Anda di halaman 1dari 23

PEMBANGUNAN BERDASARKAN NILAI TAMBAH DENGAN

ORIENTASI TEKNOLOGI DAN INDUSTRI

Ceramah Perdana Prof.Dr.lng.B.J.Habibie


PEMBANGUNAN BERDASARKAN NILAI TAMBAH
DENGAN ORIENTASI TEKNOLOGI DAN INDUSTRI:

DIALOG PEMBANGUNAN
CENTER FOR INFORMATION AND DEVELOPMENT STUDIES
8 Pebruari 1992
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Bapak Arifin Siregar yang saya hormati, Bapak Achmad Tirtosudiro, Bapak Sayidiman
Suryohadiprojo, Bapak-bapak dan Ibu-ibu, CIDES merupakan suatu pusat untuk
menganalisa dan memberikan informasi mengenai pembangunan. CIDES didirikan oleh
Yayasan Abdi Bangsa. Yayasan Abdi Bangsa adalah suatu yayasan yang didirikan untuk
mengabdi pada bangsa. Karena itu namanya Yayasan Abdi Bangsa, bukan abdi umat.
Bahwa ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia) yang mempersiapkan dan
merekayasanya, itu adalah suatu kebetulan. Proses ini adalah wajar dan normal
sebagaimana Persiapan dan perjuangan kemerdekaan adalah usaha seluruh bangsa. Para
pendahulu kita berjuang dengan caranya masing-masing, sambil memanjat doa kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa apakah mereka itu Kristen, Katholik, Budha, Hindu, atau
Islam. Jika seorang pejuang mengatasnamakan Budha atau yang lainnya, itu bukan
berarti ia berjuang karena aspirasi dari agamanya semata-mata, tetapi karena aspirasi dari
bangsanya. Sebagai orang yang berbudaya dan beragama, maka ia memohon agar
diberkahi oleh Tuhan Yang Maha Esa, sehingga perjuangan bangsanya mencapai
kemenangan. Sebagai manusia ia mendapatkan kekuatan dari Tuhan yang dipercayainya.
Jadi, saudara-saudara jangan salah sangka dan salah mengerti mengenai berdirinya
Yayasan Abdi Bangsa. Pendirian ini adalah atas inisiatif para tokoh bangsa ini, yang
kebetulan beragama Islam. Bertindak sebagai pelindung adalah Haji Muhammad
Soeharto, Bapak Presiden. Sedangkan para penasehat antara lain adalah Bapak Umar
Wirahadikusumah dan Pak Sudharmono. Pendiri lainnya adalah Ibu Tien, Ibu Adam
Malik, Ibu Sudharmono, Pak Arifin Siregar, Bapak Sayidiman Suryohadiprojo, Bapak
Try Sutrisno dan banyak lagi rekan-rekan ICMI. Yayasan Abdi Bangsa didirikan pada
tanggal 17 Agustus 1990 oleh 45 (empatpuluh lima) orang. Sebagai manusia Indonesia,
kita selalu mengacu pada angka-angka bersejarah.

Saudara-saudara.
Saya ingin mengutarakan pengalaman saya dalam menyumbangkan pandangan-
pandangan dan peranan aktif saya dalam pembangunan. Pertama kali, saya menjadi
penasehat Bapak Presiden untuk bidang teknologi kedirgantaraan dan teknologi canggih
pada bulan Agustus 1973. Tetapi, saya baru memulai tugas saya pada Januari 1974. Saya
diberitahu pada Agustus 1973 oleh Bapak Presiden sendiri dan waktu itu saya masih di
Jerman. Sedangkan Kabinet Pembangunan II ditetapkan pada April 1973. Kalau kita lihat
ke belakang, 25 tahun yang lampau, maka Pak Arifin dan saya termasuk dalam anggota
kabinet yang cukup lama membantu kepemimpinan Bapak Presiden, sebagai pembantu
dekatnya atau penasehatnya. Seorang menteri memberikan nasehat dalam berapa hal
yang kemudian diputuskan oleh Bapak Presiden. Sedangkan tugas yang bisa
didelegasikan dapat diputuskan oleh seorang menteri. Walaupun pada waktu itu saya
adalah penasehat untuk teknologi dirgantara, tetapi banyak langkah saya lakukan sampai
terbentuknya industri dirgantara. Karena saya sebagai penasehat harus memutuskan
melaksanakan pembangunan industri dirgantara. Oleh karena itu sekarang, satu tahun
sebelum kita memasuki Repelita VI, dan satu tahun sebelum kita memasuki tahap
Pembangunan Jangka Panjang II (PJPT II), saya rasa wajar kalau kita melihat kembali
apa yang telah dicapai dan melihat ke depan apa yang ingin dicapai, dan membuat
proyeksi dengan titik tolak tertentu. Jika tidak demikian, kita akan salah arah.
Baiklah saya mulai dengan apa yang telah kita capai. Sulit jika kita hanya berbicara
menengenai GNP perkapita. Saya berikan contoh saja. seseorang yang hidup di New
York dan mempunyai pendapatan US $ 600 per bulan akan kewalahan. Karena, dengan
US $ 600 ia dianggap berada di bawah garis kehidupan normal, karena GNP perkapita di
Amerika Serikat jauh dan lebih tinggi, Tetapi orang yang sama mendapat US $ 600
tinggal di Jakarta, adalah memadai, cukup memadai, apalagi jika ia di Bandung, dan lebih
lagi di Sumedang. Jadi kita tidak bisa melihat pembangunan hanya dari kaca mata GNP
perkapita. Sekalipun informasinya menarik, tetapi itu dapat memberikan kesimpulan-
kesimpulan yang salah.
Selanjutanya, saya ingin berbicara mengenai perkembangan perusahaan. Saya ingin
berbicara mengenai BPIS (Badan Pengelola Industri Strategis), Kelompok industri ini
telah membuat perhitungan rugi labanya. Pada saat kelompok industri ini akan dikelola
menjadi satu perusahaan. Sekarang ini pajak dan lain-lainnya masih terpisah, tetapi
nantinya akan menjadi satu, perhitungan labanya sudah menjadi satu. Untuk tahun 1992
saya belum rnengetahui laporan keuangannya karena sedang diperiksa oleh BPKP dan
BPK untuk dinilai apakah BPIS itu mempunyai laba atau tidak, Tetapi, untuk tahun 1991
laporan keuangannya telah selesai, dan kita juga sudah melunasi pajak.
Saya ditanya orang dari luar Negeri, berapa turn over dari industri strategis pada 1991 ?
Jika dihitung dalam US Dollar, jumlahnya kurang lebih mungkin US $ 2,8 milyar.
Sebagai perbandingan, turn over MBB, perusahaan pesawat terbang Jerman, kurang lebih
US $ 10 milyar atau US $ 12 milyar, Sedangkan pekerja BPIS adalah 47.000 orang
dengan turn over hanya US $ 2,8 milyar, MBB mempunyai pekerja 60.000 orang, dengan
turn over US $ 12 milyar. Jika kita tanya apakah MBB pada 1990 laba atau rugi, Toronto
rugi. Sekarang tanyakan pada Habibie, apakah BPIS menurut pemeriksaan BPKP dan
BPK laba atau rugi pada 1992?. Tanya saja Ir. Martiono. Pasti ia akan katakan BPIS laba
325 milyar rupiah. Dalam US Dollars sama dengan US $ 150 Juta. Seseorang dapat
mengatakan Pak Habibie melakukan manipulasi, mengapa turn over MBB itu besar tetapi
rugi, sedangkan turn over BPIS kecil tetapi laba. Mengapa demikian? Jawabannya
adalah, biaya satu karyawan di MBB adalah sekitar US $ 200.000 per tahun, sedangkan
biaya satu pekerja di IPI'N, misalnya, Rp 300.000 per bulan atau kurang lebih US $ 150,
katakanlah US $ 200 dengan segala-galanya. Jadi US $ 200 x 12 bulan = US $ 2.400 per
tahun. Jadi dari human resources cost saja hanya 1 0%. Belum lagi dari over head. Over
head cost ditambah human resources cost menjadi sekitar US $ 6. 000 per tahun.
Sedangkan MBB US $ 200.000 per tahun. Dari sini secara implisit kelihatan interpretasi
GNP perkapita yang saya katakan US $ 600 per bulan di New York tidak cukup, tetapi
memadai untuk hidup di Jakarta.
Jadi angka-angka yang menunjukkan besarnya besar turn over, jumlah pekerja, dan GNP
perkapita memang menarik bagi tokoh perbankan seperti Pak Arifin Siregar. Ia adalah
tokoh perbankan dan nasional. Ia pernah diabadikan sebagai the best bankir of the world
pada tahun 1980 an, dan saya sangat bangga mempunyai kawan seperti Pak Arifin yang
telah saya kenal lebih dari 35 tahun. Kita pernah sama-sama di Jerman, sehingga sering
berbahasa Jerman. Tetapi bukan lalu menjadi orang Jerman, jiwanya tetap orang
Indonesia, Saya ini sebenarnya merasa malu di depan seorang tokoh bankir dunia saya
memberikan pandangan seorang insinyur. Tetapi, tidak ada salahnya, supaya beliau
mengerti bahwa saya juga memahami permasalahan keuangan. Bagi seorang bankir,
permasalahan ini sangat menarik karena turn over perusahaan tidak disimpan di dalam
lemari perusahaan, tetapi disimpan di bank. Apakah itu negatif atau positif, bankir selalu
mendapat fee, tidak peduli uang itu masuk atau keluar. Itulah hebatnya seorang bankir.
Tetapi, ia harus pandai-pandai berusaha agar supaya pemilik uang tiba-tiba tidak
melarikan diri, tidak ditipu dan terpercaya. Karena itu ia juga menentukan bunganya.
Karena bunga mengandung risiko, dan ditentukan oleh bank yang mengelola uang itu,
maka penentuan bunga bergantung pada jumlah uang yang beredar, tergantung pada
permintaan uang, tertantung pada indikator investasi, dan tergantung pada indikator
makro maupun mikro dari sistem moneter. Jika bunga telah ditentukan, maka bank lain
tidak dapat menawarkan bunga lebih rendah, karena harus bersaing untuk menarik
nasabah. Saya tidak mau menjelaskan lebih lanjut, Saya hanya ingin mengatakan bahwa
bagi seorang bankir GNP perkapita is very interesting.

