Anda di halaman 1dari 15

Taman Nasional Bali Barat

Taman Nasional Bali Barat terdiri dari beberapa tipe


vegetasi yaitu hutan mangrove, hutan pantai, hutan
musim, hutan hujan dataran rendah, savana, terumbu
karang, padang lamun, pantai berpasir, dan perairan laut
dangkal dan dalam.

Taman nasional ini memiliki 175 jenis tumbuhan dan 14


jenis diantaranya merupakan tumbuhan langka seperti
bayur (Pterospermum javanicum), ketangi (Lagerstroemia
speciosa), burahol (Stelechocarpus burahol), cendana
(Santalum album), dan sonokeling (Dalbergia latifolia).

Disamping memiliki satwa burung yang endemik dan


langka yaitu burung jalak bali (Leucopsar rothschildi),
terdapat jenis burung lain seperti jalak putih (Sturnus
melanopterus), terucuk (Pycnonotus goiavier), dan ibis
putih kepala hitam (Threskiornis melanocephalus).

Di taman nasional ini dapat dijumpai beberapa satwa


seperti kijang (Muntiacus muntjak nainggolani), luwak
(Pardofelis marmorata), trenggiling (Manis javanica),
landak (Hystrix brachyura brachyura), dan kancil
(Tragulus javanicus javanicus).
Di taman nasional ini dapat dijumpai beberapa satwa
seperti banteng (Bos javanicus javanicus), kijang
(Muntiacus muntjak nainggolani), luwak (Pardofelis
marmorata), trenggiling (Manis javanica), landak
(Hystrix brachyura brachyura), dan kancil (Tragulus
javanicus javanicus).
Sedangkan biota laut yang berada di sekitar Pulau
Menjangan dan Tanjung Gelap terdiri dari 45 jenis
karang diantaranya Halimeda macroloba, Chromis
spp., Balistes spp., Zebrasoma spp., dan Ypsiscarus
ovifrons; 32 jenis ikan diantaranya ikan bendera
(Platax pinnatus), ikan sadar (Siganus lineatus), dan
barakuda (Sphyraena jello); 9 jenis molusca laut
diantaranya kima selatan (Tridacna derasa), triton
terompet (Charonia tritonis), dan kima raksasa
(Tridacna gigas).

Burung jalak bali merupakan satwa primadona taman nasional ini, dan termasuk burung pesolek yang senantiasa
menyenangi habitat yang bersih, serta jelajah terbangnya tidak pernah jauh. Burung tersebut memerlukan perhatian
dan pengawasan ekstra ketat, karena populasinya rendah dan mudah untuk ditangkap.

Keadaan Umum

Letak dan Luas


Secara administrasi pemerintahan, Taman Nasional Bali Barat (TNBB) terletak dalam 2
kabupaten yaitu Kabupaten Buleleng dan Jembrana, Propinsi Bali. Secara geografis
terletak antara 8o 05′ 20″ sampai dengan 8o 15′ 25″ LS dan 114o 25′ 00″ sampai dengan
114o 56′ 30″ BT.
Keadaan Kawasan

o Topografi
Topografi kawasan terdiri dari dataran landai (sebagian besar datar), agak curam,
dengan ketinggian tempat antara 0 s.d 1.414 mdpl.
Terdapat 4 buah gunung yang cukup dikenal dalam kawasan, yaitu Gunung Prapat
Agung setinggi ± 310 mdpl, Gunung Banyuwedang ± 430 mdpl, Gunung
Klatakan ± 698 mdpl dan Gunung Sangiang yang tertinggi yaitu ± 1002 mdpl. Di
perairan laut terdapat 4 pulau yang masuk dalam kawasan TNBB yaitu P.
Menjangan ± 175 Ha, P. Burung, P. Gadung, dan P. Kalong.

o Geologi dan Tanah


Berdasarkan Peta Tanah Tinjau P. Bali skala 1 : 250.000 (Pola Rehabilitasi Lahan
dan Konservasi Tanah Wilayah DAS Pancoran, Teluk Terima, Balingkang Anyar
Unda dan Sema Bor) tahun 1984 formasi Geologi, TNBB sebagian besar terdiri
dari Latosol.

o Iklim dan Hidrologi


Berdasarkan Schmidt dan Ferguson, kawasan TNBB termasuk tipe klasifikasi D,
E, C dengan curah hujan rata-rata D : 1.064 mm / tahun, E : 972 mm / tahun, dan
C : 1.559 mm / tahun.
Temperatur udara rata-rata 33o C pada beberapa lokasi, kelembaban udara di
dalam hutan sekitar 86 %. Sungai-sungai yang ada dalam kawasan TNBB
meliputi S. Labuan Lalang, S. Teluk Terima, S. Trenggulun, S. Bajra / Klatakan,
S. Melaya, dan S. Sangiang Gede.

