Dear all,
Pertanyaannya: apa kelebihan dan kekurangan dua metoda tsb di atas dalam rangka
untuk mendapatkan komposisi yang dapat mewakili sample crude oil tsb?
Kasus:
1. Distillation (TBP, ASTM D86 dll). Hasilnya komposisi crude oil berupa
HYPOTHETICAL COMPONENT berdasarkan boiling pointnya.
Pertanyaan basic yg brilliant! Saya share ke beberapa milist lah ya, buat
pembelajaran...
Saya uraikan pelan2 biar tidak terlalu BIAS. Saya fokus pada pertanyaan: komposisi
mana yg mewakili sample crude tadi? Jika anda memerlukan informasi dan ingin
tahu detil komposisi kimianya secara presisi dan dalam hal ini, akurat (Karena
harfiah ISO 17025 beda looh definisi presisi dan akurat, jeng) Jawabannya ya
chromatograp dong.
Anda lalu akan mendapatkan komposisi apa saja dalam crude anda yakni berupa
komponen C6, C7, C8 dst-nya, lalu berapa % molnya.
But, eng ing eeeng. nanti dulu.....,
Bagaimana dgn Distillasi? Distillation by TBP = True boiling point sejatinya sesuai
dgn methode D2892 atau bisa D5236!
Distilasi ádalah proses pemanasan liquid sampai mendidih (boiled) lalu ditangkaplah
zat/senyawa yg menguap tadi dan dikondensasi. Boiling point setiap komponen
menandakan identifikasi suatu sifat fisika keberadaan dari komponen tertentu.
Weleeeeh....., dari sini anda bisa membuat definisi secara tepat tentang Boiling point
yakni temperatur dimana tekanan uap dari fase liquid sama dengan tekanan
eksternal (atau tekanan atmospheris acting on the surface of the liquid).
Dalam aplikasinya analisa Boiling point ditujukan untuk suatu range! misalkan: crude
oil pada hasil distilasi 200-250 oC menunjukkan kerosene yg terdiri dari C12 sampai
C16. Mengapa suatu range? Karena biasanya sesuai method dan kondisi instrument
distilasi, kita menaruh termomether dalam pot penangkap fase uap, namun demikian
seharusnya kan kita mau mengukur temperature sesungguhnya tepat pada titik
vapor temperature!
Duuuh, kenapa ribet menentukan titik ini? Karena sejatinya fase liquid bisa saja
dalam kondisi superheated atau malah terkontaminasi (tidak full pure), sehingga
parameter boiling temperature bukanlah suatu ukuran nilai yg akurat. Setelah run
distillation, anda menemukan hasil komposisi crude oil berupa HYPOTHETICAL
COMPONENT (dgn bahasa lain: menurut teori/sifat umum/ hypothetical).
Mas Ardian,
Terima kasih banyak atas penjelasannya dan ini bisa saya gunakan sebagai
tambahan argumen dalam debat dengan kolega-kolega saya. Saya perlu cerita
mengapa hal tsb saya tanyakan. Di tempat saya bekerja sekarang,
saya sering mengambil sample (crude oil, gas dll) bersama-sama team
laboratorium. Ini saya butuhkan untuk mendapatkan komposisi sample, kemudian
saya gunakan untuk membuat Process Simulation (saya gunakan Hysys, Hysys-nya
punya licence lho ......). Dalam analisa sample
(khususnya crude oil) sering timbul perdebatan METODA APA YANG HARUS
DIGUNAKAN untuk mendapatkan KOMPOSISI yang benar-benar bisa mewakili
sample tsb.
Ada seorang expat India, Senior Process Engineer dari Shell (Brunei atau
Malaysia .....lupa) yang ikut terlibat dalam aktifitas ini. Saya tanyakan ke beliau,
metoda apa yang akan digunakan? Beliau katakan Distillation (hasilnya :
hypothetical component based on boling point). Saya katakan lagi umumnya
Engineering Consultant yang dihire oleh Company ini dalam Heat & Material Balance
(PFD) selalu menggunakan component C6, C7 dst-nya untuk crude oil bukan
hypothetical component.
Beliau katakan bahwa orang-orang Engineering Consultant tsb pure engineering,
tidak pernah di operation jadi tidak mengetahui secara detail tentang hal ini (ini
kata beliau ......). Waktu itu saya ingin penjelasan lebih lanjut, sayangnya beliau
sangat sibuk dan sekarangpun sudah balik ke Shell Brunei.
