Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Sejarah
Kelompok 4
presentasi
Sejarah
Kelompok 4
KELOMPOK 2
1. Febrian edi inugroho (04)
2.Sugeng Widodo
3. Ulfa rohmah
4. Yulia safitri
Menu utama
1. Pertem puran medan area
Hari "H" ditentukan tgl 27 Oktober 1946 pada jam 20.00, sasaran pertama
Meda timur dan Medan selatan. Tepat pada hari "H", Batalyon A Resimen Laskar
rakyat di bawah Bahar bergerak menduduki Pasar Tiga bagian Kampung
Sukarame, sedangkan Batalyon B menuju ke kota Matsum dan menduduki Jalan
Mahkamah dan Jalan Utama. Di Medan barat Batalyon 2 Resimen lasykar rakyat
dan pasukan Ilyas Malik bergerak menduduki jalan Pringgan, kuburan China dan
Jalan Binjei.
Inggris telah menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada Belanda. Pada
saat sebagian pasukan Inggris bersiap-siap untuk ditarik dan digantikan oleh
pasukan Belanda, pasukan kita menyerang mereka. Gerakan-gerakan batalyon-
batalyon Resimen Lasykar Rakyat Medan Area rupanya tercium oleh pihak
Inggris/Belanda. Daerah Medan selatan dihujani dengan tembakan mortir.
Pasukan kita membalas tembakan dan berhasil mengehentikannya.
Sementara itu Inggris menyerang seluruh Medan selatan. Pertempuran jarak
dekat berkobar di dalam kota. Pada keesokan harinya kota Matsum bagian timur
diserang kembali. Pasukan Inggris yang berada di Jalan Ismailiah berhasil
dipukul mundur.
Sementara pertempuran berlangsung, keluar perintah pada 3 November 1946
gencetan senjata diadakan dalam rangka penarikan pasukan Inggris dan pada
gencatan senjata itu dilakukan, digunakan untuk berunding menentukan garis
demarkasi. Pendudukan Inggris secara resmi diserahkan kepada Belanda pada
tanggal 15 November 1946.
Tiga hari setelah Inggris meninggalkan kota Medan, Belanda mulai melanggar gencatan
senjata. Di pulau Brayan pada tanggal 21 November, Belanda merampas harta benda
penduduk, dan pada hari berikutnya Belanda membuat persoalan lagi dengan menembaki
pos-pos pasukan Laskar di Stasiun Mabar, juga Padang Bulan ditembaki.
Pihak Laskar membalas. Kolonel Schalten ditembak ketika meliwati di depan pos
Lasykar. Belanda membalas dengan serangan besar-besaran di pelosok kota. Angkatan
Udara Belanda melakukan pengeboman, sementara itu di front Medan selatan di Jalan
Mahkamah kita mendapat tekanan berat, tapi di Sukarame gerakan pasukan Belanda dapat
dihentikan.
Pada tanggal 1 Desember 1946 pasukan kita mulai menembakkan mortir ke sasaran
pangkalan Udara Polonia dan Sungai Mati. Keesokan harinya Belanda menyerang kembali
daerah belakang kota. Kampung Besar, Mabar, Deli Tua, Pancur Bata dan Padang Bulan
ditembaki dan di bom. Tentu tujuannya adalah memotong bantuan logistik bagi pasukan
yang berada di kota. Tapi walaupun demikian, moral pasukan kita makin tinggi berkat
kemenangan yang dicapai.
Karena merasa terdesak, Belanda meminta kepada Pimpinan RI agar tembak
menembak dihentikan dengan dalih untuk memastikan garis demarkasi yang membatasi
wilayah kekuasaan masing-masing. Dengan adanya demarkasi baru, pasukan-pasukan yang
berhasil merebut tempat-tempat di dalam kota, terpaksa ditarik mundur.
Selagi kita akan mengadakan konsolidasi di Two Rivers, Tanjung Morawa, Binjai dan
Tembung, mereka diserang oleh Belanda. Pertempuran berjalan sepanjang malam. Serangan
Belanda pada tanggal 30 Desember 1946 ini benar-benar melumpuhkan kekuatan laskar
kita. Daerah kedudukan laskar satu demi satu jatuh ke tangan Belanda. Dalam serangan
Belanda berhasil menguasai Sungai Sikambing, sehingga dapat menerobos ke segala arah.
Perkembangan perjuangan di Medan menarik perhatian Panglima Komandemen
Sumatera. Ia menilai bahwa perjuangan yang dilakukan oleh Resimen Lasykar Rakyat
Medan Area, ialah karena kebijakan sendiri. Komandemen memutuskan membentuk
komando baru, yang dipimpin oleh Letkol Sucipto. Serah terima komando dilakukan pada
tanggal 24 Januari 1947 di Tanjung Morawa. Sejak itu pasukan-pasukan TRI memasuki
Front Medan Area, termasuk bantuan dari Aceh yang bergabung dalam Resimen Istimewa
Medan Area.
Dalam waktu 3 minggu Komando Medan Area (KMA) mengadakan konsolidasi,
disusun rencana serangan baru terhadap kota Medan. Kekuatannya sekitar 5 batalyon
dengan pembagian sasaran yang tepat. Hari "H" ditentukan 15 Februari 1947 dan jam "j"
adalah pukul 06.00. Sayang karena kesalahan komunikasi serangan ini tidak dilakukan
secara serentak, tapi walaupun demikian serangan umum ini berhasil membuat Belanda
kalang kabut sepanjang malam. Karena tidak memiliki senjata berat, jalannya pertempuran
tidak berobah. menjelang subuh pasukan kita mundur ke Mariendal. Serangan umum 15
Februari 1947 ini adalah serangan besar terakhir yang dilancarkan oleh pejoang-pejoang di
Medan Area.