2. Aksesibilitas
Taman Nasional Bali Barat terletak di ujung barat Pulau Bali lebih kurang 2 Kilometer
dari Pelabuhan Penyebrangan Gili,manuk. Untuk sampai ke kawasan ini dapat dicapai
dengan kendaraan darat. Dari Ibu Kota Propinsi Bali, Denpasar, dapat ditempuh selama ±
3 jam perjalanan darat.
3. Keadaan Penduduk di Sekitar Kawasan
Seperti penduduk lainnya yang berbatasan langsung dengan hutan yang merupakan
kawasan konservasi, ketergantungan penduduk terhadap sumberdaya hutan juga masih
cukup tinggi. Ketergantungan ini biasanya terhadap sumberdaya kayu bakar untuk
keperluan rumah tangga maupun sumberdaya pakan ternak. Ketergantungan ini tentunya
juga sedikit banyak akan mempengaruhi keutuhan dan kelestarian sumberdaya kawasan
konservasi. Selain itu, sumberdaya hutan yang seringkali dijadikan komoditi dan diambil
dari Taman Nasional oleh penduduk diantaranya satwa-satwa liar.
4. Sarana Prasarana Pendukung Sekitar Kawasan
Beberapa sarana dan prasarana untuk kepentingan wisata alam yang ada antara lain :
beberapa obyek wisata yang berada di dalam kawasan Taman Nasional maupun di sekitar
kawasan Taman Nasional. Untuk di dalam kawasan Taman Nasional, kebanyakan berupa
wisata budaya yang berupa pura. Beberapa sarana yang dimiliki oleh Taman Nasional
diantaranya Information Centre di Kantor Taman Nasional, shelter-shelter yang tersebar
di dalam kawasan.
5. Data Jumlah Pengunjung 5 (Lima) Tahun Terakhir
Data jumlah pengunjung , peneliti dan berkemah per tahun antara tahun 1995 - 2004 :
Tahun Nusantara Mancanegara
1995 34.496 21.611
1996 45.774 22.635

1997 87.947 20.280

1998 91.371 38.215

1999 52.010 22.099

2000 11.001 20.168

2001 21.010 20.895

2002 19.633 21.008

2003 65.848 15.226

2004 11.731 2.897

Keterangan :
Wisatawan yang terbanyak dari : Eropa, Amerika dan Asia (Jepang)
Data 2004 sampai dengan bulan Maret

