gubernur utama. Di banyak negara, kata dia, konsep tersebut tidak ditemukan, dan
tampaknya itu hanya akal-akalan untuk mengganti istilah pararadya menjadi gubernur
utama.
13
DAFTAR PUSTAKA
http://nasional.kompas.com/read/2010/11/30/08293141/Jangan.Pertanyakan.Keistime
http://www.antaranews.com/news/249596/keistimewaan-yogyakarta-untuk-rakyat
http://politik.vivanews.com/news/read/206998-sultan-temui-dpr--bahas-ruu-
14