Anda di halaman 1dari 9

URAIAN MAULID NABI DI ISTANA NEGARA

Mewarisi Keteladanan Nabi Muhammad SAW


18/02/2011

Uraian Maulid Nabi di Istana Negara, 16 Februari 2011


Oleh: DR. KH Said Aqil Siroj MA

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Syukur Alhamdulillah pada malam ini kita bisa merayakan bersama-sama hari
kelahiran tokoh besar pemimpin ummat Nabi Besar Muhammad SAW dalam suasana damai dan
sejahtera. Walaupun beliau lahir dan tampil sebagai pemimpin dunia lima belas abad yang
lampau, tetapi dampak dan jejak serta manfaatnya tetap bisa kita rasakan sampai hari ini. Hal itu
tidak lain karena apa yang disampaikan Oleh Nabi Muhammad baik yang tertuang dalam Al
Quran maupun Sunnah, tidak hanya berupa aturan-aturan yang abstrak, tetapi merupakan ajaran-
ajaran yang konkret yang bisa diterjemahkan ke dalam perilaku sehari-hari, di mana beliau
sendiri menjadi uswatun hasanah (teladan yang baik), bagi umatnya hingga hari ini. Keluhuran
akhlak Nabi itu ditegaskan bahwa; “kaana khuluquhul qur’an, seluruh berperilaku Nabi adalah
cerminan dari nilai-nilai luhur yang ada dalam Al Quran.

Nabi Muhammad diutus dengan mengemban tugas profetik atau tugas suci liutamimma
makaarimal akhlaq (menyempurnakan akhlak manusia). Tentu saja ini tugas yang sangat berat,
dan itu misi yang hampir mustahil karena mengembangkan akhlaq atau moralitas di tengah
masyarakat dunia yang sedang dalam suasana jahiliyah yang sangat mapan dengan sistem sosial
yang penuh diskriminasi, dengan sistem ekonomi yang penuh penghisapan; dengan sistem
kekuasaan yang penuh penindasan; dan sistem religinya yang penuh kemusyrikan. Sistem yang
sudah kokoh itu yang harus dibongkar dan dirombak oleh Nabi untuk diganti dengan sistem
kehidupan baru yang lebih adil, lebih manusiawi.

Dalam mengawali tugas besar itu, maka yang pertama-tama ditanamkan oleh Nabi adalah nilai-
nilai tauhid atau keimanan. Ini merupakan langkah pertama membebaskan mereka dari
kesesatan. Selanjutnya dari keimanan itu lahirlah amal saleh, menuju nilai-nilai Islam yang sarat
dengan kemajuan peradaban dan pembebasan dari nilai-nilai kejahiliyahan. Dalam misi tersebut
sini benar-benar terintegrasi antara iman dan amal sholeh, yang tercermin dalam setiap tindakan.
Misi profetik yang diemban Nabi adalah menciptakan masyarakat berperadaban tinggi, yang
dilandasi oleh iman dan amal saleh.

Pembangunan Masyarakat dimulai di Madinah, mengingat kondisi Yatsrib (Madinah) sebagai


daerah sistem kemasyarakatan bersifat majemuk, plural. Karena itu dalam berbagai kesempatan
kami tanpa keraguan sedikitpun mengatakan bahwa; Nabi tidak mendirikan negara Islam tetapi
mendirikan negara Madinah. Pada masa itu penduduk Madinah sangat heterogen terdiri dari
kaum Muslimin yang berasal dari suku Quraisy (Muhajirin) dan kelompok Ansor (Suku Aus dan
Khazraj), kaum itu Yahudi terdiri dari Bani Quraidlah, Bani Qoinuqa’ dan Bani Nadzir, dan
kelompok Nasrani dari Najran. Dengan mereka itu Nabi membuat Piagam Madinah mengikat
masyaraakat majemuk tadi menjadi ummat wahidatan (satu Ummat) yang menjunjung
persamaan mengesampingkan perbedaan dan berjuang bersama dalam membela negara. Sebagai
pemimpin nabi meberikan perhatian yang besar terhadap seluruh kelompok masyarakat,
menunjukkan rasa kasih sayang, tetapi tetap tegas dan adil. Dalam masyarakat Madinah setiap
pemeluk agama mendapatkan hak hidup dan kebebasan menjalankan agamanya dengan seluas-
luasnya. Sebagai Contoh suatu ketika ada seorang Muslim membunuh seorang Yahudi, maka
Nabipun menegurnya dengan mengatakan;

‫من قتل ذميا فأنا خصمه و من كنت خصمه فلم يشم ريحة الجنة‬
Artinya: “Barang siapa memerangi kaum dzimmi maka akulah musuhnya, dan barang siapa
memusuhiku maka tidak akan menghirup aroma Surga”.

Ini menunjukkan betapa pandangan pluralis dan bersikap toleran itu telah dilaksanakan dengan
sungguh-sungguh oleh Nabi sejak awal. Dengan demikian Piagam Madinah bisa dilaksanakan
dengan efektif bagi seluruh anggota kelompok yang menandatangani Piagam tersebut. Semuanya
hidup rukun dan bebas menjalankan agama masing-masing di bawah kepemimpinan Nabi
Muhammad. Kehidupan itulah yang menyebar ke seluruh dunia termasuk yang datang dan
tumbuh di Nusantara.

Bapak Presiden, Ibu Negara, para menteri, pejabat tinggi negara, para duta besar negara-
negara sahabat, alim ulama, hadirin hadirat sekalian yang saya hormati

Aspek lain yang penting untuk diketengahkan dari kepemimpinan Nabi di Madinah yang relevan
dengan situasi sekarang sifatnya yang adil, tegas dan tidak nepotis. Suatu ketika tertangkap
seorang wanita karena mencuri, lalu Usamah bin Zaid meminta kepada Nabi untuk
membebaskan wanita tersebut dari hukuman. Tetapi dengan tegas Nabi menolak untuk
membebaskan pencuri tersebut dengan mengatakan:
“Seandainya Fatimah binti Muhamamad (anakku) mencuri, maka akan saya potong sendiri
tangannya.”

Dalam menerapkan risalahnya Nabi bertindak adil terhadap siapapun, kalau keluarganya sendiri
menyeleweng juga akan ditindak, bukan dilindungi. Dengan demikian hukum bisa ditegakkan
tanpa pandang bulu, karena ada law enforcement yang kuat.

Karakter Nabi lainnya yang patut kita contoh adalah sikapnya yang selalu mengasihi fakir miskin
dan rakyat jelata. Mampu melayani rakyat jelata sebagimana menghadapi para pembesar. Nabi
sendiri memilih cara hidup yang sederhana agar bisa bergaul dan merasakan penderitaan mereka
sehingga bisa memperjuangkan kepentingan mereka. Ajaran yang dibawa Nabi tentang zakat,
infaq dan keutamaan sedekah adalah untuk menciptakan pemerataan kesejahteraan dan
kerukunan. Tujuan pelaksanaan zakat dan sedekah itu sangat jelas:

‫كى ل دولة بين الغنياء منكم‬

Artinya: Agar harta-benda tidak hanya berputar di lingkungan orang-orang kaya. (QS. Al
Hasyr: 7)