Kegiatan Pokok Pengelolaan


Dalam menyikapi berbagai kendala, hambatan dan tantangan, Balai Taman Nasional Bali Barat
menempuh strategi sebagai berikut :
1. Pemantapan kawasan
Untuk terselenggaranga pengelolaan kawasan yang mantap, seluruh kawasan harus memiliki
status hukum yang legal. Kawasan TNBB sudah dilakukan penataan batas baik teritorial
kewenangan wilayah dan fungsi khususnya di darat.
2. Penyusunan Rencana
Perencanaan pengelolaan TNBB meliputi Rencana Jangka Panjang yaitu Rencana Pengelolaan
Taman Nasional (RPTN) 25 Tahun, rencana jangka menengah yaitu Rencana Karya Lima Tahun
(RKL) 5 Tahun, dan dan rencana jangka pendek yaitu Rencana Karya Tahunan (RKT). Rencana
teknis disusun terpisah sebagai bagian implementasi Rencana Karya Pengelolaan.
3. Pembangunan sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana pengelolaan terdiri dari sarana dan prasarana pokok pengelolaan, sarana
dan prasarana pariwisata, dan sarana penunjang antara lain : Kantor pengelola, Pondok Kerja,
Jalan Patroli, Pusat Informasi, Fasilitas Penangkaran, Wisma Cinta Alam, Peralatan Komunikasi,
Peta Dasar dan Kerja, Perlengkapan Kerja di Perairan, dll
4. Pengelolaan potensi kawasan
Kegiatan yang dilakukan yaitu inventarisasi dan identifikasi potensi kawasan dan upaya
penanganan hasil-hasilnya melalui sistem database, pengembangan sistem pemantauan, evaluasi,
dan pelaporan kondisi kawasan dan potensinya, pembinaan habitat dan populasinya (khususnya
Jalak Bali ), program pemulihan populasi liar Jalak Bali melalui penangkaran dan peliaran ke
habitat, penyediaan plasma nutfah untuk menunjang kegiatan budi daya, rehabilitasi kawasan,
pemakaian kawasan sebagai tempat pengkayaan, penangkaran jenis untuk kepentingan
penelitian, pembinaan habitat dan populasi dan rehabilitasi kawasan
5. Perlindungan dan Pengamanan Kawasan
Meningkatan efektivitas pengamanan terutama berkaitan erat dengan aksesibilitas Taman
Nasional Bali Barat yang terbuka maka diperlukan sistem pengamanan yang benar-benar efektif
sesuai sarana dan prasarana yang ada.
6. Pengelolaan Penelitian dan Pendidikan
• Identifikasi obyek penelitian dan pendidikan mengenai tumbuhan, satwa, ekosistem dan
sosial ekonomi budaya masyarakat setempat
• Penyiapan pelayanan dan materi penelitian dan pendidikan
• Penyiapan database informasi kegiatan penelitian dan pendidikan
• Penyusunan rencana dan skala prioritas pelaksanaan kegiatan penelitian dan pendidikan
• Pengembangan sistem dokumentasi, publikasi dan promosi
7. Pengelolaan Wisata Alam
Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan wisata alam diantaranya :
• Inventarisasi dan identifikasi obyek dan daya tarik wisata dan rekreasi alam di dalam
kawasan
• Inventarisasi, identifikasi, dan analisis sosial ekonomi dan budaya masyarakat,
kecenderungan pasar, kebijakan daerah, ketersediaan sar-pras pendukung
• Peningkatan peranserta masyarakat dalam kesempatan dan peluang usaha dan kerja untuk
peningkatan kesejahteraan
• Penjagaan keunikan dan keindahan alam serta mutu kondisi lingkungan
• Pemasaran obyek wisata alam dan pengusahaannya
8. Pengembangan Integrasi dan Koordinasi
• Koordinasi dengan lintas sektoral (stakeholder)
• Pengembangan kemitraan dangan Organisasi Pemerintah dan Non Pemerintah (LSM)
baik dalam maupun luar negeri dan masyarakat dengan mengembangkan kemitraan
dalam bentuk : Pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, promosi penelitian,
pendidikan wisata alam dan Publik awareness, baik melalui jalur resmi maupun informal
tentang fungsi, tujuan, dan manfaat konservasi khususnya mengenai keberadaan Taman
Nasional
• Pembinaan daerah penyangga dititik beratkan pada peningkatan keterlibatan masyarakat
dalam pengembangan pariwisata alam dan pemanfaatan plasma nutfah untuk menunjang
budidaya.
• Membina program bersama pemangku kawasan hutan dan pesisir untuk dapat
mengintegrasikan suatu ekosistem kawasan sesuai fungsinya melalui managemen
kolaborasi (Co-Management) sesuai otoritas kewenangan dan tanggung jawab.
9. Pengelolaan potensi kawasan

Pada saat ini di Taman Nasional Bali Barat terdapat 3 (Tiga) perusahaan yang sudah
mendapatkan Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) yaitu : PT. Shorea Barito Wisata dan
PT. Trimbawan Swastama Sejati (Penyediaan Resort dengan wisata alam sebagai atraksi
wisata) , dan PT. Disthi Kumala Bahari (Pengusahaan pariwisata alam dengan pengakaran
mujtiara sebagai atraksi wisata).

Potensi Flora dan Fauna

A. Fauna
TNBB seringkali identik sebagai taman nasional yang dibentuk untuk memberikan perlindungan
bagi kelangsungan / keberadaan Jalak Bali (Leucopsar rothchildi). Namun secara umum dapat
dikatakan kawasan TNBB kaya akan potensi fauna. Berdasarkan jenisnya, fauna yang terdapat di
TNBB antara lain terdiri dari 7 jenis mamalia, 2 jenis reftilia, 105 jenis aves, 120 jenis ikan, dan
lain-lain.

