Anda di halaman 1dari 26

PENDAHULUAN

Kecenderungan peningkatan jumlah kendaraan bermotor berdampak


meningkatnya intensitas polusi suara berupa kebisingan bagi lingkungan disekitar
jalan simpang empat Kota Banjarbaru. Kebisingan dapat menimbulkan gangguan
terhadap aktivitas sehari-hari manusia misalnya menimbulkan stres dan
berdampak terhadap gangguan pendengaran.
Perumahan yang dibangun disekitar jalan juga akan mengalami gangguan
kebisingan akibat suara kendaraan yang melalui jalan tersebut. Karena jalan
simpang empat Kota Banjarbaru merupakan jalan Negara yang dilalui sejumlah
besar kendaraan bermotor yang melaju dengan kecepatan tinggi maka akan
meningkatkan intensitas polusi suara.
Daerah studi pada penelitian adalah jalan simpang empat Kota Banjarbaru,
karena arah pembangunan kota Banjarbaru sekarang menuju ke daerah Guntung
Manggis, yang merupakan daerah Perkantoran Baru Provinsi Kalimantan Selatan
sehingga meningkatkan jumlah perumahan sepanjang daerah Trikora. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan akibat lalu lintas pada jalan
simpang empat Kota Banjarbaru dengan memperhitungkan data variabel volume
lalu lintas. Kajian ini diharapkan dapat dijadikan masukan ilmu pengetahuan bagi
masyarakat sekitar daerah studi, sehingga tingkat kebisingan dapat ditekan dan
mengurangi resiko kesehatan masyarakat daerah studi.
Penelitian ini merupakan studi awal dan karena adanya keterbatasan alat maka
jumlah titik pengambilan sampel dibatasi.

TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) untuk dapat mengetahui tingkat
kebisingan yang diterima oleh masyarakat sekitar dan pengguna jalan simpang
empat Banjarbaru dan (2) mengetahui tingkat kebisingan yang diterima apakah
sudah melebihi atau belum jika dibandingkan dengan standar baku mutu.

MANFAAT
Manfaat yang diharapkan dari penelitian adalah memberikan masukan bagi
ilmu pengetahuan tentang pentingnya kajian dari dampak akibat yang ditimbulkan
oleh sistem transportasi. Kedua memberi masukan kepada masyarakat sekitar
daerah kajian, tingkat kebisingan yang diterima jika lebih tinggi dari baku mutu
yang ada maka diberikan saran cara penanganannya.

TINJAUAN PUSTAKA
Bising adalah suara yang tidak diinginkan. Pada umumnya kebisingan sangat
berkaitan dengan ketergangguan (annoyance). Kebisingan ada dimana-mana dan
ketergangguan adalah salah satu reaksi yang paling umum terhadap bising
(Michaud dkk, 2005 dalam Bangun et al, 2009). Kebisingan lalu lintas menjadi
sumber dominan dari kebisingan lingkungan di perkotaan. Banyak orang yang
terpengaruh oleh kebisingan lalu lintas di rumah mereka. Sumber kebisingan yang
terkait dengan transportasi berasal dari mobil penumpang, sepeda motor, bus dan
kendaraan berat. Tiap-tiap kendaraan menghasilkan kebisingan, namun sumber
dan besarnya dari kebisingan dapat sangat bervariasi tergantung jenis kendaraan.
Sebuah studi oleh Yamaguchi dkk (1994) dalam Bangun et al (2009)
menyimpulkan fluktuasi kebisingan yang acak disebabkan oleh perubahan
periodik arus lalu lintas.
Berbagai negara di dunia yang terus mengalami perkembangan lalu lintas akan
diiringi pula dengan penambahan tingkat kebisingan di sepanjang jalan raya. Hal
ini menyebabkan salah satu bentuk invasi kebisingan lingkungan. Kebisingan lalu
lintas menggangu kegiatan dasar masyarakat seperti tidur, istirahat, belajar, dan
berkomunikasi. Umumnya masalah yang terkait dengan kebisingan adalah
gangguan komunikasi dan gangguan tidur (Griefhan dkk, 2000 dalam Bangun et
al, 2009). Kebisingan yang berlebihan juga dapat mengakibatkan masalah-
masalah mental dan kesehatan fisik. Penelitian telah menunjukkan bahwa orang-