Dan ajaran ini diterapkan Abu Bakar ketika orang yang tidak mau membayar zakat maka
dianggap keluar dari Islam, maka mereka yang melanggar ditindak secara tegas, ini
menunjukkan kepedulian pada masyarakat kecil, seperti yang dicontohkan Nabi.
Pada Masa pembebasan Kota Mekah Nabi memberikan keteladanan yang lain dengan
memberikan amnesti umum pada kelompok yang selama ini memusuhi beliau. Walaupun beliau
mereka usir dari tanah kelahirannya itu selama kurang lebih delapan tahun, tetapi beliau tidak
melakukan balas dendam, terhadap orang-orang yang dulu melakukan penyiksaan, penghinaan
terhadap Islam dan kaum Muslimin dan Nabi sendiri. Tetapi ada sekelompok shabat yang
dendam pada kekejaman orang kafir Quraisy di zaman dahulu, sehingga sesumbar dengan
geram; al yauma yaumul malhamah (hari ini adalah hari pembalasan), maka dengan tegas Nabi
mencegah kemauan sekelompok shabatnya itu dengan sikap sebaliknya dengan bahasa penuh
kesejukan; al yauma yaumul marhamah (hari ini adalah hari kasih sayang), hari untuk saling
memaafkan. Selanjutnya diumumkan; barang siapa masuk masjid maka mereka aman, dan
barang siapa masuk rumah Abu Sufyan Tokoh Quraisy juga aman, dan barang siapa yang
menutup rumahnya juga dijamin keamanannya; sehingga tidak ada pertumpahan darah dalam
pembebasan Mekah itu. Nabi diutus untuk menyempurnakan akhlak manusia, jauh dari rasa
dendam, apalagi dendam pribadi. Peristiwa ini diabadikan Allah dalam Al-Quran:

‫فبما رحمة من الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لنفضوا من حولك فاعف عنهم‬
‫واستغفرلهم‬
Artinya: “Dikarenakan rahmat dari Allah–lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka
(Quraisy). Seandainya kamu bersikap keras dan kasar tentulah mereka akan menjauh dari
sisimu, karena itu maafkan dan mohonkan ampun mereka.” (QS. Ali Imran: 159).

Dengan sikap lembut dan pemaaf itu misi Nabi justru lebih menumbuhkan simpati masyarakat.

Hikmah tarikh lain yang diajarkan Nabi adalah setelah pembebasan Mekah, berbagai suku di
Arab telah masuk Islam, sehingga membuat bangga sebagian kaum Muslimin yang jumlahnya
mayoritas. Sikap itu membuat mereka angkuh dan lengah dalam menjalankan perintah Allah dan
Rasulnya, sehingga mereka mendapat musibah besar ketika mendapat serangan dari orang kafir
di Khunain. Allah mencela hal itu dengan berfirman:

‫ويوم حنين إذ أعجبتكم كثرتكم فلم تغن عنكم شيئا‬


Artinya: Dan ingatlah peristiwa Khunain, ketika kamu congkak, karena banyaknya jumlahmu,
maka padahal jumlah yang banyak tu tidak memberi manfaat kepadamu sedikitpun." (QS. At-
Taubah: 25)

Allah dan Rasulnya menghendaki bagi kelompok mayoritas harus tetap rendah hati, sehingga
bisa menjadi pelindung bagi keompok minoritas yang lain.

Bapak Presiden, hadirin hadirat yang saya muliakan.

Peristiwa bersejarah yang perlu diperhatikan juga adalah saat beliau membagi-bagi harta
ghanimah (rampasan perang) setelah Peristiwa Thaif, Nabi meberikan porsi yang sangat sedikit
para sahabat pejuang Islam terkemuka dan telah lama berjuang. Sebaliknya memberi pembagian
yanag sangat besar pada tokoh-tokoh Quraisy yang baru masuk Islam walaupun mereka itu kaya-
raya, sehingga ada seorang sahabat yang memprotes;

“Berlaku adillah Muhammad!” Nabi menjawab; “Demi Allah apa yang saya lakukan ini
perintah Allah dan aku telah berbuat adil”. Selanjutnya Nabi mengatakan; “Akan muncul dari
umatku orang seperti ini yang hafal Al-Qur’an tetapi tidak melampaui tenggorokannya, mereka
itu lebih buruk dari binatang.”

