Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
com/2007/02/07/cara-membuat-kompos-super/
Berikut ini cara pembuatan pupuk yang ramah lingkungan yaitu pupuk kompos yang berasal dari
sampah tanam-tanaman.dan sampah rumah tangga Karena sampah tanam-tanaman dan sampah
rumah tangga kalau di biarkan akan menimbulkan penyakit, maka sampah tersebut akan di
jadikan Pupuk Kompos yang tadinya sampah sekarangf jadi pupuk.Inilah dia caranya :
kumpulkan sampah 500 kg yang organic dan non organic sampah rumah tangga, sampah
sampah ini di potong kecil-kecil baik secara manual maupun memakai mesin pemcacah
sampah , sampah yang terpotong kecil dicampur dedak 1 kg hingga rata ,setelah itu masukkan
20 mm EM 4 yang merupakan bakteri Fermentasi dan di campur dengan 20 mm Molase dan air
tanah, air tanah mutlak diperlukan karena mempertahan kan mikroba yang diperlukan untuk
kesuburan tanaman , campuran bahan kimia tersebut dipercikkan kedalam sampah yang
bercampur dedak ,kelembaban sampah harus dijaga hingga mencapai 40 % kandungan air.
Setelah selesai sampah di masukkan kedalam karung selama 5 hari dengan kondisi suhu sampah
500° C setelah dua hari kemudian sudah terjadi Fermentasi dan pupuk kompos telah siap di
gunakan . Sampah harus terlindung dari hujan dan sengatan matahari jika di taruh dalam
ketinggian maksimal 40 cm maka sampah akan berubah jadi pupuk Kompos.
cara kedua
Pernahkah anda mendengar tentang pupuk kompos..? apa itu pupuk kompos..? Pupuk Kompos
sering didefinisikan sebagai suatu proses penguraian yang terjadi secara biologis dari senyawa-
senyawa organik yang terjadi karena adanya kegiatan mikroorganisme yang bekerja pada suhu
tertentu didalam atau wadah tempat pengomposan berlangsung.
Peningkatan produksi pertanian, tidak terlepas dari penggunaan bahan kimia, seperti pupuk
buatan/anorganik dan pestisida. Penggunaan pupuk buatan/kimia dan pestisida saat ini oleh
petani kadang kala sudah berlebihan melebihi takaran dan dosis yang dianjurkan, sehingga
menggangu keseimbangan ekosistem, disamping itu tanah cendrung menjadi tandus, organisme-
organisme pengurai seperti zat-zat renik, cacing-cacing tanah menjadi habis, demikian juga
binatang seperti ular pemangsa tikus, populasi menurun drastis.
Pemakian pupuk pada waktu yang bersamaan (awal musim hujan) oleh petani, mengakibatkan
sering terjadi kelangkaan pupuk di pasaran, walaupun ada harganya sangat tinggi, sehingga
sebagian petani tidak sanggup membeli, akibatnya tanaman tidak dipupuk, produksi tidak
optimal. Perlu ada trobosan untuk mengatasi hal tersebut, salah satu diantaranya adalah
pembuatan pupuk organik (kompos).
Hijauan/daun-daunan, rumput atau jerami 1 ton, pupuk kandang 200-300 kg, sekam padi 100-
200 kg, dedak/bekatul 50-100 kg, stater/bahan pengurai 0,2-0,5 liter, tetes tebu/gula 1-2 kg dan
air 300 - 500 liter (secukupnya)
2. Persiapan tempat
Sebaiknya dibuatkan lobang dengan ukuran 2 x 2,5 dengan kedalaman 40-60 cm, usahakan
tempatnya tidak terbuka atau kena sinar matahari langsung, seperti di bawah pohon sebaiknya
dibuatkan naungan/gubuk untuk mengindari sinar matahari langsung dan hujan.