Jenis-jenis fauna yang dilindungi yang terdapat di TNBB antara lain:

No Nama Nama Ilmiah Status

1 Jalak Bali Leucopsar rothschildi langka; dilindungi


Langka; dilindungi katagori II
2 Trenggiling, Kesih (Bali) Manis javanicus (CITES)

Langka; dilindungi katagori II


3 Jelarang, Kapan-kapan (Bali) Ratufa bicolor (CITES)

4 Landak Hystric branchyura Langka

langka; dilindungi populasi


5 Kueuk Felis marmorata menurun

Dilindungi; katagori II
6 Menjangan Cervus timorensis (CITES)

langka; menuju kepunahan


7 Banteng Bos javanicus katagori III vulnerable

langka; dilindungi populasi


8 Pelanduk, Kancil (Bali) Trangulus javanicus menurun

9 Biawak Varanus salvator langka;

10 Penyu rider Lepidochelys olivceae langka; dilindungi

B. Vegetasi
Berdasarkan ketinggian tempat maka kawasan TNBB dibagi dalam 2 ekosistem yakni Tipe
Ekosistem Darat yang meliputi : Ekosistem Hutan Mangrove, Ekosistem Hutan Pantai,
Ekosistem Hutan Pantai, Ekosistem Hutan Musim, Ekosistem Hutan Hujan Dataran Rendah,
Ekosistem Evergreen, Ekosistem Savana, dan Ekosistem River Rain Forest. Sedangkan Tipe
Ekosistem Laut meliputi Ekosistem Coral Reef, Ekosistem Padang Lamun, Ekosistem Pantai
Berpasir, Ekosistem Perairan Laut Dangkal, Dan Ekosistem Perairan Laut Dalam.
Jenis-jenis flora yang dilindungi yang terdapat di TNBB antara lain:
No Nama Nama Ilmiah Status
Tanaman langka (IUCN;
1 Bayur Pterospermum diversifolium dilindungi SK Mentan No.
54/Kpts/Um/2/1972
2 Buni Antidesma bunius Tanaman langka

Tanaman langka (IUCN;


3 Bungur Langerstroemia speciosa dilindungi SK Mentan No.
54/Kpts/Um/2/1972

4 Burahol Steleochocarpus burahol Langka

Tanaman langka (IUCN;


5 Cendana Santalum album dilindungi SK Mentan No.
54/Kpts/Um/2/1972

Tanaman langka (IUCN;


6 Kemiri Aleuritas moluccana dilindungi SK Mentan No.
54/Kpts/Um/2/1972

7 Kepah, Kepuh (Bali) Sterculia foetida Tamanam langka IUCN

8 Kesambi Schleichera oleosa Tamanam langka IUCN

9 Kruing bunga Diptercocaus Hasseltii Tanaman langka BTNBB

10 Mundu Garcinia dulcis Tamanam langka IUCN

11 Pulai Alstonia scolaris Tamanam langka IUCN

Tamanam langka (IUCN;


12 Sawo kecik Manilkara kauki dilindungi SK Mentan No.
54/Kpts/Um/2/1972)
Tanaman Langka (IUCN;
13 Sono keling Dalbergia latifolia dilindungi SK Mentan No.
54/Kpts/Um/2/1972)