Apa yang dikatakan Nabi benar tidak lama setelah Nabi wafat muncul kelompok Khawarij yang
bersikap tatharruf (ekstrem) sehingga mengkafirkan dan membunuh sesama Muslim. Inilah cikal
bakal munculnya radikalisme Islam seperti yang kita hadapi saat ini. Nabi mencela tindakan
mereka, karena merugikan Islam dan menyengsarakan kaum Muslimin. Alhamdulillah saat ini
organisasi-organisasi Islam, kalangan masyarakat dan pemerintahn bergandengan tangan bersatu
padu menolak gerakan radikalisme. Karena gerakan itu terbukti tidak hanya melawan umat Islam
sendiri, tetapi berani menentang sahabat bahkan menentang Nabi, dengan mengatasnamakan
Islam dan keadilan.

Efektivitas kepemimpinan Nabi itu teah menciptakan kehidupan yang sebelumnya penuh
kekerasan menjadi kehidupan yang penuh kedamaian. Ini merupakan pelajaran penting bagi
umat Islam sesudahnya dalam membangun masyarakat, bangsa dan negara. Kuncinya adalah
bersatunya iman dengan amal saleh, bersatunya antara aturan dan kata dengan perbuatan.
Rupanya teladan yang telah diberikan Nabi kita ini menginspirasi para Bapak Pendiri Bangsa
kita, dan diterapkan dengan sangat tepatnya dan dalam rumusan yang sangat indahnya saat
membuat dasar negara dengan pertama-tama meletakkan fundasi Ketuhanan yang Maha Esa,
yang dalam bahasa agama disebut ketauhidan atau keimanan, bagi bangsa Indonesia.

Berdasarkan ketauhidan itu kemudian dilanjutkan dengan prinsip kemanusiaan, persatuan,


permusyawaratan dan keadilan (yang mencerminkan amal saleh). Semuanya ini tertuang dalam
Pancasila yang menjadi dasar negara kita, di mana Sila pertama mencerminkan amanu
(keimanan), sedangkan empat sila berikutnya mencerminkan amilus sholihati (dan amal saleh).
Karena itu kedudukan Pancasila mempunya posisi kuat, baik secara syar’i (agama) maupun
secara siyasi (politik). Karena itu Pancasila diterima dengan sepenuh hati sebagai dasar hidup
bermasyarakat dan bernegara.

Setelah lebih dari satu dasawarsa reformasi masih banyak persoalan yang kita hadapi dan ini
merupakan problem besar yang perlu segera diselesaikan. Dengan sumber daya yang ada dan
dengan ilmu pengetahuan yang ada serta dengan semangat dan iman dan moralitas yang ada, kita
optimis berbagai persoalan rakyat dan bangsa ini bisa diatasi dengan petunjuk dan keteladanan
yang diberikan oleh Nabi. Problemnya saat ini kenapa kita masih sulit meneladani langkah dan
perbuatan yang telah diwariskan oleh Nabi Muhammad. Hal itu tidak lain karena masih terlalu
besarnya interes pribadi dan kelompk dibanding kepedulian pada kepentingan umum atau umat.
Hal itu disebabkan orang terpukau oleh arus kehidupan modern yang materialistik dan
hedonistik. Padahal kekayaan dan kekuasaan itu hanya sebagai sarana untuk menuju keridloan
Allah, karena harta dan kekuasaan itu tidak langgeng dan hanya amanah atau titipan oleh Allah,
dan setiap saat Allah bisa mengambilnya kembali, sebagaimana difirmankan;

‫قل اللهم مالك الملك تؤتى الملك من تشاء وتنزع الملك ممن تشاء وتعز من تشاء وتذل من‬
‫تشاء بيدك الخير إنك على كل شيء قدير‬
Artinya: “Katakanlah; Wahai tuhan yang memiliki kekuasaan, engkau memberi kekuasaan
kepada orang yang engkau kehendaki dan engkau mencabut kekuasaan dari orang yang engkau
kehendaki. Engkau muliakan orang yang engkau kehendaki dan kau hinakan orang yang engkau
kehendaki. Di tanganmu segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau maha Kuasa atas segala
sesuatu.” (QS. Ali Imran: 26)

