Efrin Titip
Efrin Titip
Burung jalak bali merupakan satwa primadona taman nasional ini, dan termasuk burung pesolek yang senantiasa
menyenangi habitat yang bersih, serta jelajah terbangnya tidak pernah jauh. Burung tersebut memerlukan perhatian
dan pengawasan ekstra ketat, karena populasinya rendah dan mudah untuk ditangkap.
Keadaan Umum
o Topografi
Topografi kawasan terdiri dari dataran landai (sebagian besar datar), agak curam,
dengan ketinggian tempat antara 0 s.d 1.414 mdpl.
Terdapat 4 buah gunung yang cukup dikenal dalam kawasan, yaitu Gunung Prapat
Agung setinggi ± 310 mdpl, Gunung Banyuwedang ± 430 mdpl, Gunung
Klatakan ± 698 mdpl dan Gunung Sangiang yang tertinggi yaitu ± 1002 mdpl. Di
perairan laut terdapat 4 pulau yang masuk dalam kawasan TNBB yaitu P.
Menjangan ± 175 Ha, P. Burung, P. Gadung, dan P. Kalong.
2. Aksesibilitas
Taman Nasional Bali Barat terletak di ujung barat Pulau Bali lebih kurang 2 Kilometer
dari Pelabuhan Penyebrangan Gili,manuk. Untuk sampai ke kawasan ini dapat dicapai
dengan kendaraan darat. Dari Ibu Kota Propinsi Bali, Denpasar, dapat ditempuh selama ±
3 jam perjalanan darat.
3. Keadaan Penduduk di Sekitar Kawasan
Seperti penduduk lainnya yang berbatasan langsung dengan hutan yang merupakan
kawasan konservasi, ketergantungan penduduk terhadap sumberdaya hutan juga masih
cukup tinggi. Ketergantungan ini biasanya terhadap sumberdaya kayu bakar untuk
keperluan rumah tangga maupun sumberdaya pakan ternak. Ketergantungan ini tentunya
juga sedikit banyak akan mempengaruhi keutuhan dan kelestarian sumberdaya kawasan
konservasi. Selain itu, sumberdaya hutan yang seringkali dijadikan komoditi dan diambil
dari Taman Nasional oleh penduduk diantaranya satwa-satwa liar.
4. Sarana Prasarana Pendukung Sekitar Kawasan
Beberapa sarana dan prasarana untuk kepentingan wisata alam yang ada antara lain :
beberapa obyek wisata yang berada di dalam kawasan Taman Nasional maupun di sekitar
kawasan Taman Nasional. Untuk di dalam kawasan Taman Nasional, kebanyakan berupa
wisata budaya yang berupa pura. Beberapa sarana yang dimiliki oleh Taman Nasional
diantaranya Information Centre di Kantor Taman Nasional, shelter-shelter yang tersebar
di dalam kawasan.
5. Data Jumlah Pengunjung 5 (Lima) Tahun Terakhir
Data jumlah pengunjung , peneliti dan berkemah per tahun antara tahun 1995 - 2004 :
Tahun Nusantara Mancanegara
1995 34.496 21.611
1996 45.774 22.635
Keterangan :
Wisatawan yang terbanyak dari : Eropa, Amerika dan Asia (Jepang)
Data 2004 sampai dengan bulan Maret
Pada saat ini di Taman Nasional Bali Barat terdapat 3 (Tiga) perusahaan yang sudah
mendapatkan Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) yaitu : PT. Shorea Barito Wisata dan
PT. Trimbawan Swastama Sejati (Penyediaan Resort dengan wisata alam sebagai atraksi
wisata) , dan PT. Disthi Kumala Bahari (Pengusahaan pariwisata alam dengan pengakaran
mujtiara sebagai atraksi wisata).
A. Fauna
TNBB seringkali identik sebagai taman nasional yang dibentuk untuk memberikan perlindungan
bagi kelangsungan / keberadaan Jalak Bali (Leucopsar rothchildi). Namun secara umum dapat
dikatakan kawasan TNBB kaya akan potensi fauna. Berdasarkan jenisnya, fauna yang terdapat di
TNBB antara lain terdiri dari 7 jenis mamalia, 2 jenis reftilia, 105 jenis aves, 120 jenis ikan, dan
lain-lain.