14 Trengguli Cassia fistula Tanaman Langka

Sejarah Taman Nasional

1. Sejarah Kawasan

Pada tanggal 24 Maret 1911 seorang biologiawan dari Jerman, Dr. Baron Stressman yang
terpaksa mendarat karena kapal Ekspedisi Maluku II rusak di sekitar Singaraja selama ± 3 bulan,
menemukan burung Jalak Bali sebagai spesimen penelitiannya di sekitar Desa Bubunan ± 50 Km
dari Singaraja. Kemudian pada tahun 1025 dilakukan observasi intensif oleh Dr. Baron Viktor
von Plesen, atas pendapat Stressman yang melihat Jalak Bali sangat langka dan berbeda dengan
jenis lain dari seluruh spesimen yang dia peroleh, dan diketahui penyebaran Jalak Bali hanya
mulai Desa Bubunan sampai ke Gilimanuk seluas ± 320 Km2.
Untuk melindungi keberadaan spesies yang sangat langka yaitu burung Jalak Bali dan Harimau
Bali, berdasarkan SK Dewan Raja-Raja di Bali No.E/I/4/5/47 tanggal 13 Agustus 1947
menetapkan kawasan hutan Banyuwedang dengan luas 19.365,6 Ha sebagai Taman Pelindung
Alam / Natuur Park atau sesuai dengan Ordonansi Perlindungan Alam 1941 statusnya sama
dengan Suaka Margasatwa.
Kawasan hutan Bali Barat dipandang memenuhi syarat untuk pengembangan hutan tanaman
dibandingkan dengan bagian lain di Propinsi Bali (Menurut Brigade VIII Planologi Kehutanan
Nusa Tenggara Singaraja, Tahun 1974). Sehingga sejak tahun 1947/1948 sampai dengan
1975/1976 di RPH Penginuman telah dilakukan pengembangan hutan tanaman dengan jenis Jati,
Sonokeling, dan rimba campuran seluas 1.568,24 Ha. Tahun 1968/1969 sampai dengan
1975/1976 dikembangkan hutan tanaman Kayu Putih dan Sonokeling di RPH Sumberkima serta
pada tahun 1956/1957 di RPH Sumberklampok telah dilakukan penanaman Sawo Kecik,
Cendana, Bentawas, Sonokeling, dan Talok seluas 1.153,60 Ha. Dalam pelaksanaan penanaman
ini dilakukan perabasan dan eksploitasi beberapa jenis hutan evergreen Sumberrejo dan
Penginuman dan tebang pilih hutan alam Sawo Kecik di Prapat Agung.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur KDh Tk. I Bali No. 58/Skep/EK/I.C/1977 tahun 1977
tanah Swapraja Sombang seluas 390 Ha ditambahkan ke dalam kawasan sebagai pengganti
kawasan yang terpakai untuk pembangunan Propinsi Bali dan kemudian SK Menteri Pertanian
No. 169/Kpts/Um/3/1978 tanggal 10 Maret 1978 menetapkan Suaka Margasatwa Bali Barat
Pulau Menjangan, Pulau Burung, Pulau Kalong dan Pulau Gadung sebagai Suaka Alam Bali
Barat seluas 19.558,8 Ha.
Deklarasi Menteri Pertanian tentang penetapan Calon Taman Nasional Nomor
736/Mentan/X/1982 kawasan Suaka Alam Bali Barat ditambah hutan lindung yang termasuk ke
dalam Register Tanah Kehutanan (RTK) No. 19 dan wilayah perairan sehingga luasnya
mencapai 77.000 Ha terdiri dari daratan 75.559 Ha dan wilayah perairan ± 1.500 Ha. Namun
pengelolaan UPT Taman Nasional Bali Barat sesuai SK Menteri Kehutanan No. 096/Kpts-
II/1984 tanggal 12 Mei 1984 secara intensif hanya seluas 19.558,8 Ha daratan termasuk hutan
produksi terbatas (HPT) dengan pembagian zonasi Zona Inti, Zona Rimba, Zona Pemanfaatan,
dan Zona Penyangga.
Adanya konflik kewenangan di dalam kawasan TNBB, dimana pengelolaan HPT seluas 3.979,91
Ha adalah kewenangan Dinas Kehutanan Provinsi Bali, sehingga berdasarkan SK Menteri
Kehutanan No. 493/Kpts-II/1995 tanggal 15 September 1995 luas Taman Nasional Bali Barat
hanya sebesar 19.002,89 Ha yang terdiri dari 15.587,89 Ha wilayah daratan dan 3.415 Ha
wilayah perairan sampai sekarang.
Penataan kawasan pengelolaan TNBB sesuai fungsi peruntukannya telah ditetapkan berdasarkan
SK Dirjen Perlindungan dan Konservasi Alam No.186/Kpts/Dj-V/1999 tanggal 13 Desember
1999 tentang pembangian zonasi sebagai berikut :
• Zona Inti ; merupakan zona yang mutlak dilindungi, tidak diperbolehkan adanya