orang yang tinggal di dekat jalan-jalan dan lalu lintas yang sibuk atau dekat
dengan bandara, menghabiskan waktu lebih sedikit di halaman mereka, dan
memiliki jumlah tamu lebih sedikit dari orang-orang yang tinggal di daerah lebih
tenang (Bluhm, 2004 dalam Bangun et al, 2009).
Survei kebisingan biasanya dilakukan di tempat yang terpapar kebisingan
(Abo-Qudais, 2004 dalam Bangun et al, 2009). Peneliti biasanya memprediksi
kebisingan lalu lintas dengan menggunakan 3 metode yaitu dengan membuat peta
kebisingan, pemodelan kebisingan, dan pengukuran kebisingan. Bukti yang ada
menunjukkan bahwa kebisingan lalu lintas adalah sumber utama ketergangguan
lingkungan; peneliti menemukan korelasi positif antara tingkat kebisingan dan
tingkat ketergangguan (Li dkk, 2008 dalam Bangun et al, 2009). Pengukuran
paling sederhana dan paling luas adalah dengan menggunakan skala tingkat
ketergangguan masyarakat. Skala ini digunakan untuk mengatur berbagai pilihan
sangat terganggu, terganggu, sedang, sedikit terganggu, dan sama sekali tidak
terganggu, yang digunakan semua responden untuk menunjukkan bagaimana
mereka terganggu pada kebisingan yang berasal dari luar tempat tinggal mereka.
Namun, memprediksi reaksi masyarakat akibat bising lalu lintas berdasarkan
langkah-langkah sederhana kuantitatif bukanlah pekerjaan mudah. Meskipun pada
umumnya tingkat kebisingan dan sumber kebisingannya sama di antara negara-
negara yang disurvei, peserta memberi tanggapan berbeda-beda dari satu negara
ke negara lain karena perbedaan budaya, bahasa, dan penggunaan berbagai
pertanyaan tingkat ketergangguan (Bangun et al, 2009).
Lalu lintas jalan merupakan sumber utama kebisingan yang mengganggu
sebagian besar masyarakat perkotaan. Salah satu sumber bising lalu lintas jalan
antara lain berasal dari kendaraan bermotor, baik roda dua, tiga maupun roda
empat, dengan sumber penyebab bising antara lain dari bunyi klakson saat
kendaraan ingin mendahului atau minta jalan dan saat lampu lalulintas tidak
berfungsi. Gesekan mekanis antara ban dengan badan jalan pada saat pengereman
mendadak dan kecepatan tinggi; suara knalpot akibat penekanan pedal gas secara
berlebihan atau knalpot imitasi; tabrakan antara sesama kendaraan; pengecekan
perapian di bengkel pemeliharaan; dan frekuensi mobilitas kendaraan, baik dalam
jumlah maupun kecepatan (Depkes, 1995 dalam Ikron et al, 2007).
Pengaruh buruk kebisingan, didefinisikan sebagai suatu perubahan morfologi
dan fisiologi suatu organisme yang mengakibatkan penurunan kapasitas
fungsional untuk mengatasi adanya stress tambahan atau peningkatan kerentanan
suatu organisma terhadap pengaruh efek faktor lingkungan yang merugikan,
termasuk pengaruh yang bersifat sementara maupun gangguan jangka panjang
terhadap suatu organ atau seseorang secara fisik, psikologis atau sosial. Pengaruh
khusus akibat kebisingan berupa gangguan pendengaran, gangguan kehamilan,
pertumbuhan bayi, gangguan komunikasi, gangguan istirahat, gangguan tidur,
psikofisiologis, gangguan mental, kinerja, pengaruh terhadap perilaku
permukiman, ketidak nyamanan, dan juga gangguan berbagai aktivitas sehari-hari
(Mansyur, 2003 dalam Ikron et al, 2007).
Pengukuran tingkat kebisingan secara langsung harus menggunakan Sound
Level Meter yang memenuhi persyaratan standard IEC (International
Electrotechnical Commission) 651 kelas 2. Pengukuran dilakukan untuk
mendapatkan indeks kebisingan rata-rata ekivalen (Leq). Penggunaan Sound
Level Meter yang tidak memiliki perangkat penghitungan Leq diperbolehkan,
namun hasil akhir harus dikonversi sehingga didapatkan nilai Leq yang
bersesuaian. Durasi pengukuran mengikuti ketentuan dengan interval pengukuran
dilaksanakan 15 menit (Badan Litbang PU, 2005).