Saudara-saudara,
Saya ingin memberikan contoh lagi. Saya harus memberikan contoh, sebelum menilai
pembangunan. Contoh berikutnya mengenai Taiwan dengan jumlah penduduk 20 juta.
GNP perkapitanya tahun lalu, untuk pertama kalinya. melewati US $ 12.000. Menurut
pakar ekonomi Taiwan yang saya temui di Teipeh tahun ini, mereka sudah tidak punya
utang, karena itu tidak mempunyai masalah DSR (Debt Service Ratio) lagi. Cadangan
devisanya mendekati US $ 90 milvar. Jika dilihat dari kreteria ini, maka Taiwan
tergolong negara kaya di dunia ini. Tetapi jika dilihat dari GNP perkapita, Taiwan kalah
dengan USA, Kalau dilihat dari jumlah manusia Taiwan kalah dengan USA, kalau dilihat
dari GDP jelas kalah dan AS. Amerika GDPnya sekarang sudah mendekati US $ 6.000
milyar. Anggaran pembangunan pemerintah Amerika sudah melampaui US $ 1 trillion.
Jadi besarnya atau kecilnya itu tidak menentukan; Ternyata apa yang menentukan adalah
policy, strategy, dan filosofi dari pemban~unan ekonomi.
Sekarang saya ingin sedikit menjelaskan pengalaman 25 tahun yang lalu. Saya
mendapatkan laporan, entah benar atau tidak, dari Deputy Bidang Industri BPPT, Satu
lembar mengenai perbandingan GDP negara-negara ASEAN dengan new industrial
society antara tahun 1965 sampai 1989. Saya lihat sumbernya ini adalah World Bank,
yang diolah kembali oleh Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI). Saya meminta Bapak
Billy Joedono untuk menceknya kembali. Apa yang menarik bagi saya ialah
perkemhangan tahun 1965 samapai tahun 1989. Sebelum tahun 1965 saya rasa tidak ada
gunanya karena Orde Baru dimulai sejak 1965. Kalau saya ambil tahun 1945, 1950, 1960
tidak banyak artinya, karena Orde Baru adalah yang pertama kalinya melaksakan
pembangunan berdasarkan GBHN dan suatu Repelita, yang setiap lima tahun dibentuk
dan ditetapkan bersama GBHN oleh sidang MPR, sekaligus dipilihnya Mandataris MPR.
Mandataris MPR itu ditugaskan untuk melaksanakan pembangunan atas nama bangsa dan
rakyat. Karena itu, saya hanya mulai tahun 1965 sampai 1989. Saya hanya ingin melihat
apa hasilnya pada 1989, Saya tadak dapat melihat hasilnya pada 1992 karena saya tidak
mempunyai datanya. Kita bandingkan tahun 1989 dengan tahun 1965. Saya tidak ingin
melihat hanya GNP perkapita. Jadi lebih baik saya melihat saja GDP secara absolut, dan
saya rasa tidak perlu saya jelaskan pengertian GDP di sini. GDP saya anggap sebagai
suatu performance, suatu prestasi dari suatu bangsa, suatu masyarakat yang
melaksanakan pembangunan ekonomi. Bagi saya pembangunan itu bukan saja
pertumbuhan ekonomi yang diutamakan, tetapi juga pemerataannya. Sedangkan kalau
saya memikirkan pertumbuhan ekonomi saja, bisa saja didapatkan double digit growth,
Bahkan akan lebih baik kalau saya tidak diberikan beban untuk memikirkan nasib si A, si
B dan sebagainya. Pada masa kolonial, economic growth mungkin lebih tinggi, tetapi
orang Indonesia tidak mendapatkan apa-apa beri saja orang Indonesia uang sebenggol
untuk makan. Pemerintah kolonial melaksanakan skenario ekonomi yang bertujuan
mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, tetapi hasilnya disedot masuk ke kas
Belanda.
Jadi, tidak ada masyarakat jika dalam kehidupan mereka tidak melaksanakan kegiatan
ekonomi, kecuali masyarakat dalam jaman batu. Selama masyarakat itu memiliki uang,
harus ada aktifitas ekonomi, tetapi aktifitas ekonomi tidak identik dengan suatu economic
policy yang diarahkan apakah ke economic growth ataukah ke development growth
apakah ke pertumbuhan ekonomi, semata-mata apakah kepada pertumbuhan
pembangunan,

