Anda di halaman 1dari 10

Pengaruh Modifikasi Media Dalam Proses

Pembelajaran Pendidikan Jasmani Di


Tingkat SLTP
Posted on 28 Oktober 2009 by KEPELATIHAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Suatu realita sehari-hari di dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) bidang studi Pendidikan
Jasmani berlangsung, masih banyak guru belum memberdayakan seluruh potensinya dalam
mengelola pembelajaran baik dalam menguasai materi maupun dalam menggunakan media
pembelajaran melainkan hanya menggunakan talk and chalk (berbicara dan kapur tulis),
sementara materi-materi dalam Pendidikan Jasamani (Penjas) dilakukan tidak hanya di dalam
ruangan saja/kelas yang dalam arti teori melainkan praktek di lapangan. Dalam praktek di
lapangan sering sekali didapati pembelajaran Penjas yang kurang efektif dan efisien. Dalam
pengajaran materi, kebanyakan guru tidak menggunakan media atau alat bantu. Padahal jika
dikaji lebih mendalam, dengan menggunakan alat bantu informasi/pesan yang akan disampaikan
akan lebih mudah ditangkap dan dicerna oleh siswa sehingga proses pembelajaran lebih efektif
dan efisien.  Hal ini disinyalir karena tidak tersedianya alat bantu tersebut dan kurangnya
kreativitas para guru. Tidak tersedianya media pembelajaran/alat bantu di sekolah menjadi salah
satu faktor penyebab guru malas dan kurang kreatif dalam mengelola pembelajaran sehingga
hanya bermodalkan talk and chalk.

Hal ini sering kita jumpai dalam KBM bidang studi Penjas yang efeknya dapat mengkondisikan
siswa dalam situasi Duduk Diam Catat Hafal (DDCH). Hal ini tentu bertentangan dengan tujuan
pengajaran Penjas yang sangat kompleks yang seharusnya bertujuan untuk meningkatkan aspek
kognitif, afektif, psikomotorik, dan sosial, melainkan hanya aspek kognitifnya. Di samping itu,
hal ini tentu bertentangan dengan harapan masyarakat  (orang tua anak) yang menginginkan
anak–anaknya tumbuh lebih kreatif, dapat menggunakan dan menerapkan ilmu pengetahuan
yang diperolehnya secara efektif dalam pemecahan masalah–masalah sehari-hari yang
kontekstual.

Hal ini sesuai dengan tuntutan  dari UU RI No: 20/tahun 2003, tentang Sistem Pendidikan
Nasional Pasal 40 ayat 2a: “ Pendidikan dan tenaga kependidikan berkewajiban menciptakan
suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis”.

Alat bantu ini sangat penting peranannya demi kelancaran proses belajar mengajar. Dari hasil
pengalaman Penulis selama kurang lebih lima (5) bulan dalam Program Pengalaman Lapangan
Terpadu (PPL-T) di SMP Negeri 8 Binjai, Sumatera Utara, masih mendapati kendala dalam
pembelajaran materi–materi dikarenakan tidak adanya alat bantu, seperti alat bantu untuk materi
tolak peluru dan renang dasar yang standar sehingga seringkali didapati masalah dalam
pengajaran materi ini. Tambahan juga dari pengalaman penulis ketika berenang di kolam renang
Sejahtera Club Chain (SCC) Unimed, sering mendapati suatu proses pembelajaran renang yang
menurut penulis kurang efektif dan efisien (gambar terlampir dalam Lampiran). Guru dalam
mengajarkan teknik dasar renang masih secara personal, sementara jumlah siswa lebih dari 30
orang. Secara logika tidak akan mungkin guru tersebut dapat melayani siswanya satu per satu. Di
samping itu juga, dengan luas kolam yang tidak terlalu luas dan pengunjung yang banyak
sungguh tidak memungkinkan si guru dapat mengajari murid–muridnya dengan efektif. Dampak
dari hal ini adalah banyak siswa yang tidak berenang, duduk manis dan tinggal mengisi absen,
dan yang lebih mengherankan, siswa justru lebih suka dengan hal yang demikian. Namun dalam
hal ini, menurut Penulis  perlu adanya suatu pemikiran yang inovatif dan kreatif dari guru Penjas.
Alat bantu tidak harus standar, tetapi dapat dimodifikasi atau direkayasa sedemikian rupa yang
menyerupai aslinya. Karena tujuan dari pembelajarannya adalah sekedar tahu apa itu tolak
peluru, apa itu renang dasar dan dapat melakukan teknik–teknik dasar dengan benar.

