Disusun Oleh :
Fakultas Ekonomi
Jurusan Ilmu Ekonomi
Universitas Brawijaya
2011
BAB I
PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang
Otonomi daerah selama ini tergolong sangat kecil dilihat dari indikator
kecilnya kewenangan, jumlah bidang pemerintahan, dan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yang dimiliki daerah (Hoessein, 2000 :3). Hal ini merupakan gambaran
dari praktek pemerintahan masa lalu yang dilandasi oleh Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1974. Dengan berpegang pada Undang-undang tersebut, maka praktek
yang terjadi di lapangan berupa sentralisasi kekuasaan yang sangat kuat, sehingga
masyarakat di daerah tidak memiliki kekuasaan dan kesempatan untuk
mengaktualisasikan kepentingan dan potensi daerahnya sendiri (Mardiasmo, 2000
: 574). Pada masa sekarang ini dengan perubahan paradigma pemerintahan yang
ditandai dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 seperti yang
telah dijelaskan diatas dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, pemerintah
pusat mencoba meletakkan kembali arti penting otonomi daerah pada posisi yang
sebenarnya, yaitu bahwa otonomi daerah adalah kewenangan daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan peraturan
perundangan. Kewenangan daerah tersebut mencakup seluruh bidang
pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lain.
1. 3 Tujuan Penulisan
1. 4 Manfaat Penulisan
1. Pajak daerah;
2. Retribusi Daerah, termasuk hasil dan pelayanan badan umum (BLU)
daerah;
3. Hasil pengelolaan kekayaan pisahkan, antara lain bagian laba dari BUMD,
hasil kerja sama dengan pihak ketiga dan
4. Lain-lain PAD yang sah.
Selain itu Pendapatan Asli Daerah merupakan hasil berupa uang maupun
barang yang dijadikan sebagai kekayaan daerah dalam rangka pembiayaan
pembangunan masyarakat dikota. Pendapatan Asli Daerah menurut Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 1999 (pasal 3) Pendapatan Asli Daerah merupakan
pendapatan daerah dari hasil pajak, hasil retribusi daerah, hasil perusahaan milik
daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan daerah lainnya yang dipisahkan.
• pajak daerah,
• retribusi daerah,
• Paja restoran,
• Pajak hiburan,
• Pajak reklame,
• Pajak parkir
2. Retribusi Daerah
Yang dimaksud dengan retribusi menurut Saragih (2003:65) adalah
“pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang
khusus disediakan dan atau diberikan oleh Pemda untuk kepentingan orang
pribadi atau badan”.
Menurut Halim (2004:67), “Retribusi daerah merupakan pendapatan
daerah yang berasal dari retribusi daerah”.
Retribusi untuk kabupaten/kota dapat dibagi menjadi 2, yakni:
• Retribusi untuk kabupaten/kota ditetapkan sesuai kewenangan masing-
masing daerah, terdiri dari: 10 jenis retribusi jasa umum, 4 jenis retribusi
perizinan tertentu,
• Retribusi untuk kabupaten/kota ditetapkan sesuai jasa/pelayanan yang
diberikan oleh masing-masing daerah, terdiri dari: 13 jenis retribusi jasa usaha.
(Kadjatmiko,2002:78).
Jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan
berikut:
• Retribusi pelayanan kesehatan,
(Halim,2004:68).
Dalam Undang Undang No 34 tahun 2000 juga disebutkan jenis retribusi yang
terdiri dari :
Sumber : DJPKPD
Isyarat bahwa PAD harus menjadi bagian sumber keuangan terbesar bagi
pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa PAD merupakan tolak ukur
terpenting bagi kemampuan daerah dalam menyelenggarakan dan mewujudkan
otonomi daerah. Di samping itu PAD juga mencerminkan kemandirian suatu
daerah. Sebagaimana Santoso (1995 : 20) mengemukakan bahwa PAD merupakan
sumber penerimaan yang murni dari daerah, yang merupakan modal utama bagi
daerah sebagai biaya penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Meskipun PAD tidak seluruhnya dapat membiayai total pengeluaran daerah,
namun proporsi PAD terhadap total penerimaan daerah tetap merupakan indikasi
derajat kemandirian keuangan suatu pemerintah daerah.
3. hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang
dipisahkan dan
4. adanya kebocoran-kebocoran;
1. faktor manusia;
2. faktor keuangan;
3. faktor peralatan;
4. faktor organisasi dan manajemen.
1. Intensifikasi
2. Ekstensifikasi
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran