Anda di halaman 1dari 56

SEJARAH EKSISTENSI LEMBAGA - LEMBAGA NEGARA INDONESIA

MENURUT KONSTITUSI

{ Lembaga-lembaga Negara Pasca Proklamasi Sampai Reformasi}


BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdirinya suatu Negara, menurut beberapa ahli kenegaraan ada 4 syarat/unsur, yaitu:

1. Adanya wilayah atau daerah tertentu,

2. Adanya penduduk atau rakyat tertentu,

3. Adanya suatu pemerintahan,

4. Adanya kedaulatan atau berdaulat

Namun masih ada hal lain yang menjadi syarat berdirinya suatu Negara yaitu
pengakuan internasional. Empat syarat dimaksudkan sama dengan makna kualifikasi
Negara menurut Konvensi Montevideo tahun 1933. Tanggal 17 Agustus 1945 adalah
dimana hari kemerdekaan Negara Indonesia di proklamasikan, sebelum tanggal
tersebut di kepulauan nusantara sudah terdapat suatu pemerintahan yaitu Hindia-
Belanda yang memiliki unsur :

1. Rakyat (rakyat Hindia-Belanda) yang dinamakan golongan Bumiputra,

2. Wilayah, yaitu daerah Hindia-Belanda yang disebut Nederlands Indie,

3. Pemerintahan, yaitu pemerintahan Hindia-Belanda dengan seorang pemimpin


Gubernur Jenderal berkedudukan di Batavia (Jakarta).

Namun, meskipun demikian Hindia-Belanda bukan merupakan Negara merdeka


yang berdaulat penuh, Hindia-Belanda tidak lebih hanya merupakan suatu tanah
jajahan (koloni). Kemerdekaan yang diperoleh oleh bangsa Indonesia adalah
merupakan usaha rakyat untuk bebas dari penjajahan, dibuktikan dengan berdirinya
organisasi-organisasi masyarakat dalam memperjuangan kemerdekaan, walaupun
tidak sedikit juga terdapat kontroversi didalamnya.

Beberapa golongan berpendapat bahwa berdirinya Negara republik Indonesia


sejak tanggal 17 Agustus 1945 yaitu dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Golongan kedua berpendapat bahwa berdirinya Negara republik Indonesia sejak
tanggal 18 Agustus 1945 yaitu pada saat dapat ditetapkannya Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia dan dipilih diangkatnya presiden dan wakil persiden
republik Indonesia berdasarkan pada putusan Panitia Persiapan Kemerdekan Indonesia
(PPKI), golongan ketiga berpendapat bahwa kemerdekaan Negara Indonesia sejak
tanggal 27 Desember 1949 yaitu pada saat penyerahan kedaulatan dari pemerintah
kerajaan belanda kepada Negara republik Indonesia Serikat di Den Haag atas hasil
persetujuan konferensi meja bundar (KMB). Meskipun berbagai pendapat dalam
perolehan kemerdekaan Negara Indonesia, bangsa Indonesia berhak untuk
mengahargai dan menghormati para pejuang bangsa yang telah gugur dalam
memperoleh kemerdekaan tersebut. Sejarah kemerdekaan telah membuktikan bahwa
kemerdekaan Indonesia ialah hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri, para pemuda
Indonesia dengan menyatukan tujuan dan tekad yang jelas tertera dalam sumpah
pemuda 28 Oktober 1928.

Pada pembukaan UUD 1945 alinea keempat tersurat tujuan nasional dari negara
Indonesia, untuk mencapai tujuan negara berfungsi sebagai wahana mengantar rakyat
atau bangsa mencapai tujuan. Dalam suatu negara harus ada yang bergerak
melaksanakan pemerintahan agar tercapainya tujuan nasional yaitu alat kelengkapan
negara dengan fungsi masing-masing. Setiap negara akan mempunyai fungsi alat
perlengkapan negara sesuai dengan sistem politik yang dianut, sistem sosial yang
berlaku, konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku, tujuan nasional bangsa,
kepentingan nasional dan sasarnan nasional. Berdasarkan sejarah ketatanegaraan
Negara Republik Indonesia pernah memiliki berbagai macam UUD, yaitu:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, berlaku mulai tanggal 18


Agustus 1945 sampai dengan tanggal 26 desember 1949,

2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat, berlaku mulai tanggal 27 Desember 1949


sampai dengan tanggal 16 agustus 1950,

3. Undang-Undang Dasar Sementara, berlaku sejak tanggal 17 Agustus 1950


sampai tanggal 4 Juli 1959,

4. Undang-Undang Dasar 1945, berlaku sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 hingga
sekarang (sesudah amandemen).

Meskipun terdapat empat macam UUD namun UUD 1945 yang berlaku sejak dekrit
presiden ialah UUD 1945 yang pernah berlaku di negara republic Indonesia pada
tanggal 18 agustus 1945 atau UUD pada saat proklamasi kemerdekaan.

Dari tiga macam dasar konstitusional yang dimiliki negara Indonesia satu antara
lain mempunyai prisip dan ketentuan yang berbeda, dari segi sistem politik, alat
perlengkapan negara dan lain sebagainya. Dalam penulisan inilah akan dibahas
tentang tiga dasar Konstitusi negara yang pernah berlaku di negara Indonesia.
B. PERMASALAHAN

Sesuai dengan judul penulisan Eksistensi dari lembaga-lembaga negara pasca


proklamasi hingga reformasi, maka yang menjadi permasalahan dalam penulisan ini
adalah:

Bagaimanakah sejarah ketatanegaraan Indonesia dan eksistensi dari alat


perlengkapan negara Indonesia pasca proklamasi hingga reformasi?

C. TUJUAN PENULISAN

Tujuan dari penulisan ini adalah:

Untuk menganalisis sejarah ketatanegaraan Indonesia dan eksistensi dari alat


perlengkapan negara Indonesia pasca proklamasi hingga reformasi.

D. KERANGKA KONSEPTUAL

1. SEJARAH PERJUANGAN BANGSA DAN TATA HUKUM

Proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia 17 Agustus 1945 mewujudkan


Negara Kesatuan Republik Indonesia1. Proklamasi bukanlah tujuan tetapi merupakan
alat untuk mencapai cita-cita dalam membentuk masyarakat adil, makmur, aman dan
juga sentosa

Garis besar arti isi proklamasi 17 Agustus 1945 ialah;

a. Peniadaan imperealisme-fasisme dan sisa-sisa feodalisme,

b. Lahirnya Negara kesatuan republik Indonesia meliputi daerah sabang


sampai merauke,

c. Negara menjamin pelaksanaan cita-cita untuk mewujudkan masyarakat adil,


makmur, aman, sentosa, selaras dengan pandangan serta dasar dan sikap
hidup rakyat Indonesia.

Proklamasi bukanlah cetusan yang tiba-tiba, melainkan dasar dan dorongan


revolusi yang membenarkan asas dan tujuan, karena itu revolusi belumlah selesai
setelah diumumkan, melainkan bergerak terus secara revolusioner dengan daya dan
gaya yang dinamis hingga lahirnya masyarakat adil, makmur, aman dan sentosa.
1
Soekarno, dkk. Manusia dan Masyarakat baru Indonesia (CIVICS). Dinas penerbitan
Balai Pustaka, Djakarta; 1962.
Proklamasi merupakan titik kematangan pemikiran, pengorganisasian dan perjuangan
berpuluh-puluh tahun sebelum 17 Agustus 1945 dapat dilihat sejarah melawan
penjajah dalam segala bidang dan bentuk :

a. Perang perlawanan di Palembang

b. Perang perlawanan Pattimura,

c. Perang perlawanan Imam Bonjol

d. Perang perlawanan di Panegara,

e. Perang perlawanan didaerah Lampung,

f. Perang perlawanan pangeran Hadajat,

g. Perang perlawanan Teuku Umar,

h. Perang perlawanan di Bali (puputan) dan Lombok,

i. Perang perlawanan Sisingamangaradja.

Peperangan ini tidak lain adalah melawan kekejaman dan keangkuhan


kekuasaan penjajah dengan segala ketamakan dan ketidakadilannya. Tujuan dari
Belanda datang ke-Indonesia sendiri antara lain:

a. Berdagang dengan mendapat keuntungan,

b. Memperoleh ketentuan tempat untuk berdagang,

c. Menstabilitasi perdagangan dengan memperkuat perdagangannya dan daerah


sekitarnya,

d. Menjadikan daerah-daerah tersebut sebagaiu daerah jajahan.

Dapat dilihat dengan jelas bahwa jejak usaha belanda adalah mencari
keuntungan, memperoleh dan menstabilitasi dengan melakukan tindakan penguasaan
dan penaklukan yang akhirnya berbentuk penjajahan.

Penderitaan akibat penindasan penjajah membuat seolah-olah rakyat pasrah


menerima keadaan, hasil pertanian menurun jumlah penduduk meningkat hal ini
dikarenakan tanah milik bersama yang tidak dapat dijual kepada orang lain melainkan
disewakan kepada perusahaan-perusahaan belanda dan bukan untuk menanam padi
melaikan tebu, terlebih lagi masyarakat tidak dapat menentukan sendiri harga
penjualankarena telah ditentukan oleh pihak penjajah.

Belanda ingin memperluas usaha di Indonesia dengan biaya yang sangat murah
sehingga elanda memperluas pendidikan dan pengajaran dikalangan bangsa Indonesia,
lambat laun terdapatlah golongan terpelajar walaupun jumlahnya tidak banyak.
Mereka golongan terpelajar masih dalam himpitan bangsa penjajah, bekerja dengan
pihak penjajah meskipun memiliki kinerja yang bagus gaji yang diperoleh jauh di
bawah gaji pekerja pihak penjajah, jabatan-jabtan dalam perusahaan atau jawatan tidak
diberikan begitu saja kepada orang Indonesia. Penderitaan yang mereka hadapi
menimbulkan keinginan untuk lepas dari kekejaman penjajah, para pelajar inilah yang
memberi jawaban terhadap keadaan-keadaan menyedihkan akibat dari penindasan
penjajah, kalau dahulu rakyat menjawab tantangan menggunakan senjata pada saat itu
golongan terpelajar menjawab tantangan menggunakan cara-cara modern yang
diajarkan oleh bangsa barat yaitu dengan mendirikan organisasi sehingga lahirlah Budi
Utomo (12 Mei 1908) Dokter Mas Wahidin Soediro Hoesodo sebgai penggerak utama
yang selanjutnya dilakukan oleh para pemuda seperti Soetomo dan Goenawan
Mangunkusumo dengan cara memajukan pendidikan dan membangun sekolah-
sekolah,selanjutnya didobrak oleh para pemuda lain yang menghendaki keluasan
bergerak.

Sebagai wujud reaksi terhadap kedudukan dan wewenang golongan tionghoa


lahirlah Serikat Dagang Islam dipelopori tritunggal yaitu Tirto Adisoerjo, Hadji
samanhudi, dan Tjockroaminoto gerakan ini meskipun siasat masih ditonjolkan untuk
bekerja sama dengan pihak penjajah namun dalam gerakan ini terkandung ingin
memerdekakan masyarakat dari penjajah. Atas kebijaksanaan HOS. Tjokroaminoto
Serikat Islam bergabung dengan Majelis Central serikat Islam dengan program
melakukan perubahan2.

Tahun 1916 Budi Utomo mengadakan National Comite yang tujuan pokoknya
memperjuangkan adanya pemerintahan parlementer, namun hasil yang didapatkan
sangat minim yaitu lahirnya Volksraad yang dasar penyusunannya tidaklah karena
pemilihan umum yang demokratis akan tetapi atas penunjukan dan pengangkatan
pemerintah Hindia-Belanda. Pada 25 Desember 1912 lahirlah Indische Partij, karena
revolusioner gerakan dan tindakan yang dapat dilihat dari garis politik yaitu “segala
politik yang sehat, harus menuju kearah membubarkan kehidupan yang bersifat jajahm
menjajah”. Pemerintah yang berkuasa pada suatu tanah jajahan bukanlah pemimpin
melainkan penindas dan penindas itu adalah musuh yang besar bagi kesejahteraan
rakyat, lebih berbahaya dari pada pemberontakan atau gerakan yang meminta
perubahan pemerintahan (revolusioner), akhirnya permintaan untuk diakui sebagai
Recht persoon ditolak, penolakan ditelaah tujuan partai mengadakan perubahan-
perubahan baru yang akan membawa kepada lepasnya hubungan-hubungan hukum,
milik dan pemerintahan yang berlaku, tujuan yang jelas ialah kemerdekaan penuh
untuk tanah Indonesia.

Sistem Hukum yang berlaku pada zaman penjajahan Hindia-Belanda antara lain:

2
Soekarno, dkk. Manusia dan Masyarakat baru Indonesia (CIVICS). Dinas penerbitan
Balai Pustaka, Djakarta; 1962
a. Masa Vereenigde Oost Indische Compagnie (1602-1799)

VOC didirikan oleh pedagang belanda tahun 1902 supaya tidaak terjadi
persaingan antara pedagang yang membeli rempah-rempah dari orang pribumi dengan
tujuan memperoleh untung yang besar dipasaran Eropa3. Sebagai kompeni dagang
pemerintah belanda diberi hak-hak istimewa (octrooi) seeperti hak monopoli
pelayaran dan perdagangan, hak membentuk angkatan perang, hak mendirikan
benteng, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dan hak mencetak uang.
Dengan hak octroot itu VOC melakukan ekspansi penjajahan didaerah-daerah
kepulauan nusantara yang didatangi terutama kepulauan Maluku. VOC melakukan
penekanan dalam bidang perekonomian dengan memaksakan aturan hukumnya yang
merupakan ketentuan hukum positif Belanda di daerah-daerah perdagangan (hukum
yang dijalankan di atas kapal dagang (konkordan) disamping hukum romawi),
konkordan hukum belanda kuno atau (Oud Nederlandsrecht) yang sebagian besar
merupakan “hukum disiplin”(tuchtrecht).

Pada tahun 1610 pengurus pusat VOC di belanda memberikan wewenang


kepada Gubernur Jenderal Pieter Both dengan kewenangan membuat peraturan untuk
menyelesaikan perkara istimewa yang harus disesuaikan dengan kebutuhan para
pegawai VOC di daerah-daerah yang di kuasai. Peraturan yang dibuat oleh gubernur
jenderal berlaku berdampingan dengan peraturan yang ditetapkan oleh direksi VOC di
belanda (Heeren Zeventien), peraturan yang di buat di umumkan menggunakan plakat,
plakat-plakat tersebut setelah diumumkan tidak pernah disimpan sehingga tahun 1635
tidak diketahui lagi mana peraturan yang masih berlaku, dicabut atau dirobah. Tujuh
tahun setelah itu plakat-plakat tersebut dikumpulkan dan yang masih berlaku di susun
secara sistemasis. Tahun 1642 plakat yang telah disusun di umumkan di Batavia
dengan nama “Statuta Van Batavia”(statute batavia), penyusunan ini terus berlanjut,
tahun 1766 diberi nama “Nieuwe Bataviase Statuten”(statuta Batavia baru).

b. Penjajahan Pemerintah Belanda (1800-1942)

1 Januari 1800, daerah kekuasaan VOC diambil alih oleh pemerintah


Batafsche Republiek “Koninklijk Holand”,sejak saat itulah kepulauan nusantara
mengalami penjajahan belanda dengan melaksanakan pedoman pemerintahan dan
aturan hukum sendiri. Raja Belanda bersifat Monarki absolute menunjuk Deandels
sebagai gubernur jenderal guna mempertahankan tanah jajahan dari serangan inggris,
hal ini mengakibatkan banyak jatuh korban terutama bagi orang-orang dipulau jawa
yang dipaksa menjadi pekerja rodi, missal dalam pembuatan jalan, pangkalan nagkatan
laut, benteng dan lain sebagainya. Dalam bidang pemerintahan deandels membagi
pulau jawa menjadi Sembilan keresidenan (prefektur), para bupati dijadikan pegawai
pemerintah belanda, untuk menambah keuangan pelaksanaan pertanian diperketat
dengan pajak, juga menjual tanah kepada partikelir. Dalam bidang hukum deandels
3
Djamali, R.Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia, edisi revisi. Raja Wali Pers,
Jakarta; 2006
tidak mengganti aturan-aturan hukum yang berlaku dalam pergaulan hidup pribumi,
hukum pribumi tetap berlaku dengan syarat tidak bertentangan dengan perintah yang
diberikan, hukum tersebut tidak boleh bertentangan dengan dasar-dasar umum dari
keadilan dan kepatutan demi keamanan umum. Tahun 1811 deandels digantikan oleh
Jansens, ia tidak lama memerintah karena pada tahun itu kepulauan nusantara dikuasai
oleh inggris.

Pemerintah inggris mengangkat Thomas Stamford Raffles menjadi letnan


Gubernur. Raffles mengubah prefektur di jawa menjadi Sembilan belas dan para
bupati dikurangi, seluruh rakyat dibebani landrente (pajak bumi). Dalam bidang
hukum raffles mengutamakan susunan pengadilan yang dikonkordansi seperti
pengadilan di india:

a. Division’s Court

Terdiri dari beberapa pegawai pribumi, yaitu wedana atau demang dan
pegawai bawahanya, mereka berwenang mengadili perkara pelanggaran
kecil dan sipil dengan pembatasan sampai 20 rupyen. Naik banding
dilakukan kepada Bopati’s court

b. District’s Court (Bopati’s Court)

Terdiri dari bupati sebagai ketua, penghulu, jaksa dan beberapa pegawai
bumiputra dibawah perintah bupati. Wewenang menagdili perkara sipil,
dalam menganbil keputusan bupati meminta pertimbangan jaksa dan
penghulu, kalau tidak ada kesepakatan perkara harus diajukan kepada
resident court.

c. Resident’s court

Terdiri dari residen, para bupati, hooft jaksa dan hooft penghulu,
wewenang mengadili perkara pidana dengan ancaman bukan hukuman
mati. Dalam perkara sipil mengadili perkara yang melebihi 50 rupyen.

d. Court of circuit

Terdiri dari seorang ketua dan seorang anggota yang bertugas sebagai
pengadilan keliling dalam menangani perkara pidana dengan ancaman
hukuman mati. Dalam sistem ini menganut sistem juri yang terdiri dari
lima sampai Sembilan orang bumiputra.

Raffles tidak mengubah hukum yang berlaku dalam lingkungan bumiputra


dengan anggapan hukum yang berlaku identik dengan hukum islam, bahkan hakim
dalam mengambil keputusan harus berdasarkan hukum buniputra namun hukum
bumiputra dianggap rendah derajatnya dari hukum Eropa. Tahun 1816 Inggris
menyerahkan kepulauan nusantara kepada belanda hasil Konvensi London 1814,
semenjak itu sejarah tiga perundang-undangan yang berjalan:

1) Masa Besluiten Regerings 1814-1855

Berdasarkan pasal 36 Nederlands Grondwet tahun 1814, “raja yang


berdaulat, secara mutlak mempunyai kekuasaan tertinggi atas daerah-
daerah jajahan dan harta milik Negara dibagian-bagian lain…”, maka
raja dalam monarki konstitusional langsung mengurus dan mengatur
daerah-daerah jajahan. Dalam kekuasaanya hanya raja yang berhak
membuat dan mengeluarkan peraturan yang berlaku umum “Algemene
Verordening”(peraturan pusat), karena peraturan tersebut dikeluarkan
oleh raja disebut dengan “koninklijk Besluit” (Besluit Raja). Dilihat dari
isi, Koninklijk Besluit mempunyai dua sifat, Besluit sebagai tindakan
eksekutif dan sebagai ketetapan raja, dijadikan sebagai suatu
pengangkatan, missal pengangkatan Gubernur Jenderal. Tindakan
legislative untuk mengatur, maka sebagai Algemene Verordening,
misalnya peraturan dibelanda disebut dengan Algemene Maatregel van
Bestur (AMvB).

Pemerintahan hindia-belanda (Nederlands Indie) mengangkat Komisaris


Jenderal terdiri dari Elout, Buyskes dan Van der Capellen, namun
mereka tidak mengetahui secara jelas peraturan-peraturan yang dibuat
oleh Inggris dan tetap memberlakukan peraturan masa inggris terutama
mengenai Landrente dan usaha pertanian, bidang hukum peraturan-
peraturan yang berlaku bagi orang belanda sejak VOC tidak diganti atau
dicabut dikarenakan pengkodifikasian hukum nasional belanda.
Bumiputa tetap menggunakan peradilan Inggris. Kekosongan kas
belanda akibat pendudukan perancis tahun 1810-1814 diisi menggunakan
politik Agraria oleh Gubernur jenderal Du Bus de Gisignes tahun 1826,
dalam politik ini dipekerjakan para terhukum bumiputra
“dwangsarbeid”(kerja paksa) berdasarkan S. 1826: 16, para terhukum
digolongkan menjadi2:

a. Golongan yng dihukum kerja rantai (kettingarbeid), ditempatkan


dalam suatu tuchtplaats dan akan dipekerjakan pada openbare werker
di Batavia dan Surabaya;

b. Golongan yang dihukum kerja paksa, terdiri dari pekerja paksa


diupah dan tidak diupah, ditempatkan dalam suatu werkplaats dan
akan dipekerjakan pada landbouwetablissemente yang dibuat oleh
pemerintah.
Peraturan tersebut dilengkapi dengan S. 1828: 62, tentang jenis-jenis
hukuman kerja paksa dan kerja rantrai. Untuk melaksanakan Cultur
stelsel tahun 1830, politik agraria tersebut dipertahankan oleh Gubernur
Jenderal Van de Bosch.

Setelah pendudukan oleh Perancis, Belanda mengkodifikasi hukum


perdata nasional yang akan diberlakukan pada tanggal 31 Desember
1830 dan 1 januari 1831, namn dalam bulan Agustus 1830 terjadi
pemberontakan dibagian selatan yang sekarang Kerajaan Belgia, karena
itu pengundangan kodifikasi diundur 1 Oktober 1838. Untuk hindia-
belanda 15 agustus 1839 menteri jajahan mengangkat Komisi Undang-
undang untuk membentuk kodifikasi hukum perdata sesuai dengan
daerah jajahan, terdiri dari Mr. Scholten van Oud Haarlem sebagai
ketua, Mr. I. Schneither dan Mr.I.F.H. van Nes masing-masing sebagai
anggota.

Komisi ini menyelesaikan beberapa peraturan yang kemudian Mr. H.L.


Wicher menyempurnakanya:

1. Regeliment of de Rechtlijke organisatie (RO) atau peraturan


Organisasi Pengadilan (POP)

2. Algemene Bapalingen van wetgeving (AB) atau ketentuan umum


tentang perundang-undangan

3. Burgelijk Wetboek (BW) atau Kitap Undang-undang hukum Sipil


(KUHS)

4. Wetboek van Koophandel (WvK) atau Kitap Undang-Undang


Hukum Dagang

5. Reglement op de Burgerlijk Rechtsvordering (RV) atau peraturan


tentang acara perdata (AP)

Peraturan ini diundangkan berlaku di Hindia-Belanda sejak tanggal


1Mei 1848 melalui S. 1847: 23.

2) Masa regerings reglement 1855-1926

Tahun 1848 di Belanda terjadi perubahan berupa grounwet akibat dari


pertentangan de staten general (parlemen) dan raja yang berakhir dengan
keemenangan parlemen dalam bidang pengelolaan Negara. Hal itu
merubah sistem pelaksanaan pemerintah dari monarki konstitusional
menjadi monarki konstitusional parlementer dan juga mempengaruhi
pemerintah dan perundang-undangan jajahan belanda(1 januari 1855
melalui S. 1855: 2, 130 pasal delapan bab dan mengatur tata
pemerintahan Hindia-belanda tertera dalam pasal 75 RR seperti tertera
dalam pasal 11 AB), terutama dengan dicantumkanya pasal 59 ayat I, II,
dan IV Groundwet:

Ayat I: Raja mempunyai kekuasaan tertinggi atas daerah-daerah jajahan


dan harta kerajaan dibagian dari dunia.

Ayat II dan IV: aturan kebijaksanaan pemerintah ditetapkan melalui UU.


Sistem keuangan ditentukan melalui UU. Hal lain yang menyangkut
mengenai daerah jajahan dan harta kalau diperlukan akan diatur melalui
UU.

Menyatakan bahwa kekuasaan raja terhadap daerah jajahan menjadi


dikurangi walaupun masih berhak mengeluarkan peraturan sendiri.

Pasal 109 mencantumkan tentang pembagian penghuni dalam dua


golongan tidak berdasarkan perbedaan agama melainkan yang menjajah
dan yang dijajah. Tahun 1920 RR mengalami perubahan (RR baru)
berlaku tanggal 1 Januari 1929-1926, politik hukum dalam pasal 75
mengalami perubahan dalam hal ketentuan penghuni “pendatang” dan
“yang didatangi”, penggolongan menjadi tiga; golongan Eropa,
Indonesia dan Timur Asing. Disaat berlakunya RR diundangkan
keberlakuan sebuah kitap hukum pidana (S. 1866: 55) yang merupakan
hasil code penal.

Pasal 111 RR: perkumpulan atau persidangan yang membicarakan soal


pemerintahan (politik) atau yang membahayakan keamanan umum,
dilarang di Hindia-Belanda.

Pasal ini meskipun terdapat golongan terpelajar di Indonesia namun


bupati adalah kedudukan yang setinggi-tingginya bagi bangsa Indonesia.
Bergerak dalam bidang politik untuk mempreroleh kemerdekaan tidak
mungkin dikarenakan adanya pasal 111 RR. Dari pasal ini kenyataannya
bukanlah membangun pemerintahan ditangan rakyat dengan bimbingan
bangsa belanda melainkan pemerintahan langsung oleh belanda dengan
mempergunakan tenaga anak bumi putra sebaga alatnya.

3) Masa Indische staatsregeling 1926-1942

Tahun 1918 pemerinth Hindia-Belanda membentuk sebuah Volksraad


(wakil rakyat) hasil dari National comite budi utomo tahun 1916 yang
menghendaki adanya pemerintahan parlementer, namun wakil rakyat
hanya memperoleh hak sebagai penasihat pemerintah saja, tetapi sejak
tahun 1926 diberi hak ikut membuat undang-undang.
Sebelum tahun 1930 sifat-sifat gerakan sangat dinamis dikrenakan pimpinan
berada ditangan yang masih muda dan memang berjiwa pemuda, apalagi
setelah adanya Kongres pemuda 1928 di mana diikrarkan sumpah sakti:

“Satu Bangsa, Bangsa Indonesia, Satu Tanahair, Tanahair Indonesia dan


Satu Bahasa, Bahasa Indonesia”

Sumpah ini sangat besar pengaruhnya, dimana seluruh pemuda memusatkan


dan menyatukan tekat tujuan untuk bangsa Indonesia.

Penjajahan di kepulauan nusantara belum selesai, perang yang melibatkan


Indonesia dalam kancah perperangan Asia Timur Raya setelah peristiwa
pearl harbor, garis pertahanan A.B.C.D (America-British-China-Dutch-
Front) tidak kuat menahan arus kuning di asia tenggara. Tanggal 1 Maret
1942 jepang mendarat di pulau jawa dan tanggal 9 Maret peemerintah
Ned.Indie menyerah tanpa syarat kepada Dai Nippon di kalijati.

Setelah mendarat di Indonesia jepang mendirikan Tiga A; jepang pemimpin,


pelindung dan cahaya asia dengan tujuan mencapai kemakmuran bersama
diseluruh asia. Pemerintahan jepang di Indonesia dilakukan oleh bala tentara
jepang, Indonesia dibagi dalam dua kekuasaan:

1) Indonesia timur dibawah kekuasaan angkatan laut berkedudukan di


makasar,

2) Indonesia barat dibawah kekuasaan angkatan darat berkedudukan di


Jakarta.

Pusat pemerintahan daerah asia tenggara yang diduduki jepang berada di


Saigon. Dalam melaksanakan tata pemerintahan di Indonesia, bala tentara
jepang berpedoman kepada UU-nya disebut “Gunseirei”4 melalui “Osamu
Seirei” mengatur hal yang diperlukan untuk melaksanakan pemerintahan
dan diberlakukan secara umum. Osamu kanrei sebagai peraturan pelaksana,
isinya juga mengatur hal yang diperlukan untuk menjaga keamanan dan
ketertiban umum. Bagi daerah diluar pulau jawa dn Madura ada sedikit
perbedaan dalam membuat dan melaksanakan peraturanya yang dinamakan
“Tomi Kanrei” atau lebih tepatnya sebagai UU darurat atau peraturan
pemerintah pengganti undang-undang.

Bidang hukum, pemerintahan melalui osamu seirei No. 1 Tahun 1942 dlam
pasal 3 menyatakan”semua badan pemerintahan dan kekuasaanya, hukum
dan UU dari pemerintah dahulu tetap diakui sah bagi sementara waktu, asal
saja tidak bertentangan dengan aturan pemerintahan militer”, peraturan ini
4
Djamali, R. Abdoel. Pengatar Hukum Indonesia, edisi revisi. Rajawali pers, Jakarta;
2006, hal 57.
merupakan pasal peralihan agar tidak terjadi kekosongan hukum, yang
berarti aturan hukum yang berlaku pada saat itu adalah Indische
staatsregeling (IS). Berdasarkan osamu gunrei No. 1 tahun 1942, gunseirei
Nomor istimewa tahun 1942 dan osamu senrei No. 25 tahun 1944 tentang
mamuat aturan-aturan pidana mengenai peraturan umum dan peraturan
khusus. Lembaga peradilan Hindia-Belanda tetap digunakan, kecuali
Residentiegerecht dihapuskan. Susunan lembaga peradilan berdasarkan
gunseirei No.14 tahun 1942 terdiri dari:

a. Tihoo Hooin, berasal dari Landraad (pengadilan negeri)

b. Keizai Hooin berasal dari landgerecht (hakim kepolisian)

c. Ken Hooin berasal dari Regentschapgerecht (pengadilan kabupaten)

d. Gun Hooin berasal dari districtsgerecht (pengadilan kewedana)

e. Kaikyoo kootoo hooin bersal dari Hof voor islamietische zaken


(mahkamah islam tinggi)

f. Sooyoo hooin berasal dari priesterraad (rapat agama)

g. Gunsei kensatu kyoko terdiri dari tihoo kensatu kyoko (kejaksaan


pengadilan negeri) berasal dari paket voor de landraden.

Gunserei No. 34 tahun 1942 osamu senrei no. 3 tahun 1942 dinyatakan
bahwa gunsei hooin ditambah dengan saiko hooin (pengadilan agung) dan
kooto hooin (pengadilan tinggi).

Jepang memahami benar siapa yang menguasai pemuda adalah menguasai


masa, barang siapa mengusai pemuda adalah menguasai hari kemudian.
Gerakan pemuda tidak lama dibangun oleh jepang diberinama Barisan
Pemuda Asia Raya, namun gerakan ini tidak didukung oleh rakyat
akibatnya punah. Bersamaan lahirlah suatu barisan pemuda yang berhaluan
nasionalistis”Barisan Benteng” dipimpin oleh departemen dari asharama
angkatan baru Indonesia yang berkedudukan di Menteng 31 Djakarta,
akibat tekanan kenpeitai (polisi militer jepang) barisan ini dibubarkan.
Jepang meminta bantuan para pemimpin Indonesia dan lahirlah Putera
dipimpin oleh empat serangkai Bung Karno, Bung Hatta, Ki Hadjar dan Ki
Mansur dengan harapan ada perubahan nasib, pimpinan ini menemukan
titik ternang namun titik terang tersebut padam kemabali BPAR
ditinggalkan pemuda yang mengetahui jepang ingin memberlokaan arah
jalan pemuda menyeleweng dari sumpah sakti.

Tahun 1943 bung karno sebagai pelopor dibangun gerakan pemuda baru
“GEMPAR” gembelengan pemuda asia raya, tujuan mempelopori dan
merintis perjuangan bangsa dengan bekerja sama dengan putera, jepang
cepat mengetahui unsure-unsur berbahaya dari gerakan pemuda tidak
disetujui oleh jepang dengan demikian GEMPAR mati sebelum lahir.

Jepang membangun Seinenkurensho sebuah pusat latihan pemuda bersifat


semi militer, SEINENDAN susunanya bersifat sentral juga semi militer.
Jepang membangun SEINEN KURENSHO sebuah pusat pelatihan bagi
pemuda bersifat militer bertujuan untuk melawan sekutu dan juga
KEIBODAN yang bersifat membantu polisi.

Badan-badan resmi jepang adalah Heiho dan Peta yang bersifat ketentaraan,
pembelaan tanah air yang disebut DJIBAKUTAI (pasukan berani mati).
Pemuda-pemuda yang menjadi peta dan heihopun telah bosan dengan
penjajahan, terbukti dengan adanya pemberontakan peta di blitar, cilacap
dan pemberontakan rakyat dibawah pimpinan Kyai Mustofa di singaparna,
hingga meledak bom di hiroshima dan nagasaki, jepang menyerah, namun
hal ini dirahasiakan. Berkat ketangkasan pemuda-pemuda yang bekerja
pada kantor berita sampai juga kepada pemimpin-pemimpin Indonesia,
sehingga tibalah hari keramat hari proklamasi kemerdekaan Indonesia 17
Agustus 1945 setelah bung karno dan bung hatta mengadakan perundingan-
perundingan dengan wakil-wakil pemuda dan peta di rengasdengklok juga
peristiwa-peristiwa lain yang tidak bisa dipisahkan dari keggiatan dan
tanggung jawab pemuda.

Setelah proklamasi kemerdekaan, kabinet presidensil dibentuk,


administrasi pemerintahan dilaksanakan oleh Dokuritsu Zyiunbi Linkai
yang menjelma menjadi Komite nasional Pusat, pemuda-pemuda bekas
tentara PETA, KEIHO dan KNIL bergabung menjadi Barisan Keamanan
Rakyat (BKR) yang kemudian menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Badan-badan ini belum dikoordinasi namun berkat kesatuan tekad dan tidak
ada kepentingan pribadi semua dipusatkan kepada kepentingan Republik
Indonesia.

Datangnnya pasukan Inggris beserta belanda menghadapi badan-badan


Pemerintahan Republik Indonesia, pemuda Indonesia yang telah
menggabung jiwanya kini dihadapkan kepada tentara sekutu yang telah
teruji pada perang dunia II, tanggal 10 November 1945 pecahlah
pertempuran di surabaya yang dikenal sebagai hari Pahlawan. Pendudukan
mulai geretakan ke manggelang maka pasukan divisi V dibawah soedirman
c.s., berhasil memukul mundur sekutu, inggris terdesak di banjubiru,
mundur ke ambarawa dan akhirnya pulang ke semarang, bersama dengan
pak oerip soemohardjo, soedirman berhasil menjatuhkan dan membentuk
tentara nasional yang bermutu dan merupakan modal negara yang sangat
besar.

Dalam lapangan ketatanegaraan terjadilah perubahan dengan dimulai


dengan adanya maklumat presiden no. X tanggal 1-3 November 1945,
dengan maklumat ini munculah partai-partai, faham masa mulai berbeda-
beda dengan segala eksesnya. Masa mulai teralih pusat perhatianya kecuali
pada perjuangan dan partai serta golongan, maklumat tersebut juga
memberi wewenang yang sangat luas sehingga berubahlah kabinet
prsidensil menjadi kabinet parlementer yang di kenal dengan “konvensi
sjahrir” dengan inilah kita meninggalkan pusaka proklamasi, semenjak
inilah kekeliruan jalan dan menghadapi kesulitan berliku-liku.

Perundingan formil dan informil dilakukan dengan pihak belanda “hoge


voluwe”, gagalnya perundingan memecah rakyat menjadi dua bagian (pro
dan kontra), maka terjadilah peristiwa 3 Juli yang menggemparkan 1946.
Perdana Menteri Sjahrir diculik bersama pembesar menteri, kepada
presiden disodorkan susunan kabinet baru, tindakan ini dilakukan oleh
Jenderal Major Soedarsono yang dibelakangnya berdiri pimpinan yang
ingin menggunakan kesempatan dengan menjatuhkan nama persatuan
perjuangan. Berkat ketaatan rakyat terhadap presiden orang-orang yang
diculik dikembalikan dengan penandatanganan perjanjian linggarjati
meskipun jelas-jelas merugikan Indonesia.

Tanggal 21 juli 1947 belanda melakukan aksi militernya dengan alasan


yang dicari-cari, Sjahrir berhasil lepas dari kepungan belanda dan
melaporkan hal ini kepada dewan keamanan PBB, meskipun belanda
berteriak ini merupakan soal dalam negeri, PBB tetap mengirim komisi
jasa-jasa baik keIndonesia yang kemudian menjelma menjadi komisi tiga
negara terdiri dari USA, Belgia dan Australia. Perundingan diadakan lagi
“Renville agreement”. Pertentangan politik intern didalam wilayah republik
meruncing dan belanda melaksanakan politik divide et impera.

Dapat dilihat perjuangan bangsa Indonesia dalam mempertahankan bangsa


Indonesia, perpecahan didalam bangsa terjadi akibat memudarnya persatuan
dan kesatuan bangsa. Persatuan dan kesatuan berpangkal dari Pancasila.

2. LANDASAN IDIIL BANGSA (PANCASILA)

A. HAKIKAT DAN LAHIRNYA PANCASILA

Kata pancasila, perumusan dan keterangan yang asli untuk pertamakalinya


didengar dalam pidato soekarno dalam sidang Zyunbi Tyoosakai pada tanggal
1 juni 1945 di Jakarta. Dalam pidato pancasila menurut bahasa adalah lima
dasar. Lima Dasar yang terkandung dalam pancasila dirumuskan sebagai
berikut:

1) Kebangsaan Indonesia

2) Internasionalisme atau perikemanusiaan

3) Mufakat atau Demokrasi

4) Kesejahteraan Sosial

5) Ketuhanan

Perumusan pancasila (dengan keterangan) yaang asli di ajukan oleh bung


karno kepada sidang itu sebagai usul untuk dijadikan dasar filsafat negara.
Pada tanggal 18 Agustus 1945 proklamasi dilaksanakan, esoknya disusun oleh
pemimpin bangsa Undang-Undang Dasar Negara dengan pembukaanya. UUD
ini lah yang disebut UUD 1945 dengan pembukaan tercantum Pancasila
dengan rumusan yang agak berbeda, bentuk pancasila dalam pembukaan UUD
1945:

1) Ketuhanan yang Maha Esa

2) Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

3) Persatuan Indonesia

4) Kerakyatan Yang dipimpin Oleh Hikmat kebijaksanaan Dalam


Permusyawaratan /Perwakilan

5) Keadilan Sosial

Pasang surut perjuangan bangsa yang telah bernegara, UUD 1945


terpaksa disisihkan hingga dua kali, pertama dengan Konstitusi RIS dan yang
kedua UUDS 1959. Meskipun Dasar konstitusional berubah-ubah namun
pancasila tetap tertahan dan tetap menjadi alat pemersatu bangsa Indonesia.
Dalam Mukadimah Konstitusi RIS dan UUDS, bentuk pancasila lain lagi:

1) Ketuhanan Yang Maha Esa

2) Peri Kemanusiaan

3) Kebangsaan

4) Kerakyatan

5) Keadilan Sosial
Setelah kembali kepada UUD 1945 melalui Dekrit Presiden tanggal 5 juli 1959,
dengan sendirinya pancasila menurut UUD 1945 yang digunakan sebagai pokok
bahasan. Lima dasar/sila dalam pancasila dapat diperas menjadi Trisila (3 dasar) yaitu:

1) Nasionalisme dan Perikemanusiaan menjadi Sosio-Nasionalisme,

2) Demokrasi dan keadilan sosial menjadi sosio-demokrasi, dan

3) Ketuhanan yang Maha Esa

Selanjutnya Trisila dapat diperas lagi menjadi ekasila (satu dasar) yaitu gotong
royong. Bentuk pancasila yang berubah-ubah, tidak perlu dikaitkan bahwa semangat
dan jiwanya berubah pula, pancasila bukanlah kumpulan lima sila yang masing-
masing terlepas tanpa ikatan satu terhadap yang lain. Pancasila adalah satu
keseluruhan, bila tiap sila ditafsirkan bebas dan terlepas sama sekali dari sila-sila yang
lain akan menghilanglah arti dan tujuan pancasila itu.

Pancasila sebagai alat pemersatu. Kalau ditinjau sila-sila pancasila satu demi
satu, akan mengambil kesimpulan bahwa dasar, tujuan dan cita-cita berbagai golongan
yang ada di Indonesia terhimpun di dalamnya. Tiap golongan diberi tempat yang layak
didalam Indonesia, tidak ada satupun golongan yang ditinggalkan olehnya. Sila
perikemanusiaan yang menghargai tiap orang sebagai manusia yang layak.
Perikemanusiaan yang membatasi rasa kebangsaan supaya jangan meenjadi sovinisme
sehingga perperangan antar bangsa dapat dihindarkan, perikemanusiaan yang turut
mencapai kedamaian abadi, sehingga kecerdasan, kemakmuran, kebudayaan dan drajat
bangsa dapat dimajukan kesempurnaannya. Sila Persatuan Indonesia atau sila
kebangsaan menghimpun semua suku yang ada di Indonesia menjadi bangsa
Indonesia, tidak satupun yang dijadikan anak emas atau anak tiri.

Persatuan yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan tanah tumpah darah
Indonesia, dan hal ini telah dibuktikan dengan tercapainya kemerdekaan diantaranya
dengan sumpah pemuda 1928 dan proklamsi 1945. Sila kerakyatan atau kedaulatan
rakyat menegaskan juga bahwa negara indonesia bukanlah negara untuk satu
golongan, negara republik adalah negara semua untuk semua. Kedaulatan rakyat yang
dijalankan melalui permusyawaratan perwakilan itulah tempat bagi seluruh rakyat
indonesia memperjuangkan tuntutanya, suara tiap golongan dapat didengarkan dalam
perwakilan itu untuk memperbaiki yang belum sempurna. Sila keadilan sosial adalah
dasar yang menjamin, bahwa indonesia tidak akan ada kemiskinan lagi, dari sila itu
dapat dihindari penghisapan manusia oleh semua manusia, keadilan sosial itu pun
menjamin pekerjaan bagi tiap orang sesuai dengan kemampuanya. Tuntutan bangsa
indonesia untuk dapat hidup yang layak dibenarkan dan akan menjadi kenyataan di
republik Indonesia yang berkeadilan sosial. Jelas bahwa pancasila republik indonesia
menjadi pelindung segenap bangsa indonesia.
Pancasila sebagai kepribadian bangsa. Dalam tiap sila pancasila, dicontohkan
dengan survival yang terdapat pada kebudayaan indonesia, maka pancasila tidak
menyimpang dari kepribadian bangsa, beberapa unsur dipulau kecil seebelah timur
indonesia tampak unsur-unsur kebudayaan portugis, aceh unsur-unsur kebudayaan
arab-islam, ini akibat dari beragamnya bangsa yang datang ke indonesia.

Dalam sejarah Indonesia, jarang sekali terjadi peperangan yang dilakukan


Indonesia terhadap dunia luar, ini dikarenakan Indonesia sibuk mengurus-urusan
Negaranya sendiri sehingga mengakibatkan bersikap acuh saja dan tidak mau campur
tangan urusan Negara lain. Bangsa Indonesia selalu menginginkan hidup damai, asal
kebebasan bangsa kita tidak diganggu. Dizaman modern begitu banyak senjata-senjata
yang dapat menghancurkan umat manusia, sila peri kemanusiaan lebih menjamin
keselamatan bangsa, hal ini bukanlah berarti Indonesia takut berperang tetapi
perdamaian adalah syarat penting dalam kita memperjuangkan cita-cita bangsa
mencapai masyarakat adil dan makmur. Bangsa Indonesia menempuh cita-cita bangsa
dengan kebangsaan dan persatuan Indonesia.Sejarah telah membuktikan hanya dengan
persatuan dapat mengantar bangsa Indonesia kedalam kebahagiaan dan perdamaian.
Didalam bangsa Indonesia yang beraneka ragam, demokrasi menjadi peninggalan
nenek moyang kita misalnya aksi protes “pe’pe” yang artinya menjemur diri dalam
sinar matahari dimuka istana., kalau ada segolongan masyarakat melakukan pe’pe,
segera pihak sunan/sultan mengadakan tindakan-tindakan untuk menjelaskan apa yang
menjadi tuntutan protes tersebut.

Demikian jika sila-sila diperas lagi menjadi satu sehingga pancasila itu menjadi
gotong royong, dasar inilah yang cocok dengan bangsa Indonesia dengan jiwa bangsa
Indonesia. Sifat kerja sama secara kekeluargaan dimana pengaruh individualisme
ditiadakan dalam mencapai kepentingan bersama, gotong royong bukanlah paksaan
seperti yang disangka sebagian orang, didalam gotong royong tidak ada pertikaian
antar individu yang diutamakan adalah kepentingan bersama yaitu kepentingan rakyat.

1) Pancasila Sebagai Pandangan Hidup Bangsa

Setiap bangsa yang ingin berdiri kokoh dan mengetahui secara jelas arah dan
tujuan yang ingin dicapai sangat memerlukan pandangan hidup, dengan demikian
suatu bangsa akan memandang permasalahan-permasalahan yang dihadapi sehingga
dapat memecahkan permasalahan yang di hadapi karena pandangan hidup merupakan
pegangan dan pedoman suatu bangsa. Bangsa yang tidak memiliki pandangan hidup,
akan merasa terombang ambing dalam menghadapi permasalahan yang timbul.

Pandangan hidup dirumuskan secara jelas yaitu pancasila. Dalam Tap MPR
No.II/MPR/1978, pancasila adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian
Indonesia, Pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar Negara sekaligus tujuan
hidup bangsa. Pancasila dibentuk melalui proses yang panjang dimatangkan oleh
perjuangan bangsa. Pancasila di tetapkan sebagai ideologi5 bangsa Indonesia, ideologi
dalam pengertian Bahasa Indonesia adalah:

a. Kumpulan konsep bersistem yang dijadikan asas pendapat (kejadian) yang


memberikan arah dan tujuan untuk kelangsungan hidup,

b. Cara berfikir seseorang atau suatu golongan,

c. Paham, teori dan tujuan yang merupakan suatu program social politik.

Dari defenisi diatas, ditarik fungsi6 dari sebuah ideology dalam suatu bangsa;

a. Memberikan dasar etika pada pelaksanaan kekuatan politik,

b. Mempersatukan rakyat suatu negara atau pengikut suatu gerakan yang


berusaha mengubah negara,

c. Memungkinkan adanya komunikasi simbolis antara pemimpin dengan yang


dipimpin untuk berjuang bahu menbahu demi prinsip bukan pribadi,

d. Pedoman memilih kebijakan dan perilaku politik,

e. Memberi cara kepada mereka yang menginginkanya serta yang yakin akan arti
keberadaanya dan tujuan tindakanya.

Undang-Undang Dasar adanya dua cara pandang utama yaitu pertama bersifat
perorangan atau individualistik dan bersifat kekeluargaan atau integralistik. Ideologi
pancasila bersumber pada cara pandang integralistik (Indonesia) yang mengutamakan
gagasan tentang negara (staatsidee) yang bersifat persatuan. Cara pandang integralistik
Indonesia, manusia tidak dilahirkan bebas, namun secara alamiah justru tergantung
pada orang lain. Cara pandang integralistik Indonesia dalam bernegara dapat dilihat
pada rumusan alinea ke-III pembukaan UUD 1945 yang tidak mendasarkan pada hak
perorangan dengan kebebasannya, melainkan hak seseorang adalah sesuai dengan
keberadaanya sehingga menumbuhkan kewajiban dan terbentuklah persatuan dari
seluruh manusia dalam kelompoknya.

Rumusan dalam UUD bersifat luwes, sehingga dapat menyambut perkembangan


masyarakat yaitu dengan menentukan nilai-nilai pokok saja atau dengan cara
mengintruksikan perumusannya dengan UU, karena dengan UU diasumsikan
pembuatanya dengan sepengetahuan dan dengan persetujuan (wakil) rakyat, sehingga
bisa menampung aspirasi rakyat atau tidak berdasrkan politik hukum penyelenggara
negara belaka, gagasan tersebut terdapat di UUD 1945 yaitu:

1. Mengenai Masyarakat, nilai-nilai dasarnya di alinea I Pembukaan UUD 1945


5
Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ke Tiga, Departemen Pendidikan Nasional.
Balai Pustaka; 2001
6
Carlton Clymer Rodee. Pengantar Ilmu Politik. Raja Wali Pers, Jakarta; 2009.
2. Mengenai bernegara, pada alinea II Pembukaan UUD 1945

3. Mengenai terjadinya negara, pengertiannya dalam alinea Pembukaan III UUD


1945

4. Mengenai tujuan bernegara, pengertian kerakyatan atau demokrasi dan


kedaulatan rakyat atau kekuasaan tertinggi di negara berada rakyat
kesemuanya.

Rumusan tentang gagasan dasar dalam UUD 1945, menunjukan realita


Indonesia mengenai masalah berbangsa, bermasyarakat dan bernegara yang mungkin
secara universal dapat pula tumbuh pada bangsa lain. Ideologi pancasila tampak pada
dimensi realita yang dieksposkan oleh pembentuk UUD 1945, hal ini yang
mengkongkritkan ideologi pancasila, sehingga dengan jelas membedakan ideologi
pancasila dengan ideologi lain. Dimensi realita dan idealisme menuntut suatu
pemahaman mendasar mengenai sejarah perjuangan bangsa, dengan memahami hal
tersebut bisa memahami ide dasar ideologi pancasila. Dua rumusan UUD 1945 tentang
ketentuan dasar untuk pelestarian batasan fleksibilitas ideologi pancasila guna
mencegah memudarnya ideologi pancasila:

1. Pasal 6 UUD 1945, mewajibkan presiden harus orang asli indonesia, sebab
pancasila digali dari khazanah budaya pemikiran filsafati Indonesia. Meskipun
memperhitungkan ideologi lain namun tetap dengan orientasi kepentingan dan
budaya bangsa Indonesia,

2. Pasal 37 UUD 1945, mengatur prosedur perubahan UUD 1945 yang


mengharuskan adanya prosedur khusus yang tidak tidak mudah bahkan
sekarang dilengkapi dengan UU tentang referendum sebelum dapat
menggunakan pasal 37 tersebut, sesuai dengan keinginan (wakil rakyat) yang
terumus dalam ketetapan MPR tentang referendum.

Dimensi fleksibilitas memberikan keluwesan yang tercermin pada rumusan


UUD 1945 yang memberikan kesempatan untuk mengembangkanya namun tetap
menuntut pemahaman pada gagasan dasr yang terpadu dalam ideologi pancasila,
sehingga bangsa Indonesia dalam berbangsa, bermasyarakat bernegara tidak
terombang ambing oleh ideologi lain maupun kepentingan golongan yang mengancam
persatuan dan merugikan rakyat.

2) Pancasila Sebagai Dasar Negara


Pancasila bukan lahir mendadak pada tahun 1945, melainkan melalui proses
panjang yang didasari oleh sejarah perjuangan bangsa7. Pancasila selalu dikukuhkan
dalam konstitusional yaitu UUD 1945, Konstitusi RIS dan UUDS 1950 yaitu pada
pembukaan, jadi jelas bahwa pancasila selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia.

3) Pancasila Sebagai Sumber Dari Segala Sumber Hukum

Pancasila merupakan sumbertertib hukum dan dasar negara, segala peraturan


harus bersumber dan tidak boleh menyimpang dan bertentangan dengan pancasila.
Dalam ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 dijelaskan bahwa sumber tertib hukum
RI adalah pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral
hukum yang meliputi susasana kejiwaan serta watak dari bangsa Indonesia yang
sekarang menjadi dasar negara Indonesia yakni pancasila.

B. PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA

3. LANDASAN KONSTITUSI LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA

A. UNDANG-UNDANG DASAR 1945 (Proklamasi)

Berdasarkan UUD 1945 jo. Ketetapan MPR No. III/MPR/1978, tentang;


kedudukan dan hubungan tata kerja lembaga-lembaga tertinggi dengan/atau
antar lembaga-lembaga tinggi negara, pasal 1 lembaga-lembaga negara
republic Indonesia:

1. Lembaga Tertinggi

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

a. Kedudukan hukum dan fungsi MPR

Suatu badan yang mempunyai kekuasaan melakukan kedaulatan atau


kekuasaan negara tertinggi (pasal 1 (2) UUD 1945), yang berarti penjelmaan
seluruh rakyat Indonesia dan mempunyai fungsi sebagai pemegang kuasa dan
mandataris dari rakyat yang dikuasakan oleh rakyat untuk melakukan kekuasaan
negara tertinggi. MPR merupakan lembaga yang mempunyai supremasi, supremasi
mengandung dua prisip yaitu:

1. MPR mempunyai legal power,

Kekuasaan berdasarkan hukum untuk menetapkan sesuatu yang telah


ditegaskan oleh UUD 1945 (pasal-pasal 3 yis.6 (2) dan pasal 37 UUD 1945).

7
Prof. Drs. H.A.W. Widjaja. Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Pancasila Pada
Perguruan Tinggi. Depatemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta; 1993. Hal 73
2. No rival authority

Baik perseorangan ataupun lembaga, tidak hak untuk melanggar atau


melakukan penyimpangan sesuatunya yang sudah diputuskan oleh MPR terutama
yang berbentuk ketetapan MPR.

b. Kekuasaan MPR

MPR sebagai lembaga tertinggi mempunyai kekuasaan sebagai berikut:

1. Melakukan kedaulatan rakyat (pasal 1 (2) UUD 1945)

2. Menetapkan UUD (pasal 3)

3. Menetapkan GBHN (pasal 3)

4. Memilih kemudian mengangkat presiden dan wakil presiden (pasal 6 (2))

5. Mengambil sumpah atau janji presiden dan wakil presiden sebelum


memangku jabatan masing-masing (pasal 9)

6. Mengubah UUD (pasal 37)

7. Menerima dan menilai isi pertanggung jawaban presiden pada akhir masa
jabatan presiden (penjelasan)

8. Meminta dan menilai isi pertanggungjwaban presiden dalam sidang


istimewa MPR, apabila presiden sungguh melanggar UUD, GBHN dan
TAP MPR lainya (penjelasan)

9. Mencabut kembali mandate yang telah diberikan kepada


presiden/mandataris MPR apabila isi pertanggung jawaban presiden tidak
diterima MPR

10.Memilih dan mengankat wakil presiden dalam siding istimewa MPR


apabila terjdi kekosongan jabatan wakil presiden, karena wakil presiden
yang lama menggantikan presiden yang berhalangan tetap (TAP MPR
No. III/MPR/1978 pasal 6)

11.Memilih serta mengangkat presiden dan wakil presiden dalam sidang


istimewa MPR apabila terjadi kekosongan jabatan presiden dan wakil
presiden karena presiden dan wakil presiden yang lama berhalangan tetap
(TAP MPR No. VII/MPR/1973 pasal 5 (1))

Kekuasaan MPR dapat dibedakaan kekuasaan bersifat mengatur dengan


kekuasaan bersifat tidak mengatur:

1. Kekuasaan bersifat mengatur:


a. Menetapkan UUD (pasal 3)

b. Menetapkan GBHN (pasal 3)

c. Mengubah UUD (pasal 37)

2. Kekuasaan bersifat tidak mengatur:

a. Memilih kemudian mengangkat presiden dan wakil presiden


(pasal 6 (2))

b. Mengambil sumpah atau janji presiden dan wakil presiden


sebelum memangku jabatan masing-masing (pasal 9)

c. Menerima dan menilai isi pertanggung jawaban presiden pada


akhir masa jabatan presiden (penjelasan)

d. Meminta dan menilai isi pertanggungjwaban presiden dalam


sidang istimewa MPR, apabila presiden sungguh melanggar
UUD, GBHN dan TAP MPR lainya (penjelasan)

e. Mencabut kembali mandate yang telah diberikan kepada


presiden/mandataris MPR apabila isi pertanggung jawaban
presiden tidak diterima MPR

f. Memilih dan mengankat wakil presiden dalam sidang


istimewa MPR apabila terjdi kekosongan jabatan wakil
presiden, karena wakil presiden yang lama menggantikan
presiden yang berhalangan tetap (TAP MPR No.
III/MPR/1978 pasal 6)

g. Memilih serta mengangkat presiden dan wakil presiden dalam


sidang istimewa MPR apabila terjadi kekosongan jabatan
presiden dan wakil presiden karena presiden dan wakil
presiden yang lama berhalangan tetap (TAP MPR No.
VII/MPR/1973 pasal 5 (1))

c. Susunan keanggotaan MPR

Pasal 2 (1) anggota MPR terdiri dari anggota-anggota DPR, utusan


dari daerah-daerah dan utusan golongan-golongan yang ditetapkan
dengan UU.

Menurut UU No. 5 tahun 1975 yo UU No. 16 tahun 1969, pada pasal


1 ditetapkan bahwa jumlah anggota MPR adalah dua kali lipat
jumlah DPR.
Anggota MPR mempunyai kekebalan berbicara (hak imunitas), yang
artinya tidak dapat ditutntut dimuka pengadilan karena pernyataan-
pernyataan yang dikemukakan dalam rapat MPR baik yang diajukan
secara tertulis ataupun lisan. Dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya sebagai anggota MPR mempunyai:

1. Hak suara

2. Hak bicara dan mengeluarkan pendapat

3. Hak usul dan mentokong usul perubahan terhadap rancangan


ketetapan atau keputusan MPR

4. Hak menilai kebijaksanaan presiden/mandataris pada sidang


umum atau sidang istimewa

5. Hak mencalon dan memilih presiden dan wakil presiden.

d. Alat kelengkapan MPR

1. Pimpinan MPR

2. Badan pekerja MPR

3. Komisi MPR

4. Panitia Ad Hoc MPR

Fraksi

Fraksi yang terdapat dalam MPR adalah pengelompokan anggota


yang mencermikan konstelasi politik dan pengelompokan fungsional
dalam masyarakat

e. Sidang MPR

Pasal 2 (2), bahwa MPR melakukan sidang paling sedikit sekali


dalam lima tahun bertempat diibu kota negara.

Dua macam sidang MPR:

1. Sidang Umum MPR

Sidang MPR yang dalam acara sidang tersebut mencakup


beberapa masalah misalnya masalah penetapan dan GBHN.
Dalam sejarah ketatanegaraan RI bahwa sidang umum MPR (c.q.
MPRS) dalam satu kurun waktu diadakan lebih dari satu kali,
yaitu sidang MPRS tahun 1966 dan tahun 1968.
2. Sidang Istimewa MPR

Sidang MPR dengan acara yang bersifat khusus.

f. Cara Majelis Menetapkan Putusan

Pasal 2 (3), segala putusan MPR ditetapkan dengan suara terbanyak,

pasal 6 (2), presiden dan wakil presiden dipilih oleh MPR dengan
suara terbanyak

pasal 37, putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kuranganya


2/3 dari pada jumlah anggota yang hadir.

Secara teoritis penetapan berdasarkan perhitungan suara terbanyak,


suara terbanyak biasa, mutlak, bersyarat dan bulat.

g. Bentuk-bentuk Putusan MPR

Pasal 98 TAP MPR No.I/MPR/1983, bentuk-bentuk putusan MPR:

1. Ketetapan MPR, yaitu ketetapan yang mempunyai kekuatan


hukum mengikat keluar dan kedalam MPR,

2. Keputusan MPR, yaitu keputusan yang mempunyai kekuatan


hukum mengikat keluar dan kedalam MPR

2. Lembaga Tinggi

a. Presiden/ Wakil Presiden

Presiden adalah kepala negara, hal ini tertera dalam penjelasan UUD
1945. Selain kepala negara presiden dan wakil presiden ialah
mandataris dari majelis dan wajib menjalankan putusan majelis.

Pasal 4 (1), presiden RI memegang kekuasaan memerintah menurut


UUD yang berarti presiden kepala kekuasaan eksekutif dalam negara.
TAP MPR No. VI/MPR/1973 jo. TAP MPR No.III/MPR/1978,
hubungan kerja antara presiden dengan wakil presiden.diatur dan
ditentukan oleh presiden dengan dibantu oleh wakil presiden.

Pasal 5 (1) Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-


undang dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, dengan
pengertian presiden memegang kekuasaan eksekutif juga
menjalankan kekuasaan legislative bersama DPR.
Pasal 5 (2) Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk
menjalankan
Undang-undang sebagaimana mestinya.

Dalam keadaan mendesak/darurat presiden berhak menetapkan


peraturan pemerintah sebagai pengganti UU pasal 22 (1), yang
mempunyai kekuatan sama dengan UU walaupun belum mendapat
persetujuan DPR sebelumnya (penjelasan pasal 22), pasal 22 (2)
Peraturan Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan
Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikutnya, pasal 22 (3) Jika
tidak mendapat persetujuan maka Peraturan Pemerintahan itu
harus dicabut.

Pasal 6 (1) Presiden ialah orang Indonesia, pasal ini merupakan


syarat bagi bagi jabatan presiden dan tampak dari eksepsi dari pasal
27 (1) Segala Warganegara bersamaan kedudukannya di dalam
Hukum dan
Pemerintahan dan wajib menjunjung Hukum dan Pemerintahan itu
dengan
tidak ada kecualinya, yang tidak menghendaki adanya diskriminasi
diantara sesama warga negara.

Pasal 7, Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama


masa lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Tidak
ditetapkan berapa kali dapat dipilih kembali, MPR akan menetapkan
sendiri seseorang dapat dipilih dan diangkat kembali atau tidak.

Pasal 9

Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden


bersumpah
menurut agama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh dihadapan
Majelis
Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai
berikut :

Sumpah Presiden (Wakil Presiden ):

"Demi Allah, saya bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden


Republik
Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-
baiknya
dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang Dasar dan
menjalankan
segala Undang-undang dan Peraturannya dengan seluas-luasnya serta
berbakti kepada Nusa dan Bangsa."

Janji Presiden (Wakil Presiden ):

"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewajiban


Presiden
Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan
sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-undang
Dasar
dan menjalankan segala Undang-undang dan Peraturannya dengan
seluas-luasnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa.

Pasal 10, Presiden memegang kekuasan tertinggi atas Angkatan


Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara.

Pasal 11, Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat


menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan
Negara lain.

Pasal 12, Presiden menyatakan keadaan bahaya.Syarat-syarat dan


akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-undang.

Pasal 13 (1) Presiden mengangkat Duta dan Konsul., (2) Presiden


menerima Duta negara lain.

Pasal 14, Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.

Pasal 15, Presiden memberi gelaran, tanda jasa dan lain-lain tanda
kehormatan

Pasal 17, (1) Presiden dibantu oleh Menteri-menteri Negara, (2)


Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, (3)
Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan

b. Dewan Pertimbangan Agung (DPA)

Pasal 16 (1) Susunan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan


dengnan Undang-undang, (2) Dewan ini berkewajiban memberi
jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak memajukan usul kepada
Pemerintah

UU yang mengatur DPA adalah UU No. 3/1967 jo UU No. 4/1978.


Anggota DPA terdiri atas unsure-unsur masyarakat seperti tokoh
politik, karya, daerah atau pun nasional.

c. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)


Dewan perwakilan rakyat merangkap sebagai anggota MPR,
mempunyai tugas;

1. Senantiasa mengawasi tindakan-tindakan presiden,

2. Memberikan atau tidak memberikan persetujuan dalam


pembentukan UU (pasal 5 (1) dan pasal 20 (1)),

3. Memberikan atau tidak memberikan persetujuan dalam penetapan


anggaran pendapatan belanja negara (pasal 23 (1)), dan

4. Memberikan atau tidak memberikan persetujuan dalam tindakan


presiden lainya yang memerlukan persetujuan DPR seperti
menyatakan perang, mebuat perdamaian, membuat perjanjian
dengan negara lain (pasal 11).

DPR RI dimulai sejak dibentuknya Komite Nasional Indonesia Pusat


(KNIP) oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus 1945 di Gedung
Kesenian, Pasar Baru Jakarta[1]. Tanggal peresmian KNIP ini (29
agustus 1945) dijadikan sebagai hari lahir DPR RI. Dalam Sidang
KNIP yang pertama dipilih pimpinan sebagai berikut:

a. Ketua : Mr. Kasman Singodimedjo


b. Wakil Ketua I : Mr. Sutardjo Kartohadikusumo
c. Wakil Ketua II : Mr. J. Latuharhary
d. Wakil Ketua III : Adam Malik
d. Badan Pemeriksa Keuangan (BAPEKA)

BPK terlepas dari pengaruh dan kekuasaan pemerintah [Penjelasan


UUD 1945 Bab VIII Pasal 23 (5) Untuk memeriksa tanggung-jawab
tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa
Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-undang.

Hal pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan


Rakyat. UU yang mengatur tentang BAPEKA ialah UU No. 5/1973
menyatakan tugas BAPEKA ialah:

1. Memeriksa tanggung jawab pemerintah teentang keuangan


negara,

2. Memeriksa semua pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja


negara.

e. Mahkamah Agung (MA)


Kekuasan kehakiman menurut UUD 1945 sebelum amandemen
dilakukan oleh Mahkamah Agung dan lain-lain badan kehakiman
(Pasal 24 (1) Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh
sebuahMahkamah Agung dan
lain-lain Badan Kehakiman menurut Undang-undang.). Kekuasaan
kehakiman hanya terdiri atas badan-badan pengadilan yang
berpuncak pada Mahkamah Agung. Lembaga ini dalam tugasnya
diakui bersifat mandiri dalam arti tidak boleh diintervensi atau
dipengaruhi oleh cabang-cabang kekuasaan lainnya, terutama
eksekutif.

Mahkamah Agung berwenang dalam kekuasaan kehakiman secara


utuh karena lembaga ini merupakan lembaga kehakiman satu-satunya
di Indonesia.

UU yang mengatur kekuasaan kehakiman ialah UU No.14/1970,


lingkungan kekuasaan kehakiman berdasarkan UU masing-masing
terdiri dari:

a. Peradilan militer, UU No. 5/1950

b. Peradilan umum, UU No. 2/1986

c. Peradilatan tata usaha negara, UU No. 5/1986

d. Peradilan agama, UU No. 7/1989.

