BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
bernegara yang lebih berat kepada lembaga eksekutif. Pada saat itu,
1
Dalam sistem presidensiil, kedudukan sebagai kepala negara dan kepala pemerintah merupakan
kedudukan yang menyatu dalam jabatan Presiden.
1
pertama Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia tanggal 18 Agustus
1945 menyatakan bahwa UUD 1945 adalah “UUD Kilat.”2 Hal ini
yang merdeka harus segera disiapkan. Oleh karena itu, hal tersebut
menyebabkan UUD 1945 menjadi UUD yang singkat dan sangat multi
butir 2), juga tidak diikuti oleh upaya lembaga legislatif untuk membuat
banyak pasal dalam UUD 1945 yang telah diatur lebih lanjut dengan
yang sangat besar oleh UUD 1945, dimana pada masa awal
bukan hanya sekedar berdasarkan Pasal 4, 5 10, 11, 12, 13, 14 dan 15
“Sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk menurut UUD ini, segala
2
Harun Alrasid, “Membangun Indonesia Baru dengan Undang-undang Dasar Baru (Menanti
Kelahiran Republik Kelima)” dalam Naskah UUD 1945 Sesudah Empat Kali Diubah oleh MPR,
(Jakarta: UI Press, 2004), hal. 153.
2
Nasional”3. Sebagai akibat dari ketentuan peralihan tersebut, presiden
kekuasaannya.4
berbagai masalah yang sampai saat itu masih diwarnai pendapat pro dan
3
Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2005), hal. 112.
4
A.K. Pringgodigdo, Kedudukan Presiden Menurut Tiga Undang-undang Dasar Dalam Teori dan
Praktek, (Jakarta: Pembangunan, 1956), hal. 11.
3
Diskusi dan kajian tentang negara di Indonesia pada umumnya
Kepercayaan yang tulus pada hal ideal ini mungkin yang mendasari
dari terpusatnya kekuasaan itu pada satu orang dan segala implikasi
4
konsep kekuasaan presiden yang sangat besar tesebut. Pandangan
bidang yang sudah tidak mungkin ditahan lagi, mengartikan bahwa sudah
disebutkan dalam UUD 1945 Pasal 10, 11, 12, 13, 14, 15 dan peraturan
5
Prinsip Checks and Balances merupakan implikasi diterapkannya sistem pemisahan kekuasaan
(separation of power) antar tiga cabang kekuasaan yakni eksekutif, legislatif dan yudikatif untuk
saling mengawasi, mengontrol dan mengimbangi secara sederajat satu sama lain.
Lihat Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Konstitusi Press,
2005), hal. 73 dan 235.
5
merupakan pelaksanaan peraturan perundang-undangan atau advis suatu
dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Hal ini pun tidak menutup pula
6
Padmo Wahyono, “Indonesia ialah Negara yang Berdasarkan Atas Hukum” dalam Politik Hukum
Tata Negara Indonesia, diedit oleh Hendra Nurtjahjo, (Jakarta: PSHTN UI, 2004), hal. 88.
7
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi, (Yogyakarta: FH-UII Press, 2004), hal. 6.
8
Ibid, hal. 9
6
kekuasaan antara eksekutif dan legislatif makin terjadi untuk
kekuasaan tersebut?
7
8
BAB II
PEMBAHASAN
terhadap politik melahirkan hukum tata negara atau yang disebut sebagai
9
Hendra Nurtjahjo, Politik Hukum Tata Negara Indonesia, (Depok: PSHTN UI, 2004), hal. ix.
10
Ibid., hal. x.
11
Konstitusi dapat dikatakan hukum dasar yang tertulis yang lazim disebut UUD dan dapat pula tidak
tertulis. Menurut Jimly Asshiddiqie, UUD sebagai konstitusi tertulis beserta nilai-nilai dan norma
hukum dasar tidak tertulis yang hidup sebagai konvensi ketatanegaraan dalam praktek
penyelenggaraan Negara sehari-hari, termasuk kedalam pengertian konstitusi atau hukum dasar (droit
constitustionel) suatu Negara. Baca Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia,
(Jakarta, Konstitusi Press, 2005), hal. 35.
