Anda di halaman 1dari 8

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat signifikan dalam sebuah kehidupan berbangsa.

Pendidikan merupakan media strategis dalam memacu kualitas sumber daya manusia. Namun,
pendidikan di tanah air sampai saat ini masih terus menimbun berbagai masalah. Meskipun
berganti aparat birokrat dan orde pemerintahan, dunia pendidikan tak kunjung lepas dari
permasalahan klasik baik menyangkut kualitas, daya jangkau masyarakat terhadap pendidikan,
budi pekerti siswa, minimnya anggaran pendidikan yang disediakan pemerintah hingga
minimnya minat belajar siswa.
Kualitas pendidikan kita pun masih terpuruk. Berdasarkan data hasil penelitian di Singapura
(September 2001) menempatkan sistem pendidikan nasional pada urutan 12 dari 12 negara Asia
bahkan lebih rendah dari Vietnam. Sementara hasil penelitian program pembangunan PBB
(UNDP) tahun 2000 menunjukkan kualitas SDM Indonesia berada pada urutan 109 dari 174
negara, jauh dibandingkan dengan negara tetangga Singapura (24), Malaysia (61),Thailand (76)
dan Philipina (77).
Kondisi lebih memprihatinkan bila melihat laporan dari International Institute of Management
Development pada tahun 2000 yang menyebutkan, dari 48 negara yang diukur, daya saing SDM
Indonesia menempati urutan ke-47, sementara Thailand 34, Filipina 32, Malaysia 27, Singapura
2. Salah satu faktor penting yang menyebabkan rendahnya peringkat HDI Indonesia adalah
angka partisipasi pendidikan. Data dari Balitbang Depdiknas menyebutkan angka partisipasi
murni (APM) pada jenjang SD/MI 94,44, SLTP/MTs 54,81, dan SLTA 31,46. Angka yang
diperoleh Indonesia itu masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara tetangga. Angka
partisipasi kombinasi pendidikan dasar, menengah, dan tinggi Indonesia sekitar (64%), Malaysia
65%, Singapura 73%, Filipina 82%, dan Korea Selatan 90%.
Walaupun angka partisipasi murni SD di Indonesia dalam kurun 20 tahun meningkat, kualitasnya
sulit dibanggakan. Kini puluhan ribu anak SD harus belajar di sekolah bobrok. Ironinya, sampai
saat ini belum terjawab, bagaimana Pemerintah menangani persoalan yang sangat kasatmata itu;
sementara masih banyak anak usia SD yang putus sekolah atau malah belum terjangkau sama
sekali oleh pelayanan pendidikan. Wajib belajar 9 tahun secara kuantitatif pun sulit bisa
dituntaskan pada tahun 2008.
Angka partisipasi murni SLTP baru sekitar 60% dan angka putus sekolah sangat
mengkhawatirkan. Sekitar 10% angka buta huruf berasal dari penduduk Indonesia yang berusia
10 tahun ke atas. Dari hasil studi kemampuan membaca untuk tingkat SD yang dilaksanakan
oleh organisasi International Educational Achievement (IEA) menunjukkan bahwa siswa SD
Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 39 negara peserta studi. Sementara untuk tingkat SLTP,
studi untuk kemampuan matematika siswa Indonesia pada urutan ke-34 dari 38 negara. Untuk
kemampuan IPA pada urutan ke-32 dari 38 negara peserta. Kurang seriusnya pembangunan
pendidikan nasional itu juga tercermin dari kurangnya penghargaan terhadap guru.
Dunia pendidikan tinggi kita juga terpuruk. Berdasarkan peringkat universitas terbaik di Asia
versi majalah Asiaweek 2000, tidak satu pun perguruan tinggi di Indonesia masuk dalam 20
terbaik. UI berada di peringkat 61 untuk kategori universitas multidisiplin. UGM diperingkat 68,
UNDIP diperingkat 77, UNAIR diperingkat 75; sedangkan ITB diperingkat 21 untuk universitas
sains dan teknologi, kalah dibandingkan dengan Universitas Nasional Sains dan Teknologi
Pakistan.
Melihat realitas pendidikan Indonesia saat ini sama dengan menangis, semuanya hanya
melahirkan kisah sedih sampai hari ini. Tapi kalau kita sedih namum tidak menggugah kita
melakukan sesuatu, maka tangisan generasi berikutnya adalah tangisan “berdarah” dan kita
seharusnya disebut sebagai angkatan biadab yang tidak melakukan perbaikan apapun di negeri
ini. Momentum hari pendidikan nasional tahun ini seharusnya menjadi tonggak dan refleksi
bersama untuk kemajuan masa depan pendidikan, bukan justru diskursus politik, perebutan
kekuasaan,  dan perdebatan yang cenderung menyapu atmosfer kesadaran kita, melupakan
urgensi pendidikan untuk masa depan bangsa atau menjadikan pendidikan sekedar wacana atau
jualan jelang pilkada atau pemilu.