Saudara-saudara.
Saya tidak mau mengkritik Orde Lama, karena saya tidak memahaminya. Tentang itu
mungkin saudara dapat bertanya kepada Pak Arifin Siregar karena beliau sudah di tanah
air, tetapi saya kira beliau juga di Eropa seperti saya tahun 50an. Kalau mau tanya.
tanyalah kepada Pak Cum, Pak Soemitro, karena ia lebih tahu, apakah pada waktu itu kita
mempunyai economic policy. Saya tidak tahu, tetapi ini bukanlah yang ingin saya
bicarakan. Jadi wajar kalau saya hanya melihat tahun 1965 sejak mulainya Orde Baru,
karena kita harus melihat bagaimana prestasi Orde Baru. Kalau saya melihat GDP yang
definisinya mencerminkan aktifitas ekonomi karena adanya policy for economic growth
atau policy for development growth, maka saya tidak tahu apakah di Filipina sekarang ini
terdapat policy pertumbuhan ekonomi atau pertumbuhan pembangunan, Itu masalahnya
Presiden Fidel Ramos bukan masalah kita, tidak perlu turut campur. Tetapi saya harus
mengetahui bagaimana prestasinya dalam bentuk berapa US dollar GDPnya dalam satu
tahun.
Sekarang, jika saya melakukan perbandingan dengan membagi performance, katakanlah,
GDP Filipina dibagi GDP Indonesia tahun 1965, GDP Thailand dibagi GDP Indonesia
tahun 1965, GDP Malaysia dibagi GDP Indonesia tahun 1965, demikian juga Korea
Selatan, Hongkong dan Singapura. Brunei belum lahir jadi tidak diperbandingkan. Apa
yang menarik adalah, pada 1965, GDP Filipina dibagi dengan GDP Indonesia adalah
1,66, berarti GDP Filipina lebih besar daripada Indonesia. Jika saya melakukan
perhitungan untuk tahun 1989, maka kelihatan GDP Filipina dibagi GDP Republik
Indonesia tahun 1989 ukan 1,66 tetapi 0,47. Bagi saya terjadi kemunduran dari prestasi
Filipina sebanyak minus 71,6% berdasarkan data terse but.
Lalu saya lihat bagaimana perbandingan dengan Thailand. dengan cara perhitungan yang
sama, Ternyata pada 1965 GDP Thailand dibagi GDP Republik Indonesia, adalah 1,12,
tetapi tahun 1989 perhitungan menghasilkan 0,746 atau minus 33,4%. Padahal, GNP per
kapita Thailand itu tinggi. Lalu saya lihat Malaysia, GDP Malaysia dibagi dengan GDP
Republik Indonesia tahun 1965 adalah 0,826. Untuk perhitungan yang sama tahun 1989
adalah 0,4 kali Republik Indonesia, Jadi performance-nya minus 51,6%. Saya terkejut
membaca laporan ini.
Sekarang kita lihat Singapura, GDP Singapura tahun 1965, adalah 0,27 kali GDP
Indonesia, dan GDP Singapura pada 1989 adalah 0,340 kali GDP Indonesia, berarti
adalah prestasi Singapura meningkat sebesar 12,6%. Sekarang kita lihat Korea. Pada
1965 GDP Korea dibagi GDP Indonesia adalah 0,826 kali, tahun 1989 GDP Korea dibagi
GDP Republik Indonesia adalah 2,27 kali. Prestasi Korea naik sebesar 174%. Sekarang
Hongkong. Tahun 1965 GDP Hongkong dibagi GDP Republik Indonesia adalah 0,59,
tahun 1989 rasio ini sebesar 0,563 atau performance Hongkong turun dengan minus
4,6%.

Saudara-saudara.
Berdasarkan perhitungan angka tersebut, saya tidak begitu memperhatikan angka GDP
perkapita, karena sebagaimana yang telah saya jelaskan ini memberikan kesan yang
membingungkan. Kesimpulan-kesimpulannya bisa saja salah. Belum tentu kesimpulan
saya dari perhitungan terse but benar, tetapi lebih jelas.
Kemarin saya bertemu dengan Sir Rubin, chairrnan and chief executive officer dari
perusahaan Roll Royce. Saya bertemu selama 3 hari dengan dia. Saya berikan angka
tersebut padanya, Dia datang kemari dalam rangka kunjungannya ke seluruh Asia.
Kami bertukar pikiran mengenai Persiapan globalization strategy in the next century. Ia
menyadari seluruh keuntungan Roll Royce rendah dalam kerangka strategi tersebut,
padahal nama dan pengalamannya hebat-hebat. Kita belum ada apa-apanya dalam strategi
industri. Ia setuju dengan angka-angka tersebut dan katanya, keadaan Filipina lebih buruk
lagi. Kalau ia bandingkan dengan Taiwan, ia terkejut karena Taiwan lebih hebat. Tetapi
ia katakan, " You are on the right direction. " Hanya, sekalipun Taiwan itu banyak
uangnya, yang menarik bagi seorang bankir, tetapi sebagai planner of nation's big
company there is limitation. The biggest 'limitation is human resources. The posibility to
overcome the problem is to develop human recources and science and technology.
Karena itu ia melirik ke Indonesia, yang dari sudut pandangan bankir belum begitu
menarik, tetapi projeksi untuk masa depan sangat meyakinkan.
Kebetulan juga, pada bulan Desember tahun yang lalu, saya bertemu dengan dua tokoh
nasional warga negara Indonesia dalam bidang bisnis. Pertama namanya Eka Wijaya,
Saya diskusi dengan Eka selama 2 hari mengenai perusahaan-perusahaannya, mengenai
idei-denya dan sebagainya, dan belum selesai. Tokoh yang kedua adalah Liem Swie
Liong yang bertemu pada 31 Desember 1992, Diskusi dengan Om Liem juga belum
selesai. Setelah lebaran Cina akan saya lanjutkan. Om Liem di kantor saya selalu melihat
model kapal terbang dan satu gelas. Ia merasa sudah tua dan sudah banyak bekerja
membantu pembangunan ekonomi. Dalam perumpamaannya, gelas tersebut diisi terus
dengan teh. Ia tahu caranya mengisinya, tetapi yang ia tidak tahu bagaimana
membesarkan gelas ini, sehingga setiap kali ia isi tidak tumpah isinya. Ia merasa tidak
mampu untuk itu, karena kemampuannya hanya mencari peluang pasar, yaitu mekanisme
untuk mengisi gelas, Saya bekerja dengan berbagai cara dan pikiran didukung oleh
pengalaman dan tim saya untuk membesarkan gelas itu. Apa kuncinya membesarkan
gelas tersebut? Saya jawab, "Human resources development and science and technology,
Science and technology can not be separated from the human resources." Tidak mungkin
ilmu pengetahuan dan teknologi bisa dipisahkan daripada sumber daya manusia tidak
mungkin sumber daya manusia bisa dipisahkan daripada ilmu pengetahuan dan teknologi,
hanya manusia yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu
membesarkan gelas (saya pakai perumpamaan Om Liem).

Saudara-saudara.
Bagi saya tidak ada bedanya, apakah ia itu pribumi atau nonpribumi, tidak ada bedanya,
apakah ia Islam atau nonIslam. Apa yang terpenting adalah kepentingan bangsa, Sebagai
seorang Bapak, saya tidak boleh membeda-bedakan anak. Tetapi kita harus
memperhatikan secara khusus anak-anak yang masih lemah. Yang kuat kita banggakan
dan kita ajari membantu adiknya yang lemah, karena adiknya itu juga anak sendiri.
Karena itu saya selalu katakan, kalau kita lihat GNP per kapita di Indonesia dari sudut
golongan, agama, atau dari sudut pri atau nonpri, maka tampak pemeluk agama apa, pri
atau nonpri yang GNP per kapitanya paling rendah. Sebagai pemimpin saya harus
memperhatikan yang paling rendah, walaupun pada prinsipnya tidak berarti saya tidak
membina mereka yang GNP per kapita tinggi. Jadi, jika saya katakan yang harus dibina
sebaiknya yang pribumi, karena yang nonpribumi itu sudah cukup mandiri dan kuat tanpa
pembinaan sudah bisa bergerak. Kalau ia dibina lagi, gerakannya lebih cepat yang dapat
memperbesar kesenjangan yang membahayakan, Karena itu sebagai pemimpin saya harus
terus melakukan pembinaan. Saudara-saudara jug a turut serta dalam pembinaan.