Tidak adanya suatu usaha dalam pengadaan alat bantu ini dipercaya akan berdampak buruk bagi
siswa, karena gurunya tidak akan mengajarkan materi ini. Secara otomatis siswa tidak akan
pernah tahu apa itu tolak peluru dan cara melakukannya. Gejala yang terjadi di lapangan adalah
pada saat pengajaran materi ini, siswa hanya dapat membayangkan saja, tahu secara tertulis
namun tidak pernah merasakannya secara nyata. Sementara jika dilihat dalam silabus materi ini
jelas–jelas dimasukkan menjadi salah satu materi yang harus diterima siswa baik dalam bentuk
teori maupun dalam praktek.

Jadi, hal ini sangat perlu dikaji dan benar–benar diperhatikan karena sangat besar manfaatnya
baik bagi kelancaran proses KBM, maupun pengembangan pengetahuan siswa mengenai materi-
materi dalam Pendidikan Jasmani secara menyeluruh. Oleh sebab itu, penulis yang juga seorang
mahasiswa jurusan Pendidikan Kepelatihan Olahraga (PKO) Fakultas Ilmu Keolahragaan (FIK)
Unimed tertarik dan berniat untuk berkreasi dalam melancarkan proses pembelajaran pendidikan
jasmani yang efektif dan efisien dengan  memanfaatkan barang–barang bekas/limbah
masyarakat. Sebagai gagasan, untuk membatu proses pembelajaran materi tolak peluru dapat
diusahakan dengan modifikasi peluru  menggunakan bola plastik bekas, semen, pasir kasar, air,
yang diatur sedemikian rupa. Untuk pembelajaran renang dapat diusahakan dengan modifikasi
pelampung menggunakan botol akua bekas yang ukurannya disesuaikan dan didesain sedemikian
rupa.

B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka dapat ditarik kesimpulan yang menjadi masalah dalam
hal ini adalah :

1. Apakah penggunaan media (alat bantu) dapat membantu kelancaran proses pembelajaran
Pendidikan Jasmani di sekolah yang lebih efektif dan efisien?
2. Bagaimana caranya memodifikasi alat bantu peluru dan pelampung dengan
memanfaatkan limbah masyarakat?
C. Tujuan dan Manfaat

1. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan karya tulis ini adalah untuk membuka wawasan bagi para guru
Pendidikan Jasmani untuk lebih kratif dan inovatif dalam menjalankan tugas dan
tanggungjawabnya.

2. Manfaat

Dengan dibuatnya karya tulis ini diharapkan para guru pendidikan jasmani termotivasi untuk
lebih kreatif dan inovatif dalam mendesain media/alat bantu pembelajaran materi yang efektif
dan efisien.

BAB II

KAJIAN TEORITIS

Dari judul di atas maka untuk meluruskan arti dari karya tulis ini perlu adanya penjelasan
mengenai; a) Hakekat media, b) Pengertian pembelajaran, c) Peranan media dan manfaatnya
dalam proses pembelajaran.

A. Hakekat Media

Dr. Soepartono dalam bukunya, “Media Pembelajaran” (2000: 3) menyatakan bahwa  media
adalah kata jamak dari medium, berasal dari bahasa Latin yang berarti perantara atau pengantar.
Pengertian secara harfiah ini selanjutnya menurunkan berbagai definisi media seirama dengan
perkembangan teknologi dalam pendidikan seperti yang dikatakan dosen Program D2 PGSD
Pendidikan Jasmani (1991), Association for Education and Communication Technology (AECT)
mendefinisikan media sebagai segala bentuk yang dipergunakan untuk memproses penyaluran
informasi. Sedang National Education Association (NEA) mendefinisikan bahwa media adalah
segala hal yang dapat dimanipulasi, dilihat, didengar, dibaca atau dibicarakan beserta perantinya
untuk kegiatan tersebut. Media sering juga disebut sebagai perangkat lunak yang bukan saja
memuat pesan atau bahan ajar untuk disalurkan melalui alat tertentu tetapi juga dapat
merangsang pikiran, perasaan dan kemauan sehingga dapat mendorong terjadinya proses belajar
pada dirinya.

B. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran adalah berasal dari kata belajar. Sebelum kita mengartikan apa itu pembelajaran,
terlebih dahulu kita harus mengetahui apa arti belajar. Drs. Husdarta dan Drs. Yudha M. Saputra,
M. Ed menyatakan dalam bukunya “Belajar dan Pembelajaran” (2000: 2) bahwa belajar itu
dimaknai sebagai proses perubahan tingkahlaku sebagai akibat adanya interaksi antara individu
dengan lingkungannya. Tingkahlaku itu menyangkut aspek pengetahuan, keterampilan, dan
sikap. Tingkahlaku dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu yang dapat diamati dan yang tidak.
Tingkahlaku yang dapat diamati disebut dengan behavioral performance, sedangkan yang tidak
dapat diamati disebut behavioral tendency.

Muhibbin Syah, M. Ed dalam bukunya “Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru” (1995:
89) menyatakan bahwa belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa
berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar
yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau
keluarganya sendiri. Beberapa pendapat dari para pakar tentang belajar yang dikutip dari buku
“Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru” (1995: 90) karangan Muhibbin Syah, M. Ed
adalah sebagai berikut :

Skinner, seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psychology :The
Teaching-Learning Proces, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi atau
penyesuaian tingkahlaku yang berlangsung secara progesif. Pendapat ini diungkapkan dalam
pernyataan ringkasnya, bahwa belajar adalah . . . a process of progressive behavior adaptation.
Berdasarkan eksperimennya, B.F. Skinner percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan
mendatangkan hasil yang optimal apabila ia diberi penguatan (reinforcer).

Skinner, seperti juga Pavlov dan Guthrie, adalah seorang pakar teori belajar berdasarkan proses
conditioning yang  pada prinsipnya memperkuat dugaan bahwa timbulnya tingkah laku itu
lantaran adanya hubungan antara stimulus (rangsangan) dengan respons. Namun, patut dicatat
bahwa definisi yang bersifat behavioristik ini dibuat berdasarkan hasil eksperimen dengan
menggunakan hewan, sehingga tidak sedikit pakar yang menentangnya.

Chaplin dalam Dictionary of Psychology membatasi belajar dengan dua macam rumusan.
Rumusan pertama berbunyi : . . . . acquisition of any relatively permanent change in behavior as
a result of practice and experience. Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif
menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman. Rumusan keduanya Process of acquiring
responses as a result of special practice, belajar adalah proses memperoleh respons–respons
sebagai akibat adanya latihan khusus.

Hintzman dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory berpendapat Learning is a
change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior. Artinya, belajar
adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh
pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi dalam pandangan
Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar
apabila mempengaruhi organisme.
Dalam penjelasan lanjutannya, pakar psikologi belajar itu menambahkan bahwa pengalaman
pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun sangat memungkinkan untuk diartikan
sebagai belajar. Sebab, sampai batas tertentu pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap
pembentukan kepribadian organisme yang bersangkutan. Mungkin, inilah dasar pemikiran yang
mengilhami gagasan everyday learning (belajar sehari–hari) yang dipopulerkan oleh Prof. John
B. Biggs.

Witting dalam bukunya Psychology of Learning mendefinisikan belajar sebagai : any relatively
permanent change in an organism’s behavioral repertoire that occurs as a result of experience.
Belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan
tingkahlaku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.