Sumber: (Oginawati, 2011)

A. Pengukuran Kebisingan
Pengukuran kebisingan yang harus diukur adalah L10 selama periode jam
6 pagi sampai dengan jam 12 malam (18 jam, L10 ) (Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah, 2004).
B. Model calculation of road traffic noise (CoRTN)
1) Model CoRTN merupakan model prediksi dan evaluasi tingkat kebisingan
akibat lalulintas yang dinyatakan dalam L10 atau Leq
2) Model CoRTN dapat digunakan di jalan perkotaan dan antara kota
3) Dalam perhitungannya, model ini telah mempertimbangkan beberapa
factor berpengaruh seperti volume dan komposisi kendaraan, kecepatan,
gradien, jenis perkerasan, jenis permukaan tanah, jarak horizontal dan
vertikal, kondisi lingkungan jalan dan kehadiran bangunan atau dinding
penghalang kebisingan.
4) Prosedur perhitungan dibagi kedalam bentuk persamaan matematis dan
grafik, dan perhitungan dapat dipakai selama jarak dari sisi jalan tidak
lebih dari 300 meter dan kecepatan angin di bawah 2 m/dt (Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004).
C. Kriteria-Kriteria Variabel Berpengaruh
1) Rentang kecepatan rata-rata kendaraan yang dapat digunakan sebagai
faktor koreksi adalah 20 km/jam sampai 300 km/jam.
2) Volume lalu lintas diukur dalam waktu 1 jam atau 18 jam
3) Persentase kendaraan berat berkisar antara 0% sampai 100%
4) Geometrik jalan, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Lebar jalan atau lebar lajur
 Panjang segmen
 Superelevasi jalan
5) Gradien jalan yang digunakan sebagai faktor koreksi berkisar antara 0%
sampai 15%.
6) Jenis permukaan jalan dikelompokkan kedalam:
 Chip seal
 Beton semen portlan
 Beton aspal gradasi padat
 Beton aspal gradasi terbuka
7) Efek pemantulan dikelompokkan dalam:
 Lapangan terbuka
 1 meter di depan gedung
 Di kiri kanan sepanjang jalan terdapat dinding menerus
8) Bangunan peredam bising, dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
 Tinggi bangunan peredam bising
 Jarak bangunan peredam dari tepi jalan terdekat
 Jarak bangunan peredam dari titik penerima bising
 Bahan bangunan peredam terbuat dari bahan yang solid/kedap suara
9) Sudut pandang, dengan memperhatikan homogenitas lingkungan sekitar
(Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004).
D. Tahap Perhitungan
1) Tahap 1 - tahap pembagian ruas jalan ke dalam segmen-segmen. Tahap ini
bisa merupakan tahap awal dalam melakukan prediksi kebisingan apabila:
 Kondisi lingkungan dan geometrik jalan berubah/tidak homogen
 Menghendaki hasil yang akurat dan teliti. Jika tidak, maka dapat
dilanjutkan pada tahap ke-2.
2) Tahap 2 - tahap penghitungan tingkat bising dasar/tingkat bising di sumber
diasumsikan bahwa pada segmen atau ruas jalan tersebut kecepatan rata-
rata kendaraan (v) = 75 km/jam, persentase kendaraan berat (p) = 0% ,
jarak titik penerima 10 meter dan gradien jalan (G) = 0%. Data yang
diperlukan dalam tahap ini adalah data volume lalu lintas 1 jam atau 18
jam sesuai dengan tingkat bising prediksi yang dikehendaki L10 1 jam
atau 18 jam.
3) Tahap 3 - tahap koreksi dimana hasil perhitungan pada tahap 2 dikoreksi
dengan beberapa faktor seperti:
 Persentase kendaraan berat;
 Kecepatan rata-rata kendaraan;
 Gradien jalan;
 Jenis permukaan jalan;
 Propagasi akibat jarak;
 Adanya dinding/bangunan peredam/penghalang;
 Efek pemantulan;
 Sudut pandang;
Data yang dibutuhkan untuk tahap ini disesuaikan dengan faktor
koreksinya.
4) Tahap 4 - tahap penggabungan tingkat bising prediksi merupakan tahap
akhir perhitungan, dimana tingkat bising yang diperoleh dari masing-
masing segmen digabung menjadi satu untuk menghasilkan tingkat bising
prediksi akhir (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004).
E. Ketentuan Bising
1) Kebisingan yang dimaksud adalah kebisingan yang diakibatkan oleh lalu
lintas kendaraan bermotor.
2) Kebisingan yang dikategorikan dalam Kriteria Daerah Bising (KDB) atas
dasar pendekatan pengguna lahan sisi jalan untuk daerah
permukiman/perumahan.
3) Kebisingan yang mengacu pada Kriteria Bising (KB) sesuai dengan
Organisasi Standar Internasional (ISO), yang menggunakan nilai bising
ekivalen energi (Leq) dan nilai ambien bising menurut Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/11/1996 Lampiran I.
4) Kebisingan disesuaikan dengan waktu paparan yang ditetapkan dalam
KDB (Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, 2004).
F. Kriteria Daerah Bising
Daerah bising adalah suatu jalur daerah dengan jarak (lebar) tertentu yang
terletak di kedua sisi dan sejajar memanjang dengan jalur jalan, yang
didasarkan pada tingkat kebisingan tertentu (Leq), lamanya waktu paparan
(jam/hari), dan peruntukan lahan sisi jalan bagi permukiman/perumahan, yaitu
sebagai berikut:
1) Daerah Aman Bising (DAB)
 Daerah dengan lebar 21 s/d 30 m dari tepi perkerasan jalan;
 Tingkat kebisingannya kurang dari 65 dB(A) (Leq);
 Lama waktu paparan (60 dB(A) – 65 dB(A)) maksimum 12 jam per
hari;
 Lama waktu paparan malam < 3 (jam/hari).
2) Daerah Moderat Bising (DMB)
 Daerah dengan lebar 11 s/d 20 m dari tepi perkerasan;
 Tingkat kebisingan antara 65 dB(A) s/d 75 dB(A) (Leq);
 Lama waktu paparan (65 dB(A) – 75 dB(A)) maksimum 10 jam per
hari;
 Lama waktu paparan malam < 4 (jam/hari).
3) Daerah Resiko Bising (DRB)
 Daerah dengan lebar 0 s/d 10 m dari tepi perkerasan;
 Tingkat kebisingan lebih dari 75 dB(A) (Leq);
 Lama waktu paparan (75 dB(A) – 90 dB(A)) maksimum 10 jam per
hari;
 Lama waktu paparan malam < 4 (jam/hari) (Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah, 2004).

