Bising Kelompok 1
Bising Kelompok 1
TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk dapat mengetahui tingkat
kebisingan yang diterima oleh masyarakat sekitar dan pengguna jalan simpang
empat Banjarbaru dan (2) mengetahui tingkat kebisingan yang diterima apakah
sudah melebihi atau belum jika dibandingkan dengan standar baku mutu.
MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah memberikan masukan bagi
ilmu pengetahuan tentang pentingnya kajian dari dampak akibat yang ditimbulkan
oleh sistem transportasi. Kedua memberi masukan kepada masyarakat sekitar
daerah kajian, tingkat kebisingan yang diterima jika lebih tinggi dari baku mutu
yang ada maka diberikan saran cara penanganannya.
TINJAUAN PUSTAKA
Bising adalah suara yang tidak diinginkan. Pada umumnya kebisingan sangat
berkaitan dengan ketergangguan (annoyance). Kebisingan ada dimana-mana dan
ketergangguan adalah salah satu reaksi yang paling umum terhadap bising
(Michaud dkk, 2005 dalam Bangun et al, 2009). Kebisingan lalu lintas menjadi
sumber dominan dari kebisingan lingkungan di perkotaan. Banyak orang yang
terpengaruh oleh kebisingan lalu lintas di rumah mereka. Sumber kebisingan yang
terkait dengan transportasi berasal dari mobil penumpang, sepeda motor, bus dan
kendaraan berat. Tiap-tiap kendaraan menghasilkan kebisingan, namun sumber
dan besarnya dari kebisingan dapat sangat bervariasi tergantung jenis kendaraan.
Sebuah studi oleh Yamaguchi dkk (1994) dalam Bangun et al (2009)
menyimpulkan fluktuasi kebisingan yang acak disebabkan oleh perubahan
periodik arus lalu lintas.
Berbagai negara di dunia yang terus mengalami perkembangan lalu lintas akan
diiringi pula dengan penambahan tingkat kebisingan di sepanjang jalan raya. Hal
ini menyebabkan salah satu bentuk invasi kebisingan lingkungan. Kebisingan lalu
lintas menggangu kegiatan dasar masyarakat seperti tidur, istirahat, belajar, dan
berkomunikasi. Umumnya masalah yang terkait dengan kebisingan adalah
gangguan komunikasi dan gangguan tidur (Griefhan dkk, 2000 dalam Bangun et
al, 2009). Kebisingan yang berlebihan juga dapat mengakibatkan masalah-
masalah mental dan kesehatan fisik. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang-
orang yang tinggal di dekat jalan-jalan dan lalu lintas yang sibuk atau dekat
dengan bandara, menghabiskan waktu lebih sedikit di halaman mereka, dan
memiliki jumlah tamu lebih sedikit dari orang-orang yang tinggal di daerah lebih
tenang (Bluhm, 2004 dalam Bangun et al, 2009).
Survei kebisingan biasanya dilakukan di tempat yang terpapar kebisingan
(Abo-Qudais, 2004 dalam Bangun et al, 2009). Peneliti biasanya memprediksi
kebisingan lalu lintas dengan menggunakan 3 metode yaitu dengan membuat peta
kebisingan, pemodelan kebisingan, dan pengukuran kebisingan. Bukti yang ada
menunjukkan bahwa kebisingan lalu lintas adalah sumber utama ketergangguan
lingkungan; peneliti menemukan korelasi positif antara tingkat kebisingan dan
tingkat ketergangguan (Li dkk, 2008 dalam Bangun et al, 2009). Pengukuran
paling sederhana dan paling luas adalah dengan menggunakan skala tingkat
ketergangguan masyarakat. Skala ini digunakan untuk mengatur berbagai pilihan
sangat terganggu, terganggu, sedang, sedikit terganggu, dan sama sekali tidak
terganggu, yang digunakan semua responden untuk menunjukkan bagaimana
mereka terganggu pada kebisingan yang berasal dari luar tempat tinggal mereka.