Pak Darwis,
Kalau menurut saya memang kalau yang ditanyakan adalah metode mana yang lebih
akurat untuk menentukan komposisi crude oil sample, maka jelas Chromatograph
akan lebih akurat.
Sekarang pertanyaannya mau diapakan data sample tersebut. Kalau ingin digunakan
untuk membuat proses simulasi, perlu juga di-consider bahwa semakin besar C-nya,
maka semakin less accurate analisis dari sebuah process simulation software.
Mengapa? Simply karena semakin jarang real plant data yang available dalam
bentuk VLE, LLE, atau VLLE-nya yang dapat digunakan oleh process simulation
software development people untuk cross-check keakuratan hasilnya.
Makanya sering kalo sudah dihadapkan dengan crude oil, engineers lebih memilih
berdasarkan boiling point analysis (hypothetical components) karena sudah tersedia
correlations yang cukup akurat yang telah di cross-check vs real plant data.
Saya akan melihat secara helicopter view! (saya sebagai chemist dan process
engineer).....:Ooooo jadi Data crude composition selanjutnya akan anda gunakan
untuk process simulation.
Saya sangat sangat mengerti jika rekan anda tadi prefer method boiling point
distillation. Gak perlu2 banget specific componen dari crude oil dong (tergantung
level of confidence), balik lagi ke pertanyaan anda: METODA APA YANG HARUS
DIGUNAKAN untuk mendapatkan KOMPOSISI yang benar-benar bisa mewakili
sample tsb? Lalu, Anda mau simulasi atau design reforming atau separation oil-water
biasa? Jikalau separation oil-water, saya setuju make distillation TBP:
Kenapa? Lah wong Hysys kan terima data "TBP cuts" sebagai input. Tergantung
seberapa luas anda cut nya, jika terlalu lebar range nya maka tidak akurat.
Anyway, that's your choice. Akurasi, presisi, hypothetical....itu semua term (definisi)
yg berbeda.
Jadi banyak2 lah bergaul dengan Operation. Jadi keinget Mas Cahyo (Moderator
Process KMI-PremierOil)
Tanggapan 5 : cahyo@migas-indonesia.com
Ikut nimbrung.
Setahu saya, analisa komposisi via chromatographi punya kelemahan yaitu
pendefinisian elemen yang akan dikenali. Setiap kolom di kromat tsb adalah
sensitive untuk mengenali elem2 di dalam minyak mentah.
Komposisi di dalam minyak mentah adalah banyak banget. apa iya harus kita
ketahui semua. Tentunya tidak, tergantung proses simulasi yang akan anda run.
Jika hanya me-run pressure drop, what is the point having detail and complete
element. Sebaliknya, jika ingin me-run distilasi atau fraksinasi, tentunya kerja yang
tidak ringan jika setiap elemen di dalam minyak mentah umpan didefinisikan. Belum
lagi kesalahan rambatan ketika pendefinisiannya.
Yang patut diperhatikan adalah, komputer itu bodoh. Garbage in garbage out.
Sebagai engineer, by definition, kita harus mempunyai measurement feedback yang
bisa menentukan kriteria keberhasilan, paling tidak dari data yang sudah terpublish.
Jangan sampai kita nge-run, tetapi kita tidak tahu hasil run kita tsb valid atau tidak.
Whatever data yang kita input, jika bisa dikalibrasi dengan data lapangan, atau
paling tidak dgn literatur, harusnya sih oke2 saja. Asalkan kita tahu rentang
keberlakuan simulasi kita tsb. Dan menurut saya, ini adalah major lack dari process
engineer ketika me-run proses simulasinya.
Balik ke persoalan pilih yang mana. Kalau di refinery, saya cenderung akan
menggunakan distilasi TBP atau NBP (D-86) ketimbang detil rinci komposisi, karena
tokh, misalnya di produk refinery seperti diesel, kita tidak pernah mempersoalkan
komposisi kimianya, tetapi besaran lain yang membuatnya jadi layak pakai, seperti
flash point, cetane number, dsb. Hanya saja, jika anda salah menentukan cutting
temperatur, maka resiko akan ditanggung sendiri looh. Bagaimana cara cut
temperatur yang benar, well many literature sudah bicara banyak. Tinggal dibaca
saja.