Tentu saja harta harus dicari, tetapi dengan jalan yang halal. Mencari harta untuk memenuhi
hajat hidup itu termasuk ibadah dan tergolong amal shaleh. Mesti diketahui bahwa harta harus
ditasarufkan untuk hal hal yang baik, sehingga harta menjadi bermakna. Karena kalau harta
hanya dikumpulkan untuk kesenangan pribadi dengan mengabaikan kepentingan orang lain
apalagi kepentingan rakyat dan negara, maka di situlah mulai timbul berbagai penyimpangan
seperti korupsi kolusi dan sebagainya. Padahal Allah sudah mengingatkan bahwa harta yang
diperoleh dengan cara tidak benar itu akan sia-sia;

‫لن تغني عنهم أموالهم ول أولدهم من الله شيئا‬


Artinya: "Tidak berguna sama-sekali, harta dan anak-anak mereka bagi Allah." (QS. Ali Imran:
10).

Bagaimanapun kekuasaan, kepemimpinan bahkan kehidupan sendiri adalah amanah dari Allah
SWT, yang harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya. Amanah adalah salah satu sifat para Nabi
dan Rasul yang harus diteladi oleh umatnya. Dengan dengan amanah itulah kebenaran dan misi
Islam bisa disampaikan, sebagaimana firman Allah :

‫إن الله يأمركم أن تؤدوا المانات إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا بالعدل‬

Artinya: "Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila menetapkan hukum di antara manusia, hendaklah kamu menetapkan
dengan adil." (QS. An-Nisa: 57).

Karena kepemimpinan dan harta adalah amanah maka Islam menetapkan prinsip para pemimpin
yang memiliki kekuasaan agar menerapkan kekuasaannya sesuai dengan amanah yang mereka
emban tanpa ditambah atau dikurangi:

‫تصرف المام على الرعية منوط بالمصلحة‬


(kebijakan pemimpin terhadap rakyatnya harus merujuk pada kemashlahatan umat).

Komitmen kerakyatan bagi seorang pemimpin adalah sebuah kemestian dalam pengertian ini.
Bahkan ditegaskan lagi oleh Mujtahid besar Imam Muhammad Ibn Idri As Syafii, bahwa;

‫منزلة المام من الرعية منزلة الولي من اليتيم‬


(Posisi pemerintah dalam hubungannya dengan rakyat seperti posisi wali terhadap anak yatim).

Ibarat anak yatim, maka rakyat harus dilindungi dan dijaga hak-hak mereka, disalurkan
aspirasinya. Mengambil hak rakyat sama dosanya dengan mengambil hak-hak anak yatim,
karena itu harus dijauhi. Kebijakan yang mengabaikan kepentingan rakyat sama dengan
mengambil hak rakyat itu sendiri, ini yang mesti diperhatikan oleh setiap pemimpin.

Bapak Presiden, hadirin hadirat sekalian yang berbahagia.

Keteladanan yang diberikan Nabi tentang bagaimana menyantuni rakyat dan mengatasi fakir
miskin dengan menggerakkan zakat, dan sedakah serta bentuk –bentuk pendistribusian kekayaan
dan kesejahteraan lainnya. Segala bentuk monopoli kekuasaan maupun kekayaan haruslah
dihindarkan agar kesejahteraan umum terjamin. Saat ini konsentrasi kekayaan di sekelompok
orang masih saja terjadi di sana sini, sehingga mengurangi kesempatan yang lain. Pemerintah
mesti peka pada persoalan ini, langkah pemerintah ke arah ini sudah ada, tetapi perlu terus
digiatkan agar tidak bocor, menyimpang atau berhenti di tengah jalan. Rakyat perlu diberi akses
sebesar-besarnya pada sumber-sumber ekonomi. Dengan demikian monopoli kekayaan bisa
diurai sehingga pemerataan kesejahteraan yang terjadi.