Namun, memprediksi reaksi masyarakat akibat bising lalu lintas berdasarkan
langkah-langkah sederhana kuantitatif bukanlah pekerjaan mudah. Meskipun pada
umumnya tingkat kebisingan dan sumber kebisingannya sama di antara negara-
negara yang disurvei, peserta memberi tanggapan berbeda-beda dari satu negara
ke negara lain karena perbedaan budaya, bahasa, dan penggunaan berbagai
pertanyaan tingkat ketergangguan (Bangun et al, 2009).
Lalu lintas jalan merupakan sumber utama kebisingan yang mengganggu
sebagian besar masyarakat perkotaan. Salah satu sumber bising lalu lintas jalan
antara lain berasal dari kendaraan bermotor, baik roda dua, tiga maupun roda
empat, dengan sumber penyebab bising antara lain dari bunyi klakson saat
kendaraan ingin mendahului atau minta jalan dan saat lampu lalulintas tidak
berfungsi. Gesekan mekanis antara ban dengan badan jalan pada saat pengereman
mendadak dan kecepatan tinggi; suara knalpot akibat penekanan pedal gas secara
berlebihan atau knalpot imitasi; tabrakan antara sesama kendaraan; pengecekan
perapian di bengkel pemeliharaan; dan frekuensi mobilitas kendaraan, baik dalam
jumlah maupun kecepatan (Depkes, 1995 dalam Ikron et al, 2007).
Pengaruh buruk kebisingan, didefinisikan sebagai suatu perubahan morfologi
dan fisiologi suatu organisme yang mengakibatkan penurunan kapasitas
fungsional untuk mengatasi adanya stress tambahan atau peningkatan kerentanan
suatu organisma terhadap pengaruh efek faktor lingkungan yang merugikan,
termasuk pengaruh yang bersifat sementara maupun gangguan jangka panjang
terhadap suatu organ atau seseorang secara fisik, psikologis atau sosial. Pengaruh
khusus akibat kebisingan berupa gangguan pendengaran, gangguan kehamilan,
pertumbuhan bayi, gangguan komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur,
psikofisiologis, gangguan mental, kinerja, pengaruh terhadap perilaku
permukiman, ketidak nyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari
(Mansyur, 2003 dalam Ikron et al, 2007).
Pengukuran tingkat kebisingan secara langsung harus menggunakan Sound
Level Meter yang memenuhi persyaratan standard IEC (International
Electrotechnical Commission) 651 kelas 2. Pengukuran dilakukan untuk
mendapatkan indeks kebisingan rata-rata ekivalen (Leq). Penggunaan Sound
Level Meter yang tidak memiliki perangkat penghitungan Leq diperbolehkan,
namun hasil akhir harus dikonversi sehingga didapatkan nilai Leq yang
bersesuaian. Durasi pengukuran mengikuti ketentuan dengan interval pengukuran
dilaksanakan 15 menit (Badan Litbang PU, 2005).
A. Pengukuran Kebisingan
Pengukuran kebisingan yang harus diukur adalah L10 selama periode jam
6 pagi sampai dengan jam 12 malam (18 jam, L10 ) (Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah, 2004).
B. Model calculation of road traffic noise (CoRTN)
1) Model CoRTN merupakan model prediksi dan evaluasi tingkat kebisingan
akibat lalulintas yang dinyatakan dalam L10 atau Leq
2) Model CoRTN dapat digunakan di jalan perkotaan dan antara kota
3) Dalam perhitungannya, model ini telah mempertimbangkan beberapa
factor berpengaruh seperti volume dan komposisi kendaraan, kecepatan,
gradien, jenis perkerasan, jenis permukaan tanah, jarak horizontal dan
vertikal, kondisi lingkungan jalan dan kehadiran bangunan atau dinding
penghalang kebisingan.