Sussunan, kekuasaan dan hukum acara pada MA diatur dalam UU


No. 14/1985 seebagai penyempurnaan dari UU No. 13/1965 tentang
peradilan dalam lingkungan peradilan umum dan mahkamah agung.

Mahkamah agung diangkat oleh presiden dari daftar nama yang


diajukan DPR, untuk setiap hakim agung diusulkan dua orang calon.

Pasal 31

1. Mahkamah Agung mempunyai wewenang menguji secara


materiil hanya terhadap peraturan perundang-undangan di bawah
ini Undang-undang.
2. Mahkamah Agung berwenang menyatakan tidak sah semua
peraturan perundang-undangan dari tingkat yang lebih rendah
daripada Undang-undang atas alasan bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
3. Putusan tentang pernyataan tidak sahnya peraturan perundang-
undangan tersebut dapat diambil berhubungan dengan
pemeriksaan dalam tingkat kasasi.
B. KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SERIKAT

Berdasarkan bab III Konstitusi RIS, tentang alat perlengkapan RIS,


ditentukan bahwa, alat-alat perlengkapan federal republic Indonesia serikat
terdiri atas:

a. Presiden;

Presiden sebagai kepala Negara { pasal 69 ayat (1) Konstitusi RIS }.


Konstitusi RIS mengatur kedudukan dan kekuasaan, tugas dan
kewenangan, serta hak dan kewajiban lembaga kepresidenan secara lebih
rinci. Selain itu dalam sistematika Konstitusi RIS, hal-hal yang mengatur
tentang lembaga kepresidenan tidak terletak dalam satu bab khusus
melainkan tersebar di berbagai pasal. Menurut Konstitusi RIS;

1. Presiden berkedudukan sebagai kepala negara

2. Presiden merupakan bagian dari pemerintah:

pasal 68 (1) Presiden dan Menteri2 bersama-sama merupakan


Pemerintah.

(2) Dimana-mana dalam Konstitusi ini disebut Pemerintah, maka


jang dimaksud jalah Presiden dengan seorang atau beberapa atau para
menteri, jakni menurut tanggungjawab khusus atau tanggung jawab
umum mereka itu.

Pasal 70, Presiden berkedudukan ditempat-kedudukan Pemerintah

Pasal 72 (1) Djika perlu karena Presiden berhalangan, maka Beliau


memerintahkan Perdana-Menteri mendjalankan pekerdjaan
djabatannja sehari-hari.

3. Presiden tidak dapat diganggu-gugat dan segala pertanggung jawaban


berada di tangan kabinet

pasal 74 (4), Keputusan2 Presiden jang memuat pengangkatan jang


diterangkan dalam ajat (2) dan (3) pasal ini serta ditanda-tangani oleh
ketiga pembentuk Kabinet

118 (2), Presiden tidak dapat diganggu-gugat. (2) Menteri2


bertanggung-djawab atas seluruh kebidjaksanaan Pemerintah, baik
bersama-sama untuk seluruhnja, maupun masing2 untuk bagiannja
sendiri2 dalam hal itu

119 Sekalian keputusan Presiden serta ditanda-tangani oleh Menteri2


jang bersangkutan, ketjuali jang ditetapkan dalam pasal 74, ajat
keempat

4. Presiden dilarang: (a). rangkap jabatan dengan jabatan apapun baik di


dalam ataupun di luar federasi, (b). turut serta atau menjadi
penanggung perusahaan yang diadakan negara federal maupun
negara bagian, (c). dan mempunyai piutang atas tanggungan negara
[pasal 79 (1), (2), dan (3)]. Larangan (b) dan (c) tetap berlaku selama
tiga tahun setelah presiden meletakkan jabatannya [pasal 79 (4)];

5. Presiden maupun mantan presiden diadili oleh Mahkamah Agung


atas pelanggaran jabatan atau pelanggaran lainnya yang dilakukan
dalam masa jabatannya [pasal 148 (1)]

6. Hal keuangan presiden diatur dalam UU federal [pasal 78];

7. Presiden dengan persetujuan Dewan Pemilih membentuk Kabinet


Negara [pasal 74 (1) – (4)];

8. Presiden menyaksikan pelantikan kabinet [pasal 77];

9. Presiden menerima pemberitahuan kabinet mengenai urusan penting


[pasal 76 (2)];

10. Presiden menyaksikan pelantikan anggota Senat [pasal 83];

11. Presiden mengangkat ketua Senat [pasal 85 (1)] dan menyaksikan


pelantikannya [pasal 86];

12. Presiden menyaksikan pelantikan anggota DPR [pasal 104];

13. Presiden mengesahkan pemilihan ketua dan wakil-wakil ketua DPR


[pasal 103 (1)];

14. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan


legislatif [pasal 128 (1) dan (2), 133-135; 136 (1) dan (2), 137, dan
138 (3)];

15. Presiden bertindak secara administratif/protokoler dalam urusan


konstitutif [pasal 187 (1) dan 189 (3)].

16. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil


Ketua, dan Anggota-anggota Mahkamah Agung untuk pertama
kalinya [pasal 114 (1)] dan memberhentikan mereka atas permintaan
sendiri [pasal 114 (4)];

17. Presiden dengan pertimbangan Mahkamah Agung memberi grasi dan


amnesti [pasal 160];

18. Presiden dengan pertimbangan Senat mengangkat Ketua, Wakil


Ketua, dan Anggota-anggota Dewan Pengawas Keuangan untuk
pertama kalinya [pasal 116 (1)] dan memberhentikan mereka atas
permintaan sendiri [pasal 116 (4)];

19. Presiden mengadakan dan mengesahkan perjanjian internasional atas


kuasa UU federal [pasal 175];

20. Presiden mengangkat dan menerima misi diplomatik [pasal 178];

21. Presiden memegang kekuasaan militer [pasal 183 (1) dan (3)];

22. Presiden memberikan tanda kehormatan menurut UU federal [pasal


126].

Selain bertindak secara khusus, sebagai bagian dari pemerintahan dalam


fungsi administratif/protokoler, presiden, menurut konstitusi, antara lain:

1. Menjalankan pemerintahan federal [pasal 117];


2. Mendengarkan pertimbangan dari Senat [pasal 123 (1) dan (4);
3. Memberi keterangan pada Senat [pasal 124];
4. Mengesahkan atau memveto UU yang telah disetujui oleh DPR dan
Senat [pasal 138 (2)];
5. Mengeluarkan peraturan darurat (UU Darurat) dalam keadaan
mendesak [pasal 139];
6. Mengeluarkan peraturan pemerintah [pasal 141];
7. Memegang urusan hubungan luar negeri [pasal 174, 176, 177];
8. Menyatakan perang dengan persetujuan DPR dan Senat [pasal 183];
9. Menyatakan keadaan bahaya [pasal 184 (1)];
10. Mengusulkan rancangan konstitusi federal kepada konstituante [pasal
187 (1) dan (2)], dan mengumumkan konstitusi tersebut [pasal 189
(2) dan (3)] serta mengumumkan perubahan konstitusi [pasal 191 (1)
dan (2)].

Lembaga kepresidenan dalam periode ini hanya berumur sangat pendek.


RI dan RIS mencapai kesepakatan pada 19 Mei 1950 untuk kembali ke
bentuk negara kesatuan. Pada 15 Agustus 1950, di hadapan sidang DPR
dan Senat, diproklamasikan berdirinya negara kesatuan Republik
Indonesia menggantikan negara federasi Republik Indonesia Serikat.
Konstitusi RIS diubah menjadi Undang-Undang Dasar Sementara
Republik Indonesia (yang selanjutnya dikenal sebagai UUDS 1950)
berdasarkan UU RIS No. 7 Tahun 1950. Pada hari itu juga, Pemangku
Jabatan Presiden RI, Assaat, menyerahkan secara resmi kekuasaan
pemerintahan RI kepada Soekarno sebagai Presiden Republik Indonesia.

b. Menteri-menteri;

Pasal 72 (1) Djika perlu karena Presiden berhalangan, maka Beliau


memerintahkan Perdana-Menteri mendjalankan pekerdjaan djabatannja
sehari-hari.

c. Senat;

Keanggotaan Senat RIS berjumlah 32 orang, yaitu masing-masing dua


anggota dari tiap negara/negara bagian. Secara keseluruhan, cara kerja
Senat RIS diatur dalam Tata Tertib Senat RIS.

BAB V KONSTITUANTE

Pasal 186

Konstituante (Sidang Pembuat Konstitusi), bersama-sama dengan


Pemerintah selekas-lekasnja menetapkan Konstitusi Republik Indonesia
Serikat jang akan menggantikan Konstitusi sementara ini.

Pasal 187

1. Rantjangan Konstitusi dibuat oleh Pemerintah dan dengan amanat


Presiden disampaikan kepada Konstituante untuk dimusjawaratkan,
demi Sidang itu berapat.

2. Pemerintah mendjaga, supaja rantjangan Konstitusi berdasarkan


pembangunan Republik Indonesia Serikat dari negara2 sesuai dengan
kehendak rakjat, sebagai jang akan dinjatakan dengan tjara
demokrasi menurut jang ditetapkan dalam pasal 43 sampai dengan
46.

3. Berkenaan dengan mendjalankan jang ditetapkan dalam pasal2 jang


tersebut dalam ajat jang lalu, undang-undang federal akan
mengadakan tindakan2 jang perlu, sehingga pernjataan suara rakjat
jang diperlukan, diperoleh dalam satu tahun sesudah Konstitusi ini
mulai berlaku.

Pasal 188

1. Konstituante dibentuk dengan djalan memperbesar Dewan


Perwakilan Rakjat jang dipilih menurut pasal 111 dan Senat baru
jang ditundjuk menurut pasal 97, dengan anggota2 luar biasa
sebanjak djumlah anggota biasa madjelis itu masing2. Anggota2 luar
biasa itu dipilih ataupun ditundjuk atau diangkat dengan tjara jang
sama sebagai anggota biasa. Ketentuan2 jang berlaku bagi anggota2
biasa berlaku pula bagi mereka itu. Pemerintah mengadakan
persediaan, sekadar perlu dengan mupakat dengan daerah2-bagian,
untuk mendjamin supaja anggota2 luar biasa Dewan Perwakilan
Rakjat dan Senat dipilih, diangkat ataupun ditundjuk pada waktunja.

2. Rapat gabungan Dewan Perwakilan Rakjat dan Senat, keduanja


dengan djumlah anggota dua kali lipat, itulah Konstituante.

3. Ketua Dewan Perwakilan Rakjat jalah Ketua Konstituante, Ketua


Senat jalah Wakil Ketua.

4. Jang ditetapkan dalam pasal 87, 93, 94, ajat (3) dan (4), 95 dan 105,
berlaku demikian djuga bagi Konstituante.

5. Rapat2 Konstituante terbuka bagi umum, ketjuali djika dianggap


perlu oleh Ketua menutup pintu ataupun djika sekurang-kurangnja
dua puluh lima anggota menuntut hal itu.

Pasal 189

1. Konstituante tidak dapat bermupakat atau mengambil keputusan


tentang rantjangan Konstituante baru, djika pada rapatnja tidak hadir
sekurang-kurangnja dua-pertiga dari djumlah anggota-sidang.

2. Konstituante berhak mengadakan perubahan2 dalam rantjangan


Konstitusi. Konstitusi baru berlaku, djika rantjangannja telah
diterima dengan sekurang-kurangnja duapertiga dari djumlah suara
anggota jang hadir dan kemudian disahkan oleh Pemerintah.

3. Apabila Konstituante sudah menerima rantjangan Konstitusi, maka


dikirimkannja rantjangan itu kepada Presiden untuk disahkan oleh
Pemerintah. Pemerintah harus mensahkan rantjangan itu dengan
segera. Pemerintah mengumumkan Konstitusi itu dengan keluhuran.
4. Kepada tiap2 negara-bagian akan diberikan kesempatan menerima
Konstitusi. Dalam hal suatu negara-bagian tidak menerima Konstitusi
itu, maka negara itu berhak bermusjawarat tentang suatu
perhubungan chusus dengan Republik Indonesia Serikat dan
Keradjaan Nederland.

d. Dewan Perwakilan Rakyat (DPR);

Menurut Konstitusi RIS, anggota DPR RIS berjumlah 150 orang yang
terdiri dari 50 orang dari negara bagian RI dan 100 orang dari negara-
negara bagian lainnya. Jumlah anggota DPR terdiri dari 146 orang yang
mewakili negara/daerah bagian dengan perincian sebagai berikut:

1. Republik Indonesia 49 orang

2. Indonesia Timur 17 orang

3. Jawa Timur 15 orang

4. Madura 5 orang

5. Pasundan 21 orang

6. Sumatera Utara 4 orang

7. Sumatera Selatan 4 orang

8. Jawa Tengah 12 orang

9. Bangka 2 orang

10. Belitung 2 orang

11. Riau 2 orang

12. Kalimantan Barat 4 orang

13. Dayak Besar 2 orang

14. Banjar 3 orang

15. Kalimantan Tenggara 2 orang

16. Kalimantan Timur 2 orang


DPR-RIS dan Senat bersama-sama dengan pemerintah melaksanakan
pembuatan perundang-undangan. DPR-RIS juga berwenang mengontrol
pemerintah, dengan catatan presiden tidak dapat diganggu gugat, tetapi
para menteri bertanggung jawab kepada DPR atas seluruh kebijaksanaan
pemerintah, baik bersama-sama untuk seluruhnya, maupun masing-
masing untuk bagiannya sendiri. Di samping itu, DPR-RIS juga memiliki
hak menanya dan menyelidik. Dalam masa kerjanya selama enam bulan,
DPR-RIS berhasil mengesahkan tujuh undang-undang.

Pada tanggal 15 Agustus 1950, DPR dan Senat RIS menyetujui Undang-
Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUDS
NKRI, UU No. 7/1850, LN No. 56/1950). UUDS ini merupakan adopsi
dari UUD RIS yang mengalami sedikit perubahan, terutama yang
berkaitan dengan perubahan bentuk negara dari negara serikat ke negara
kesatuan. Pada tanggal yang sama, DPR dan Senat RIS mengadakan
rapat di mana dibacakan piagam pernyataan terbentuknya NKRI yang
bertujuan:

1. Pembubaran secara resmi negara RIS yang berbentuk federasi;

2. Pembentukan NKRI yang meliputi seluruh daerah Indonesia dengan


UUDS yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1950.

Pasal 77 UUDS, ditetapkan jumlah anggota DPRS adalah 236 orang,


yaitu 148 anggota dari DPR-RIS, 29 anggota dari Senat RIS, 46 anggota
dari Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, dan 13 anggota dari Dewan
Pertimbangan Agung.

Fraksi di DPRS (menurut catatan tahun 1954):

1. Masjumi 43 orang
2. PNI 42 orang
3. PIR-Hazairin 19 orang 22 orang
4. PIR-Wongso 3 orang
5. PKI 17 orang
6. PSI 15 orang
7. PRN 13 orang
8. Persatuan Progresif 10 orang
9. Demokrat 9 orang
10. Partai Katolik 9 orang
11. NU 8 orang
12. Parindra 7 orang
13. Partai Buruh 6 orang
14. Parkindo 5 orang
15. Partai Murba 4 orang
16. PSII 4 orang
17. SKI 4 orang
18. SOBSI 2 orang
19. BTI 1 orang
20. GPI 1 orang
21. Perti 1 orang
22. Tidak berpartai 11 orang

DPR-RIS dan Senat bersama-sama dengan pemerintah melaksanakan


pembuatan perundang-undangan. Selain itu, dalam pasal 113-116 UUDS
ditetapkan bahwa DPR mempunyai hak menetapkan anggaran negara.
Seterusnya dalam Pasal 83 ayat (2) UUDS ditetapkan bahwa para
menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah, baik
bersama-sama untuk seluruhnya maupun masing-masing untuk
bagiannya sendiri. Ini berarti DPR berhak dan berkewajiban senantiasa
mengawasi segala perbuatan pemerintah.