Saudara-saudara.
Sekarang kita lihat mengapa Singapura meningkat 12,6% relatif terhadap Indonesia. Saya
rasa tidak perlu berbicara lama mengenai masalah Singapura sebagai negara sangat kecil
yang tidak mengalami masalah perhubungan logistik seperti Indonesia yang begitu
kompleks, Jadi tidak bisa diperbandingkan. Bahkan semestinya Singapura dapat lebih
baik, tetapi mungkin tidak dapat lebih baik, karena ada hambatan seperti Taiwan. Taiwan
sekalipun tidak mempunyai DSR (Debt Service Ratio), tetapi tidak berarti tanpa masalah.
Taiwan menghadapi masalah yang besar. Kurs mata uang Taiwan terhadap US dollar
sudah meningkat hampir dua kali. Saya kira Pak Arifin lebih tahu. Selain apresiasi mata
uang, biaya buruh juga melonjak, harga pengembangan teknologi melonjak tidak hanya
satu dua kali bahkan gejalanya mungkin puluhan kali kalau Taiwan tidak hati-hati dalam
mengelola perekonomiannya.

Saudara-saudara.
Itu adalah permasalahan Taiwan. Sekarang saya tanya, mengapa Korea bisa 174,8% lebih
dari Indonesia? Saya rasa kita semua sadari bahwa untuk membangun, kita membutuhkan
tidak hanya sumberdaya manusia, tetapi juga prasarana ekonomi. Prasarana ekonomi
Korea berkembang karena Post Korean War, dalam rangka menghadapi Korea Utara
yang pada waktu itu (sekarang pun masih) bernapaskan komunis, dan berkonfrontasi
dengan Korea Selatan. Pengaruh komunis harus dibendung oleh super power Amerika,
maka super power Amerika, demi kepentingannya, menginjeksi kapital ke dalam
perekonomian Korea, bukan untuk ekonomi Korea, tetapi untuk kepentingan AS. Jadi
dengan kenyataan ini Korea diuntungkan oleh kepentingan dari suatu super power,
sehingga Korea tidak menghadapi permasalahan berat dalam prasarana ekonomi untuk
tinggal landas. Kita tahu saudara-saudara waktu kita mulai membangun, prasarana
ekonomi Indonesia sangat memprihatinkan, Kita harus membiayai sendiri, tidak ada jalan
lain karena tidak ada pihak lain yang membiayai. Kita membutuhkan dana sangat besar
untuk merehabilitasi, memperluas prasarana ekonomi, prasarana sumber daya manusia
termasuk kebutuhan dasar sumberdaya manusia, prasarana Iptek, dan sebagainya.

Saudara-saudara.
Jika kita lihat pembangunan dalam 25 tahun yang lalu dengan segala kekurangannya, kita
tidak punya hak dan tidak wajar untuk mengatakan pembangunan tidak berhasil.
Keberhasilan ini berkat pimpinan Bapak Presiden yang dibantu oleh semua anggota
kabinet, semua aparatur pemerintah, pihak swasta dan siapa saja di bumi Indonesia.
Sekarang kita memasuki tahap kedua pembangunan, titik tolaknya lain dari pada 25 tahun
yang lalu, yaitu penekanan pada manusia Indonesia, Penduduk Indonesia yang hidup di
bawah garis kemiskinan adalah 17%, sedangkan pada 1965 sekitar 60%, bahkan saya
pernah baca angka 67% yang tertinggi, dan 52-55% yang terendah, katakanlah 60%.
Suatu prestasi yang luar biasa dapat menurunkan angka kemiskinan secara drastis, Jadi
kalau pada awal tahun 65an manusia Indonesia tuntutannya adalah keinginan untuk
diikutsertakan dalam pembangunan, sekarang tuntutan berubah, yaitu keinginan untuk
menikmati hasil pembangunan. Kualitas manusiannya telah berbeda. Generasi penerus
tidak pernah mengenal serba kekurangan relatif seperti tahun 1965. Kualitas hidup bukan
saja dalam pengertian memakan protein dan karbohidrat lebih banyak, tetapi kualitas cara
berpikirnya dan berkarya yang harus bersifat kritis dan berbudaya.

Saudara-saudara.
Kita harus sungguhsungguh dalam mengevaluasi apakah cara pembangunan yang kita
laksanakan terdahulu sudah benar. Untuk hal itu saya harus menyinggung penjelasan
ekonomi sekalipun saya bukan ahli ekonomi, Saya hanya sebagai manusia yang berusaha
mengerti ekonomi, berusaha mengerti ekonomi moneter, nasional, perdagangan, industri
makro dan mikro. Karena saya memimpin banyak perusahaan yang harus membuat laba,
maka harus mengerti ekonomi. Kalau saya tidak mengerti ekonomi saya tidak dapat
mengambil kebijaksanaan untuk mendapatkan laba. Saya bukan ahli ekonomi kalau mau
dikatakan ahli hanyalah ahli konstruksi pesawat terbang, karena latar belakang
pendidikan saya.

Saudara-saudara.
Kita mengenal ekonomi mikro dan makro, kita mengenal nilai tambah (value added),
mengenal apa yang dikatakan keunggulan komperatif (comparative advantage). Saya
ingin meluruskan pengertian nilai tambah, sehingga koheren dan berbahasa yang sama.
Saya telah sering kali, sebagaimana Bapak-bapak dan Ibu-ibu ketahui, menjelaskan nilai
tambah, peranan teknologi, peranan ilmu pengetahuan dan peranan sumberdaya manusia.
Saya selalu membuat suatu contoh yang sangat sederhana, sehingga mudah dimengerti.
Saya berikan contoh, suatu mobil namanya si Kijang harganya 25 juta rupiah dan
beratnya 1.000 Kg, Kijang ini katakanlah per Kgnya 2.5 juta dibagi 1,000 sama dengan
25.000 rupiah per Kg. Bandingkan dengan si Baby Benz harganya 250 juta rupiah
beratnya 1.000 Kg, berarti, per Kgnya 250,000 rupiah. Siapa yang menentukan 250.000
rupiah per Kg untuk Baby Benz sedangkan si Kijang 25.000 rupiah per Kg bukanlah si
pembuat? tetapi masyarakat dalam hal ini pasar. Karena konsumen yang membeli dan
menilai, maka harga ditentukan ditentukan oleh pasar, bukan ditentukan pembuatnya.
Sekarang kalau si Kijang dan si Baby Benz itu tabrakan di Jagorawi, yang selalu rawan
kecelakaan, dan hancur menjadi besi tua, penadahnya dalam hal ini Krakatau Steel akan
membeli besi tua tersebut harganya bukan 25.000 rupiah per Kg untuk si Kijang dan
250.000 rupiah per Kg untuk si Baby Benz, tetapi semua 250 rupiah per Kg, karena besi
tua.