ANALISIS SITUASI
Jalan Bundaran Simpang Empat Banjarbaru terletak di Kota Banjarbaru
dengan titik koordinat 3° 26 ' 3 5' ' S ,114 ° 50 ' 50 ' ' E . Kawasan ini merupakan
kawasan yang strategis, dimana kawasan ini merupakan salah satu jalan Negara
pertemuan Banjarbaru-Martapura-Tanjung, Banjarbaru-Mandiangin, Banjarbaru-
Pelaihari-Kotabaru dan Martapura-Banjarmasin. Karena alasan tersebut kota
Banjarbaru tergolong kota sibuk dengan adanya aktivitas kendaraan bermotor
yang lalu lalang di daerah ini.
Beberapa alasan lain yang menandakan kota Banjarbaru sebagai jalur jalan
raya yang sibuk selain perannya sebagai jalan Negara, tempat kendaraan
transportasi dari berbagai daerah berlalu lalang adalah:
 Peran jalan raya kota Banjarbaru sebagai sarana bagi aktivitas kendaraan
bermotor milik warga kota itu sendiri.
 Dengan adanya fakta bahwa di sekitar kota Banjarbaru dan umumnya di
Kalimantaan Selatan itu sendiri merupakan daerah kawasan
pertambangan. Dimana ada sebagian perusahaan tambang yang tidak
memiliki jalur khusus pertambangan sendiri. Maka dari itu aktivitas
kendaraan pengangkutan hasil tambang banyak melewati jalur jalan raya
kota Banjarbaru.
 Kota Banjarbaru merupakan kota yang bisa dikatakan sebagai kota pelajar
dimana melihat fakta dari adanya berbagai Universitas baik itu negeri
maupun swasta serta berbagai tingkatan sekolah lain yang banyak menjadi
tujuan pelajar dari berbagai daerah di Kalimantan Selatan bahkan dari luar
Kalimantan Selatan itu sendiri. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan
jalur jalan raya kota Banjarbaru yang sibuk karena adanya aktivitas
kendaraan bermotor yang sebagian besar merupakan milik dari para
pelajar tersebut.
Transportasi adalah suatu kegiatan pemindahan manusia dan barang dari satu
tempat ke tempat lain. Dengan majunya transportasi maka aktivitas manusia akan
lebih dinamis dalam usaha untuk meningkatkan kualitas hidupnya, yang pada
gilirannya usaha untuk meningkatkan kesatuan dan persatuan bangsa dapat segera
terwujud. Kegiatan transportasi tidak lepas dari adanya kendaraan bermotor, dan
semakin meningkatnya kepemilikan kendaraan bermotor, baik milik pribadi
maupun yang dipergunakan untuk usaha, semakin meningkatkan kepadatan arus
lalulintas di jalan raya.
Berdasarkan fakta-fakta dan alasan tersebut jalur jalan raya kota Banjarbaru
mempunyai potensi kebisingan lalu lintas yang bisa sewaktu-waktu berubah dari
intensitas yang wajar menjadi ke tingkatan kebisingan yang lebih tinggi karena
adanya berbagai aktivitas tersebut, terutama terletak di titik-titik tertentu di pusat
kota.
Pengambilan data kebisingan di jalan raya kota Banjarbaru dilakukan pada
hari jumat tanggal 1 April 2011. Pada pukul 15.30-15.50 WITA dalam kondisi
cuaca mendung dan gerimis. Berdasarkan hal tersebut bisa kita ketahui bahwa
pengambilan data dilakukan pada sore hari dengan cuaca yang tidak mendukung
karena hal itulah kepadatan lalu lintas tidak sepadat biasanya, tetapi karena jalan
raya di kota Banjarbaru merupakan jalan negara yang pastinya selalu sibuk
terhadap aktivitas kendaraan bermotor serta berbagai fakta yang telah dijelaskan
di atas maka dari itu jalan ini tetap mempunyai potensi kebisingan yang cukup
tinggi sehingga memerlukan penanganan kebisingan yang disesuaikan dengan
kondisi di lapangan.
Lalu lintas jalan merupakan sumber utama kebisingan yang mengganggu
sebagian besar masyarakat perkotaan. Salah satu sumber bising lalulintas jalan
antara lain berasal dari kendaraan bermotor, baik roda dua, tiga maupun roda
empat, dengan sumber penyebab bising antara lain dari bunyi klakson saat
kendaraan ingin mendahului atau minta jalan dan saat lampu lalulintas tidak
berfungsi. Gesekan mekanis antara ban dengan badan jalan pada saat pengereman
mendadak dan kecepatan tinggi; suara knalpot akibat penekanan pedal gas secara
berlebihan atau knalpot imitasi; tabrakan antara sesama kendaraan; pengecekan
perapian di bengkel pemeliharaan; dan frekuensi mobilitas kendaraan, baik dalam
jumlah maupun kecepatan (Depkes, 1995 dalam Ikron et al, 2007).
Tabel 1. Data Kebisingan Jalan Bundaran Simpang 4 Banjarbaru
Data Kebisingan Jalan Bundaran Simpang 4 Banjarbaru (dB)
70 71 68.4 68.4 72.7 70.8 70.2 68.7 69.9 80.4
76.8 76.8 71.9 81.6 80.3 75.7 71 68.3 69.5 70.9
68.3 70.4 70.9 72.8 74.3 77.6 74.1 72 70.3 70.5
74.8 75.8 73.4 70.8 70.5 73.7 71.6 70.6 69.4 67.3
70.4 71.8 69.2 70.7 72.2 74.3 71.6 69.5 68.7 73.2
73.4 71 72.5 70.5 72.7 69.7 70.7 69.8 69.7 67.9
67.8 70.5 72.5 69 70.6 72.6 71.2 76.1 77 70.7
72.6 75.7 75.4 69.3 68.2 70.6 69.1 72.2 71.4 71.4
70.7 70 73.6 68.2 67.1 68 67.7 69.2 69.5 68.6
71.5 70.7 68.5 69.4 73.1 71.5 69.5 69.1 68.5 69.5
71.9 71.6 72.6 72.6 71.6 73.1 70.1 72.1 79.5 76.8
76.4 74.2 75.7 75.7 76.6 74.4 74.1 72.1 72.1 73.6

Jumlah data diatas sebanyak 120 sample, dimana setiap sample selang
waktu pengambilan data selama 5 detik. Pengambilan data di lokasi studi
menggunakan alat Sound Level Meter, dimana jarak antara sumber kebisingan
dengan alat berjarak + 3-5 meter. Dari hasil perhitungan rata-rata, data yang
ditunjukkan pada Tabel 1. hasil yang diperoleh sebesar 71,8 dB. Dari hasil
tersebut, berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/11/
1996 tentang baku tingkat kebisingan untuk kawasan tertentu, khususnya daerah
perumahan dan permukiman, maka hasil pengukuran dilapangan dikategorikan
sebagai kebisingan, dimana baku mutu tingkat kebisingan yang diperbolehkan di
daerah perumahan dan permukiman hanya sekitar 55 dB.

TEKNIK/CARA YANG DIGUNAKAN UNTUK PENANGANAN


KEBISINGAN
A. Penanganan Kebisingan pada sumber
Penanganan kebisingan pada sumber bising dapat dilakukan melalui beberapa
hal, antara lain:
1) Pengaturan lalulintas;
2) Pembatasan kendaraan berat;
3) Pengaturan kecepatan;
4) Perbaikan kelandaian jalan;
5) Pemilihan jenis perkerasan jalan.
B. Penanganan kebisingan pada jalur perambatan
1) Tipe, karakteristik, dan pertimbangan implementasi;
2) Pemasangan peredam bising (BPB);
3) Penghalang dengan tanaman;
4) Timbunan;
5) Penghalang buatan.
C. Penanganan kebisingan pada titik penerimaan
1) Pengubahan orientasi bangunan;
2) Insulasi pada facade bangunan (Badan Litbang PU, 2005).