4) Prosedur perhitungan dibagi kedalam bentuk persamaan matematis dan
grafik, dan perhitungan dapat dipakai selama jarak dari sisi jalan tidak
lebih dari 300 meter dan kecepatan angin di bawah 2 m/dt (Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004).
C. Kriteria-Kriteria Variabel Berpengaruh
1) Rentang kecepatan rata-rata kendaraan yang dapat digunakan sebagai
faktor koreksi adalah 20 km/jam sampai 300 km/jam.
2) Volume lalu lintas diukur dalam waktu 1 jam atau 18 jam
3) Persentase kendaraan berat berkisar antara 0% sampai 100%
4) Geometrik jalan, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Lebar jalan atau lebar lajur
Panjang segmen
Superelevasi jalan
5) Gradien jalan yang digunakan sebagai faktor koreksi berkisar antara 0%
sampai 15%.
6) Jenis permukaan jalan dikelompokkan kedalam:
Chip seal
Beton semen portlan
Beton aspal gradasi padat
Beton aspal gradasi terbuka
7) Efek pemantulan dikelompokkan dalam:
Lapangan terbuka
1 meter di depan gedung
Di kiri kanan sepanjang jalan terdapat dinding menerus
8) Bangunan peredam bising, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Tinggi bangunan peredam bising
Jarak bangunan peredam dari tepi jalan terdekat
Jarak bangunan peredam dari titik penerima bising
Bahan bangunan peredam terbuat dari bahan yang solid/kedap suara
9) Sudut pandang, dengan memperhatikan homogenitas lingkungan sekitar
(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004).
D. Tahap Perhitungan
1) Tahap 1 - tahap pembagian ruas jalan ke dalam segmen-segmen. Tahap ini
bisa merupakan tahap awal dalam melakukan prediksi kebisingan apabila:
Kondisi lingkungan dan geometrik jalan berubah/tidak homogen
Menghendaki hasil yang akurat dan teliti. Jika tidak, maka dapat
dilanjutkan pada tahap ke-2.
2) Tahap 2 - tahap penghitungan tingkat bising dasar/tingkat bising di sumber
diasumsikan bahwa pada segmen atau ruas jalan tersebut kecepatan rata-
rata kendaraan (v) = 75 km/jam, persentase kendaraan berat (p) = 0% ,
jarak titik penerima 10 meter dan gradien jalan (G) = 0%. Data yang
diperlukan dalam tahap ini adalah data volume lalu lintas 1 jam atau 18
jam sesuai dengan tingkat bising prediksi yang dikehendaki L10 1 jam
atau 18 jam.
3) Tahap 3 - tahap koreksi dimana hasil perhitungan pada tahap 2 dikoreksi
dengan beberapa faktor seperti:
Persentase kendaraan berat;
Kecepatan rata-rata kendaraan;
Gradien jalan;
Jenis permukaan jalan;
Propagasi akibat jarak;
Adanya dinding/bangunan peredam/penghalang;
Efek pemantulan;
Sudut pandang;
Data yang dibutuhkan untuk tahap ini disesuaikan dengan faktor
koreksinya.
4) Tahap 4 - tahap penggabungan tingkat bising prediksi merupakan tahap
akhir perhitungan, dimana tingkat bising yang diperoleh dari masing-
masing segmen digabung menjadi satu untuk menghasilkan tingkat bising
prediksi akhir (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004).
E. Ketentuan Bising
1) Kebisingan yang dimaksud adalah kebisingan yang diakibatkan oleh lalu
lintas kendaraan bermotor.
2) Kebisingan yang dikategorikan dalam Kriteria Daerah Bising (KDB) atas
dasar pendekatan pengguna lahan sisi jalan untuk daerah
permukiman/perumahan.
3) Kebisingan yang mengacu pada Kriteria Bising (KB) sesuai dengan
Organisasi Standar Internasional (ISO), yang menggunakan nilai bising
ekivalen energi (Leq) dan nilai ambien bising menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/11/1996 Lampiran I.