perubahan apapun oleh aktivitas manusia kecuali yang berhubungan dengan kepentingan
penelitian dan ilmu pengetahuan ; meliputi daratan selauas 7.567,85 hektar dan perairan
laut seluas 455.37 hektar
• Zona Rimba; merupakan zona penyangga dari zona inti, dapat dilakukan kegiatan seperti
pada zona inti dan kegiatan wisata alam terbatas ; meliputi daratan selauas 6.009,46
hektar dan perairan laut seluas 243.96 hektar
• Zona Pemanfaatan Intensif ; dapat dilakukan kegiatan seperti pada kedua zona di atas,
pembangunan sarana dan prasarana pariwisata alam dan rekreasi atau penggunaan lain
yang menunjang fungsi konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya ; meliputi
daratan selauas 1.645,33 hektar dan perairan laut seluas 2.745.66 hektar
• Zona Pemanfaatan Budaya ; Zona ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan terbatas
untuk kepentingan budaya atau relegi ; selauas 245,26 hektar yang digunakan untuk
kepentingan pembangunan sarana ibadat umat Hindu.
2. Sejarah Organisasi
Pengelolaan hutan Bali Barat sebelum dikelola oleh Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian
Alam (PPA) Bali masih dalam pengelolaan Cabang Dinas Kehutanan Singaraja dan Jembrana
sebagai unit dari Dinas Kehutanan Propinsi Bali, sedangkan unit pengelola terkecil wilayah yaitu
RPH (Resort Pemangkuan Hutan) Penginuman, Sumberklampok dan Sumberkima.
Kawasan Suaka Alam berupa cagar Alam atau Suaka Margasatwa dikelola oleh Sub Balai
Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) / SBKSDA Provinsi Bali sebagai Unit Pelaksana
Teknis Dirjen PPA dengan unit pemangku terkecil di lapangan yaitu Kepala Resort sebagai
pelaksana pengamanan dan perlindungan, yang dikepalai oleh Kepala Sub Seksi / Rayon
Kawasan Suaka Margasatwa Bali Barat / Sub Seksi Wilayah PPA yang setara Eselon V.
Bedasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 096/Kpts-II/1984 tanggal 12 Mei 1984
tentang Organisasi dan Tata Kerja Taman Nasional Bali Barat, Suaka Alam Bali Barat dikelola
se bagai UPT Taman Nasional Bali Barat yang dikepalai oleh seorang Kepala yang setara Eselon
IV, yang dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pemanfaatan, Kepala Seksi
Penyusunan Program. Sedangkan pelaksana teknis di lapangan adalah Kelompok Perlindungan,
Pengawetan, dan Pelestarian.
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 tentang
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dan Unit Taman Nasional,
meningkatkan pengelolaan Taman Nasional sebagai Balai yang dipimpin oleh seorang Kepala
Balai setara Eselon III, yang dalam pengelolaannya dibantu oleh Kepala Sub Bagian Tata Usaha,
Kepala Seksi Konservasi yang membawahi tiga sub seksi wilayah konservasi (Jembrana,
Buleleng dan Labuan Lalang). Dan untuk pelaksana teknis di lapangan dibantu kelompok jabatan
fungsional yang teridi dari Fungsional Jagawana, Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang
Konservasi Jenis Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Fungsional Teknisi Kehutanan
Bidang Konservasi Kawasan dan Lingkungan dan Fungsional Teknisi Kehutanan Bidang Bina
Wisata Alam.
Nuansa otonomi daerah memerlukan desentralisasi koordinasi birokrasi sehingga pengelolaan
Taman Nasional Bali Barat sesuai dengan Surat keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-
II/2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional dibagi menjadi 3 wilayah
pengelolaan yaitu Seksi Konservasi Konservasi Wilayah I di Jembrana, Seksi Konservasi
Wilayah II di Buleleng dan Seksi Konservasi Wilayah III di Labuhan Lalang dengan Kepala
Seksi sebagai pejabat pemangku Wilayah yang setara Eselon IV.