ANALISIS PERTIMBANGAN TEKNIK/CARA PENANGANAN


KEBISINGAN
Kebisingan merupakan salah satu gangguan lingkungan yang dapat
disebabkan oleh lalu lintas. Ketika tingkat kebisingan di suatu wilayah sudah
melampaui ambang batas yang dipersyaratkan Keputusan MENLH no.
48/MENLH/11/1996, maka penanganan terhadap sumber maupun titik-titik
penjalarannya perlu dilakukan. Pedoman ini disusun untuk dapat membantu upaya
penanganan kebisingan yang ditimbulkan oleh lalu lintas sehinga kebisingan yang
terjadi tidak memperburuk kondisi lingkungan di suatu kawasan. Sangat disadari
bahwa penanganan kebisingan akan lebih efektif apabila dilakukan pada substansi
yang menimbulkan kebisingan tersebut, seperti pembatasan emisi suara dari
kendaraan dan penggunaan jenis ban yang ramah kebisingan. Akan tetapi, dengan
keterbatasan sektor, maka pedoman ini membatasi pembahasan pada penanganan
yang dapat dilakukan dengan rekayasa lalu lintas, perkerasan jalan, penataan
sempadan, koreksi pada bangunan penerima, dan rekayasa bangunan peredam
pada ruang milik jalan (rumija)
A. Penanganan Kebisingan Pada Sumber
Penanganan kebisingan pada sumber bising dapat dilakukan melalui beberapa
hal, antara lain :
1) Pengaturan Lalu Lintas;
Pengaturan dimaksudkan untuk mengurangi volume lalu lintas
kendaraan yang lewat. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan
rekayasa lalu lintas, pembangunan jalan lingkar untuk mengurangi beban
jaringan jalan perkotaan, dll. Pengaturan lalu lintas yang baik dapat
mengurangi tingkat kebisingan antara 2 s/d 5 dB(A).
2) Pembatasan Kendaraan Berat;
Kendaraan berat memberikan pengaruh yang besar terhadap tingkat
kebisingan akibat lalu lintas jalan. Dengan melakukan pembatasan jenis
kendaraan berat dapat mengurangi dampak kebisingan pada kawasan
sensitif yang ada. Pembatasan kendaraan berat sebesar 10% dapat
menurunkan tingkat kebisingan hingga 3,5 dB(A).
3) Pengaturan Kecepatan;
Pengaturan kecepatan lalu lintas pada rentang kecepatan 30 s/d 60
km/jam dapat mengurangi tingkat kebisingan 1 s/d 5 dB(A).
4) Perbaikan Kelandaian Jalan;
Kelandaian jalan berpengaruh langsung terhadap tingkat kebisingan.
Pengurangan kelandaian setiap 1% dapat mengurangi tingkat kebisingan
sebesar 0,3 dB(A).
5) Pemilihan Jenis Perkerasan Jalan.
Pada kecepatan di atas 80 km/jam, penggantian perkerasan aspal beton
padat (berbutir tidak seragam) dengan perkerasan aspal terbuka (berbutir
seragam) dapat mengurangi tingkat kebisingan lalu lintas sampai 4 dB(A).
Koreksi tingkat kebisingan akibat penggunaan berbagai jenis perkerasan
yang lain secara relatif terhadap lapis perkerasan aspal beton padat adalah
sebagaimana tercantum pada tabel berikut (Badan Litbang PU, 2005).
Tabel 1. Koreksi Tingkat Kebisingan Perkerasan Jalan Dibandingkan
Dengan Perkerasan Aspal Padat

Sumber: (Badan Litbang PU, 2005).


B. Penanganan Kebisingan Pada Jalur Perambatan
1) Tipe, karakteristik, dan pertimbangan implementasi
 Penanganan kebisingan pada jalur perambatan suara umumnya
dilakukan dengan pemasangan peredam bising (BPB). PB dapat
berupa penghalang alami (natural barrier) dan penghalang buatan
(artificial barrier). Penghalang alami biasanya menggunakan berbagai
kombinasi tanaman dengan gundukan (berm) tanah, sedangkan
penghalang buatan dapat dibuat dari berbagai bahan, seperti tembok,
kaca, kayu, aluminium, dan bahan lainnya. Untuk mencapai kinerja
yang memadai, bahan yang digunakan sebagai penghalang sebaiknya
memiliki rasio berat-luas minimum 20 kg/m2;
 BPB umumnya memiliki karakteristik secara teknis sebagai berikut:
a. Dapat menurunkan tingkat kebisingan antara 10 s.d 15 dB(A);
b. Mampu mencapai pengurangan tingkat kebisingan sebesar 5 dB(A)
apabila cukup tinggi untuk memotong jalur perambatan gelombang
suara dari sumber ke penerima;
c. Setiap penambahan 1 m ketinggian diatas jalur perambatan
gelombang dapat menurunkan tingkat kebisingan sebesar 1,5
dB(A) dengan penurunan maksimum secara teoritis sebesar 20
dB(A);
d. BPB sebaiknya dipasang sepanjang sekitar 4 x jarak dari penerima
ke penghalang.
 Mitigasi kebisingan harus mempertimbangkan faktor-faktor sebagai
berikut:
a. Keselamatan pengguna jalan yang berkaitan dengan jarak pandang
dan ketahanan konstruksi terhadap benturan;
b. Kemudahan pemeliharaan, termasuk bangunan yang ada di
sekitarnya, seperti saluran drainase;
c. Stabilitas konstruksi dan usia layan mencapai 15 s.d. 20 tahun;
d. Biaya konstruksi yang tergantung pada jenis pondasi yang
dibutuhkan dan metoda konstruksi yang digunakan, perbandingan
indikatif dari berbagai upaya mitigasi dapat dilihat pada tabel 2.
e. Keindahan atau estetika lingkungan di sekitarnya (Badan Litbang
PU, 2005).
Tabel 2. Perbandingan Indikatif Dari Berbagai Upaya Mitigasi

Sumber: (Badan Litbang PU, 2005).