Saudara-saudara.
Dari situ saya mengambil kesimpulan, nilai 250 rupiah per Kg yang dibeli sebelum
dijadikan si Kijang mungkin nilainya lebih rendah lagi atau menjadi lebih tinggi sedikit
tidak lah menjadi soal. Tetapi rupanya nilai 250 rupiah per Kg itu bisa mengalami
beberapa proses engineering, sehingga nilai tambahnya itu menjadi 250.000 rupiah untuk
si Kijang, dan untuk Baby Benz nilai tambahnya itu 25.000 rupiah per Kg. Ini dapat
terjadi karena, kadar ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kualitas manusia yang
menciptakan nilai tambah lebih rendah pada Kijang dibandingkan dengan proses-proses
nilai tambah pada Baby Benz. Jadi kita mengambil kesimpulan bahwa nilai itu adalah
fungsi daripada teknologi, Science dan human resource. Sekarang orang bertanya,
Habibie itu insibyur, sehingga hanya memikirkan kapal terbang dan mobil saja,
bagaimana dengan bidang yang lain. Sebenarnya tanpa berpretensi menggurui dalam
kacamata saya, semua aktivitas ekonomi menghasilkan nilai tambah tertentu. Saya
berikan contoh, ada cost dari pelayanan (service) itu juga merupakan nilai dari pelayanan
yang diberikan pada Anda. Jadi, sebenarnya dalam perekonomian ada proses-proses nilai
tambah, perbedaaannya adalah ada proses nilai tambah yang hasilnya rendah, setengah
menengah, menengah, tinggi dan tinggi-tinggi sekali. Kalau manusia membuat pakaian,
manusia ini melaksanakan nilai tambah juga, ia beli kain dan sebagainya, mesin dan
sebagainya dan baju yang dihasilkan di jual menghasilkan nilai tambah juga. Tetapi yang
menentukan nilainya bukan produsen, karena bisa saja ia rugi, yang menentukan pasar.
Karena, membuat celana jean atau textile atau pakaian jadi teknologinya relatif sederhana
dan juga menghasilkan nilai tambah maka banyak orang yang bisa membuatnya, banyak
negara yang bisa membuat jean dan sejenis garmen, karena banyak yang menawarkan
maka di pasar yang permintaanya terbatas harganya ditentukan tidak sesuai dengan
kehendak daripada si pembuat jeans tersebut. Dalam hal ini walaupun pasar yang
menentukan, tetapi negara kaya jug a merasa bertanggungjawab sosial, yang kaya
katakanlah pasar Eropa, pasar Amerika Utara, pasar Jepang. Tanggungjawab sosial
negara kaya adalah harus membagi-bagi keuntungan. Karena banyak tawaran textile,
maka diterapkan kuota. Bagi yang ingin bekerja lebih keras mereka tidak mungkin
menerobos batasan ini. Negara-negara kaya secara global juga melaksanakan
pembangunan di dalam arti pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
kepada negara sedang berkembang hanya penekanan pada pemerataan itu terlalu rendah.
Menurut Pak Harto negara-negara kaya berjanji 0,47% daripada GDP akan dipergunakan
membantu negara berkembang. Tetapi sampai sekarang Amerika hanya mengeluarkan
0,2% dari GDPnya. Hanya negara-negara Skandinavia menurut Pak Harto yang telah
mencapai 0,47% dari GDPnya. Jadi masalah global tidak bisa mendukung secara luas
orientasi ekspor produk dengan nilai tambah rendah.
Saudara-saudara.
Saya perlihatkan pembuatan celana jean yang memanfaatkan teknologi yang relatif
rendah. Itu menghasilkan nilai tambah yang rendah, karena banyak persaingan dan pasar
yang menentukan harganya,sehingga produksi jenis ini sulit berkembang. Lain dengan
satelit, kapal terbang yang harganya ditentukan oleh pembuatnya, karena tidak banyak
yang menguasai, tidak ada hambatan-hambatan pasar. Sekarang kita membahas pesawat
terbang.
Menurut perkiraan yang diumumkan oleh Boeing, dalam 20 tahun yang akan datang,
jumlah penumpang antar benua akan meningkat 400%. Ada suatu formula empiris
berdasarkan pengalaman bahwa jika pesawat terbang untuk perhubungan antar benua
permintaannya meningkat dengan angka 100, maka pesawat terbang yang membawa
penumpang flyer airline atau commuter air line akan meningkat dengan angka 2 sampai 3
kali, bahkan ada teori yang mengatakan 4 kali pun sebetulnya normal. Karena, orang
yang terbang dari Jakarta dengan Boeing 747 pergi ke Amsterdam semuanya bukan orang
Jakarta, tetapi dari Malang, Surabaya, Semarang, Palembang. Medan, dan lain-lain. Jika
si penumpang dapat membiayai penerbangan Jakarta Frankfurt/Amsterdam, misalnya,
maka ia juga dapat membiayai penerbangan commuter. Jadi jika terjadi peningkatan 100
pesawat terbang antar benua itu, maka commuter air line akan meningkat 200-300
bahkan 400. Sekarang kita bertanya, siapa yang menciptakan pasar tersebut? Di dunia
pesawat terbang antar benua, terdapat 3 pesawat terbang buatan Air Bus Industries dari
Eropa, Boeing dan Mc Donnell Douglas dari AS, tidak ada yang lain. Tahun yang lalu
saya bertemu 4 kali dengan John Mc Doneld, 2 kali di Indonesia, 1 kali di Eropa, dan 1
kali di Amerika. Pertanyaan ialah apakah industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN)
bersedia bekerjasama dengan Mc Donnell Douglas mengembangkan MD12. Saya bilang
tidak. Ia terus membujuk dengan berbagai statistik, Sampai sekarang ia belum give up.
Paling jauh saya hanya bersedia untuk subkontrak, tetapi saya tidak mau ikut berperan
serta, Saya hanya ingin kita berkembang dalam industri pesawat terbang commuter yang
pasarnya jelas seperti yang saya katakan. Sekarang ini Mc Donnell Douglas hampir
bangkrut, karena subjoin besar bergantung pada pertahanan, antara lain berupa kapal-
kapal terbang tempur yang sangat sukses, belum lagi peroketan militer. Ketergantungan
Boeing pada pesanan militer hanya 20%-25%. Airbus sama sekali tidak ada. Jadi dalam
perhitungan, saya kira-kira dalam abad yang akan datang, hanya akan ada dua perusahaan
yang membuat kapal-kapal terbang antar benua walaupun mungkin saja akan ada
perusahaan yang ketiga. Yang ketiga itu mungkin datang dari Rusia, tetapi mereka ada
masalah internal dan external: internal, Rusia harus konsolidasi; dan external, sampai
sekarang tidak bisa mendapatkan dan tidak pernah -- sejak dari awal -- memperhatikan,
regulasi Federal Aviation Agency (FAA). Berbeda dengan IPTN yang memilih C-212
sebagai fase pertama, sebagaimana yang saudara ketahui. FAA regulation dari C-212 itu
berlaku sama seperti FAA regulation untuk Boeing 747. Kalau saya mengambil misalnya
dalam kelas pesawat seperti yang dibuat Australia untuk jenis pesawat kecil, katagori ini
tidak berlaku untuk pesawat terbang yang besar. Jadi sebagai penasehat Bapak Presiden.
saya menyadari proyeksi ke depan untuk menjadi subkontraktor perusahaan pesawat
terbang ukuran besar dan membuat pesawat-pesawat terbang commuter, maka saya
rancang tahap pertama itu adalah pesawat terbang yang paling kecil, tetapi harus
memenuhi persyaratan untuk pesawat terbang yang besar. Kalau saya ambil F-27
biayanya lebih rnahal daripada C-212, jadi untuk mengalihkan teknologi lebih banyak
yang harus saya bayar, dan yang membiayai adalah pasar domestik.

Saudara-saudara.
Sekarang kita lihat commuter airplane. Perusahaan Fokker, produknya adalah F-50, F-
100. Saya berbicara sebagai ahli konstruksi pesawat terbang. F-50 itu adalah konsep
aerodinamika tahun 1950-an, dan F-100 adalah konsep aerodinamika tahun 1960-an. Hid
up matinya pesawat terbang tergantung dari konsep airodinamika. Apa yang dikatakan
sebagai F-250 adalah F-27 dengan cockpit baru dan motor baru, tetapi airodinamikanya
sama. Saya mendengar dari pimpinan Fokker bahwa kemungkinan akan menghentikan
produksi F-50. Perusahaan lain adalah Aerospatile dari Perancis dan dengan Alinia, dari
Italia dengan pesawat terbang ADT-42 dan commuter ADT-72. Ini adalah konsep pada
ahir tahun 1960-an, dengan baling-baling type-nya F-27 tetapi konsepnya pada ahir tahun
1960-an. Selain itu Canon sekarang hanya berkonsentrasi pada DARD-8, sedangkan
DARD-7 sudah ditinggalkan. DARD-8 ini adalah konsep tahun 1966. Bristish Aerospace
memproduksi ATP, tetapi ini adalah konsep tahun 1990 sama dengan N-250. Masih ada
satu lagi dari Brazil yang belum berkembang karena masalah-masalah ekonomi tidak
menunjang, dan bisa kita abaikan.