Bertolak dari berbagai definisi yang telah diutarakan tadi, secara umum belajar dapat dipahami
sebagai tahapan perubahan seluruh tingkahlaku individu yang relatif menetap sebagai hasil
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Sehubungan
dengan pengertian itu perlu diutarakan sekali lagi bahwa perubahan tingkahlaku yang timbul
akibat proses kematangan, keadaan gila, mabuk, lelah dan jenuh, tidak dapat dipandang sebagai
proses belajar.

C. Peranan Media dan Manfaatnya Dalam Proses Pembelajaran

Proses Pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi. Pengalaman menunjukkan


bahwa dalam komunikasi ini sering terjadi penyimpangan–penyimpangan sehingga komunikasi
tersebut tidak efektif dan efisien. Penyebab penyimpangan dalam komunikasi pembelajaran
antara lain adanya kecenderungan verbalisme dalam proses pembelajaran, ketidak siapan siswa,
kurangnya minat, kegairahan siswa dan lain–lain.

Salah satu upaya untuk mengatasi hal–hal tersebut di atas ialah penggunaan media dalam proses
pembelajaran. Ini disebabkan karena fungsi media dalam proses pembelajaran adalah sebagai
penyaji stimulus (informasi, dan lain–lain) dan untuk meningkatkan keserasian dalam
penerimaan informasi. Juga dalam hal–hal tertentu media mempunyai nilai–nilai praktis yang
sangat bermanfaat baik bagi siswa maupun guru.

Bagi siswa media yang dipersiapkan dengan baik, didesain dan digambarkan dengan warna–
warni yang serasi dapat menarik perhatian untuk berkonsentrasi pada materi yang sedang
disajikan sehingga membangkitkan keinginan dan minat baru untuk belajar. Dengan media guru
juga dapat mengatur kelas sehingga waktu belajar dapat dimanfaatkan dengan efisien. Manfaat
yang lain adalah media dapat dirancang sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat
terjadi kapan saja dan dimana saja tanpa tergantung kepada keberadaan seorang guru.

Manfaat media dalam proses pembelajaran secara umum adalah memperlancar proses interaksi
antara guru dan siswa untuk membantu siswa belajar secara optimal. Lebih khusus manfaat
media diidentifikasikan oleh Kemp dan Dayton (1985) sebagai berikut :
1. Penyampaian materi dapat diseragamkan
2. Proses instruksional menjadi lebih menarik
3. Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif
4. Jumlah waktu belajar-mengajar dapat dikurangi
5. Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan
6. Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja
7. Sikap positif siswa terhadap meteri belajar maupun tehadap proses belajar itu sendiri
dapat ditingkatkan
8. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif.

Berkaitan dengan penyeragaman materi, guru mungkin mempunyai penafsiran yang


beranekaragam tentang sesuatu hal. Melalui media, penafsiran yang beragam ini dapat direduksi
dan disampaikan kepada siswa secara seragam. Setiap siswa yang melihat atau mendengar uraian
melalui media yang sama akan menerima informasi persis sama dengan yang diterima oleh
teman–temannya.

Proses pembelajaran menjadi lebih menarik karena media dapat menyampaikan informasi yang
dapat didengar (audio) dan dapat dilihat (visual) sehingga dapat mendeskripsikan suatu masalah,
suatu konsep, suatu proses atau suatu prosedur yang bersifat abstrak dan tidak lengkap menjadi
lengkap dan jelas. Keingintahuan dapat bangkit melalui media. Untuk menghidupkan suasana
kelas, media merangsang siswa bereaksi terhadap penjelasan guru, membuat siswa ikut tertawa
atau ikut sedih. Media memungkinkan siswa menyentuh objek kajian pelajaran, membantu siswa
mengkongkritkan sesuatu yang abstrak dan membantu guru menghindarkan suasana monoton.

Media memungkinkan proses pembelajaran lebih interaktif karena adanya interaksi langsung
antara siswa dengan lingkungan. Tanpa media guru akan cenderung berbicara satu arah, namun
dengan media guru dapat mengatur kelas sehingga siswa ikut pula menjadi aktif.