2) Prinsip kerja BPB
BPB bekerja dengan memberikan efek pemantulan (insulation),
penyerapan (absorption), dan pembelokkan (diffraction) jalur perambatan
suara (Lihat Gambar 1). Pemantulan dilakukan oleh dinding penghalang,
penyerapan dilakukan oleh bahan pembentuk dinding, sedangkan
pembelokan dilakukan oleh ujung bagian atas penghalang. Tingkat
kebisingan yang sampai pada penerima merupakan penggabungan antara
tingkat suara sisa penyerapan, dan hasil pembelokan (Badan Litbang PU,
2005).
Penghalang bisning (barrier) adalah suatu pemecahan yang paling baik
pada kebisingan akibat kendaraan tersebut, dan merupakan satu-satunya
pilihan untuk pengendalian kebisingan akibat kendaraan yang melaju di
jalan raya. Sejak tahun 1970 penghalang bising menjadi metoda yang
paling popular pada pengendalian kebisingan jalan raya. Untuk
menyelidiki sejauh mana penghalang bising dapat efektif menurunkan
kebisingan tersebut, maka pengukuran model skala adalah yang mudah
dan murah untuk dilaksanakan. Metoda ini sudah banyak diteliti orang,
tetapi hampir semuanya menggunakan domain frekuensi (Rusjadi et al,
1999).

Gambar 1. Kondisi Sebelum Perlakuan (Badan Litbang PU, 2005)

Gambar 2. Kondisi Dengan Bangunan Peredam Bising


(Badan Litbang PU, 2005)
Gambar 3. Prinsip Kerja BPB (Badan Litbang PU, 2005)

Efektifitas penghalang ditentukan dengan indikator tingkat reduksi


kebisingan (insertion loss;IL), yang merupakan nilai selisih antara tingkat
kebisingan yang diterima pada kondisi tanpa penghalang dengan kondisi
menggunakan penghalang.
3) Penghalang Dengan Tanaman
 Jenis Tanaman
Tanaman yang digunakan untuk penghalang kebisingan harus
memiliki kerimbunan dan kerapatan daun yang cukup dan merata
mulai dari permukaan tanah hingga ketinggian yang diharapkan. Untuk
itu, perlu diatur suatu kombinasi antara tanaman penutup tanah, perdu,
dan pohon atau kombinasi dengan bahan lainnya sehingga efek
penghalang menjadi optimum. Tanaman-tanaman yang dapat
digunakan adalah:
 Penutup Tanah (cover crops)
a. Rumput;
b. Leguminosae.
 Perdu
a. Bambu pringgodani (Bambusa Sp);
b. Likuan-yu (Vermenia Obtusifolia);
c. Anak nakal (Durante Repens);
d. Soka (Ixora Sp);
e. Kakaretan (Ficus Pumila);
f. Sebe (Heliconia Sp);
g. Teh-tehan (Durante).
 Pohon
a. Akasia (Acacia Mangium);
b. Johar (Casia Siamea);
c. Pohon-pohon yang rimbun dengan cabang rendah (Badan
Litbang PU, 2005).

Gambar 4. Tanaman Dikombinasi Dengan Tanaman Lainnya Untuk


Memperbesar Kerimbunan (Badan Litbang PU, 2005)

Gambar 5 Tanaman Yang Dikombinasikan Dengan Timbunan Tanah Dan


Dinding (Badan Litbang PU, 2005)
Gambar 6. Tanaman Yang Dikombinasikan Dengan Timbunan Tanah
(Badan Litbang PU, 2005)
 Dimensi
Penghalang dengan tanaman harus cukup tinggi untuk dapat
memotong garis perambatan gelombang suara dari sumber ke
penerima. Kedalaman (ketebalan) tanaman serta persentase
kerimbunan daun disesuaikan dengan jenis tanaman yang digunakan
untuk penghalang (Lihat Tabel 2). Sebagai contoh, ketebalan minimum
untuk menghasilkan tingkat reduksi kebisingan 3,4 dB (A) dengan
menggunakan tanaman Seba (Heliconia Sp) adalah 0,8 m.
 Penempatan
 Penghalang dengan tanaman sangat direkomendasikan untuk
ditempatkan pada ruang milik jalan tol, arteri, dan kolektor yang
memiliki sisa lahan lebar;
 Penghalang dengan tanaman dapat digunakan pada ruang milik
jalan jalan-jalan lokal, sepanjang ruang yang ada mencukupi untuk
menempatkan penghalang secara efektif;
 Kawasan yang diharapkan menggunakan penghalang tipe ini
adalah kawasan permukiman, perkantoran, dan kawasan-kawasan
dimana interaksi orang terjadi pada intensitas tinggi, dan daerah-
daerah dengan kebutuhan estetika tinggi;
 Penghalang kebisingan dengan tanaman ditempatkan pada posisi
sekurang-kurangnya 3 m dari tepi perkerasan tapi diluar ruang
manfaat jalan.
 Efektifitas Pengurangan Kebisingan
Secara umum, penghalang dengan tanaman diterapkan apabila
tidak diperlukan penurunan kebisingan yang terlalu besar atau
dikombinasikan dengan penghalang lain apabila dibutuhkan tingkat
efektifitas pengurangan kebisingan yang besar. Tabel 2. memberikan
indikasi efektifitas tanaman untuk mereduksi kebisingan
Tabel 3. Efektifitas Pengurangan Kebisingan Oleh Berbagai Macam
Tanaman

Sumber: (Badan Litbang PU, 2005).