3. Cara Pebuatan
4. Pemeriksaan/Pengamatan
Setelah 2-3 hari tumpukan diperiksa, dengan cara membuat lubang, kemudian dimasukan tangan,
apabila didalam tumpukan dirasa suhunya cukup tinggi maka dapat dipastikan proses
pengomposan sedang terjadi, kalau didalam tumpukan sehunya rendah, berarti tidak terjadi
proses pengomposan, untuk itu perlu diulangi penyiraman dengan larutan tetes tebu/gula dan
stater/pengurai, 2 atau 3 hari sekali tumpukan disiram, sesuai dengan keadaan/kelembaban, untuk
tumpukan yang memakai tutup terpal/plastik, setelah 6-7 hari perlu dilakukan pengadukan dan
disiram seperlunya agar terjadi sirkulasi udara, dengan demikian diharapkan mikroba akan
berkembang dan proses pengomposan lebih cepat, setelah 20-30 hari dilakukan pemeriksaan
kembali dengan cara memasukan tangan kedalam tumpukan, apabilia temperatur didalam
tumpukan suhunya menjadi turun, maka pengomposan sudah jadi dan siap panen, Apabila
tercium bau yang kurang enak dari dalam tumpukan menandakan proses pengomposan tidak
sempurna dan perlu diulangi kembali. Cara memeriksa lain yaitu dengan menusuk-nusuk
tumpukan dengan kayu/bambu, apabila tusukan lancar/tidak menyakut, maka pengomposan
berhasil dan siap dipakai.
Kompos Jerami
Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Tanah menemukan bahwa kandungan bahan
organik di sebagian besar sawah di P Jawa menurun hingga 1% saja. Padahal kandungan bahan
organik yang ideal adalah sekitar 5%. Kondisi miskin bahan organik ini menimbulkan banyak
masalah, antara lain: efisiensi pupuk yang rendah, aktivitas mikroba tanah yang rendah, dan
struktur tanah yang kurang baik. Akibatnya produksi padi cenderung turun dan kebutuhan pupuk
terus meningkat. Solusi mengatasi permasalah ini adalah dengan menambahkan bahan
organik/kompos ke lahan-lahan sawah. Kompos harus ditambahkan dalam jumlah yang cukup
hingga kandungan bahan organik kembali ideal seperti semula. Link :
http://isroi.wordpress.com/2008/02/2...h-murah-cepat/
Pupuk
Banyak orang yang sering salah presepsi dalam menggunakan pupuk kimia, pupuk hayati dan
pupuk organik. Pupuk organik dan pupuk hayati seringkali disamakan dengan pupuk kimia.
Padahal pupuk-pupuk ini sebenarnya berbeda sama sekali. selanjutnya di link:
http://isroi.wordpress.com/2008/02/2...n-pupuk-kimia/
Pupuk EM adalah pupuk organik yang dibuat melalui proses fermentasi menggunakan bakteri
(microorganisme). Sampah organik dengan proses EM dapat menjadi pupuk organik yang
bermanfaat meningkatkan kualitas tanah.
Bahan-bahan :
Cara pembuatan :
* Trasi, gula pasir, bekatul, nanas (yang dihaluskan dengan blender) dimasak agar bakteri lain
yang tidak diperlukan mati.
* Setelah mendidih, hasil adonannya didinginkan.
* Tambahkan susu, isi usus ayam atau kambing.
* Ditutup rapat. Setelah 12 jam timbul gelembung-gelembung.
* Bila sudah siap jadi akan menjadi kental/lengket.
Perlu diperhatikan susu jangan yang sudah basi karena kemampuan bakteri sudah berkurang.
Sedangkan kegunaan nanas adalah untuk menghilangkan bau hasil proses bakteri. Link:
http://petanidesa.wordpress.com/2007...roorganism-em/
Untuk menghemat biaya, bibit bakteri EM4 yang dibeli di toko atau koperasi Saprotan dapat
dikembangbiakkan sendiri, sehingga kebutuhan pupuk organik untuk luas lahan yang ada dapat
dipenuhi. Adapun prosedur pembiakan bakteri EM4 adalah sebagai berikut:
1 liter bakteri
3 kg bekatul (minimal)
¼ kg gula merah/gula pasir/tetes tebu (pilih salah satu)
¼ kg terasi
5 liter air
Alat dan Sarana:
Ember
Pengaduk
Panci pemasak air
Botol penyimpan
Saringan (dari kain atau kawat kasa)
Cara Pembiakan:
1 liter bakteri
5 kg hijau-hijauan/daun-daun segar (bukan sisa dan jangan menggunakan daun dari pohon yang
bergetah berbahaya seperti karet, pinus, damar, nimba, dan yang sulit lapuk seperti jato, bambu,
dan lain-lainnya)
0,5 kg terasi dicairkan dengan air secukupnya
1 kg gula pasir/merah/tetes tebu (pilih salah satu) dan dicairkan dengan air
30 kg kotoran hewan
Air secukupnya
Ember/gentong/drum yang dapat ditutup rapat
Cara Pembuatan:
Pupuk Hijau: adalah pupuk organik yang terbuat dari sisa tanaman atau sampah yang diproses
dengan bantuan bakteri.