Saudara-saudara.
Saya sampaikan di sini, kita sedang merancang N-250 untuk memasuki pasar tahun 1997,
sampai sekarang prosesnya masih sesuai jadwal. Peluncuran pertama November 1994,
dan penerbangan pertama antara Januari dan April 1995, sertifikasi diperkirakan dalam
1996, penyerahan pertama pada airlines Desember 1997, Pesawat terbang jenis ini
direkayasa sedemikian rupa sehingga dengan hanya memo tong di depan sayap dan di
belakang sayap terus dimasukkan bagian tertentu di depan dan di belakang dan kemudian
dipotong antara sayap luar, dipotong badannya di depan sayap dan ditaruh bagian tertentu
di antaranya dan disambung lagi, dan pada sayap kiri dan kanan dipotong bagian tengah
ditaruh bagian sedikit kita bisa dengan tidak merubah apa-apa dapat delivery on the same
production line pada 1997 pesawat baru jenis N-270.
Pesawat terbang kita itu adalah yang dinamakan pesawat terbang yang memanfaatkan
teknologi fly by wire. Pesawat terbang itu bisa bergerak dalam tiga dimensi, gerakan apa
saja, sedemikian rupa sehingga bisa mensimulasi atau membuat gaya-gaya yang
menggerakkan seluruh pesawat terbang itu. Informasi diberikan oleh manusia melalui
sistem kabel dan sistem hidraulik dan seterusnya, seperti pada Boeing 747, MD 11 dan
sebagainya, hanya pada Airbus A-20 dan pada Triple 7 yang akan datang, dan pada SAB,
tetapi SAB itu hanya satu sumbu, bisa.fly by wire. Informasi diberikan bukan melalui
kabel dan hidraulik tetapi melalui electrical wire yang memberikan informasi itu adalah
elektron yang memasuki semua permukaan sayap, buntut dan bisa mensimulasikan.
Apa perbedaan antara pemberian informasi melalui kabel dan hidraulik dengan melalui
elektron. Pada sistem kabel manusia yang harus konsentrasi, tetapi kalau melalui
elektron, maka antara manusia dan gerakan kapal terbang itu bisa dimasukkan komputer,
dan komputer ini yang menyaring semua gerakan dan bisa mensimulasi sehingga
seluruhnya aman, nyaman dan sebagainya. Saya hanya memperlihatkan bahwa ini the
high technology. N-250 bergerak sepenuhnya dengan fly by wire. Sekarang sedang
dilakukan testing yang akan selesai pada bulan Desember 1933. Di Amerika, ada suatu
perusahaan yang mempunyai suatu pesawat terbang, pesawat terbang mempergunakan
soft ware electronic, yang kalau kita merekayasa gerakan secara matematis, pilot yang
mengemudikan pesawat terbang itu bisa melaksanakan simulasi penerbangan seperti
dissimulator yang tidak bergerak, tetapi ini bergerak di udara. Kita sudah memakai 3 tes
pilot di situ untuk terbang 9 jam dan member US $ 800.000. Informasi yang kita
dapatkan dari situ ialah bahwa pesawat terbang, itu clean aerodynamic, longitudinal
stability-nya hebat sekali, Karena begitu hebat dan clean maka sangat sensitif. Karena fly
by wire N-250 itu dengan komputer, maka tidak akan terasa semuanya itu. Saya tidak
ingin memberikan kuliah dalam hal itu, saya hanya ingin memperlihatkan bahwa anak-
anak kita itu mampu menguasai semua itu. Anak-anak kita itu adalah sumberdaya
manusia terbarukan di bumi Indonesia, yang mampu menguasai teknologi dan mampu
mengimplementasikannya.

Saudara-saudara.
Saya sampaikan, skenarionya begini. Kita membuat dan anda menginvestasi, mungkin
dua milyar US dollar. Investasi saya adalah transfer teknologi pada Anda. Saya akan
perlihatkan bagaimana membuat pesawat terbang fly by wire. The latest state of the art
yang telah saya kembangkan hampir 10 tahun, sejak tahun 1987, yang penyerahannya
pada 1997. Saya perlihatkan laporan-laporannya. Anda harus tahu kalau pembuatan Casa
212, tidak memanfaatkan computation full dynamic untuk merekayasa seluruh bentuk
pesawat terbang dan hanya meniupnya di terowongan angin sebanyak kurang lebih 600
jam. N-250 direkayasa dengan memanfaatkan the latest state of the art of technology
dalam aerodynamic, memanfaatkan computation of full dynamic, memanfaatkan super
computer, dan sebagainya, di mana adik-adik kita menjadi lebih pintar dan sekarang
sudah melampaui 6,000 jam di tiup di terowongan angin untuk benar-benar sampai ke
detail rekayasa, Prof Gerlach dari The National Science Council yang pakar dalam
aerodynamic datang kemari dan setelah mengamati lebih dari 1 tahun ia datang kepada
saya. Ia katakan sebagai the most beautiful aerodynamic design airplane. Pendapat ini
juga disampaikan oleh pakar-pakar Amerika waktu di simulator pesawat terbang.
Saudara-saudara.
Perlu saya jelaskan, keunggulan komparatif dan value added is hand in hand in the whole
economy, Hanya, yang harus diperjuangkan adalah value added yang mana, yang
membuat jeans atau kapal terbang, That is the question, Kalau jeans banyak yang
memproduksi, dan masalahnya saingan besar. Tetapi kalau suatu produksi tidak ada
saingannya, bisa menjadi singularity in your economy.