4) Timbunan
 Karakteristik
Bahan timbunan sebaiknya berupa tanah yang tidak mudah longsor
dan tersedia di lokasi. Penerapan metoda ini umumnya dikombinasikan
dengan tanaman atau BPB lainnya. Timbunan memiliki beberapa
kelebihan dibandingkan dengan BPB yang lain, seperti:
a. Penampilan yang alamiah dan indah;
b. Memungkinkan terjadinya sirkulasi udara yang baik;
c. Dapat digunakan sebagai lokasi pembuangan sisa material
bangunan;
d. Tidak membutuhkan proteksi untuk keselamatan;
e. Biaya pembuatan dan pemeliharaannya murah.
 Penempatan
a. Pada lokasi yang memiliki luas lahan yang cukup;
b. Diberi perkuatan dan pengaman sementara.
 Efektifitas pengurangan kebisingan
Efektif untuk menurunkan tingkat kebisingan hingga 3 dB(A). Bila
dikombinasikan dengan tanaman perdu dan pohon setebal 6 sampai
dengan 7 meter dapat memberikan tingkat reduksi kebisingan 4 sampai
dengan 8 dB(A).
5) Penghalang Buatan
 Tipe dan pertimbangan desain
Penghalang buatan merupakan alternatif yang dapat dikembangkan
dalam usaha-usaha mitigasi kebisingan, yang dapat terdiri dari:
a. penghalang menerus;
b. penghalang tidak menerus;
c. kombinasi menerus tidak menerus;
d. penghalang artistik;
Contoh bentuk penghalang buatan ini dapat dilihat pada lampiran
C Prinsip dasar reduksi bising harus diterapkan dalam rangka
melakukan proses desain bangunan peredam bising yang efektif.
Masalah-masalah lain yang penting diperhatikan dalam proses
mendesain bangunan peredam bising, seperti pemeliharaan, keamanan,
estetika, konstruksi, biaya.
 Karakteristik bahan
Karakteristik kinerja bangunan peredam bising dipengaruhi oleh
lokasi, panjang dan tinggi bangunan,sifat transmitif (daya hantar),
reflektif (daya pantul) atau absorptif (daya serap) dari material
penyusunnya.
Bahan penghalang buatan dapat dibuat dengan menggunakan kayu,
panel beton pracetak, beton ringan berongga (aerated), panel fiber
semen,panel acrylic transparan dan baja profil. Standar nilai suatu
material yang digunakan sebagai bahan penghalang kebisingan
memiliki kriteria sebagai berikut :
a. Nilai standar material untuk rugi transmisi suara (Transmission
Loss) ditentukan dengan syarat minimal nilai STC (Sound
Transmission Class) adalah 25;
b. Nilai standar material untuk penyerap suara (absorpsi ) adalah
antara 0,30 – 0,60.
 Penempatan
Jenis-jenis penghalang buatan merupakan pilihan yang sesuai
untuk lokasi-lokasi jalan tol, arteri atau yang memiliki alinyemen
sempit, jembatan-jembatan dan jalan di atas embankment. Agar
bangunan peredam bising dapat bekerja dengan baik, maka bangunan
itu harus cukup tinggi dan panjang untuk mengurangi propagasi bising
ke pendengar, misalnya untuk rumah yang ada di permukaan yang jauh
lebih tinggi dari permukaan perkerasan jalan maka pembangunan
peredam bising perlu dibangun lebih tinggi. Peredam bising menjadi
tidak efektif apabila rumah yang dilindungi berada diatas bukit yang
lebih tinggi dari dinding peredam itu sendiri seperti pada gambar 7.

Gambar 7. Keefektifan BPB Yang Terjadi Pada Perbedaan Ketinggian


Pemukiman Terhadap Permukaan Perkerasan Jalan
(Badan Litbang PU, 2005)
Tinggi dan lokasi bangunan peredam bising relatif terhadap jalan
raya adalah penting dalam pertimbangan desain, pada jarak yang tetap
terhadap sumber bising pertambahan tinggi bangunan akan
meningkatkan kemampuan redamannya. Untuk tinggi bangunan bising
yang konstan, pemindahan bangunan peredam bising mendekat pada
sumber atau pada pendengar akan meningkatkan kemampuan
redamannya.
Pada prakteknya pembangunan peredam bising adalah penting
untuk memanfaatkan kondisi di lapangan, misalnya dengan
membangun peredam bising pada permukaan tanah yang lebih tinggi
dari permukaan perkerasan jalan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada tabel 5.
Tabel 4. Pendekatan Penempatan Bangunan Peredam Bising

Sumber: (Badan Litbang PU, 2005).