Hak-hak dan Kewajiban DPRS:

a. Hak Amandemen
b. DPR berhak mengadakan perubahan-perubahan usul UU yang
dimajukan pemerintah kepadanya.
c. Hak Menanya dan Hak Interpelasi
d. DPR mempunyai hak menanya dan hak memperoleh penerangan dari
menteri-menteri, yang pemberiannya dianggap tidak berlawanan
dengan kepentingan umum RI.
e. Hak Angket
f. DPR mempunyai hak menyelidiki (enquete) menurut aturan-aturan
yang ditetapkan UU.
g. Hak Kekebalan (imunitet) Ketua, anggota DPR dan menteri-menteri
tidak dapat dituntut di muka pengadilan karena apa yang
dikemukakan dalam rapat atau surat kepada majelis, kecuali jika
mereka mengumumkan apa yang dikemukakan dalam rapat tertutup
dengan syarat supaya dirahasiakan.
h. Forum Privelegiatum, Ketua, wakil ketua, dan anggota DPR diadili
dalam tingkat pertama dan tertinggi oleh MA, pun sesudah mereka
berhenti, berhubung dengan kejahatan dan pelanggaran lain yang
ditentukan dengan UU dan yang dilakukan dalam masa
pekerjaannya, kecuali jika ditetapkan lain dengan UU.
i. Hak mengeluarkan suara.
Sama halnya dengan UUD RIS, UUDS juga menganut sistem
pemerintahan parlementer. DPRS dapat memaksa kabinet atau masing-
masing menteri meletakkan jabatannya. Namun berbeda dengan
ketentuan dalam UUD RIS, UUDS memasukkan pula ketentuan bahwa
presiden dapat membubarkan DPRS, kalau DPRS dianggapnya tidak
mewakili kehendak rakyat lagi.

Hasil-hasil pekerjaan DPRS

a.menyelesaikan 167 uu dari 237 buah RUU


b. 11 kali pembicaraan tentang keterangan pemerintah
c.82 buah mosi/resolusi.
d. 24 usul interpelasi.
e.2 hak budget.

e. Mahkamah Agung Indonesia (MA);

Undang-Undang No. 7 tahun 1947 ditetapkan tentang susunan kekuasaan


Mahkamah Agung dan Kejaksaaan Agung yang mulai berlaku pada
tanggal 3 Maret 1947. Pada tahun 1948, Undang-Undang No. 7 tahun
19,47 diganti dengan Undang-Undang No. 19 tahun 1948 yang dalam
pasal 50 ayat 1 mengandung

Mahkamah Agung Indonesia ialah pengadilan federal tertinggi.

Pengadilan-pengadilan federal yang lain dapat diadakan dengan Undang-


Undang federal, dengan pengertian, bahwa dalam Distrik Federal Jakarta
akan dibentuk sekurang-kurangnya satu pengadilan federal yang
mengadili dalam tingkat pertama, dan sekurankurangnya satu pengadilan
federal yang mengadili dalam tingkat apel. Oleh karena kita telah
kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak sesuai dengan
keadaan, maka pada tahun 1965 dibuat UndangUndang yang mencabut
Undang-Undang No. 19 tahun 1948 dan Undang-Undang No. 1 tahun
1950 dengan Undang-Undang Nomor 13 tahun 1965 tentang Pengadilan
dalam lingkungan Peradilan Umum den Mahkamah Agung.

Sebagaimana lazimnya dalam suatu negara yang berbentuk suatu


Federasi atau Serikat, maka demikian pula dalam negara Republik
Indonesia Serikat diadakan 2 macam Pengadilan; yaitu Pengadilan dari
masing-masing negara Bagian disatu pihak. Pengadilan dari Federasi
yang berkuasa disemua negara-negara Bagian dilain pihak untuk seluruh
wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS) ada satu Mahkamah Agung
Republik Indonesia Serikat sebagai Pengadilan Tertinggi, sedang lain
Badan-Badan pengadilan menjadi urusan. masing-masing negara Bagian.
Undang-Undang yang mengatur Mahkamah Agung Republik Indonesia
Serikat adalah Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tanggal 6 Mei 1950 (I-
N. tahun 1950 No. 30) yaitu tentang Susunan dan Kekuasaan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Serikat yang mulai berlaku tanggal 9 Mei
1950.

Undang-Undang tersebut adalah hasil pemikiran Mr. Supomo yang


waktu itu menjabat sebagai Menteri Kehakiman Republik Indonesia
Serikat, yang pertama (Menteri Kehakiman dari negara Bagian Republik
Indonesia di Yogya adalah Mr. Abdul Gafar Pringgodigdo menggantikan
Mr. Susanto Tirtoprodjo - lihat halaman 34. “Kenang-kenangan sebagai
Hakim selama 40 tahun mengalami tiga jaman” Oleh Mr. Wirjono
Prodjodikoro - terbitan tahun 1974). Menurut Undang-Undang Dasar
RIS pasal 148 ayat 1 Mahkamah Agung merupakan forum privilegiatum
bagi pejabat-pejabat tertinggi negara. Fungsi ini telah dihapuskan
sewaktu kita kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945.

Dengan keluarnya Undang-Undang No. 1 tahun 1950 (I.N. tahun 1950


No. 30) lembaga kasasi diatur lebih lanjut yang terbatas pada lingkungan
peradilan umum saja. Pada tahun 1965 diundangkan sebuah Undang-
Undang No. 13 tahun 1965 yang mengatur tentang: Pengadilan dalam
lingkungan Peradilan Umum dan Mahkamah Agung. Sayang sekali
bahwa Undang-Undang tersebut tidak memikirkan lebih jauh mengenai
akibat hukum yang timbul setelah diundangkannya tanggal 6 Juni 1965,
terbukti pasal 70 Undang-Undang tersebut menyatakan Undang-Undang
Mahkamah Agung No. 1 tahun 1950 tidak berlaku lagi. Sedangkan acara
berkasasi di Mahkamah Agung diatur secara lengkap dalam Undang-
Undang No. 1 tahun 1950 tersebut. Timbullah suatu problema hukum
yaitu adanya kekosongan hukum acara kasasi. Jalan keluar yang diambil
oleh Mahkamah Agung untuk mengatasi kekosongan tersebut adalah
menafsirkan pasal 70” tersebut sebagai berikut:

“Oleh karena Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tersebut disamping


mengatur tentang susunan, kekuasaan Mahkamah Agung, mengatur pula
tentang jalannya pengadilan di Mahkamah Agung, sedangkan Undang-
Undang No. 13 tahun 1965 tersebut hanya mengatur tentang susunan,
kedudukan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan Umum dan
Mahkamah Agung, dan, tidak mengatur tentang bagaimana beracara di
Mahkamah Agung, maka Mahkamah Agung menganggap pasal 70
Undang-Undang No. 13 tahun 1965 hanya menghapus Undang-Undang
No. 1 tahun 1950 sepanjang mengenai dan kedudukan Mahkamah Agung
saja, sedangkan bagaimana jalan peradilan di Mahkamah Agung masih
tetap memperlakukan Undang-Undang No. 1 tahun 1950”.

Pendapat Mahkamah Agung tersebut dikukuhkan lebih lanjut dalam


Jurisprudensi Mahkamah Agung yaitu dengan berpijak pada pasal 131
Undang-Undang tersebut. Perkembangan selanjutnya dengan Undang-
Undng No. 14 tahun 1970 tentang; “Ketentuan-ketentuan Pokok
Kekuasaan Kehakiman” tanggal 17 Desember 1970, antara lain dalam
pasal 10 ayat (2) disebutkan bahwa Mahkamah Agung adalah Pengadilan
Negara tertinggi dalam arti Mahkamah Agung sebagai badan pengadilan
kasasi (terakhir) bagi putusan-putusan yang berasal dari Pengadilan-
pengadilan lain yaitu yang meliputi keempat lingkungan peradilan yang
masing-masing terdiri dari:

1. Peradilan Umum;
2. Pemdilan Agama;
3. Peradilan Militer;
4. Peadilan Tata Usaha Negara.

Mahkamah Agung sebagaipengawas tertinggi atas perbuatan Hakim dari


semua lingkungan peradilan. Sejak tahun 1970 tersebut Mahkamah
Agung mempunyai Organisasi, administrasi dan keuangan sendiri.
Mahkamah Agung menjalankan tugasnya dengan melakukan 5 fungsi
yang sebenarnya sudah dimiliki sejak Hooggerechtshof, sebagai berikut:

1. Fungsi Paradilan;
2. Fungsi Pengawasan;
3. Fungsi Pengaturan;
4. Fungsi Memberi Nasehat;
5. Fungsi Administrasi.
f. Dewan Pengawas Keuangan

Dewan Pengawas Keuangan, (Bab 11 pada Ketentuan Umum Konstitusi


Republik Indonesia Serikat).

Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS) berdasarkan Piagam


Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka dibentuk Dewan
Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang merupakan salah
satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua diangkat R. Soerasno
mulai tanggal 31 Desember 1949, yang sebelumnya menjabat sebagai
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Yogyakarta. Dewan Pengawas
Keuangan RIS berkantor di Bogor menempati bekas kantor Algemene
Rekenkamer pada masa pemerintah Nederlandsch Indië Civil
Administratie (NICA).

Badan Pemeriksa Keuangan(BPK) adalah lembaga tinggi negara dalam


sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki wewenang memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Menurut UUD 1945,
BPK merupakan lembaga yang bebas dan mandiri.

Anggota BPK dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan


memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah, dan
diresmikan olehPresiden. Hasil pemeriksaan keuangan negara diserahkan
kepada DPR,D PD, danDP RD (sesuai dengan kewenangannya).

Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 menetapkan bahwa untuk memeriksa
tanggung jawab tentang Keuangan Negara diadakan suatu Badan
Pemeriksa Keuangan yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-
Undang. Hasil pemeriksaan itu disampaikan kepada dewan Perwakilan
Rakyat.

Berdasarkan amanat UUD Tahun 1945 tersebut telah dikeluarkan Surat


Penetapan
Pemerintah No.11/OEM tanggal 28 Desember 1946 tentang
pembentukan Badan
Pemeriksa Keuangan, pada tanggal 1 Januari 1947 yang berkedudukan
sementara di kota Magelang. Pada waktu itu Badan Pemeriksa Keuangan
hanya mempunyai 9 orang pegawai dan sebagai Ketua Badan Pemeriksa
Keuangan pertama adalah R. Soerasno.

Badan Pemeriksa Keuangan dengan suratnya tanggal 12 April 1947


No.94-1 telah mengumumkan kepada semua instansi di Wilayah
Republik Indonesia mengenai tugas dan kewajibannya dalam memeriksa
tanggung jawab tentang Keuangan Negara, untuk sementara masih
menggunakan peraturan perundang-undangan yang dulu berlaku bagi
pelaksanaan tugas Algemene Rekenkamer (Badan Pemeriksa Keuangan
Hindia Belanda), yaitu ICW dan IAR.

Dalam Penetapan Pemerintah No.6/1948 tanggal 6 Nopember 1948


tempat kedudukan Badan Pemeriksa Keuangan dipindahkan dari
Magelang ke Yogyakarta. Negara Republik Indonesia yang ibukotanya
di Yogyakarta tetap mempunyai Badan Pemeriksa Keuangan sesuai pasal
23 ayat (5) UUD Tahun 1945; Ketuanya diwakili oleh R. Kasirman yang
diangkat berdasarkan SK Presiden RI tanggal 31 Januari 1950
No.13/A/1950 terhitung mulai 1 Agustus 1949.
Dengan dibentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan Piagam Konstitusi RIS tanggal 14 Desember 1949, maka
dibentuk Dewan Pengawas Keuangan (berkedudukan di Bogor) yang
merupakan salah satu alat perlengkapan negara RIS, sebagai Ketua
diangkat R. Soerasno mulai tanggal 31 Desember 1949, yang
sebelumnya menjabat sebagai Ketua Badan Pemeriksa Keuangan diY
ogyakarta. Dewan Pengawas Keuangan RIS berkantor di Bogor
menempati bekas kantor Algemene Rekenkamer pada masa pemerintah
Nederlandsch Indië Civil Administratie (NICA

C. UNDANG-UNDANG DASAR SEMENTARA 1950

Bentuk Negara Serikat tidak bertahan lama, hanya berlangsung kurang lebih
8 bulan. Melalui pasal 90 konstitusi ( R.I.S. ) kemudian dilakukan perubahan
– perubahan terhadap konstitusi (R.I.S.) dengan mengubah bagian – bagian
yang merupakan unsur – unsur Negara serikat menjadi Negara Kesatuan. Hal
itu dilakukan melalui Undang – Undang Federal No. 7 / 1950 ( Lembaran
Negara No. 56/ 1950 ). Dengan kata lain, Undang–Undang Dasar Sementara
Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam bentuknya adalah Perubahan
Konstitusi Sementara R.I.S.

Perbedaan yang paling mendasar dari Konstitusi sebelumnya adalah


dihapuskannya Senat, yang menjadi Badan Perwakilan adalah Dewan
Perwakilan Rakyat. Selama Dewan Perwakilan Rakyat belum tersusun maka
Dewan Perwakilan Rakyat Sementara terdiri atas gabungan Dewan
Perwakilan Rakyat R.I.S., Senat, Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, dan
Dewan Pertimbangan Agung. Meskipun susunan keanggotaan ini dipandang
kurang tepat, karena pada saat Negara Kesatuan terbentuk keempat badan itu
tidak ada lagi, dan juga dengan susunan demikian seakan – akan menentukan
bahwa peraturan – peraturan tentang ( keanggotaan) lembaga – lembaga
tersebut masih berlaku bagi masing – masing ( penjelasan UU No. 7/ 1950 ).
Dewan Perwakilan Rakyat Sementara bersama – sama dengan Komite
Nasional Indonesia Pusat, dinamakan Majelis Perubahan Undang – Undang
Dasar yang mempunyai hak mengadakan perubahan – perubahan dalam
Undang – Undang Dasar baru. Namun, meskipun Majelis Perubahan Undang
– Undang Dasar merupakan suatu Badan, akan tetapi Badan ini hanya
bertindak apabila perlu diadakan perubahan dalam Undang – Undang Dasar
Sementara dan dalam sistem Undang – Undang Dasar Sementara, perlu
tidaknya perubahan ditentukan oleh Pemerintah bersama Dewan Perwakilan
Rakyat Sementara, maka Majelis Perubahan Undang – Undang Dasar tidak
mendapat tempat tersendiri dalam UUD Sementara melainkan ketentuan –
ketentuan tentang Majelis ini dimasukkan dalam bagian tentang perubahan
Undang – Undang Dasar Sementara ( penjelasan UU No.7/1950).
Berbeda dengan Konstitusi Republik Indonesia Serikat, UUD Sementara
tidak secara tegas menyatakan apa atau siapa yang dimaksud dengan
Pemerintah. Namun, hal ini dapat dilihat dalam ketentuan – ketentuan yang
diatur dalam pasal 45 sampai dengan pasal 55 yang terdapat dalam bab II
Bagian I UUD Sementara. Dari ketentuan – ketentuan tersebut terdapat
pengaturan tentang Presiden, Wakil Presiden, dan Menteri atau Menteri –
menteri, maka Pemerintah adalah Presiden, Wakil Presiden, Menteri atau
Menteri – Menteri. Sebagaimana diatur dalam pasal 83 UUD Sementara
bahwa Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat diganggu gugat (ayat 1), dan
menteri – menteri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan
Pemerintah, baik bersama – sama untuk seluruhnya, maupun masing –
masing untuk bagiannya sendiri – sendiri ( ayat 2), sejak saat itu Dewan
Menteri bersifat Kabinet Parlementair yang berarti DPR harus dapat
memaksa Kabinet atau masing – masing Menteri meletakkan jabatannya,
walaupun DPR masih tersusun sementara ( penjelasan UU No. 7 / 1950).
Dan sebagai perimbangan kekuasaan saat itu, Presiden dapat membubarkan
Dewan Perwakilan Rakyat jika dianggapnya tidak mewakili kehendak rakyat
lagi, dan sesegera mungkin ( 30 hari ) mengadakan pemilihan DPR yang
baru ( pasal 84 UUD Sementara ).

Dalam periode ini pula DPA dihapuskan. Sejak berlakunya UUD Sementara
berbagai langkah dilakukan untuk menjalankan roda pemerintahan. pada
tahun 1955 diselenggarakan pemilihan umum pertama untuk membentuk
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat dan
Konstituante. Konstituante dibentuk untuk menetapkan Undang – Undang
Dasar yang tetap menggantikan UUD Sementara 1950. Hal ini menyimpangi
ketentuan yang diatur dalam Piagam Persetujuan R.I.S. – R.I, alasan
Pemerintah saat itu adalah ; karena DPR dengan jumlah kurang lebih 250
anggota yang besarnya ditetapkan berdasarkan atas perhitungan setiap
300.000 jiwa penduduk mempunyai satu wakil (pasal 56) dipandang pantas
untuk suatu bangsa yang terdiri atas kurang lebih 75 juta jiwa, selain itu
Karena pada umumnya suatu Konstituante beranggota lebih banyak
dibanding DPR ( penjelasan UUD Sementara 1950). Walaupun sudah
banyak materi muatan konstitusi yang disepakati dalam sidang – sidang
konstituante, akan tetapi pada waktu akan diputuskan dasar Negara yang
akan berlaku, terjadi perbedaan yang tajam. Ada tiga dasar yang dianjurkan
yakni; dasar Negara social-ekonomi, dasar Negara Islam dan dasar Negara
Pancasila. Setelah diadakan pemungutan suara, ternyata tidak ada yang
memperoleh sekurang – kurangnya 2/3 dari peserta sidang yang hadir. Untuk
mengatasi situasi itu Pemerintah mengusulkan agar kita kembali ke UUD
1945, anggota Konstituante setuju dengan catatan ada sebagian fraksi yang
menghendaki ditambahkannya 7 perkataan yang terdapat dalam Piagam
Jakarta. Karena tidak terdapat kesepakatan tentang hal itu, keputusan
dilakukan melalui pemungutan suara yang juga tidak berhasil mengambil
keputusan. Akhirnya pada tanggal 5 juli 1959 Presiden mengeluarkan
Keputusan Presiden No. 150 tentang Dekrit, yang lebih dikenal dengan
Dekrit Presiden, yang berisi :

1. pembubaran Konstituante

2. tidak berlakunya UUD Sementara 1950

3. berlakunya kembali UUD 1945.