Saudara-saudara.
Saya ingin menegaskan untuk tidak mempertajam perbedaan antara ekonomi yang
berdasarkan nilai tambah dan ekonomi yang berdasarkan keunggulan komparatif, karena
kedua-duanya adalah hand in hand, That is economics, any economy berkisar pada dua
unsur yang penting itu. Bedanya ialah kita harus kembali dengan eksperimen mobil
kijang, apakah kita tetap hanya dengan teknologi-teknologi yang rendah dan menengah,
atau kita lari yang tinggi, Saya telah menjelaskan konsekuensinya dalam pemasaran,
sekarang saya mau menjelaskan konsekuensinya dalam pembangunan. Saya kembali, 25
tahun yang lalu produksi pupuk di Indonesia saya hafal itu karena Pak Harto selalu
menyebut hanya 100,000 ton, dan beliau mengatakan produksi pupuk sekarang 6 juta ton.
Kita telah mencapai swasembada pangan. Kalau ditanya berapa produksi padi,beras,
jawabnya 34 juta ton, Sekarang kita tahu juga makronya setiap tahun penduduk
meningkat 1,9%, mungkin kita bisa tekan 1,5%. Dengan pertumbuhan 1,5% per tahun
maka pada ahir Repelita tahap 25 tahun yang akan datang jumlah manusia Indonesia
mencapai 270 juta.
Kenapa kita sekarang swasembada pangan? Karena produksi beras kita tinggi. Kenapa
produksi beras kita tinggi? Karena kita berhasil meningkatkan produksi sawah untuk
menghasilkan beras. Mengapa produktivitas sawah itu bisa ditingkatkan? Karena kita
berhasil meningkatkan produktivitas sawah untuk menghasilkan beras. Mengapa
produktivitas sawah itu bisa ditingkatkan? Karena kita bisa mengembangkan bibit unggul
dan bisa memberikan pupuk secara reguler dan kita memiliki pestisida yang bisa
menghindari hama wereng dan sebagainya. Kita bisa bayangkan pada ahir Pelita X itu
tidak lagi 6 juta ton pupuk yang kita butuhkan karena manusianya lebih banyak, maka
produksinya harus lebih tinggi, lebih banyak dibutuhkan pestisida dan pupuk, mungkin
10 atau 12 juta ton. Kita juga harus terus menerus mengadakan riset untuk
mengembangkan padi unggul.
Salama 25 tahun produksi pupuk dapat kita tingkatkan menjadi 6 juta ton, Katakanlah 6
juta ton itu terdiri daripada 20 unit misalnya dengan setiap unit memproduksi 300.000
ton, atau 40 unit dengan 1 unit menghasilkan 150,000 ton, Kita mengetahui bahwa
teknologi bekerja secara efisien dan produktif dalam waktu terbatas, Misalnya, kalau kita
beli mobil yang baru tidak akan banyak permasalahan, tetapi kalau mobilnya sudah 10
tahun maka akan banyak kerusakan, apalagi kalau usianya 30 tahun cari spare part-nya
saja susah sekali. Demikian juga dengan pabrik pupuk, pabrik pupuk itu yang 1 unit saya
katakan memproduksi 150.000 ton, kalau kita ingin memproduksi 6 juta berarti kita
membutuhkan 40 unit . Pabrik dengan 40 unit itu setiap 30 atau 40 tahun habis, tidak bisa
dipakai lagi, dengan asumsi bahwa gas alam kita masih tetap ada. Berarti kita harus selalu
mempersiapakan uang untuk menggantinya, misalnya tahun ini 3 unit akan kita tutup,
kita harus ganti dengan 3 unit baru. Supaya on stand 3 unit yang baru itu harus 5 tahun
yang lalu sudah dipersiapkan. Jika saya ingin mempertahankan produksi 6 juta ton, tetapi
jika, saya ingin meningkatkannya karena rakyat saya bertambah, maka tidak mungkin
lagi hanya 40 unit, mungkin saya butuhkan 70 unit, jadi pertambahannya itu bertambah
banyak. Jadi pengeluaran untuk pabrik itu senantiasa harus ditingkatkan, karena dua hal
yaitu adanya pertumbuhan penduduk dan adanya depresiasi atau penyusutan dari alat-alat
itu, logikanya begitu.
Apakah pabrik pupuk itu dibeli oleh swasta, atau perusahaan pemerintah, bagi Pak Arifin
sama saja, Karena beliau ahli moneter, ahli bank, Karena semuanya itu, dalam pandangan
bankir, apa itu BUMN, apa itu swasta, tidak ada bedanya, ia hanya mengawasi agar
supaya produksinya tidak terlalu banyak, tidak terlalu sedikit, tidak ada stagnasi, Tetapi
tidak juga mengakibatkan inflansi, tidak mengakibatkan seribu satu macam
permasalahan,
Pada tahap pertama 25 tahun yang lalu, kita memiliki minyak dan gas yang bisa
menyediakan dana. Produksi kita juga masih akan tinggal landas, dan rakyat kita tidak
memberikan hambatan. Dahulu rakyat cukup diikutsertakan, sekarang ingin ikut
menikmati, dan jumlah rakyat lebih banyak lagi. Dahulu kita mempunyai mekanisme
untuk mendapatkan dana-dana secara murah, ada yang namanya grant dihibahkan tetapi
itu kecil, tidak mungkin suatu bangsa menghibahkan prasarana ekonomi pada bangsa
lain, tidak mungkin. Kalau pun dihibahkan ada maksud di belakangnya. Atau bantuan
dalam bentuk kredit dengan bunga yang berbeda-beda, yang lunak, yang setengah lunak,
yang komersial atau yang kombinasi komersial dan lunak, pokoknya selalu ada
bunganya, yang jelas bunganya itu tidak nol. Prinsipnya dapat uang, kalau bisa dengan
biaya semurah mungkin, kalau bisa tenggang waktu pengembaliannya diundurkan, kalau
bisa 20 tahun baru kita mulai mengembalikan, sekalipun bunganya harus kita bayar.
Semua itu diperhitungkan di kelola dengan baik.
Katakanlah saya mengeluarkan dana sejumlah US $ 1 milyar untuk pupuk yang
direkayasa salami 30 tahun, setelah itu saya tutup. Setelah 30 tahun harus saya ganti,
Untuk membiayainya katakanlah saya berhasil mendapatkan kredit dengan bunga 3% dan
tenggang waktu 20 tahun, Pada saat masa operasi pabriknya sudah habis (nol) saya masih
harus membayar angsuran kreditnya, berarti kapital yang US $ 1 milyar itu tidak
didepresiasi sepertinya tidak menyusu. Permasalahannya kita mungkin mendapatkan
pinjaman tidak hanya dari satu negara untuk membiayai produksi pupuk tetapi dari
manca negara. Akibatnya kita menderita, karena perubahan valuta membebani komitmen
kita pada orang lain. Kalau saya lihat dari situ, maka akan terjadi peningkatan komitmen
untuk membayar pinjaman, sedangkan asset kita menurun nilainya dan masalahnya kita
harus menambah besarnya asset itu, karena pertumbuhan jumlah manusia Indonesia,
Sulitnya lagi kalau 30 tahun kemudian saya datang mengetok pintu untuk mengadakan
tender, maka harga satu unit itu tidak lagi sama, mungkin 25, mungkin 50, mungkin 100
persen tergantung dari seberapa tinggi inflansi.

Saudara-saudara.
Saya baru saja bicara mengenai pabrik pupuk, tetapi juga berlaku untuk industri lain
seperti, kereta api, kapal terbang, telekomunikasi, perusahaan negara, semen, dan lain-
lain, Semua ini adalah program-program atau proyek-proyek dalam ekonomi yang
melalui berbagai proses dengan nilai tambah tinggi, kita harus sedini mungkin
mempersiapkan diri agar supaya mandiri. Kebutuhan itu bisa direkayasa dan dibuat oleh
kita sendiri, sehingga tidak ada commitment yang memberatkan. Kalau membutuhkan
dana, saya bukan ahli ekonomi dan tidak tahu mengenal modal, saya rasa bisa saja
dananya itu disediakan 100% dari dalam negeri dalam arti rakyat harus kencangkan ikat
pinggang. Rakyat harus menabung seperti masa Hitler dahulu dengan program
kemandiriannya. tidak apa itu kebijaksanaan tersendiri.
Jadi di sini saya ingin garis bawahi perbedaan dengan skenario berdasarkan pemikiran
mayoritas bahwa menyelesaikan masalah-masalah prasarana ekonomi dalam arti yang
luas dan masalah-masalah prasarana kebutuhan dasar manusia dalam arti yang luas, tidak
bisa lagi kita selesaikan hanya dengan memperhatikan kendala-kendala moneter. Tidak
bisa !, karena kita akan menghadapi masalah khusus. Permintaan atau dalam negeri
meningkat dan kalau kita tidak menguasai teknologi tidak memiliki human resource
untuk mengatasinya, maka satu-satunya jalan adalah belanja dari luar negeri. Kalau
demand-nya meningkat dan belanja dari luar, commitment juga meningkat berupa
kewajiban kita dalam mengembalikan pinjaman. Kita bisa kehilangan kontrol, oleh
karena itu saya berpendapat sudah sampai waktunya kita belajar dari pengalaman 25
tahun terdahulu sampai di mana kita telah berhasil sebagai satu bangsa yang telah lulus
berbagai ujian. Dengan kendala-kendala baru kita harus menghadapi pembangunan 25
tahun yang akan datang. Jelas kita masih membutuhkan kredit, sebagaimana pemerintah
Amerika juga menjual surat-surat berharga. Untuk membiayai sebagian dari program-
programnya,