9
1945 merupakan basic rule dalam proses kehidupan berketatanegaraan
sistem presidensiil.
12
Jimly Asshidiqqie, ibid., hal. 209.
10
Bahwa sistem UUD 1945 menghendaki suatu penyelenggaraan
yaitu Presiden.14
MPR.15
Undang.17
13
Kesepakatan dasar untuk mempertegas sistem pemerintahan presidensiil bertujuan untuk
memperkukuh sistem pemerintahan yang stabil dan demokratis yang dianut oleh Negara Republik
Indonesia dan telah dipilih oleh pendiri negara pada tahun 1945. Lihat Ni’matul Huda, op.cit., hal.
145.
14
Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 4 ayat (1).
15
Berdasarkan perubahan ketiga, President tidak bertanggung jawab baik kepada DPR maupun
MPR. Ketentuan ini akan lebih memperkuat kedudukan Presiden.
16
Indonesia, UUD 1945, Pasal 5 jo Perubahan Pertama, 1999.
17
Ibid., Pasal 22.
11
5. Presiden dapat menolak mengesahkan rancangan undang-undang
yang telah disetujui DPR. Hak tolak ini bersifat mutlak tanpa suatu
5).18
18
Ibid., Pasal 21 jo. Perubahan Kedua, 2001.
19
Lihat Penjelasan UUD 1945 : “Ia ialah ‘Mandataris’ dari Mejelis”
12
MPR. Jadi, sebutan mandataris melekat pada jabatan Presiden sebagai
20
Lihat TAP Nomor VI/MPR/1983 jo. TAP MPR Nomor V/MPR/1998, dan TAP MPR No.
XIII/MPR/1998.
21
Yuddy Chrisnandi, Reformasi TNI: Perspektif Baru hubungan Sipiul-Militer di Indonesia, (Jakarta:
Pustaka LP3ES, 2005), hal. 98 dan 109.
13
angkatan bersenjata atau angkatan perang tidak hanya simbolik, tetapi
melainkan sebagai suatu yang inheren dengan sistem UUD 1945 beserta
hukum, politik, atau psikologis yang lebih kuat dari DPR, karena
22
Dengan perubahan hubungan antara Presiden dan MPR akibat perubahan UUD 1945, pandangan
ini tidak lagi relevan, kecuali dalam rangka mencegah Presiden dan Wakil Presiden melakukan
pelanggaran sebagaimana ditentukan Pasal 7 A UUD 1945.
14
• Penggunaan secara lebih efektif wewenang DPR untuk mengawasi
DPR harus dapat digunakan dengan tata cara yang lebih sederhana
• Hak anggaran DPR harus dapat digunakan secara lebih efektif sehingga
kehendak DPR.
23
Berdasarkan perubahan keempat UUD 1945 maka DPA ditiadakan.
15
c. Hasil pemeriksaan BPK tidak hanya sebagai naskah untuk
administrasi24
24
Pasal 3 Undang-undang Nomor 5 tahun 1973, menyebutkan “Apabila suatu pemeriksaan
mengungkapkan hal-hal yang menimbulkan sangkaan tindak pidana atau perbuatan yang merugikan
keuangan negara, maka Badan Pemeriksaan Keuangan memberitahukan persoalan tersebut kepada
Pemerintah.”
16
DAFTAR PUSTAKA
UUD 1945 Sesudah Empat Kali Diubah oleh MPR. Jakarta: UI Press, 2004.
Tata Negara dan Pilar-pilar Demokrasi. Diedit oleh Zainal A.M Husein.
17
Biro Humas dan Hubungan Luar Negeri Departemen Hukum dan
2004.
1945.
TLN. 4389.
2004.
18
Pringgodigdo, A.K. Kedudukan President Menurut Tiga Undang-
Hukum” dalam Politik Hukum Tata Negara Indonesia, diedit oleh Hendra
19