4) Kebisingan disesuaikan dengan waktu paparan yang ditetapkan dalam
KDB (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004).
F. Kriteria Daerah Bising
Daerah bising adalah suatu jalur daerah dengan jarak (lebar) tertentu yang
terletak di kedua sisi dan sejajar memanjang dengan jalur jalan, yang
didasarkan pada tingkat kebisingan tertentu (Leq), lamanya waktu paparan
(jam/hari), dan peruntukan lahan sisi jalan bagi permukiman/perumahan, yaitu
sebagai berikut:
1) Daerah Aman Bising (DAB)
Daerah dengan lebar 21 s/d 30 m dari tepi perkerasan jalan;
Tingkat kebisingannya kurang dari 65 dB(A) (Leq);
Lama waktu paparan (60 dB(A) – 65 dB(A)) maksimum 12 jam per
hari;
Lama waktu paparan malam < 3 (jam/hari).
2) Daerah Moderat Bising (DMB)
Daerah dengan lebar 11 s/d 20 m dari tepi perkerasan;
Tingkat kebisingan antara 65 dB(A) s/d 75 dB(A) (Leq);
Lama waktu paparan (65 dB(A) – 75 dB(A)) maksimum 10 jam per
hari;
Lama waktu paparan malam < 4 (jam/hari).
3) Daerah Resiko Bising (DRB)
Daerah dengan lebar 0 s/d 10 m dari tepi perkerasan;
Tingkat kebisingan lebih dari 75 dB(A) (Leq);
Lama waktu paparan (75 dB(A) – 90 dB(A)) maksimum 10 jam per
hari;
Lama waktu paparan malam < 4 (jam/hari) (Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah, 2004).
ANALISIS SITUASI
Jalan Bundaran Simpang Empat Banjarbaru terletak di Kota Banjarbaru
dengan titik koordinat 3° 26 ' 3 5' ' S ,114 ° 50 ' 50 ' ' E . Kawasan ini merupakan
kawasan yang strategis, dimana kawasan ini merupakan salah satu jalan Negara
pertemuan Banjarbaru-Martapura-Tanjung, Banjarbaru-Mandiangin, Banjarbaru-
Pelaihari-Kotabaru dan Martapura-Banjarmasin. Karena alasan tersebut kota
Banjarbaru tergolong kota sibuk dengan adanya aktivitas kendaraan bermotor
yang lalu lalang di daerah ini.
Beberapa alasan lain yang menandakan kota Banjarbaru sebagai jalur jalan
raya yang sibuk selain perannya sebagai jalan Negara, tempat kendaraan
transportasi dari berbagai daerah berlalu lalang adalah:
Peran jalan raya kota Banjarbaru sebagai sarana bagi aktivitas kendaraan
bermotor milik warga kota itu sendiri.
Dengan adanya fakta bahwa di sekitar kota Banjarbaru dan umumnya di
Kalimantaan Selatan itu sendiri merupakan daerah kawasan
pertambangan. Dimana ada sebagian perusahaan tambang yang tidak
memiliki jalur khusus pertambangan sendiri. Maka dari itu aktivitas
kendaraan pengangkutan hasil tambang banyak melewati jalur jalan raya
kota Banjarbaru.
Kota Banjarbaru merupakan kota yang bisa dikatakan sebagai kota pelajar
dimana melihat fakta dari adanya berbagai Universitas baik itu negeri
maupun swasta serta berbagai tingkatan sekolah lain yang banyak menjadi
tujuan pelajar dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan bahkan dari luar
Kalimantan Selatan itu sendiri. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan
jalur jalan raya kota Banjarbaru yang sibuk karena adanya aktivitas
kendaraan bermotor yang sebagian besar merupakan milik dari para
pelajar tersebut.
