Anda di halaman 1dari 2

Topic: Menolak Privatisasi dan Komersialisasi Sumberdaya Air  

(Read 141 times)

reez Menolak Privatisasi dan Komersialisasi Sumberdaya Air


Gold
Member « on: 31 January 2010, 20:55 »

 Offline
Kampanye Menolak Privatisasi dan Komersialisasi Sumberdaya Air
Posts: 1.321 Hak terhadap air yang setara merupakan hak  asasi setiap manusia. UUD 1945
pasal 33 ayat 2 menjamin hak dasar tersebut.  Pasal 33 ayat 2 tersebut
menyatakan, “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai
  oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat ”.
Kalimat tersebut mengandung makna tanggung jawab negara untuk menjamin dan
menyelengarakan penyediaan air yang menjangkau setiap individu warga negara.  
Pada tingkat internasional, hak atas air yang setara juga diteguhkan dalam Ecosoc
Declaration (Deklarasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya) PBB pada bulan November
2002.

Namun, hingga kini, hak atas air bagi setiap individu terancam dengan adanya
agenda privatisasi dan komersialisasi air di Indonesia.  Agenda ini didorong oleh
lembaga keuangan (World Bank, ADB, dan IMF) di sejumlah negara sebagai
persyaratan pinjaman. Ini merupakan bagian dari kepentingan kapitalis global
sektor air untuk menguasai sumber-sumber air dan badan penyedia air bersih
(PDAM) milik pemerintah.  Undang-undang Sumberdaya Air yang baru ini
merupakan bagian dari persyaratan pencairan pinjaman program WATSAL dari
World Bank.

Pada tanggal 19 Februari 2004, DPR telah mengesahkan UU Sumberdaya Air yang
baru.  Dalam Undang-undang yang baru ini beberapa pasal memberikan peluang
privatisasi sektor penyediaan air minum, dan penguasaan sumber-sumber air (air
tanah, air permukaan, dan sebagian badan sungai) oleh badan usaha dan individu.

Melalui privatisasi ini, maka jaminan pelayanan hak dasar bagi rakyat banyak
tersebut akhirnya ditentukan oleh swasta dengan mekanisme pasar“siapa ingin
membeli /siapa ingin menjual”.

World Bank menyatakan “ Manajemen sumberdaya air yang efektif haruslah


memperlakukan air sebagai “komoditas ekonomis” dan “ partisipasi swasta dalam
penyediaan air umumnya menghasilkan hasil yang efisien, peningkatan pelayanan,
dan mempercepat investasi bagi perluasan jasa penyediaan”.   (World Bank, 1992).
Privatisasi air akan meliputi jasa penyediaan air di perkotaan, maupun pengelolaan
sumber-sumber air di pedesaan oleh swasta.

Menurut World Bank, air yang diperoleh masyarakat saat ini masih berada di
bawah “harga pasar” dan perlu dinaikkan.  Baik World Bank dan ADB dalam
“Kebijakan Air”-nya mendorong diterapkannya mekanisme harga yang
mengadopsi apa yang disebut sebagai Full Cost Recovery.  Secara singkat, Full Cost
Recovery berarti konsumen membayar harga yang meliputi seluruh biaya. Dengan
demikian privatisasi, sebagaimana yang telah terjadi di sejumlah negara, identik
dengan kenaikan harga tarif air.  Pada kenyataanya, justru kelompok masyarakat
miskin yang akan semakin jauh dari akses terhadap air dengan meningkatnya tarif
air.

Agenda kedaulatan pangan akan menjadi mengalami ancaman ke depan.  Jika air,
sebagaimana yang diinginkan oleh World Bank dan ADB, diperlakukan sebagai
komoditas ekonomis dan pihak yang mendapatkan air ditentukan atas dasar
keuntungan ekonomis semata.  Salah satu contoh, Pemerintah Daerah Jawa Barat
pada tahun 2002 telah mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) mengenai Irigasi
yang baru, dimana salah satu instrumen yang diadopsi adalah penerapan “cost
recovery”  kepada petani atas penggunaan air irigasi. Sektor pertanian akan
semakin mahal bagi petani dengan diterapkannya tarif atas air irigasi.

Forum.um.ac.id

Anda mungkin juga menyukai