Caranya :
50 – 100 lembar daun sirsak dihaluskan (boleh pake blender) dan dicampur dengan 5 liter air
kemudian didiamkan selama sehari semalam, rendaman tersebut kemudian disaring dengan kain.
1 liter hasil saringan dapat dicampurkan dengan 1 tangki semprot ukuran 17 liter, dan gunakan
untuk menyemprot tanaman cabe, Thrips pun akan lenyap.
Selamat mencoba.
Temuan ini diikuti dengan imbauan agar masyarakat berhati-hati mengonsumsi ikan air tawar.
Maklumlah, akumulasi logam berat di tubuh manusia, dalam jangka panjang, dapat
menyebabkan berbagai gangguan kesehatan, seperti penyakit minamata, bibir sumbing,
kerusakan susunan saraf, dan cacat pada bayi.
Aparat terkait mengaku bahwa mereka telah berupaya untuk mencegah pencemaran tersebut
dengan berbagai cara. Secara garis besar sebenarnya ada dua cara yang bisa dilakukan untuk
mencegah dan mengatasi pencemaran perairan oleh logam berat, yaitu cara kimia dan biologi.
Cara kimia, antara lain dengan reaksi chelating, yaitu memberikan senyawa asam yang bisa
mengikat logam berat sehingga terbentuk garam dan mengendap. Namun, cara ini mahal dan
logam berat masih tetap berada di waduk meski dalam keadaan terikat.
UNTUNGLAH ada penanggulangan secara biologi yang bisa menjadi alternatif terhadap
mahalnya penanggulangan dengan cara kimia. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan
eceng gondok (Eichornia crassipes).
Eceng gondok selama ini lebih dikenal sebagai tanaman gulma alias hama. Padahal, eceng
gondok sebenarnya punya kemampuan menyerap logam berat. Kemampuan ini telah diteliti di
laboratorium Biokimia, Institut Pertanian Bogor, dengan hasil yang sangat luar biasa.
Penelitian daya serap eceng gondok dilakukan terhadap besi (Fe) tahun 1999 dan timbal (Pb)
pada tahun 2000.
Untuk mengukur daya serap eceng gondok terhadap Fe, satu, dua, dan tiga rumpun eceng
gondok ditempatkan dalam ember plastik berisi air sumur dengan tambahan 5 ppm FeSO>jmp
2008m<>kern 199m<>h 6024m,0<>w 6024m<4>jmp 0m<>kern 200m<>h 8333m,0<>w
8333m< dan HNO>jmp 2008m<>kern 199m<>h 6024m,0<>w 6024m<3>jmp 0m<>kern
200m<>h 8333m,0<>w 8333m< untuk menjaga keasaman.
Konsentrasi Fe diukur pada hari ke-0, 7, 14, dan 21 dengan menggunakan spektrofotometer
serapan atom pada panjang gelombang 248,3 nm. Hasilnya terlihat pada Tabel 1.
Dalam tabel itu bisa dilihat adanya penurunan kadar logam Fe secara signifikan pada hari ke-7.
Kadar logam Fe menurun 3,177 ppm (65,45 persen) untuk 1 rumpun eceng gondok, 3,511 ppm
(71,93 persen) untuk dua rumpun eceng gondok dan 3,686 ppm (74,47 persen) untuk tiga
rumpun eceng gondok.