Kendala, Tantangan dan Kekuatan


Kendala dan hambatan yang dihadapi dalam rangka pelestarian Jalak Bali meliputi faktor-faktor
sebagai berikut :
1. Kendala
Berdasarkan klasifikasi Schmidth dan Ferguson, Taman
Nasional Bali Barat mempunyai tipe D dan E dengan curah hujan yang rendah
menyebabkan kawasan ini rawan terjadi kebakaran terutama pada musim kemarau.
Aksesibilitas yang begitu terbuka baik dari darat maupun lewat perairan, menyulitkan penjagaan
untuk mencegah kegiatan perusakan sumber daya alam hayati yang merupakan bagian dari
potensi kawasan.

Sumberdaya manusia yang terlibat dalam pengelolaan Taman Nasional Bali Barat masih perlu
ditingkatkan untuk mampu disatukan visi dan misinya di dalam mendukung pola pengelolaan
TNBB yang pada saat ini mulai merintis pola Co- Management.

Pada saat ini pendekatan pengaman kawasan TNBB yang menekankan kepada kegiatan patroli
kawasan dan penegakan peraturan serta pendekatan sentralistik dalam pengelolaan konservasi
dan belum berbasis masyarakat, menyebabkan pengelolaan kawasan konservasi ini menjadi
sangat mahal dari segi finansial dan social.

Terbatasnya dana untuk pengembangan dan pemeliharaan dan pengamanan potensi kawasan

Sosial ekonomi masyarakat di beberapa daerah penyangga masih relatif rendah yang ditandai
dari tingkat pendidikan serta ketergantungan pada pemanfaatan sumber daya hutan yang ada,
menyebabkan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai konservasi.

Kawasan hutan Bali Barat yang terdiri dari Taman Nasional Bali Barat, Hutan Produksi dan
Hutan Lindung merupakan satu kesatuan ekosistem. Penebangan ilegal tanaman produksi di
Hutan Produksi secara signifikan mempengaruhi keseimbangan ekosistem secara keseluruhan,
yang akan menyebabkan penurunan kualitas potensi sumber daya alam hayati.

Masih lemahnya kesamaan persepsi, interpretasi pola tindak dalam mengimplementasi- kan
kaidah-kaidah konservasi dalam pengelolaan Taman Nasional diantara pihak-pihak terkait akibat
perbedaan kepentingan.

Masih ditemukan kendala dalam rangka padu serasi kepentingan pengembangan pariwisata alam
di zona pemanfaatan TNBB dengan kepentingan lainnya.

Belum sepenuhnya potensi TNBB diketahui khalayak luas sehingga kegiatan pariwisata alam
belum sepenuhnya dapat dikatakan berhasil (kalau indikator keberhasilan dilihat dari banyaknya
jumlah kunjungan wisatawan ke TNBB yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan
kunjungan wisatawan ke obyek-obyek wisata lainnya di Pulau Bali).

2. Tantangan
Tantangan yang dihadapi merupakan konsekuensi dari pesatnya pembangunan serta
perkembangan / kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa hal yang perlu dijaga agar
tidak memberikan ekses negatif terhadap pengelolaan TNBB secara keseluruhan :