Sampai menjelang Agresi Militer ke I Belanda, yang mana pasukan RI di Medan Area
berjumlah yang riel sebesar 7 batalyon dan tetap pada kedudukan semula yang membagi
Front Medan Area atas beberapa sektor, ialah Medan timur, Medan selatan, Medan barat
dan Medan utara. Dan begitu pula membagi Medan atas 4 sektor yang sama, dan dengan
demikian mereka langsung berhadapan dengan pasukan kita.
Pada saat terjadi Agresi Militer Belanda ke I, Belanda melancarkan serangannya
terhadap pasukan RI ke semua sektor. Perlawanan terhadap Belanda hampir 1 minggu, dan
setelah itu pasukan-pasukan RI mengundurkan diri dari Medan Area.
2. Pertempuran 5 hari di semarang
Pertempuran 5 Hari atau Pertempuran 5 Hari di Semarang adalah
serangkaian pertempuran antara rakyat Indonesia di Semarang melawan
Tentara Jepang. Pertempuran ini adalah perlawanan terhebat rakyat
Indonesia terhadap Jepang pada masa transisi(bedakan dengan Peristiwa
10 November - perlawanan terhebat rakyat Indonesia dalam melawan
sekutu dan Belanda).
Selepas Magrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara, yang memberitahukan
agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera memeriksa Reservoir Siranda karena
berita Jepang menebarkan racun itu. Dokter Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus
segera pergi ke sana. Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan serangan
di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda. Isteri dr. Kariadi, drg.
Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi mengingat keadaan yang sangat genting itu.
Namun dr. Kariadi berpendapat lain, ia harus menyelidiki kebenaran desas-desus itu karena
menyangkut nyawa ribuan warga Semarang. Akhirnya drg. Soenarti tidak bisa berbuat apa-apa.
Ternyata dalam perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang ditumpangi dr. Kariadi
dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama tentara pelajar yang menyopiri mobil yang
ditumpanginya, dr. Kariadi ditembak secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul
23.30 WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat gawat. Nyawa dokter
muda itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40 tahun satu bulan.
Kejadian ini merupakan penyulut utama Perang Lima Hari di Semarang.
Kronologis
Sekitar pukul 3.00 WIB, 15 Oktober 1945, Mayor Kido memerintahkan sekitar 1.000
tentaranya untuk melakukan penyerangan ke pusat Kota Semarang. Sementara itu, berita
gugurnya dr. Kariadi yang dengan cepat tersebar, menyulut kemarahan warga Semarang. Hari
berikutnya, pertempuran meluas ke berbagai penjuru kota. Korban berjatuhan di mana-mana.
Pada 17 Oktober 1945, tentara Jepang meminta gencatan senjata, namun diam-diam mereka
melakukan serangan ke berbagai kampung. Pada 19 Oktober 1945, pertempuran terus terjadi di
berbagai penjuru Kota Semarang. Pertempuran ini berlangsung lima hari dan memakan korban
2.000 orang Indonesia dan 850 orang Jepang. Di antara yang gugur, termasuk dr. Kariadi dan
delapan karyawan RS Purusara.
Berdasarkan kejadiannya, kronologis pertempuran lima hari di Semarang dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. 7 oktober : pemuda Semarang berusaha melucuti senjata Tentara Jepang di Jatingaleh. Sementara
di saat yang sama, pimpinan Jepang dan pemuda berunding mengenai penyerahan senjata.
2. 13 oktober: suasana semakin menegang dan Jepang semakin terdesak.
3. 14 oktober : Mayor Kido menolak penyerahan senjata. Pukul 06.30, Aula RS Purusara
dijadikan markas perjuangan dan pemuda mencegat serta memeriksa mobil Jepang
yang lewat. Mereka juga menyita sedan milik Kampetai. Sore harinya, pemuda
menjebloskan Tentara Jepang ke Penjara Bulu namun pukul 18.00 Jepang
melancarkan serangan mendadak kepada delapan polisi istimewa yang menjaga
Resevoir Siranda di Candi. Kedelapan Polisi itu disiksa dan sore itu juga tersiatr kabar
kalau Jepang menebar racun dalam reservoir tersebut. Selepas Maghrib, dr. Kariadi
memutuskan untuk segera memeriksa reservoir itu namun istrinya, drg. Sonarti,
mencoba mencegahnya karena ia berpendapat bahwa suasana sedang sangat
berbahaya namun tidak berhasil. Sayangnya, dalam perjalanan dr. Kariadi dan
beberapa tentara pelajar, mereka ditembak secara keji. Dr. kariadi sempat dibawa ke
rumah sakit sekitar namun tidak dapat diselamatkan. Selain kejadian di atas, pada
hari itu juga terjadi pemberontakan 4.000 tentara Jepang di Cepiring.
4. 15 oktober : pukul 03.00, Mayor Kido menyuruh 1.000 tentara untuk melakukan
penyerangan ke pusat kota mendengar berita penangjkapann Jenderal Nakamura
dan berita gugurnya dr. Kariadi menyulut kemarahan warga Semarang. Di Semarang
juga terjadi penangkapan Mr. Wongsonegoro, Dr. Sukaryo, dan Sudanco Mirza
Sidharta.