 Efektifitas pengurangan kebisingan
Efektifitas bangunan peredam kebisingan sangat dipengaruhi oleh
bahan dan dimensi bangunan. Efektifitas bangunan rata-rata
berdasarkan uji laboratorium untuk zona bayang-bayang ditunjukkan
oleh Tabel 5.
Tabel 5. Efektifitas Pengurangan Tingkat Kebisingan Dari Penghalang
Buatan
Sumber: (Badan Litbang PU, 2005).
C. Penanganan Kebisingan Pada Titik Penerimaan
1) Pengubahan orientasi bangunan
 Konsep dan penerapan metoda
Tingkat kebisingan pada titik penerimaan dapat dikurangi dengan
mengubah orientasi bangunan yang semula menghadap sumber
kebisingan menjadi menyamping terhadap sumber kebisingan atau
membelakangi sumber kebisingan. Untuk dapat menerapkan metoda
ini, perencana perlu memperhatikan fleksibilitas ruang, akses
bangunan, dan keasrian arsitektur bangunan. Apabila lahan yang
tersedia mencukupi, ruang yang berdekatan dengan sumber bising
dapat dibangun garasi, gudang, atau fasilitas gedung yang sekaligus
menjadi penghalang perambatan suara.
 Efektifitas
Perubahan orientasi bangunan dapat mengurangi jarak efektif
sumber ke penerima hingga 64%.
2) Insulasi Pada Facade Bangunan
 Konsep dan penerapan metoda
Penggunaan insulasi ini dilakukan apabila upaya lain untuk
mengurangi kebisingan tidak memungkinkan. Metoda ini diterapkan
pada daerah-daerah dengan kepadatan tinggi, seperti pusat kota, baik
untuk bangunan permukiman maupun bangunan perkantoran.
Metoda mitigasi terhadap dampak kebisingan yang berasal dari
peningkatan volume lalu lintas di sepanjang jalan eksisting meliputi
beberapa pekerjaan antara lain:
a. penggantian jendela,misalnya dengan kaca jendela ganda.
b. pemasangan dinding peredam;
c. pemasangan sistem ventilasi khusus.
 Efektifitas
Efektifitas Penggunaan bahan kaca sebagai jendela untuk
penghalang kebisingan biasanya dilakukan dengan tujuan untuk
mempertahankan nilai estetika lingkungan dengan mengupayakan
tetap terlihatnya pemandangan di seberang jalan dari sisi yang lain dan
sebaliknya. Penerapan penghalang kaca perlu memperhitungkan
upaya-upaya perawatan dan pembersihan,karenanya komitmen antara
pihak pengelola jalan dengan pengelola lingkungan untuk
pemeliharaan penghalang ini perlu diatur secara jelas.
Efektifitas insulasi pada facade bangunan dengan penggantian
jendela menggunakan jendela berkaca ganda atau triple dapat
mengurangi kebisingan 15 s.d 25 dB(A), secara umum, penggunaan
metoda ini dapat diharapkan menghasilkan tingkat kebisingan dalam
ruangan 38 s.d. 44 dB (A).
Tabel 7. Pengurangan Perambatan Suara Pada Bagian Muka Gedung,
Dengan Ketebalan Kaca Minimal Adalah 6 mm

Sumber: (Badan Litbang PU, 2005).


KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari pembahasan keseluruhan mengenai
hasil pengujian kebisingan di jalan raya simpang empat kota Banjarbaru bahwa
berdasarkan dari hasil perhitungan rata-rata, hasil yang diperoleh sebesar 71,8 dB.
Dari hasil tersebut, berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.
48/MENLH/11/ 1996 tentang baku tingkat kebisingan untuk kawasan tertentu,
khususnya daerah perumahan dan permukiman, maka hasil pengukuran
dilapangan dikategorikan sebagai kebisingan, dimana baku mutu tingkat
kebisingan yang diperbolehkan di daerah perumahan dan permukiman hanya
sekitar 55 dB. Sehingga diperlukannya berbagai alternatif teknologi
penanggulangan kebisingan yang telah dibahas dalam analisis pertimbangan
teknik/cara penanganan kebisingan .

SARAN
Berdasarkan pembahasan dan analisis diatas maka penanggulangan yang
sesuai diperlukan berdasarkan keadaan yang ada. Seperti penanaman pohon serta
pemilihan tanaman yang tepat untuk menanggulangi kebisingan di sekitar wilayah
tersebut. Perlunya alternatif penanganan tersebut dikarenakan kondisi jalan raya
simpang empat kota Banjarbaru dikategorikan dalam tingkatan kebisingan yang
cukup tinggi, sehingga dikhawatirkan berpengaruh buruk pada perumahan atau
pemukiman di sekitar wilayah tersebut. Pengaturan lalu lintas yang lebih terpadu
serta pembuatan Peraturan Daerah (PERDA) yang sesuai dengan keadaan juga
diperlukan dalam mengatasi masalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Litbang PU. 2005. Mitigasi Dampak Kebisingan Akibat Lalu Lintas Jalan.
http://wancik.files.wordpress.com/2009/01/pd-t-16-2005-b-mitigasi-dampak-
kebisingan-akibat-lalu-lintas-jalan.pdf
diakses tanggal 1 April 2011
Bangun, Linasari P., Idris Maxdoni Kamil & I.B Ardhana Putra. 2009.
Kebisingan Lalu Lintas dan Hubungannya dengan Tingkat Ketergangguan
Masyarakat (Studi Kasus: Jalan Bojongsoang, Kabupaten Bandung).
http://www.ftsl.itb.ac.id/kk/teknologi_pengelolaan_lingkungan/wp-
content/uploads/2010/10/PI-EH2-Linasari-Putri-B-15305031.pdf
diakses tanggal 10 April 2011
Departemen Pemukiman Dan Prasarana Wilayah. 2004. Pedoman Konstruksi dan
Bangunan, Prediksi Kebisingan Akibat Lalu Lintas.
http://www.pu.go.id/satminkal/balitbang/sni/isisni/Pd%20T-10-2004-B.pdf
diakses tanggal 10 April 2011
Ikron, I Made Djaja & Ririn Arminsih Wulandari. 2007. Pengaruh Kebisingan
Lalu Lintas Jalan Terhadap Gangguan Kesehatan Psikologis Anak SDN
Cipinang Muara Kecamatan Jatinegara, Kota Jakarta Timur, Propinsi DKI
Jakarta.
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/2/ae6002b224fc6bc1f37c5101ea676
b777567a31b.pdf
diakses tanggal 9 April 2011
Oginawati, Katharina. 2011. Kebisingan (Noise).
http://kuliah.ftsl.itb.ac.id/wp-content/uploads/2008/05/8-kebisingan-noise.pdf
Ddakses tanggal 1 April 2011
Rusjadi, Dodi, Tjundewo Lawu & Mitsuhiro Ueda. 1999. Perhitungan Sinyal
Kejut (Impulse) dan Pengaruh Ground pada Pengukuran Model Skala
Penghalang Bising Jalan Raya dengan Menggunakan Metoda “VDPD”.
http://www.google.co.id/url?
sa=t&source=web&cd=10&ved=0CFMQFjAJ&url=http%3A%2F
%2Felib.pdii.lipi.go.id
diakses tanggal 11 April 2011

Anda mungkin juga menyukai