Dilindungi; katagori II
6 Menjangan Cervus timorensis (CITES)
B. Vegetasi
Berdasarkan ketinggian tempat maka kawasan TNBB dibagi dalam 2 ekosistem yakni Tipe
Ekosistem Darat yang meliputi : Ekosistem Hutan Mangrove, Ekosistem Hutan Pantai,
Ekosistem Hutan Pantai, Ekosistem Hutan Musim, Ekosistem Hutan Hujan Dataran Rendah,
Ekosistem Evergreen, Ekosistem Savana, dan Ekosistem River Rain Forest. Sedangkan Tipe
Ekosistem Laut meliputi Ekosistem Coral Reef, Ekosistem Padang Lamun, Ekosistem Pantai
Berpasir, Ekosistem Perairan Laut Dangkal, Dan Ekosistem Perairan Laut Dalam.
Jenis-jenis flora yang dilindungi yang terdapat di TNBB antara lain:
No Nama Nama Ilmiah Status
Tanaman langka (IUCN;
1 Bayur Pterospermum diversifolium dilindungi SK Mentan No.
54/Kpts/Um/2/1972
2 Buni Antidesma bunius Tanaman langka
1. Sejarah Kawasan
Pada tanggal 24 Maret 1911 seorang biologiawan dari Jerman, Dr. Baron Stressman yang
terpaksa mendarat karena kapal Ekspedisi Maluku II rusak di sekitar Singaraja selama ± 3 bulan,
menemukan burung Jalak Bali sebagai spesimen penelitiannya di sekitar Desa Bubunan ± 50 Km
dari Singaraja. Kemudian pada tahun 1025 dilakukan observasi intensif oleh Dr. Baron Viktor
von Plesen, atas pendapat Stressman yang melihat Jalak Bali sangat langka dan berbeda dengan
jenis lain dari seluruh spesimen yang dia peroleh, dan diketahui penyebaran Jalak Bali hanya
mulai Desa Bubunan sampai ke Gilimanuk seluas ± 320 Km2.
Untuk melindungi keberadaan spesies yang sangat langka yaitu burung Jalak Bali dan Harimau
Bali, berdasarkan SK Dewan Raja-Raja di Bali No.E/I/4/5/47 tanggal 13 Agustus 1947
menetapkan kawasan hutan Banyuwedang dengan luas 19.365,6 Ha sebagai Taman Pelindung
Alam / Natuur Park atau sesuai dengan Ordonansi Perlindungan Alam 1941 statusnya sama
dengan Suaka Margasatwa.
Kawasan hutan Bali Barat dipandang memenuhi syarat untuk pengembangan hutan tanaman
dibandingkan dengan bagian lain di Propinsi Bali (Menurut Brigade VIII Planologi Kehutanan
Nusa Tenggara Singaraja, Tahun 1974). Sehingga sejak tahun 1947/1948 sampai dengan
1975/1976 di RPH Penginuman telah dilakukan pengembangan hutan tanaman dengan jenis Jati,
Sonokeling, dan rimba campuran seluas 1.568,24 Ha. Tahun 1968/1969 sampai dengan
1975/1976 dikembangkan hutan tanaman Kayu Putih dan Sonokeling di RPH Sumberkima serta
pada tahun 1956/1957 di RPH Sumberklampok telah dilakukan penanaman Sawo Kecik,
Cendana, Bentawas, Sonokeling, dan Talok seluas 1.153,60 Ha. Dalam pelaksanaan penanaman
ini dilakukan perabasan dan eksploitasi beberapa jenis hutan evergreen Sumberrejo dan
Penginuman dan tebang pilih hutan alam Sawo Kecik di Prapat Agung.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDh Tk. I Bali No. 58/Skep/EK/I.C/1977 tahun 1977
tanah Swapraja Sombang seluas 390 Ha ditambahkan ke dalam kawasan sebagai pengganti
kawasan yang terpakai untuk pembangunan Propinsi Bali dan kemudian SK Menteri Pertanian
No. 169/Kpts/Um/3/1978 tanggal 10 Maret 1978 menetapkan Suaka Margasatwa Bali Barat
Pulau Menjangan, Pulau Burung, Pulau Kalong dan Pulau Gadung sebagai Suaka Alam Bali
Barat seluas 19.558,8 Ha.