Selanjutnya terlihat, semakin lama semakin banyak logam besi yang diserap. Pada hari ke-28,
konsentrasi Fe hampir mendekati 0 untuk perlakuan dua rumpun eceng gondok dan tiga rumpun
eceng gondok.
Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa pada hari ke-7, 14, dan 21, eceng gondok
memberikan respon nyata dalam menurunkan logam Fe untuk ketiga perlakuan. Namun, pada
hari ke-28 eceng gondok yang berjumlah 2-3 rumpun memberikan respon yang tidak berbeda
nyata dalam menurunkan logam besi.
PENELITIAN untuk melihat kemampuan eceng gondok menyerap timbal (Pb) dilakukan sebagai
berikut. Satu, tiga, lima rumpun eceng gondok ditempatkan di dalam ember plastik berisi air
sumur dan larutan Pb(NO3) sebesar 5 ppm. Konsentrasi Pb diukur ketika hari ke-0, 7, 14, 21,
dan 28 dengan spektrofotometer serapan atom pada panjang gelombang 217 nm. Hasilnya
sebagaimana tertera dalam Tabel 2.
Dari tabel tersebut terlihat, ada penurunan kadar logam Pb secara signifikan pada hari ke-7.
Kadar logam Pb menurun 5,167 ppm (96,4 persen) pada perlakuan satu rumpun eceng gondok,
menurun 5,204 ppm (98,7 persen) pada perlakuan tiga rumpun, dan menurun 6,019 ppm (99,7
persen) pada perlakuan lima rumpun dari konsentrasi hari ke-0.
Analisis pada hari-hari selanjutnya (hari ke-14, 21, dan 28) menunjukkan perubahan kadar Pb
tidak terlalu jauh dengan kadar logam Pb pada hari ke-7.
Eceng gondok terbukti mampu menurunkan kadar polutan Pb dan Fe. Oleh karena itu, diyakini
eceng gondok juga mampu menurunkan kadar polutan Hg, Zn, dan Cu yang mencemari Waduk
Saguling dan Cirata. Sebab, secara struktur kimia, atom Hg, Zn, dan Cu termasuk dalam
golongan logam berat bersama Pb dan Fe.
Rangkaian penelitian seputar kemampuan eceng gondok dalam menyerap logam berat juga telah
dilakukan oleh para pakar. Widyanto dan Susilo (1977) melaporkan, dalam waktu 24 jam eceng
gondok mampu menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing- masing
sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng gondok juga
menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu
berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain.
Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) dapat diserap oleh eceng gondok
secara maksimal pada pH 7. Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun
hingga 51,85 persen.
SELAIN dapat menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga mampu menyerap residu
pestisida, contohnya residu 2.4-D dan paraquat.
Pada percobaan Chossi dan Husin (1977) diketahui eceng gondok mampu menyerap residu dari
larutan yang mengandung 0,50 ppm 2.4-D sebanyak 0,296 ppm dan 2,00 ppm 2.4-D sebanyak
0,830 ppm dalam waktu 96 jam.
Adapun paraquat yang diserap oleh eceng gondok dari dua kadar, yaitu 0,05 ppm dan 0,10 ppm
masing-masing adalah 0,02 ppm dan 0,024 ppm.
Dari hasil penelitian-penelitian itu dapat disimpulkan ternyata eceng gondok tidaklah sia-sia
dicipta oleh Tuhan Yang Maha Esa, apalagi sebagai pengganggu manusia. Eceng gondok dapat
dinyatakan sebagai pembersih alami perairan waduk atau danau terhadap polutan, baik logam
berat maupun pestisida atau yang lain.
MEMANG dilaporkan eceng gondok dapat tumbuh sangat cepat pada danau maupun waduk
sehingga dalam waktu yang singkat dapat mengurangi oksigen perairan, mengurangi
fitoplankton dan zooplankton serta menyerap air sehingga terjadi proses pendangkalan, bahkan
dapat menghambat kapal yang berlayar pada waduk.
Namun, apa arti sebuah danau yang bersih dari eceng gondok jika ternyata air dan ikan yang ada
di dalamnya tercemari polutan?