Tulisan ini dikirim pada pada Rabu, November 28th, 2007 6:59 am dan di isikan dibawah Pendidikan. Anda dapat
meneruskan melihat respon dari tulisan ini melalui RSS 2.0 feed. r Anda dapat merespon, or trackback dari website
anda.

Dec 1, '08 11:50 PM


WAJAH PENDIDIKAN INDONESIA
untuk
     
Pada saat Hirosima dan Nagasaki di Bom oleh para sekutu ditahun 1945, kondisi kota
tersebut hancur berantakan. Apa yang dilakukan  pasca kejadian  tersebut oleh
pemerintah Jepang ? Langkah pertama yang dilakukan jepang adalah menghitung
jumlah guru dan dokter. Mereka membangun kembali Jepang dimulai dengan
memperbaiki kondisi kesehatan dan pendidikan. Pendidikan menjadi salah satu
program prioritas untuk mengembalikan Jepang dari kehancuran. Dan hasilnya bisa kita
lihat selama kurang dari dari 20 tahun, Jepang barhasil mensejajarkan negaranya
dengan negara-negara maju lainya.
Perlu di ketahui bahwa, suatu negara dikatakan maju itu bukan karena kaya
secara ekonomi atau karena pendapatan per kapita penduduknya tinggi, tetapi
suatu negara dikatakan maju karena pendidikan anggota masyarakatnya tinggi.
Negara-negara di Timur Tengah seperti Arab Saudi, Qatar, Kuwait pendapatan
per kapitanya tinggi, namun negara-negara tersebut tidak pernah dikatakan
sebagai negara maju.
Pendidikan juga merupakan jantung dari tubuh suatu bangsa, oleh karena itu
pencapaian tujuan negara sangat tergantung pada keberhasilan sistem
pendidikan. Dan sistem pendidikan yang maju salah satu komponen yang
paling penting adalah pendidik (guru).  Walau tersedia banyak anggaran, input
siswa ber –IQ tinggi, sarana pendidikannya modern, namun apabila gurunya
tidak profesional, maka ketersedianya fasilitas yang baik, tidak terlalu memberi
makna. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang cepat menjadi
ciri abad 21 dan milenium ketiga memberikan pengaruh terhadap seluruh
tatanan kehidupan secara global. Hal ini menyebabkan pergeseran paradigma
atau cara berfikir dalam menghadapi berbagai fenomena, termasuk pola pikir
yang berkenaan dengan pendidikan. Pergeseran paradigma pada gilirannya
akan menuntut penggunaan strategi pendidikan yang dipandang sesuai
dengan kebutuhan zaman dan berbeda dengan masa lalu.
Perkembangan pendidikan nasional Indonesia memasuki kurun waktu tersebut
penuh dengan problematika, yang salah satu penyebab utamanya adalah krisis
ekonomi yang berkepanjangan. Permasalahan yang dihadapi antara lain angka
putus sekolah yang
memprihatinkan, kualitas lulusan yang tidak kompetitif , dan mutu guru yang masih
harus ditingkatkan. Guru memiliki posisi yang paling strategis dalam kegiatan
pendidikan di jalur sekolah.

      Bila mutu guru tidak ditingkatkan, dunia pendidikan di Indonesia   

     semakin ketinggalan baik informasi, teknologi maupun ilmu

     pengetahuan.