Deklarasi Menteri Pertanian tentang penetapan Calon Taman Nasional Nomor
736/Mentan/X/1982 kawasan Suaka Alam Bali Barat ditambah hutan lindung yang termasuk ke
dalam Register Tanah Kehutanan (RTK) No. 19 dan wilayah perairan sehingga luasnya
mencapai 77.000 Ha terdiri dari daratan 75.559 Ha dan wilayah perairan ± 1.500 Ha. Namun
pengelolaan UPT Taman Nasional Bali Barat sesuai SK Menteri Kehutanan No. 096/Kpts-
II/1984 tanggal 12 Mei 1984 secara intensif hanya seluas 19.558,8 Ha daratan termasuk hutan
produksi terbatas (HPT) dengan pembagian zonasi Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan,
dan Zona Penyangga.
Adanya konflik kewenangan di dalam kawasan TNBB, dimana pengelolaan HPT seluas 3.979,91
Ha adalah kewenangan Dinas Kehutanan Provinsi Bali, sehingga berdasarkan SK Menteri
Kehutanan No. 493/Kpts-II/1995 tanggal 15 September 1995 luas Taman Nasional Bali Barat
hanya sebesar 19.002,89 Ha yang terdiri dari 15.587,89 Ha wilayah daratan dan 3.415 Ha
wilayah perairan sampai sekarang.
Penataan kawasan pengelolaan TNBB sesuai fungsi peruntukannya telah ditetapkan berdasarkan
SK Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam No.186/Kpts/Dj-V/1999 tanggal 13 Desember
1999 tentang pembangian zonasi sebagai berikut :
• Zona Inti ; merupakan zona yang mutlak dilindungi, tidak diperbolehkan adanya
perubahan apapun oleh aktivitas manusia kecuali yang berhubungan dengan kepentingan
penelitian dan ilmu pengetahuan ; meliputi daratan selauas 7.567,85 hektar dan perairan
laut seluas 455.37 hektar
• Zona Rimba; merupakan zona penyangga dari zona inti, dapat dilakukan kegiatan seperti
pada zona inti dan kegiatan wisata alam terbatas ; meliputi daratan selauas 6.009,46
hektar dan perairan laut seluas 243.96 hektar
• Zona Pemanfaatan Intensif ; dapat dilakukan kegiatan seperti pada kedua zona di atas,
pembangunan sarana dan prasarana pariwisata alam dan rekreasi atau penggunaan lain
yang menunjang fungsi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ; meliputi
daratan selauas 1.645,33 hektar dan perairan laut seluas 2.745.66 hektar
• Zona Pemanfaatan Budaya ; Zona ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan terbatas
untuk kepentingan budaya atau relegi ; selauas 245,26 hektar yang digunakan untuk
kepentingan pembangunan sarana ibadat umat Hindu.
2. Sejarah Organisasi
Pengelolaan hutan Bali Barat sebelum dikelola oleh Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian
Alam (PPA) Bali masih dalam pengelolaan Cabang Dinas Kehutanan Singaraja dan Jembrana
sebagai unit dari Dinas Kehutanan Propinsi Bali, sedangkan unit pengelola terkecil wilayah yaitu
RPH (Resort Pemangkuan Hutan) Penginuman, Sumberklampok dan Sumberkima.
Kawasan Suaka Alam berupa cagar Alam atau Suaka Margasatwa dikelola oleh Sub Balai
Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) / SBKSDA Provinsi Bali sebagai Unit Pelaksana
Teknis Dirjen PPA dengan unit pemangku terkecil di lapangan yaitu Kepala Resort sebagai
pelaksana pengamanan dan perlindungan, yang dikepalai oleh Kepala Sub Seksi / Rayon
Kawasan Suaka Margasatwa Bali Barat / Sub Seksi Wilayah PPA yang setara Eselon V.
Bedasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 096/Kpts-II/1984 tanggal 12 Mei 1984
tentang Organisasi dan Tata Kerja Taman Nasional Bali Barat, Suaka Alam Bali Barat dikelola
se bagai UPT Taman Nasional Bali Barat yang dikepalai oleh seorang Kepala yang setara Eselon
IV, yang dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pemanfaatan, Kepala Seksi
Penyusunan Program. Sedangkan pelaksana teknis di lapangan adalah Kelompok Perlindungan,
Pengawetan, dan Pelestarian.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dan Unit Taman Nasional,
meningkatkan pengelolaan Taman Nasional sebagai Balai yang dipimpin oleh seorang Kepala
Balai setara Eselon III, yang dalam pengelolaannya dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha,
Kepala Seksi Konservasi yang membawahi tiga sub seksi wilayah konservasi (Jembrana,
Buleleng dan Labuan Lalang). Dan untuk pelaksana teknis di lapangan dibantu kelompok jabatan
fungsional yang teridi dari Fungsional Jagawana, Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang
Konservasi Jenis Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Fungsional Teknisi Kehutanan
Bidang Konservasi Kawasan dan Lingkungan dan Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang Bina
Wisata Alam.
Nuansa otonomi daerah memerlukan desentralisasi koordinasi birokrasi sehingga pengelolaan
Taman Nasional Bali Barat sesuai dengan Surat keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-
II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dibagi menjadi 3 wilayah
pengelolaan yaitu Seksi Konservasi Konservasi Wilayah I di Jembrana, Seksi Konservasi
Wilayah II di Buleleng dan Seksi Konservasi Wilayah III di Labuhan Lalang dengan Kepala
Seksi sebagai pejabat pemangku Wilayah yang setara Eselon IV.
Sumberdaya manusia yang terlibat dalam pengelolaan Taman Nasional Bali Barat masih perlu
ditingkatkan untuk mampu disatukan visi dan misinya di dalam mendukung pola pengelolaan
TNBB yang pada saat ini mulai merintis pola Co- Management.
Pada saat ini pendekatan pengaman kawasan TNBB yang menekankan kepada kegiatan patroli
kawasan dan penegakan peraturan serta pendekatan sentralistik dalam pengelolaan konservasi
dan belum berbasis masyarakat, menyebabkan pengelolaan kawasan konservasi ini menjadi
sangat mahal dari segi finansial dan social.
Terbatasnya dana untuk pengembangan dan pemeliharaan dan pengamanan potensi kawasan
Sosial ekonomi masyarakat di beberapa daerah penyangga masih relatif rendah yang ditandai
dari tingkat pendidikan serta ketergantungan pada pemanfaatan sumber daya hutan yang ada,
menyebabkan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai konservasi.
Kawasan hutan Bali Barat yang terdiri dari Taman Nasional Bali Barat, Hutan Produksi dan
Hutan Lindung merupakan satu kesatuan ekosistem. Penebangan ilegal tanaman produksi di
Hutan Produksi secara signifikan mempengaruhi keseimbangan ekosistem secara keseluruhan,
yang akan menyebabkan penurunan kualitas potensi sumber daya alam hayati.
Masih lemahnya kesamaan persepsi, interpretasi pola tindak dalam mengimplementasi- kan
kaidah-kaidah konservasi dalam pengelolaan Taman Nasional diantara pihak-pihak terkait akibat
perbedaan kepentingan.
Masih ditemukan kendala dalam rangka padu serasi kepentingan pengembangan pariwisata alam
di zona pemanfaatan TNBB dengan kepentingan lainnya.
Belum sepenuhnya potensi TNBB diketahui khalayak luas sehingga kegiatan pariwisata alam
belum sepenuhnya dapat dikatakan berhasil (kalau indikator keberhasilan dilihat dari banyaknya
jumlah kunjungan wisatawan ke TNBB yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan
kunjungan wisatawan ke obyek-obyek wisata lainnya di Pulau Bali).
2. Tantangan
Tantangan yang dihadapi merupakan konsekuensi dari pesatnya pembangunan serta
perkembangan / kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa hal yang perlu dijaga agar
tidak memberikan ekses negatif terhadap pengelolaan TNBB secara keseluruhan :