Bahkan, bila suatu danau polutan sangat tinggi dan tidak ada tanaman yang menyerapnya,
pencemaran dapat merembes ke air sumur dan air tanah di sekitar danau.
Agar danau bebas polusi namun pertumbuhan eceng gondoknya terkendali, tentu saja diperlukan
pengelolaan danau secara benar.
Untuk mengeliminasi gangguan eceng gondok, misalnya, caranya bisa dengan membatasi
populasinya. Pembatasan dapat dilakukan dengan membatasi penutupan permukaan waduk oleh
eceng gondok tidak lebih dari 50 persen permukaannya.
Akan jauh lebih baik lagi bila pembatasan populasi ini dilakukan dengan melibatkan masyarakat
sekitar. Sebab, dahan eceng gondok adalah serat selulosa yang dapat diolah untuk berbagai
keperluan, seperti barang kerajinan maupun bahan bakar pembangkit tenaga listrik.
Namun, masyarakat tidak disarankan untuk memberikan eceng gondok sebagai pakan pada
ternak karena polutan yang diserapnya bisa terakumulasi dalam dagingnya.
Masyarakat sekitar bisa diberi pelatihan mengenai pengolahan eceng gondok menjadi produk-
produk yang bernilai ekonomi, mulai dari anyaman dompet, tas sekolah, topi, bahkan juga
mebel.
Pengendalian populasi eceng gondok yang melibatkan masyarakat akan memberikan keuntungan
bagi pengelola waduk sekaligus masyarakat di sekitarnya. Pengelola waduk tidak perlu
mengeluarkan banyak tenaga untuk “memanen” eceng gondok karena tumbuhan air tersebut
akan “dipanen” sendiri oleh masyarakat.
Lain dibanding bank lainnya yang menyimpan uang, Bank Sampah akan menyimpan dan
mengelola sampah dari nasabah, yang adalah rumah tangga setempat. Nasabah harus memilah
terlebih dulu jenis sampah kertas, plastik, atau botol. Sampah ini kemudian ditimbang dan
dilaporkan jumlahnya kepada teller untuk dicatat dalam rekening.
Nasabah Bank Sampah diberi kartu rekening tabungan yang mencantumkan nilai rupiah.
Penabung mendapat 80 persen dari nilai sampah dan Bank Sampah yang diinisiasi oleh LSM
Andalas Bumi Lestari mendapatkan 20 persen.
PT Semen Padang menyumbangkan 30 juta dan 100 zak semen untuk pendirian bank ini.
Menteri Lingkungan Hidup Gusti Hatta mengatakan program Bank Sampah ini merupakan
bagian dari kampanye pemerintah dalam penanganan sampah.
Ia menegaskan filosofi tradisional agar sampah dikumpulkan dan dibuang ke tempat pembungan
sampah hanya menimbulkan masalah baru. Lokasi pembuangan akhir menjadi muara yang
terbebani oleh kehadiran sampah yang volumenya berton-ton.
Tragedi Longsor di TPS Leuwigajah Jawa Barat pada 21 Februari 2005 yang menimbulkan
korban meninggal dunia sedikitnya 200 jiwa, menjadi pelajaran pahit bagi Indonesia yang masih
menerapkan "Buang Sampah pada Tempatnya".
Gusti Hatta mengatakan pengelolaan sampah yang benar adalah prinsip 3R (reduce, reuse, dan
recycle). "Penggunaan sampah/barang yang tidak berguna dikurangi. Gunakan kembali misalnya
plastik. Daur ulang sampah," ujarnya.
Dijelaskan Kementerian Lingkungan Hidup, program Bank Sampah merupakan program inovatif
sukses nyata dari penanggulangan sampah di Bantul, DI Yogyakarta. Program Bank Sampah ini
diharap dapat diterapkan di seluruh kota di Indonesia. Selain mengurangi beban lingkungan,
Bank Sampah akan meningkatkan penghasilan warga dengan memilah sampah rumah tangganya.
Hadir saat pendirian Bank Sampah, Sekda Sumbar Mahmuda Rifai dan Wakil Wali kota Padang
Mahyeldi serta warga setempat.
http://petanidesa.wordpress.com/2007/02/03/cara-membuat-pupuk-hijau-organik/