Dengan menggunakan media, waktu lebih efisien. Seringkali seorang guru terpaksa
menghabiskan waktu yang cukup panjang untuk menjelaskan suatu konsep atau teori baru 
karena tidak menggunakan media, misalnya menerangkan teknik tangan renang gaya bebas pasti
memerlukan banyak waktu jika guru hanya menggunakan metode ceramah tanpa alat bantu lain.
Pada hal jika memanfaatkan media dengan baik, waktu yang dihabiskan pasti tidak sebanyak itu.

Penggunaan media tidak hanya membuat proses pembelajaran lebih efisien, tetapi materi
pelajaran dapat diserap lebih mendalam. Siswa mungkin sudah memahami permasalahan melalui
penjelasan guru. Pemahaman itu akan lebih baik lagi jika diperkaya dengan kegiatan melihat,
menyentuh, merasakan atau mengalami melalui media. Di samping itu, media dapat memperkuat
kecintaan dan apresiasi siswa terhadap ilmu pengetahuan dan proses mencari ilmu itu sendiri.

Dengan penggunaan media dalam proses pembelajaran peranan guru lebih positif karena; (1)
guru tidak banyak mengulang–ulang penjelasannya, (2) dengan mengurangi waktu untuk
menjelaskan maka guru dapat memberikan perhatiaanya kepada aspek–aspek pembelajaran yang
lain dan (3) peran guru meningkat bukan hanya sebagai pengajar, tetapi berperan juga sebagai
penasehat, konsultan dan manager.
 

BAB III

METODE PENULISAN

A. Teknik Pengumpulan Data

Karya Tulis ini disusun dengan menggunakan metode penulisan dengan teknik Kajian Pustaka
dari berbagai literatur. Pengambilan data dalam karya tulis ini adalah dengan teknik survei dan
pengamatan langsung terhadap model pembelajaran secara terpisah. Dalam pengamatan model
pembelajaran tolak peluru dilakukan di sekolah SMP Negeri 8 Binjai ( Juli 2008), sedangkan
pengamatan model pembelajaran renang dilakukan di Kolam Renang SCC Unimed (Pebruari
2009). Dalam pembelajaran tolak peluru, guru sama sekali tidak menggunakan alat bantu.
Sehingga siswa hanya dapat mendengar dan mengahayalkan apa itu tolak peluru dan seperti apa,
tidak mengalami secara langsung. Dalam pembelajaran renang guru juga tidak menggunakan
media atau alat bantu , hanya mengandalkan kemampuan diri sendiri saja, mengajari siswanya
satu persatu. Dengan jumlah murid tiga puluh orang sangat tidak mungkin dapat mengajari
siswanya dengan baik. Jadi, menurut Penulis metode pembelajaran yang digunakan itu adalah
kurang efektif dan efisien. Dengan menggunakan media/alat bantu pembelajaran yang tidak
harus akurat atau seperti sesungguhnya diyakini dapat membuat pembelajaran menjadi efektif
dan efisien. Media/alat bantu pembelajaran dapat dimodifikasi dan didesain sedemikian rupa
dengan menggunakan bahan bekas masyarakat. Oleh sebab itu, Penulis menyarankan kepada
semua guru Penjas ataupun semua insan yang bergerak dalam bidang pendidikan agar kiranya
dalam proses pembelajaran hendaknya menggunakan media atau alat bantu.

B. Teknik Analisis Data

Data-data yang didapat dengan teknik survei dan pengamatan langsung itu diolah dengan dua
tahap, yaitu:

1. Analisis masalah
2. Sintesis masalah

BAB IV

ANALISIS DAN SINTESIS MASALAH


A. Analisis Masalah

Dalam karya tulis ini yang menjadi inti permasalahan adalah (1) apakah proses pembelajaran
akan lebih efektif dan efisien dengan menggunakan media atau alat bantu. (2) Bagaimana cara
memodifikasi media atau alat bantu pembelajaran Pendidikan Jasmani di tingkat SLTP. Dalam
bagian Sintesis Masalah akan dibahas satu persatu dari masalah yang diperoleh.