Dengan diutusnya Nabi Muhammad kita bisa memperoleh petunjuk dari Allah menuju jalan
yang benar, jalan menuju keadilan dan ketakwaan. Begitulah misi besar Nabi Muhammad yang
membawakan ajarannya dengan melalui keteladanan, menunjukkan ajaran Islam yang dibawa
bisa diterapkan sesuai dengan kemampuan umat manusia. Dengan perjuangannya yang penuh
ketabahan dan penuh optimisme itu Islam bisa melakuakn perubahan tata kehidupan Dunia
hanya dalam waktu singkat, sehingga benar-benar menjadikan umat manusia memperoleh
petunjuk dan kedamaian. Itulah sebabnya Islam disebut sebagai agama rahmatan lil alamin, yang
ini dicontohkan langsung oleh Nabi. Dan akan tetap relevan shalihun fi Kulli zaman wa makan
(relevan sepanjang zaman dan setiap tempat). Dalam waktu yang relatif singkat, kurang dari
seperempat abad ajaran dan pengaruhnya telah menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Dalam hal ini Allah berfirman:


ُ ‫كال ّذي‬ ْ
َ ‫ن أوُتوا ال ْك َِتا‬
‫ب‬ ُ َ ‫حقّ وََل ي‬
َ ِ َ ‫كوُنوا‬ َ ْ ‫ن ال‬َ ‫م‬ِ ‫ل‬َ ‫ما ن ََز‬َ َ‫م ل ِذ ِك ْرِ الل ّهِ و‬
ْ ُ‫شعَ قُُلوب ُه‬ َ ‫خ‬ ْ َ ‫مُنوا َأن ت‬ َ ‫نآ‬َ ‫ذي‬ِ ّ ‫ن ل ِل‬ ْ َ ‫أل‬
ِ ‫م ي َأ‬
َ
َ
‫ن‬
َ ‫قو‬ ُ ‫س‬ِ ‫م َفا‬ ّ ‫م وَك َِثيٌر‬
ْ ُ‫من ْه‬ ْ ُ‫ت قُُلوب ُه‬ ْ ‫س‬ َ ‫ق‬ َ َ ‫مد ُ ف‬َ ‫م اْل‬
ُ ِ‫ل ع َل َي ْه‬
َ ‫طا‬َ َ‫ل ف‬ ُ ْ ‫من قَب‬ ِ
Artinya: “Belumkah datang waktunya bagi orang beriman untuk tuduk hati mereka mengingat
Allah dan kepada kebenaran yang telah diturunkan dan janganlah mereka seperti kaum
sebelumnya walaupun telah diturunkan kitab kepadanya, kemudian berlalaulah masa yang
panjang atas mereka, lalau hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan di antara mereka
adalah orang-orang yang fasik.” (QS. Al-Hadid: 16)

Kecerdasan, kecerdikan memang sangat diperlukan untuk meraih kemajuan, tetapi perlu diingat,
semuanya perlu dilandasi dengan nilai moral dan kerendahan hati. Karena seringkali orang
berbuat salah dan tidak bisa melihat kebenaran bukan karena buta matanya, tetapi karena buta
hatinya:

‫صاُر‬ َ
َ ْ ‫مى اْلب‬
َ ْ‫ن ب َِها فَإ ِن َّها َل ت َع‬
َ ‫مُعو‬
َ ‫س‬
ْ َ‫ن ي‬ َ ‫ن ب َِها أ َوْ آ‬
ٌ ‫ذا‬ َ ‫قُلو‬ ٌ ‫م قُُلو‬
ِ ْ‫ب ي َع‬ ْ ُ‫ن ل َه‬ ُ َ ‫سيُروا ِفي اْل َْرض فَت‬
َ ‫كو‬ ِ ِ َ‫م ي‬
َ
ْ َ ‫أفَل‬
‫دوِر‬ ّ ‫ب ال ِّتي ِفي ال‬
ُ ‫ص‬ ُ ‫قُلو‬
ُ ْ ‫مى ال‬ ْ ِ ‫وَل َك‬
َ ْ‫ن ت َع‬

Artinya: “Apakah mereka tidak berjalan di atas bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan
itu mereka dapat memahami atau mempunyai telingan untuk mendengar. Karena sesungguhnya
bukan mata (kepala) mereka yang buta, tetapi yang buta adalah (mata) hati mereka yang ada di
dada.” (QS. Al Hajj: 46).