D. UNDANG-UNDANG DASAR 1945 PASCA AMANDEMEN

Undang-Undang Dasar merupakan hukum tertinggi dimana kedaulatan


berada di tangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya menurut UUD. UUD
memberikan pembagian kekuasaan (separation of power) kepada 6 Lembaga
Negara dengan kedudukan yang sama dan sejajar, yaitu Presiden, Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan
Perwakilan Daerah (DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah
Agung (MA), dan Mahkamah Konstitusi (MK).

Perubahan (Amandemen) UUD 1945:

1. Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)]


dengan menempatkan kekuasaan kehakiman sebagai kekuasaan yang
merdeka, penghormatan kepada hak asasi manusia serta kekuasaan yang
dijalankan atas prinsip due process of law.
2. Mengatur mekanisme pengangkatan dan pemberhentian para pejabat
negara, seperti Hakim.
3. Sistem konstitusional berdasarkan perimbangan kekuasaan (check and
balances) yaitu setiap kekuasaan dibatasi oleh Undang-undang
berdasarkan fungsi masing-masing.
4. Setiap lembaga negara sejajar kedudukannya di bawah UUD 1945.
5. Menata kembali lembaga-lembaga negara yang ada serta membentuk
beberapa lembaga negara baru agar sesuai dengan sistem konstitusional
dan prinsip negara berdasarkan hukum.
6. Penyempurnaan pada sisi kedudukan dan kewenangan maing-masing
lembaga negara disesuaikan dengan perkembangan negara demokrasi
modern.

MPR
1. Lembaga tinggi negara sejajar kedudukannya dengan lembaga tinggi
negara lainnya seperti Presiden, DPR, DPD, MA, MK, BPK.
2. Menghilangkan supremasi kewenangannya.
3. Menghilangkan kewenangannya menetapkan GBHN.
4. Menghilangkan kewenangannya mengangkat Presiden (karena presiden
dipilih secara langsung melalui pemilu).
5. Tetap berwenang menetapkan dan mengubah UUD.
6. Susunan keanggotaanya berubah, yaitu terdiri dari anggota Dewan
Perwakilan Rakyat dan angota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih
secara langsung melalui pemilu.

DPR

1. Posisi dan kewenangannya diperkuat.


2. Mempunyai kekuasan membentuk UU (sebelumnya ada di tangan
presiden, sedangkan DPR hanya memberikan persetujuan saja)
sementara pemerintah berhak mengajukan RUU.
3. Proses dan mekanisme membentuk UU antara DPR dan Pemerintah.
4. Mempertegas fungsi DPR, yaitu: fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan
fungsi pengawasan sebagai mekanisme kontrol antar lembaga negara.

DPD

1. Lembaga negara baru sebagai langkah akomodasi bagi keterwakilan


kepentingan daerah dalam badan perwakilan tingkat nasional setelah
ditiadakannya utusan daerah dan utusan golongan yang diangkat sebagai
anggota MPR.
2. Keberadaanya dimaksudkan untuk memperkuat kesatuan Negara
Republik Indonesia.
3. Dipilih secara langsung oleh masyarakat di daerah melalui pemilu.
4. Mempunyai kewenangan mengajukan dan ikut membahas RUU yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, RUU lain
yang berkait dengan kepentingan daerah.

BPK

1. Anggota BPK dipilih DPR dengan memperhatikan pertimbangan DPD.


2. Berwenang mengawasi dan memeriksa pengelolaan keuangan negara
(APBN) dan daerah (APBD) serta menyampaikan hasil pemeriksaan
kepada DPR dan DPD dan ditindaklanjuti oleh aparat penegak hukum.
3. Berkedudukan di ibukota negara dan memiliki perwakilan di setiap
provinsi.
4. Mengintegrasi peran BPKP sebagai instansi pengawas internal
departemen yang bersangkutan ke dalam BPK.

PRESIDEN

1. Membatasi beberapa kekuasaan presiden dengan memperbaiki tata cara


pemilihan dan pemberhentian presiden dalam masa jabatannya serta
memperkuat sistem pemerintahan presidensial.
2. Kekuasaan legislatif sepenuhnya diserahkan kepada DPR.
3. Membatasi masa jabatan presiden maks. menjadi dua periode saja.
4. Kewenangan pengangkatan duta dan menerima duta harus
memperhatikan pertimbangan DPR.
5. Kewenangan pemberian grasi, amnesti dan abolisi harus memperhatikan
pertimbangan DPR.
6. Memperbaiki syarat dan mekanisme pengangkatan calon presiden dan
wakil presiden menjadi dipilih secara langsung oleh rakyat melui pemilu,
juga mengenai pemberhentian jabatan presiden dalam masa jabatannya.

MAHKAMAH AGUNG

1. Lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman, yaitu


kekuasaan yang menyelenggarakan peradilan untuk menegakkan hukum
dan keadilan [Pasal 24 ayat (1)].
2. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peaturan perundang-
undangan di bawah Undang-undang dan wewenang lain yang diberikan
Undang-undang.
3. Di bawahnya terdapat badan-badan peradilan dalam lingkungan
Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan
militer dan lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
4. Badan-badan lain yang yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam Undang-undang seperti : Kejaksaan, Kepolisian,
Advokat/Pengacara dan lain-lain.

MAHKAMAH KONSTITUSI

1. Keberadaanya dimaksudkan sebagai penjaga kemurnian konstitusi (the


guardian of the constitution).
2. Mempunyai kewenangan: Menguji UU terhadap UUD, Memutus
sengketa kewenangan antar lembaga negara, memutus pembubaran
partai politik, memutus sengketa hasil pemilu dan memberikan putusan
atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau
wakil presiden menurut UUD.
3. Hakim Konstitusi terdiri dari 9 orang yang diajukan masing-masing oleh
Mahkamah Agung, DPR dan pemerintah dan ditetapkan oleh Presiden,
sehingga mencerminkan perwakilan dari 3 cabang kekuasaan negara
yaitu yudikatif, legislatif, dan eksekutif.

E. METODE PENELITIAN

1. Tipe Penelitian
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian hukum. Penelitian ini bertitik tolak
dari telaah hukum positif dan fakta-fakta empirik. Penelitian hukum ini
mencakup penelitian terhadap asas-asas hukum/politik, penelitian terhadap
sistematika hukum/politik, penelitian terhadap taraf singkronisasi vertical dan
horizontal, peraturan hukum, perbandingan hukum dan sejarah hukum.
2. Bahan Penelitian
a.Bahan Hukum Primer, yaitu berupa bahan-bahan hukum yang mengikat
terdiri dari :
1. Pancasila
2. Norma ( dasar) atau Kaedah Hukum Dasar, yaitu pembukaan UUD 1945,
3. Peraturan Dasar : Pasal-pasal UUD 1945,
4. Penjelasan UUD 1945
5. Konstitusi RIS
6. UUD Sementara 1950
7. Peraturan Perundang- Undangan, yaitu Undang- Undang dan Peraturan
yang setara serta Keputusan- keputusan yang dikeluarkan lembaga
perwakilan,
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya
dengan bahan hukum primer dan dapat memberikan penjelasan, membantu
menganalisis dan memahami bahan hukum primer, seperti buku-buku,
hasil penelitian, hasil-hasil karya tulis ilmiah dari kalangan hukum,
pendapat para pakar hukum, laporan-laporan lainnya yang mempunyai
hubungan dengan penelitian.
c. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang menunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder,
seperti kamus, ensiklopedia dan sebagainya.
3. Teknik pengumpulan bahan Hukum
Bahan yang digunakan untuk memperoleh data-data yang di perlukan penulis
adalah dengan menggunakan studi kepustakaan yaitu dengan membaca dan
menelaah buku-buku, peraturan perundang-undangan dan bahan pustaka
lainnya guna mendapakan bahan teoritis yang berkaitan dengan penelitian ini.
4. Metode Analisis
Analisis bahan hukum yang dipergunakan adalah menggunakan pendekatan
content analisis yaitu teknik penelitian untuk mendeskripsikan secara
kuantitatif, objektif dan sistematik dan isi komunikasi untuk membuat
perunjukan pengenalan karakteristik tertentu didalam teks secara tekstual atau
makna dan arti aturan hukum yang tertulis.

BAB II
PEMBAHASAN

ALAT PERLENGKAPAN NEGARA MENURUT KONSTITUSI


PASCA PROKLAMASI HINGGA REFORMASI

Konstitusi merupakan hal yang sangat penting dan vital dalam suatu pemerintahan
dengan diberlakukannya dan disahkannya konstitusi yang membentuk Republik
Indonesia, ini merupakan pertanda yang jelas bahwa negara ini dimaksudkan sebagai
negara konstitusional yang menjamin kebebasan rakyat Indonesia untuk memerintah
diri sendiri, usaha bangsa Indonesia yang merdeka dan berdaulat untuk membentuk
pemerintah sendiri yang sah serta usaha menjamin hak-haknya sambil menentang
penyalahgunaan kekuasaan hanya dapat dilakukan dalam kerangka negara
konstitisional, pembentukan negara konstitusional merupakan bagian dari upaya
mencapai kemerdekaan, karena hanya dalam kerangka kelembagaan ini dapat dibangun
masyarakat yang demokratis.

Sejak proklamasi 17 agustus 1945 sampai saat ini telah berlaku tiga macam Undang-
Undang Dasar dalam beberapa periode yaitu: (1) Periode 18 Agustus 1945-27
Desember 1949, (2) Periode 27 Desember 1949-17 Agustus 1950 (3) Periode 17 agustus
1950-5 Juli 1959 (4) Periode 5 Juli 1959 (saat ini UUD 1945 telah diamandeman). Saat
RI diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Republik baru ini belum
mempunyai Undang-undang Dasar, sehingga oleh PPKI pada tanggal 18 agustus 1945
disahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar republik Indonesia. Akan tetapi
perubahan peta perpolitikan yang terjadi antara Indonesia dengan Belanda telah
membawa dampak yang besar rongrongan Belanda dalam RI masih cukup kuat dengan
mencoba mendirikan Negara Sumatera Timur, NIT, Negara Pasundan dll, sejalan
dengan usaha untuk meruntuhkan RI terjadilah Agresi I tahun 1947 dan Agresi II 1948
dimana akibat dari itu PBB mengadakan KMB di Den Haag.

Dengan disetujuinya hasil-hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 2


November 1949 di Den Haag, maka terbentuklah Negara Republik Indonesia Serikat
(RIS). Sebagaimana dikemukakan oleh Riclef (1991:350) Dari konferensi tersebut
disepakati bahwa Belanda akan menyerahkan kedaulatannya kepada RIS, antara
Belanda dan RIS akan membentuk suatu uni longgar dengan ratu Belanda sebagai
pimpinan simbolis. RIS ini terdiri dari 16 negara bagian yang masing-masing negara
bagian tersebut memiliki luas daerah dan jumlah penduduk yang berbeda. Negara-
negara bagian terpenting dari Republik Indonesia Serikat itu ialah Negara Sumatera
Timur, Negara Sumatera Selatan, Negara Pasundan dan Negara Indonesia Timur.
(Marwati Djoned Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 1984: 205). Untuk itu perlu
pula di bentuk alat-alat kelengkapan negara yang salah satu faktor pentingnya ialah
UUD maka dibuatlah Konstitusi RIS.

Atas desakan yang kuat dari rakyat maka pada tanggal 8 April 1950
dieselenggarakanlah konfrensi segitiga antara Republik Indonesia Serikat, Negara
Indonesia Timur dan Negara Sumatera Timur, dimana kedua negara bagian tersebut
memberikan mandat kepada Hatta sebagai Perdana Menteri RIS pada tanggal 12 Mei
1950 untuk membentuk negara kesatuan, setelah terbentuk negara kesatuan tersebut
pada tanggal 19 Mei 1950 kemudian dirancanglah undang-undang dasar negara
kesatuan oleh panitia gabungan dari Republik Indonesia Serikat dengan Republik
Indonesia. Pada tanggal 15 Agustus 1950 dengan UU no 7 tahun 1950 ditetapkan
perubahan konstitusi RIS menjadi UUDS 1950 berdasarkan pasal 127 a, pasal 190 dan
pasal 191 ayat 2 konstitusi RIS (A. B. lapian, et al. 1996:265), yang akan menjadi
pembahasan disini ialah dimanakah letak persamaan dan perbedaan dari UUD 1945,
Konstitusi RIS dengan UUDS 1950.

Persamaan UUD 1945, Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 adalah:

Ketiga Undang-Undang Dasar tersebut baik UUD 1945, Konstitusi RIS dan UUDS
1950 pada dasarnya adalah bahwa semuanya itu masih bersifat sementara. UUD 1945
sebagaimana dikemukakan oleh Sukarno yang dikutip Yamin disebutkan “[U]ndang-
undang dasar yang dibuat sekarang ini adalah undang-undang dasar sementara. Kalau
beoleh saya memakai perkataan: ini adalah undang-undang dasr kilat. Nanti kalau kita
telah bernegara didalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan
kembali MPR yang dpat membuat UUD yang lebih lengkap dan sempurna” (Nasution.
1995: 29). UUD 1945 bersifat sederhana juga dilihat dalam pasal III ayat 2 aturan
tambahan disebutkan, akan dibentuk MPR dan menurut pasal 3 UUD 1945 salah satu
tugas MPR adalah menetapkan UUD, maka ini berarti bahwa selama MPR belum
menetapkan UUD 1945 sebagai UUD yang tetap berarti sifatnya adalah sementara.
Konstitusi RIS alasannya atas dasar pertimbangan bahwa sebetulnya badan yang
membentuk UUD RIS kurang representatif, maka dalam pasal 186 UUD RIS
disebutkan bahwa konstituante bersama-sama dengan pemerintah selekas-lekasnya
menetapkan konstitusi RIS, dari bunyi pasal ini jelaslah bahwa UUD RIS bersifat
sementara. Sedangkan untuk UUDS 1950 jelas sementara karena adanya pencantuman
kalimat sementara, bida juga dilihat dalam pasal 134 dimana diharuskan konstituante
bersama-sama dengan pemerintah menyusun UUD RI yang akan mengganti UUD yang
berlaku pada saat itu (UUD 1950) hal ini disebabkan karena badan yang menyusunnya
merasa dirinya kurang representataif. Selain sifatnya yang sementara, persamaan
diantara ketiganya adalah sama-sama Undang-undang Dasar dimana mereka dibuat
untuk menjadi dasar hukum bagi negara (dasar legitimasi) dari kekuasaan yang sah dari
suatu pemerintahan.

Secara Umum dari ketiga UUD tersebut dapat diklasifikasikan dalam dua bentuk negara
kesatuan dan federal dimana menurut Moh Kusnardi dan Harmally Ibrahim (1988:169)
perbedaan diantara keduanya sebagai berikut:

Pada negara federal negara-negara bagiannya punya wewenang untuk membuat UUD
sendiri dan dapat menentukan bentuk organisasinya masing-masing dalam batas-batas
yang tidak bertentangan dengan konstitusi dari negara federal seluruhnya. Dalam hal ini
organisasi dari bagian-bagian pada negara-negara kesatuan pada garis besarnya
ditentukan oleh pembuat UU di pusat. Organisasi ini merupakan pelaksanaan dari
system desentralisasi dalam negara kesatuan. Bagian-bagaian dalam negara kesatuan
yang lazimnya disebut sebagai propinsi tidak mempunyai wewenang untuk membuat
UUD sendiri.

Dalam negara federal wewenang pembuat UU pemerintah pusat federal ditentukan


secara terperinci sedangkan wewenang lainnya pada negara-negara bagian. Sebaliknya
dalam negara kesatuan wewenang secara terperinci terdapat pada propinsi-propinsi dan
residu powernya ada pada pemerintah pusat negara kesatuan.