B. Sintesis Masalah

1. Apakah proses pembelajaran akan lebih efektif dan efisien dengan menggunakan media
atau alat bantu?

Menurut Penulis, dengan menggunakan media atau alat bantu dalam pembelajaran Pendidikan
Jasmani di SLTP diyakini akan membantu proses pembelajaran yang lebih efektif dan efisien.
Mengapa? Karena dengan pemikiran secara logika untuk mengajari jumlah siswa kurang lebih
30 orang tanpa menggunakan media atau alat bantu, sangat kecil kemungkinannya semua
siswanya dapat menangkap apa yang diajarkan guru. Dari kenyataan yang diamati Penulis
terhadap pembelajaran Pendidikan Jasmani tanpa menggunakan media, kebanyakan siswanya
komplain dan sebagai dampaknya adalah siswa lebing senang bermain–main dan bahkan sama
sekali tidak ikut dalam proses pembelajaran.

Dr. Soepartono dalam bukunya “Media Pembelajaran” (2000: 14) menyatakan bahwa
penggunaan media atau alat bantu dalam proses pembelajaran sangat bermanfaat bukan hanya
untuk siswa saja melainkan bermanfaat juga bagi guru.

Kemp dan Dayton (1985) dalam buku karangan  Dr. Soepartono “Media Pembelajaran (2000:
15) juga mengatakan bahwa media itu sangat bermanfaat dalam proses pembelajaran, yaitu
sebagai berikut:

1. Penyampaian materi dapat diseragamkan


2. Proses instruksional menjadi lebih menarik
3. Proses belajar siswa menjadi lebih interaktif
4. Jumlah waktu belajar mengajar dapat dikurangi
5. Kualitas belajar siswa dapat ditingkatkan
6. Proses belajar dapat terjadi dimana saja dan kapan saja
7. Sikap positif siswa terhadap meteri belajar maupun tehadap proses belajar itu sendiri
dapat ditingkatkan
8. Peran guru dapat berubah ke arah yang lebih positif dan produktif.

2. Bagaimana memodifikasi media atau alat bantu pembelajaran Pendidikan Jasmani di


tingkat SLTP.
Dalam pengadaan media atau alat bantu pembelajaran Pendidikan Jasmani di tingkat SLTP dapat
dibuat dengan memanfaatkan bahan-bahan bekas masyarakat. Dalam hal ini penulis membatasi
cara pengadaan media pembelajaran yaitu pengadaan media atau alat bantu pembelajaran tolak
puluru dan renang.

1. Pengadaan peluru

Peluru dapat dibuat dengan bahan–bahan sebagai berikut: bola pelastik, pasir, semen, air,
timbangan. Proses pembuatannya adalah semen, pasir, dan air dicampur dan diaduk dengan
merata sesuai dengan porsinya. Setelah agak kering dan merata, dimasukkan ke dalam bola
plastik berukuran sedang kira – kira berdiametr 10 cm yang sudah dibuat lobang kecil dan diisi
penuh kemudian dikeringkan. Setelah kering, bola yang berisi campuran itu ditimbang dan
diujicobakan.

2. Pengadaan pelampung

Pelampung adalah salah satu media atau alat bantu yang dapat digunakan dalam pembelajaran
teknik dasar renang. Dalam hal ini pelampung dapat dibuat dengan menggunakan botol akua
berukuran sedang, benang pancing (nilon), lem setan, tali pelastik, yang dirancang dan didesain
sedemikian rupa.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Jadi, dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa media atau alat bantu itu sangat
bermanfaat bagi keefektifan dan keefisienan proses pembelajaran Pendidikan Jasmani dan juga
bermanfaat bagi guru. Dalam pengadaannya juga tidak terlalu sulit, hanya butuh kemauan dan
kreatifitas dari guru.

B. Saran

Oleh karena itu, penulis menyarankan kepada semua guru Pendidikan Jasmani agar tidak mudah
putus asa dalam mengajarkan materi-materi dalam mata pelajaran Penjas, dan sekaligus
mengajak para guru untuk berkreasi menyalurkan ide–ide yang mereka miliki yang mungkin
selama ini terpendam dalam pengadaan media atau alat bantu pembelajaran Pendidikan Jasmani
di tingkat SLTP. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi setiap pembacanya.

Anda mungkin juga menyukai