Seringkali kebutaan hati, ketidak kepekaan nurani itu yang menghalangi seseorang untuk
memperoleh kebenaran yang sesungguhnya. Bahkan kalau hati sudah buta, walaupun mata
melihat dengan terang benderang, realitas yang terpampang di depan mata tidak kelihatan,
kalaupun kelihatan sama sekali tidak menyentuh hati dan perasaan mereka, karena ketajaman
perasaan telah tumpul, kepepekaan sosial juga telah hilang. Di situlah pentingnya para pemimpin
terutama para pejabat tinggi untuk selalu mengasah hati agar memiliki kepekaan yang tinggi
dalam menangkap setiap aspirasi yang berkembang di masyarakat. Di sini selain diperlukan aqal
(rasio), tetap juga dibutuhkan ketajaman dzauq (rasa) yang ada dalam qalbu manusia.

Bapak Presiden, hadirin-hadirat yang dirahmati Allah

Cahaya iman dan etika itu yang menjiwai dan menginspirasi perkembangan keilmuan dan
peradaban Islam. Ilmu pengetahuan yang dilandasi dengan keimanan itu, kemudian dilaksanakan
dengan kerendahan hati bahwa ilmu ini dari Allah dan ditasarufkan sebesar-besarnya bagi
kesejahteraan umat manusia. Dengan prinsip semacam itu maka ilmuwan yang beriman saat
mencapai karir keilmuannya bukan semakin congkak, bukan semakin feodal, tetapi semakin
merunduk hatinya, baik di hadapan Tuhan maupun dihadapan sesama manusia. Karena itu
sangatlah arif apa yang diajarkan oleh para pujangga kita, yaitu ilmu padi, semakin tua, dan
semakin berisi maka semakin merunduk. Ini sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana banyak
diamalkan oleh para ulama.

Semua contoh dan keteladanan Nabi itu bukan hanya untuk diceritakan, tetapi untuk diwarisi dan
dilaksanakan dalam kehidupan sehari, hari, baik dalam kehidupan pribadi, kehidupan keluarga,
masyarakat bernegara dan berbangsa. Insyallah.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Komentar:

beni fitriantoko menulis:


SUBHANALLAH....................
Luar biasa ahlaq rosululloh itu, beliau seharusnya dijadikan figur bwt kita selaku umat islam.

ALLOHUAKBAR!!!!!!!!!!!!!!!!!
valia menulis:
terima kasih Kyai... ceramahnya sungguh luar biasa.. semoga kedamaian bisa terwujud di tanah
air.. sudah jelas apa yang dicontohkan Nabi, bagaimana manajemen kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.. moga kita semua sedikit banyak bisa mewarisi keteladanan tersebut..
amiin
salafy totok menulis:
Mantaaaaaaaaaaappppp, Kyai. Kami setuju banget uraian diatas yang sangat sesuai dengan
kondisi bangsa saat in. Matur suwun.
MUJIB menulis:
mantap.kyai sangat setuju
muzayin menulis:
semoga isi ceramah ini bermanfaat bagi kita semua,terutama para pemimpin di negeri yang
plural ini,mulai dari pemimpin keluarga hingga pemimpin negara, AMIN,AMIN,AMIN,...YA
ROB BAL 'ALAMIN
yusran harefa (Ketua IPNU NIas SUMUT) menulis:
terimaksih kepd pak kiai said.... yag telah membrikan pencerhsan ttg teladan rasulululah
dihadapan para pejabat negar moga semua itu dapat diaplikasikan agar negara ini benar2 dpt
terwujud sebg negara yg baldatunn thtibatun w rabbun ghafur... femah ripah loh
jinawi....amiiinnn
heru almarzuki menulis:
kalau semua pemimpin yg ada di indonesia khusus'y pemerintah dan ..., sudah dapat mencerna
thdp isi dan makna yg terkandung dlm setiap ceremoni PHBI semisal maulid ini,mungkin sluruh
rakyat akan merasa betah dan kerasan tinggal di negara ini.dan akan loyal thdp kebijakan yang di
keluarkan oleh pemimpin'y..,terima kasih kiyai atas tausyiah'y.mdh2n qita smua dpt
mengamlkn'y...
Abufikri menulis:
Keteladan yang paling penting dalam ibadah dari Rasulullaah adalah keteladanan shalat sebab
beliau bersabda shalat adalah amal ibadah yang pertama kali dihisab di hari kiamat. Bila
shalatnya benar, maka benar pula amal ibadah yang lain. Bila shalatnya rusak, maka rusak pula
amal ibadah yang lain.