• Pengusahaan Pariwisata Alam


Berkembanganya PPA di Balai Taman Nasional Bali Barat merupakan konsekwensi dari
prinsip pengelolaan terutama berkaitan dengan asas pemanfaatan yang lestari.
Pengembangan pariwisata alam di dalam zona pemanfaatan harus memenuhi ketentuan
yang berlaku yaitu 10% dari luas daerah konsesi pengusahaan pariwisata alam untuk
dapat menekan seminimal mungkin dampak dari aktifitas yang dilakukan.
• Pada saat ini masih terdapat interpretasi yang berbeda mengenai kewenangan pemberian
Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) sebagai tindak lanjut dari Undang-undang No.
22/1999 dan PP No. 25/1999 dan juga PPA yang dikembangkan di Taman Nasional
umumnya yang padat modal. Komunitas masyarakat sekitar kawasan umumnya menjadi
kelompok pendukung dan kurang memiliki posisi tawar menawar yang tinggi.
• Implementasi UU No. 22/1999
Masa transisi dari semangat sentralisasi menuju desentralisasi belum menemukan
bentuknya yang pas di tingkat lapangan. Di era desentralisasi terdapat penyerahan
sebagian kewenangan teknis Departemen Kehutanan kepada Pemerintah Daerah. Di
dalam UU No. 22/1999 pasal 7 ayat 2 dan PP No. 25/2000 pasal 2 ayat 2 disebutkan
bahwa konservasi masih ditangani oleh Pemerintah Pusat, sehubungan dengan hal
tersebut maka implementasi pada lingkup UPT Balai TNBB diupayakan melalui padu
serasi menghindari terjadinya intervensi kewenangan.
• Rencana Jembatan Jawa Bali
Rencana pembangunan jembatan Jawa Bali, walaupun sampai saat ini tidak/belum
terealisasi masih harus dipertanyakan apakah hal tersebut terjadi karena kebijakan
pemerintah (pusat dan daerah) atau sekadar karena tidak tersedia dana untuk melanjutkan
proyek tersebut. Pembangunan jembatan ini jelas akan memberikan dampak yang sangat
signifikan terhadap upaya pelestarian Jalak Bali pada khususnya dan konservasi sumber
daya alam hayati Taman Nasional Bali Barat.
• Daerah sekitar TNBB adalah daerah dengan tingkat kemajemukan etnis dan sosial yang
tinggi. TNBB dibelah oleh dua jalan utama lintas propinsi dan sangat dekat dengan
pelabuhan penyebarangan yang padat. Walaupun secara resmi kawasan TNBB tidak
mempunyai daerah kantung (enclave) penduduk, pada kenyataannya kawasan TNBB
sejak lama telah memberikan mata pencaharian dan kehidupan bagi penduduk di sekitar
kawasan. Selain penduduk asli Bali, tercatat penduduk menetap dari Jawa, Madura dan
Bugis mendominasi penduduk sekitar TNBB. Penduduk dari daerah lainpun banyak
memanfaatkan sumberdaya dan pelayanan ekologis TNBB.
• Isu kedaerahan untuk masing-masing etnis dan agama masih cukup tinggi. Banyak
organisasi-organisasi yang berdiri dengan etnisitas dan agama sebagai latar belakangnya.
Walaupun belum pernah ada konflik muncul ke permukaan, pergesekan-pergesekan
sosial di daerah ini menjadi perhatian utama sebagai tantangan pengelolaan TNBB.
Terutama karena masing-masing kelompok etnis mempunyai pendekatan yang berbeda-
beda dalam menilai dan menghargai sumberdaya alam dan pelayanan ekologis dari
kawasan TNBB.
• Keterbatasan sumberdaya TNBB di dalam menangani permasalahan salah satunya karena
banyak permasalahan di TNBB terjadi di luar fokus utama pengelolaan TNBB. TNBB
dibentuk untuk melindungi habitat burung Jalak Bali sehingga sumberdaya manusia dan
lainnya yang tersedia dipusatkan untuk pengelolaan dan pengamanan Jalak Bali dan
habitatnya.
3. Kekuatan
Sungguhpun kelihatannya cukup sulit didalam mengelola kawasan TNBB masih terdapat
beberapa hal yang cukup memberikan harapan antara lain:
• Jumlah Pegawai BTNBB pada saat ini 131 orang yang kesemuanya dapat diberdayakan
sebagai kekuatan TNBB di dalam mengelola kawasan.
• Masih banyaknya pihak-pihak yang berkepentingan ( stakeholders) yang menaruh
perhatian yang sangat besar terhadap kelestarian TNBB yang terus menerus memberikan
dorongan, koreksi, maupun kritikan terhadap pengelolaan TNBB.
• Dukungan pemerintah pusat terhadap pengelolaan TNBB yang berkesinambungan masih
cukup kuat.
• Potensi kawasan TNBB terutama perairan yang diindikasikan dengan 80 % tujuan
kunjungan wisatawan ke TNBB adalah dengan tujuan wisata bahari terutama di perairan
Pulau Menjangan, menjadikan kawasan perairan Pulau Menjangan dapat dijadikan ”
Tambang Uang ” untuk menggali Dana Konservasi yang sangat diperlukan di dalam
pengelolaan kawasan baik darat maupun perairan.
• Masih terjalin harmonisnya jalur komunikasi, koordinasi, antara pengelola TNBB dengan
pemerintahan setempat di dalam menyikapi segala permasalahan yang timbul sebagai
akibat berhimpitnya ” daerah kewenangan ” pengelola TNBB maupun pemerintah
setempat, yang dimungkinkan untuk suatu saat nanti kerjasama ini ” dilegalkan ” dalam
bentuk pengelolaan bersama yang akan menguntungkan semua pihak

Anda mungkin juga menyukai