Transportasi adalah suatu kegiatan pemindahan manusia dan barang dari satu
tempat ke tempat lain. Dengan majunya transportasi maka aktivitas manusia akan
lebih dinamis dalam usaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya, yang pada
gilirannya usaha untuk meningkatkan kesatuan dan persatuan bangsa dapat segera
terwujud. Kegiatan transportasi tidak lepas dari adanya kendaraan bermotor, dan
semakin meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor, baik milik pribadi
maupun yang dipergunakan untuk usaha, semakin meningkatkan kepadatan arus
lalulintas di jalan raya.
Berdasarkan fakta-fakta dan alasan tersebut jalur jalan raya kota Banjarbaru
mempunyai potensi kebisingan lalu lintas yang bisa sewaktu-waktu berubah dari
intensitas yang wajar menjadi ke tingkatan kebisingan yang lebih tinggi karena
adanya berbagai aktivitas tersebut, terutama terletak di titik-titik tertentu di pusat
kota.
Pengambilan data kebisingan di jalan raya kota Banjarbaru dilakukan pada
hari jumat tanggal 1 April 2011. Pada pukul 15.30-15.50 WITA dalam kondisi
cuaca mendung dan gerimis. Berdasarkan hal tersebut bisa kita ketahui bahwa
pengambilan data dilakukan pada sore hari dengan cuaca yang tidak mendukung
karena hal itulah kepadatan lalu lintas tidak sepadat biasanya, tetapi karena jalan
raya di kota Banjarbaru merupakan jalan negara yang pastinya selalu sibuk
terhadap aktivitas kendaraan bermotor serta berbagai fakta yang telah dijelaskan
di atas maka dari itu jalan ini tetap mempunyai potensi kebisingan yang cukup
tinggi sehingga memerlukan penanganan kebisingan yang disesuaikan dengan
kondisi di lapangan.
Lalu lintas jalan merupakan sumber utama kebisingan yang mengganggu
sebagian besar masyarakat perkotaan. Salah satu sumber bising lalulintas jalan
antara lain berasal dari kendaraan bermotor, baik roda dua, tiga maupun roda
empat, dengan sumber penyebab bising antara lain dari bunyi klakson saat
kendaraan ingin mendahului atau minta jalan dan saat lampu lalulintas tidak
berfungsi. Gesekan mekanis antara ban dengan badan jalan pada saat pengereman
mendadak dan kecepatan tinggi; suara knalpot akibat penekanan pedal gas secara
berlebihan atau knalpot imitasi; tabrakan antara sesama kendaraan; pengecekan
perapian di bengkel pemeliharaan; dan frekuensi mobilitas kendaraan, baik dalam
jumlah maupun kecepatan (Depkes, 1995 dalam Ikron et al, 2007).
Tabel 1. Data Kebisingan Jalan Bundaran Simpang 4 Banjarbaru
Data Kebisingan Jalan Bundaran Simpang 4 Banjarbaru (dB)
70 71 68.4 68.4 72.7 70.8 70.2 68.7 69.9 80.4
76.8 76.8 71.9 81.6 80.3 75.7 71 68.3 69.5 70.9
68.3 70.4 70.9 72.8 74.3 77.6 74.1 72 70.3 70.5
74.8 75.8 73.4 70.8 70.5 73.7 71.6 70.6 69.4 67.3
70.4 71.8 69.2 70.7 72.2 74.3 71.6 69.5 68.7 73.2
73.4 71 72.5 70.5 72.7 69.7 70.7 69.8 69.7 67.9
67.8 70.5 72.5 69 70.6 72.6 71.2 76.1 77 70.7
72.6 75.7 75.4 69.3 68.2 70.6 69.1 72.2 71.4 71.4
70.7 70 73.6 68.2 67.1 68 67.7 69.2 69.5 68.6
71.5 70.7 68.5 69.4 73.1 71.5 69.5 69.1 68.5 69.5
71.9 71.6 72.6 72.6 71.6 73.1 70.1 72.1 79.5 76.8
76.4 74.2 75.7 75.7 76.6 74.4 74.1 72.1 72.1 73.6
Jumlah data diatas sebanyak 120 sample, dimana setiap sample selang
waktu pengambilan data selama 5 detik. Pengambilan data di lokasi studi
menggunakan alat Sound Level Meter, dimana jarak antara sumber kebisingan
dengan alat berjarak + 3-5 meter. Dari hasil perhitungan rata-rata, data yang
ditunjukkan pada Tabel 1. hasil yang diperoleh sebesar 71,8 dB. Dari hasil
tersebut, berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/11/
1996 tentang baku tingkat kebisingan untuk kawasan tertentu, khususnya daerah
perumahan dan permukiman, maka hasil pengukuran dilapangan dikategorikan
sebagai kebisingan, dimana baku mutu tingkat kebisingan yang diperbolehkan di
daerah perumahan dan permukiman hanya sekitar 55 dB.