Sudahkah kita shalat sesuai dengan contoh yang diberikan oleh Rasulullaah? Bila belum, bisa
jadi shalat kita rusak.

Wallaahu a'lam.
churdaini menulis:
isinya bermakna sekali, sesuai dgn sikon bangsa sekarang. skrang yang perlu contoh sikap dan
prilakunya, betul?
Muhammadiyah Rafiq, M.H.I(Sek. PCNU Kab.Tebo) menulis:
Subhanallah pak kiyai, semoga menjadi panutan agama, bangsa dan negara, slm ta'dim
Gus Sobron menulis:
Terima kasih, Kyai..
Taushiahnya mantaaap...luar biasa
amir Husni menulis:
Nasehat yang langsung begini yang harus sering sering dibagibagi kepada pemimpin kita. dan
jangan lupa anggota DPR juga perlu dibagi, sebeba mereka yang suka mementingkan diri ama
kelompoknya aja
Moh. Kamali menulis:
Allohu Akbar !
Semoga kita dan para pemimipin kita bisa meneladani Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan
sehari2.
Untuk KH Said Aqil, Perbanyak artikel2 ilmiyah.. terutama sejarah, supaya kami, akar rumput
NU, sedikit mengenal historika para pendahulu...
Salam Ta'dzim Wattakrim...
ismatul hakim menulis:
Subhanallah. Inilah salah satu ciri-cirinya ulamaul akhirah. Dia berkata benar di hadapan
pengasa dan petinggi negara. Kejayaan NU dan bangsa Indonesia akan terjadi, jika terdapat
beberapa ulama yang tidak membutuhkan harta dan kekuasaan dunia krn semuanya semu dan
fata morgana. Ulama spt ini hanya mengharapkan Ilmu dan Ridho Allah. Ta'ala. Ilmu Allah tdk
dibatasi oleh ruang dan waktu baik di timur dan barat, di utara dan selatan, bahkan di langit dan
di bumi (di bawah tanah). Hanya NU yang punya itu semua, karena sejak awal para pendiri NU
komit dengan ucapan Nabi yaitu Ahlussunnah Wal Jama'ah, yang bernilai universal dan abadi,
seimbang antara dunia dan akhirat. NU besar kalau dipimpin oleh orang yang mendambakan
ilmu, iman dan amal. Salam.
A.Mukhlis Fadlil menulis:
Alhamdulillah............
Terimakasih Atas Mauidzohnya............
Moga2 Manfaat Dunya Akhirat..amiiiiiiin...
MOHAMMAD AMIN CHOIRI, SE MH menulis:
alhamdullilah KH AGIL SIROJ ceramahnya luar biasa seakan- akan kita bisa melihat sisi nabi
Muhammad SAW dari segi akhlak yang caem buanget.

http://www.nu.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=27471

Anda mungkin juga menyukai