Perbedaan yang lebih terinci dari ketiga UUD:

,
Ko
nsti
tusi
RIS
194
9
ASPEK UUD 45 UUDS 1950
Konstitusi RIS 1949

NO
1 Sistematika  Pembukaan terdiri dari 5  mukadimah terdiri dari 4  Mukadimah terdiri dari 4 alinea
Penulisan UUD alinea disebutkan: “… alinea disebutkan: disebutkan: Kemerdekaan disusun
maka disusunlah Kemerdekaan disusun dalam dalam suatu piagam negara yang
kemerdekaan kebangsaan suatu piagam negara yang berbentuk Negara Republik-
Indonesia itu dalam suatu berbentuk Republik- Federasi
undang-undang dasar (Alinea ke 3). Kesatuan.( alinea ke4).
negara yang terbentuk
dalam susunan Negara  Konstitusi RIS batang tubuh  Batang tubuh UUDS 1950 terdiri
Indonesia yang terdiri dari 6 bab dan 197 dari 6 bab, 146 pasal dan 1 pasal
berkedaulatan rakyat pasal. penutup.
dengan berdasar
kepada….”.

 UUD 1945 terdiri dari


XVI bab, 37 pasal, 4 aturan
peralihan dan 2 aturan
tambahan.
2 Mengenai Bentuk  Negara Indonesia adalah  RIS yang merdeka berdaulat  Republik Indonesia yang
Negara dan negara kesatuan yang ialah suatu negara okum yang merdeka dan berdaulat ialah suatu
Kedaulatan berbentuk republik (pasal 1 demokrasi dan berbentuk negara okum yang demokratis dan
ayat 1). federasi. (dalam pasal I ayat 1). berbentuk kesatuan. (dalam pasal I
ayat 1).
 Kedaulatan adalah  Kekuasaan kedaulatan RIS
ditangan rakyat dan dilakukan bersama antara  Kedaulatan RI berada ditangan
dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah, DPR dan Senat. rakyat dan dilakukan oleh
MPR (pasal 1 ayat 2). (dalam pasal I ayat 2). pemerintah bersama dengan DPR.
(dalam pasal I ayat 2).
3 Daerah Negara  UUD 1945 tidak  RIS meliputi seluruh daerah  Republik Indonesia meliputi
menjelaskan dengan terinci Indonesia yaitu daerah seluruh daerah Indonesia (Pasal 2).
mengenai mana saja bersama:
wilayah Inonesia itu.  Negara Indonesia Timur.
Negara Pasundan (termasuk
distrik federal Jakarta), Negara
Jawa Timur, Negara Madura,
Negara Sumatera Timur
(Asahan Selatan dan labuhan
Batu), Negara Sumatera
Selatan.

Satuan kenegaraan yang


tegak sendiri, Jawa Tengah,
Bangka, Belitung, Riau
Kalimantan Barat, Dayak
Besar, Daerah banjar,
Kalimantan tenggara dan
Kalimantan Timur. (Pasal 2).
4 Alat Kelengkapan  Alat-alat kelengkapan  Alat-alat perlengkapan  Alat-alat perlengkapan negara
Negara negara terdiri dari : negara dalam Konstitusi RIS dalam UUDS 1950 terdiri dari :
 Majelis terdiri dari :  Presiden dan Wakil Presiden,
Permusyawaratan Rakyat,  Presiden,  Menteri-menteri,
 Presiden,  Menteri-menteri,
 Dewan Perwakilan  Senat,  Dewan Perwakilan rakyat,
Rakyat,  Dewan Perwakilan Rakyat, Mahlamah Agung dan Dewan
 Dewan Pertimbangan  Mahkamah Agung Pengawas Keuangan.
Agung, Indonesia
 Mahkamah Agung dan
 Dewan PengawasKeuangan.
 Badan Pemeriksa
Keuangan.
5 Penjelasan Alat-alat MPR terdiri atas anggota- Dalam konstitusi RIS tidak ada Tidak ada MPR.
kelengkapan Negara anggota DPR, ditambah MPR
dengan utusan daerah dan Presiden
golongan menurut aturan Presiden
yang ditetapkan UU, putusan Presiden dan Wapres dipilih menurut
MPR ditetapkan dengan Presiden dipilih oleh orang-orang aturan yang ditetapkan dengan UU
suara terbanyak, bersidang yang dikuasakan oleh pemerintah (pasal 45 ayat 3).
sedikitnya sekali dalam 5 daerah-daerah bagian (Pasal 69
tahun di ibukota negara dan ayat 2).
Presiden sebelum memangku jabatan
mentapkan UUD dan GBHN.
mengangkat sumpah dihadapan DPR
Presiden sebelum memangku
Presiden jabatan mengangkat sumpah Pemerintah dapat dijatuhkan oleh
dihadapan orang-orang yang presiden (presiden berhak
Presiden dan Wakil Presiden dikuasakan oleh pemerintah membubarkan DPR dengan syarat
dipilih oleh MPR dengan daerah bagian. dalam waktu 30 hari harus dilakukan
suara terbanyak (pasal 6 ayat pemilihan baru).
2). Dalam Konstitusi RIS 1949 ini
antara pemerintah dengan Menteri
Sebelum memangku jabatan, parlemen memiliki kedudukan
Presiden dan Wapres yang sama-sama kuat dimana Menteri-menteri bersidang dalam
bersumpah menurut agama pemerintah tidak dapat dewan menteri yang dipimpin oleh
atau berjanji dengan sunguh- dijatuhkan oleh parlemen dan perdana menteri jika berhalangan
sungguh dihadapan MPR parlemen pula tidak dapat digantikan oleh menteri yang
atau DPR (pasal 9). dibubarkan oleh pemerintah. ditunjuk oleh dewan menteri.

UUD 1945 kedudukan adalah Menteri


Senat
kuat presiden tidak dapat
membubarkannya. Menteri-menteri bersidang dalam Dalam alat kelengkapan negara di
dewan menteri yang dipimpin UUDS 1950 tidak ada senat.
Menteri oleh perdana menteri jika
berhalangan digantikan oleh
DPR
Tidak ada menteri menteri yang berkedudukan
khusus.
DPR mewakili seluruh rakyat
Senat
Indonesia dan terdiri sejumlah
Senat
anggota yang besarnya ditetapkan
Tidak ada senat dalam alat berdasar atas perhitungan setiap
kelengkapan negara berdasr Mewakili daerah-daerah bagian, 300.000 jiwa penduduk Indonesia
UUD 1945. setiap daerah bagian mempunyai memiliki seorang wakil.
dua anggota senat dan setiap
DPR anggota senat mengeluarkan satu
DPA
suara.
Susunan DPR ditetapkan Tidak ada.
dengan Undang-undang DPR
(pasal 19 ayat 1).
MA
DPR mewakili seluruh rakyat
Indonesia dan terdiri dari 150
anggota. Susunan dan kekuasaan MA diatur
dengan Undang-undang.
DPA
DPK
DPA
Tidak ada.
BPK diganti dengan nama Dewan
Susunan DPA ditetapkan Mahkamah Agung Indonesia Pengawas keuangan suatu badan
dengan UU, dewan ini yang tugasnya lebih banyak dititik
berkewajiban memberi Susunan dan kekuasaannya beratkan kepada tindakan yang
jawaban atas pertanyaan diatur dengan Undang-undang bersifat mencegah.
presiden dan berhak federal.
mengajukan usul kepada
pemerintah. BPK

MA BPK diganti dengan nama


Dewan Pengawas keuangan
Susunan keanggotaan tidak suatu badan yang tugasnya lebih
dibahas secara rinci, hanya banyak dititik beratkan kepada
menyebutkan susunan tindakan yang bersifat mencegah.
kekuasaan badan-badan
kehakiman itu diatur dengan
UU.

BPK

Suatu badan yang tugasnya


lebih banyak dititik beratkan
kepada tindakan yang bersifat
represif.
6 Hubungan Luar Presiden mengangkat duta Masuk dalam dan memutuskan Masuk dalam dan memutuskan
Negeri dan konsul, presiden perjanjian dan persetujuan lain perjanjian dan persetujuan lain,
menerima duta negara lain. hanya dilakukan oleh presiden dilakukan oleh presiden hanya
dengan kuasa undang-undang dengan kuasa undang-undang.
federal.
7 Konstituante Tidak ada konstituante, tetapi Konstituante dibentuk dengan Konstituante terdiri dari sejumlah
mengenal MPR yang jalan memperbesar DPR yang anggota yang besarnya ditetapkan
memiliki fungsi yang hampir dipilih dan Senat baru yang berdasar atas perhitungan setiap
sama dengan konstituante. ditunjuk serta anggota-anggota 150.000 jiwa penduduk warga negara
luar biasa sebanyak jumlah Indonesia memiliki seorang wakil
anggota biasa majelis. (pasal 135 ayat 1).
8 Penyusun UUD 1945 rancangannya Konstitusi RIS rancangannya UUDS 1950 ini dirancang oleh
telah disetujui pada tanggal disusun oleh wakil-wakil panitia gabungan antara Republik
16 Juli 1945 oleh BPUPK republik Indonesia dan BFO Indonesia Serikat dengan Republik
dan formalnya berlaku sejak (pertemuan untuk musyawarah Indonesia.
disahkan oleh PPKI pada federal).
tanggal 18 Agustus 1945
sampai tanggal 14 Desember
1945.
9 Agama Negara berdasrkan atas Dalam RIS tidak disebutkan Negara berdasarkan ketuhanan Yme
ketuhanan YME (Pasal 29 bahwa negara berdasarkan (pasal 43 ayat 1).
ayat 1). ketuhanan YME.
Negara menjamin kemerdekaan tiap-
Negara menjamin Tidak ada pasal khusus yang tiap penduduk untuk memeluk dan
kemerdekaan tiap-tiap mengatur jaminan bagi tiap beribadah menurut agama dan
penduduk untuk memeluk penduduk untuk memeluk dan kepercayaannya masing-masing.
agamanya masing-masing beribadah menurut agama dan
dan untuk beribadah menurut kepercayaannya.
agamanya dan
kepercayaannya itu.
10 Pertahanan Negara Tiap-tiap warga negara Lebih spesifik disebutkan tentara Angkatan Perang Republik Indonesia
berhak dan wajib ikut serta republik Indonesia serikat bertugas melindungi kepentingan-
dalam usaha pembelaan bertugas melindungi kepentingan negara RI.
negara kepentingan-kepentingan RIS
(pasal 180 ayat 1)Pemerintah Presiden tidak menyatakan perang
Presiden dengan persetuajuan tidak menyatakan perang melainkan jika hal itu diizinkan lebih
DPR menyatakan perang, melainkan jika itu diizinkan oleh dulu oleh DPR.
membuat perdamaian dan DPR dan Senat.
perjanjian dengan negara Presiden memegang kekuasaan
lain. Presiden ialah Panglima tertinggi tertinggi atas APRI.
tentara RIS.
Presiden pemegang Dalam keadaan perang pemerintah
kekuasaan yang tertinggi atas Pemerintah jika perlu menaruh menempatkan AP dibawah seorang
AD, AL dan AU tentara dibawah seorang panglima besar
panglima umum, mneteri
Tidak dijelaskan pertahanan dapat ditunjuk
merangkap jabatan itu.
11 Sistim Pemerintahan Sistem pemerintahan Sistem pemerinatahan Sistem pemerintahan parlementer.
Presidentil. parlementer.
12 Pemerintahan Tidak terperinci karena diatur Dijelaskan secara rinci mengenai Tidak dijelaskan secara rinci hanya
Daerah kembali dengan UU. aturan dari negara bagian dari disebutkan bahwa tiap-tiap daerah
alat kelengkapan, pelaksanaan berhak mengurus rumah tangganya
pemerintahan, hak, kewajiban, sendiri sesuai dengan UU.
administrasi dll.
13 Undang-undang Kekuasan perundang- Kekuasaan perundang-undangan Kekuasan perundang-undangan
undangan dilaksanakan dilakukan oleh Pemerintah dilaksanakan antara pemerintah
antara pemerintah bersama bersama DPR dan Senat. bersama DPR.
DPR.

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
EKSISTENSI LEMBAGA-LEMBAGA NEGARA PASCA PROKLAMASI HINGGA
REFORMASI

Sistem pemerintahan negara indonesia pada periode 27 desember 1949 – 17


agustus 1950 adalah sistem parlementer, kekuasaan kedaulatan menurut konstitusi RIS
dilakukan oleh pemerintah bersama – sama DPR dan senat. Senat adalah perwakilan
negara atau daerah bagian, dan DPR yang beranggotakan 150 orang mewakili seluruh
indonesia, alat – alat perlengkapan negara menurut konstitusi RIS 1949 yang termuat
dalam ketentuan umum meliputi :

1. Presiden
2. Menteri – menteri
3. Senat
4. Dewan Perwakilan Rakyat
5. Mahkamah Agung Indonesia
6. Dewan pengawas keuangan
Pemerintahan menurut konstitusi RIS adalah presiden dengan seorang atau
beberapa orang menteri yakni menurut tanggung jawab umum dan tanggung jawab
khusus mereka. Dalam menjalankan pemerintahan negara, presiden tidak dapat
diganggu gugat karena sebagai kepala negara.

Sistem pertanggung jawaban menteri yaitu menteri harus mengundurkan diri


apabila pertanggung jawabannya tidak diiterima DPR, namun selama berlakunya
konstitusi RIS hal itu belum pernah terjadi. Sebagai kelengkapan negara yang berbentuk
pemerintah republik dengan sistem pemerintahan parlementer, pada 20 desember 1949
dilangsungkan upacara pelanntikan Drs. Moh. Hatta sebagai perdana menteri yang
merangkap sebagai menteri luar negeri

Dengan demikian kepala pemerintahan dijabat oleh perdana menteri, perdana


menteri merupakan pimpinan kabinet atau dewan menteri, dan kabinet bertanggung
jawab kepada badan perwakilan atau parlemen.

Sesuai dengan ketentuan yang disebutkan dalam UUDS 1950, tanggal 17


agustus 1950 sampai 5 juli 1959 indonesia menganut sistem pemerintahan parlementer.
Di dalam UUDS presiden hanya presiden hanya sebagai kepala negara, sedangkan
kepala pemerintahan dijabat oleh perdana menteri.

Alat – alat perlengkapan negara menurut UUDS 1950 pasal 44 terdiri dari :

1. Presiden dan Wakil Presiden


2. Menteri – menteri
3. Dewan Perwakilan Rakyat
4. Mahkamah Agung Indonesia
5. Dewan Pengawas Keuangan

Presiden dan wakil presiden dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat


diganggu gugat, yang bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintahan
ialahmenteri baik secara bersama – sama untuk seluruhnya maupun masing – masing
untuk bagiannya sendiri.

Dan sebagai pertimbangan pertanggung jawaban menteri – menteri dalam hal


per bedaan pendapat antara pemerintah dan DPR, presiden berhak membubarkan DPR.
Keputusan yang menyatakan pembubaran itu, memerintahkan pula mengadakan
pemilihan DPR dalam waktu 30 hari.

Kekuasaan perundang – undangan dalam sistem UUD sementara dilakukan oleh


pemerintah bersama – sama DPR, oleh sebab itu wajar jika dalam sistem UUD
sementara, undang – undang tidak dapat diganggu gugat. Pemerintahan parlementer
dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Kepala negara bukan penyelenggara kekuasaan pemerintahan, oleh karena itu tidak
dapat diganggu gugat.
2. Pemerintahan diselenggarakan oleh dewan menteri atau kabinet dengan perdana
menteri sebagai ketua.
3. Kekuasaan perundang – undangan dilakukan oleh pemerintah bersama – sama
dengan Badan Perwakilan Rakyat

DAFTAR PUSTAKA

Pandoyo, S.Toto. ulasan terhadap beberapa ketentuan Undang-Undang

Dasar 1945, Proklamasi dan Kekuasaan MPR. Liberty,

Yogyakarta; 1984

Bahan Penataran P-4 UUD 1945. BP-7 Pusat, Jakarta;1996

Assidiqie, Jimly. Amandemen UUD 1945 dan pemilihan presiden secara

langsung. Sekretarriat jenderal dan kepaniteraan MKRI. Jakarta, 2006.

Yamin, Moh. Proklamasi dan Konstitusi RI. Ghalia Indonesia, Jakarta;1982

Soekarno. Manusia dan Masjarakat Baru Indonesia CIVICS. Balai Pustaka,

Djakarta; 1962

Assidiqie, Jimly. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum. Cipta Media,

Jakarta;2006

Assidiqi, Jimly. Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga negara pasca

amandemen. Mahkamah konstitusi, Jakarta;2006


Djamali, Abdoel. Pengantar Hukum Indonesia. Raja walipers. Jakarta;2006

Tambunan, SAA. MPR perkembangan dan pertumbuhannya suatu

pengamatan dan analisis. Sinar Harapan, Jakarta; 1991.

Anda mungkin juga menyukai