SARAN
Berdasarkan pembahasan dan analisis diatas maka penanggulangan yang
sesuai diperlukan berdasarkan keadaan yang ada. Seperti penanaman pohon serta
pemilihan tanaman yang tepat untuk menanggulangi kebisingan di sekitar wilayah
tersebut. Perlunya alternatif penanganan tersebut dikarenakan kondisi jalan raya
simpang empat kota Banjarbaru dikategorikan dalam tingkatan kebisingan yang
cukup tinggi, sehingga dikhawatirkan berpengaruh buruk pada perumahan atau
pemukiman di sekitar wilayah tersebut. Pengaturan lalu lintas yang lebih terpadu
serta pembuatan Peraturan Daerah (PERDA) yang sesuai dengan keadaan juga
diperlukan dalam mengatasi masalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang PU. 2005. Mitigasi Dampak Kebisingan Akibat Lalu Lintas Jalan.
http://wancik.files.wordpress.com/2009/01/pd-t-16-2005-b-mitigasi-dampak-
kebisingan-akibat-lalu-lintas-jalan.pdf
diakses tanggal 1 April 2011
Bangun, Linasari P., Idris Maxdoni Kamil & I.B Ardhana Putra. 2009.
Kebisingan Lalu Lintas dan Hubungannya dengan Tingkat Ketergangguan
Masyarakat (Studi Kasus: Jalan Bojongsoang, Kabupaten Bandung).
http://www.ftsl.itb.ac.id/kk/teknologi_pengelolaan_lingkungan/wp-
content/uploads/2010/10/PI-EH2-Linasari-Putri-B-15305031.pdf
diakses tanggal 10 April 2011
Departemen Pemukiman Dan Prasarana Wilayah. 2004. Pedoman Konstruksi dan
Bangunan, Prediksi Kebisingan Akibat Lalu Lintas.
http://www.pu.go.id/satminkal/balitbang/sni/isisni/Pd%20T-10-2004-B.pdf
diakses tanggal 10 April 2011
Ikron, I Made Djaja & Ririn Arminsih Wulandari. 2007. Pengaruh Kebisingan
Lalu Lintas Jalan Terhadap Gangguan Kesehatan Psikologis Anak SDN
Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Propinsi DKI
Jakarta.
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/ae6002b224fc6bc1f37c5101ea676
b777567a31b.pdf
diakses tanggal 9 April 2011
Oginawati, Katharina. 2011. Kebisingan (Noise).
http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2008/05/8-kebisingan-noise.pdf
Ddakses tanggal 1 April 2011
Rusjadi, Dodi, Tjundewo Lawu & Mitsuhiro Ueda. 1999. Perhitungan Sinyal
Kejut (Impulse) dan Pengaruh Ground pada Pengukuran Model Skala
Penghalang Bising Jalan Raya dengan Menggunakan Metoda “VDPD”.
http://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&cd=10&ved=0CFMQFjAJ&url=http%3A%2F
%2Felib.pdii.lipi.go.id
diakses tanggal 11 April 2011