Saudara-saudara.
Saya berpendapat, kita dapat banyak belajar dari pengalaman 25 tahun yang lalu -- how
to make it better, Bukan karena itu jelek, karena kondisinya sudah berubahe kendala-
kendala nasional, regional, dan global berubah. Saya tadi mendemonstrasikan contoh
mengenai high technology dengan contoh IPTN untuk memperlihatkan bahwa
pengembangan sumberdaya manusia di bumi Indonesia dan ilmu pengetahuan dan
teknologi di Indonesia itu bukan suatu yang tidak mungkin, Kemarin saya melihat kurva
mengenal IPI'N sejak 1987-1993, Insya Allah tahun ini pertama kalinya revenue atau
penjualan IPN melampaui 1,1 trilyun rupiah. Tahun lalu kita sudah malampaui 800
sekian milyar rupiah. Saya punya angka-angkanya.
Kesimpulannya, saya minta Anda untuk merenungkan kembali arti nilai tambah dan tidak
terlalu mempertentangkan nilai tambah dengan keunggulan komparatif (comparative
advantage) karena dalam ekonomi nilai tambah adalah dan keunggulan komparatif juga
normal. The problem is how to increase value added and how to increase your
technology and your recources together to get the highest value added. Ini yang. saya
perlihatkan dengan contoh IPTN bahwa IPTN bisa menghasilkan the same work With
less money dari pada saingannya. Selain itu saya minta dengan hormat untuk
memperhatikan kesimpulan saya, terutama untuk para ekonom, bahwa modal di dalam
suatu perekonomian definisinya bukan saja uang tetapi juga ide, seseorang tidak punya
uang, dan tidak punya ide, tetapi dia punya apa yang dalam bahasa Jerman disebut
beziehung atau relasi atau ia mempunyai hubungan yang erat dengan orang yang
membuat keputusan apakah dalam perusahaan A atau B -- maka orang itu mempunyai
modal, Saudara tahu bahwa modal dalam ekonomi itu luas sekali artinya, tetapi saya
ingin katakan bahwa dalam 25 tahun yang lalu, modal lebih banyak diartikan sebagai
uang. Itu benar, tetapi berdasarkan skenario yang saya katakan tadi, saya minta dengan
hormat untuk direnungkan karena saya berpendapat pada 25 tahun yang akan datang
mekanisme yang sudah ada harus dimanfaatkan dan disempurnakan jangan diganggu.
Hubungan antara comparative advantage dan nilai tambah tetap diperlihatkan. Saya
mohon perubahan penekanan di dalam memberikan perhatian dalam detail modal yang
artinya dalam ekonomi begitu luas. Kalau dahulu perhatiannya khusus pada masalah
moneter, karena kita masih mengalami permasalah inflasi dan sebagainva, sekarang saya
berpendapat bahwa perhatian pada modal memperhatikan 3 (tiga) hal, yaitu tetap pada
moneter, ditambah dengan pengembangan dan keuntungan pengembangan sumberdaya
manusia dan pada ilmu pengetahuan dan teknologi.
Saudara tahu bahwa di Bappenas ada apa yang namanya section 15 dalam APBN yang
tahun ini saya tahu jumlahnya 660 milyar rupiah atau US $ 330 juta, dan Bappenas
mengeluarkan program-program unggulan dalam pengembangan sumberdaya manusia
pada Menneg Ristek. Bappenas mempunyai program-program khusus untuk pendidikan.
Jadi dari makro ekonomi arahnya sudah ke situ. Memang itu yang saya tekankan
berdasarkan pengalaman 15 tahun sebagai Meneg Ristek dan 4 tahun 8 bulan sebagai
penasehat Presiden. Saya terus berkecimpung dalam ilmu pengetahuan dan teknologi
untuk pembangunan. Saya tidak akan pernah mengabaikan Iptek. Di dalam prasarana
tinggal landas itu termasuk prasarana pendidikan dan ilmu pengetahuan,
Saudara-saudara.
Saya berikan contoh, selama saya memimpin IPTN dan memberi nasehat pada Bapak
Presiden sering kali saya berbicara pada para ekonom dahulu -- dengan Pak Ali Wardana,
Pak Radius, Pak Sumarlin -- khususnya mengenal permasalahan keuangan. Saya juga
sering sekali berdiskusi dengan para Dirjen. Saya selalu mengatakan pentingnya
dukungan pada pengembangan sumberdaya manusia. Di Jerman, MBB dan Krup
menganggarkan pengembangan pendidikan 5% dari turn over dan untuk ilmu
pengetahuan dianggarkan 6% atau 10% dari turn over, Katakanlah 5% untuk pendidikan
ditambah 6% untuk riset menjadi 11%, dan pemerintahnya menyanggupi bahwa yang
dikenakan pajak bukan 100% dari turn over tetapi Ia dikurangi 11 %, hanya 89%. Itu kan
merupakan insentif, agar supaya perusahaan-perusahaan itu memikirkan sumberdaya
manusia dan pelaksanakan research and development Inilah caranya menjawab dan
melaksanakan pertanyaan dari Om Liem, bagaimana membesarkan gelasnya. Untuk
mencegah penyalahgunaan, pengawasannya harus ketat, Untuk itu manusia Indonesia
yang dipemerintahan pun, baik di Departemen Keuangan maupun di departemen teknis
yang lain, harus ditingkatkan kualitas kerjanya dan itu besar sekali kaitannya dengan
know how, Iptek plus efisiensi, iptek and efficiency means money, Kita harus menaikkan
pendapatan mereka,
Saudara-saudara.
Saya mohon untuk diperhatikan pentingnya penjelasan saya tersebut. Saya mempunyai
dua kesempatan lagi untuk bertukar pikiran dan juga mendapatkan bahan masukan dari
saudara dalam Konvensi Nasional Pembangunan Regional, pada 16-17 Februari 1993.
Insya Allah pada hari kedua atau yang terakhir saya sudah bisa membawakan curve
revenue IPTN yang saya sebutkan untuk Anda lihat sendiri, Saya hanya memberikan
pengantar mengenal dasar berpikir dari seorang yang telah mendapatkan kesempatan
empat Repelita dari yang telah dilaksanakan untuk lima Repelita ikut secara terusmenerus
mengembangkan bidang science and technology dan juga human resource development
dalam rangka melaksanakan tugas pembangunan bangsanya. Karena kita hanya dan harus
bekerja mungkin swampy umur 65 tahun, dan usia saya sekarang 56 tahun mau ke 57
tahun, jadi mungkin saya masih 1() tahun lagi untuk menjabat Menneg Ristek, kalau
masih dibutuhkan, dan Ketua BPPT. Sehingga, dalam 10 tahun itu masih bisa
merampungkan, bersamasama dengan generasi penerus, tugas mengamankan
kesinambungan sehingga benarbenar Insya Allah -- seperti Bapakbapak dari generasi
yang telah mempersiapka,n pembangunan 25 tahun yang pertama juga bisa lulus summa
cum laude.
Saudara-saudara,
Maksud dan tujuan dari Dialog Pembangunan CIDES ini tidaklah untuk mengadu
dombakan dan mempertanyakan siapa yang salah atau yang benar, Itu tidak penting.
Yang penting kita cari kebenaran yang paling menguntungkan bangsa dengan prinsip-
prinsip yang sehat dan profesional.
Terimakasih atas perhatian Saudara-saudara.
Wassalamu 'alaikum Wr. Wb

Anda mungkin juga menyukai