Dewasa ini banyak sekali keluhan-keluhan yang muncul didunia pendidikan kita, dimana tidak
bisa terakomodirnya aspirasi intelektual masyarakat yag sudah kian semakin kritis, dimulai dari
akan dibawa kemanakah wajah pendidikan kita? Sebuah pertanyaan yang sangat mendesak untuk
dijawab, belum lagi ditambah dengan masalah yang ada pada SDM kita, perlukah adanya up-
grading?? fenomena yang sama skali tidak bisa kita remehkan, karena nasib bangsa ini menjadi
taruhannya. samapai kapan kita akan diam saja dengan situasi yang akan membawa kita kepada
keterpurukan?
pendidikan kita sedang gencar-gencarnya membicarakan tentang pembentukan karakter
(character building)dimana banyak alasan yang mengatakan bahwa metode ini sangat cocok
untuk wajah pendidikan kita, tapi pertanyaan yang muncul setelah itu adalah….bagaimana
dengan indikator dan tata nilai penerapannya????
ternyata tidak hanya sampai disitu permasalahannya, siswa kita sekarang ini butuh role model
atau panutan yang bisa dikatakan sebagai pijakan awal siswa untuk menggapai imaginasinya
dalam perkembangan intelektualnya.
apakah kurikulum kita sudah bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan kritis yang muncul???
jawabnya adalah “BELUM”, kemudian apa langkah kita selanjutnya untuk menyikapi ini,
dimana pada jaman sekarang ini dibutuhkan pribadi-pribadi yang inovatif, kompetitif, dan juga
mandiri, sehingga menurut saya ada baiknya kurikulum di indonesia dirubah total yang bisa
memberikan kebebasan bagi para praktisi pendidikan (guru dan dosen) untuk bisa
mengembangkan intelektualitasnya dan bisa memacu daya kritis siswa sehingga dengan
demikian bisa tercipta kondisi intelektulitas yang kondusif, transparan, bisa dipertanggung
jawabkan dan juga bisa bershabat dengan teknologi-teknologi mutakhir yang sangat sarat sekali
dalam berkembangnya suatu bangsa.

salam sejahtera
Follow Gudang Materi di twitter , dapatkan info menarik
setiap hari !
oleh Dirgantara Wicaksono ( Bom Bom )
Universitas Negeri Jakarta

Ketika membicarakan masalah pendidikan di Indonesia selalu terjebak dalam masalah


kurikulum, Depdiknas selalu mengolah kurikulum tanpa melihat esensi dari proses output yang
dihasilkan dari pendidikan tersebut, saat ini tak heran guru dikata hanya terbatas pada pengajaran
,artinya kemampuan guru hanya terbatas pada pengajaran belaka dan sekedar mentransfer ilmu.

Dalam hal ini telah dapat tercerminkan wajah pendidikan di indonesia yang selalu terbentur
dengan sistem yang ada, seperti sistem kurikulum yang selau berubah yang kian
membingungkan pola pendidikan yang ada, tercerminkan kurikulum saat ini bukan sebagai
pedoman untuk dapat menghasilkan pengajaran yang baik tapi cenderung mengarah ke proyek
pendidikan, Fakta yang nampak setiap pergantian kepemimpinan dalam Depdiknas maka
berubah pula kurikulum yang ada.

Jadi dalam hal ini bagaimana pendidikan dapat diharapkan untuk mencapai koentisasi
humanisasi, seperti yang dimaksudkan oleh Paulo freire, yakni pembebasan dalam
memanusiakan manusia, atau pendidikan seutuhnya. Pendidikan dimaksudkan dalam hal ini
dapat berfikir bebas tanpa ada tekanan , yang pada akhirnya menghasilkan pengetahuan ,tidak
hanya mengikuti arus .

Seperti yang sedang dialami indonesia saat ini , Pendidikan memegang peranan penting dalam
mempersiapkan sumber daya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu pendidikan hendaknya
dikelola, baik secara kualitas maupun kuantitas. Hal tersebut bisa tercapai bila pebelajar dapat
menyelesaikan pendidikan tepat pada waktunya dengan hasil belajar yang baik.

Hasil belajar seseorang ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhinya. Salah satu
faktor yang ada di luar individu adalah tersedianya bahan ajar yang memberi kemudahan bagi
individu untuk mempelajarinya, sehingga menghasilkan belajar yang lebih baik.

Selain itu juga gaya belajar atau learning style adalah suatu karakteristik kognitif, afektif dan
perilaku psikomotoris, sebagai indikator yang bertindak yang relatif stabil untuk pebelajar
merasa saling berhubungan dan bereaksi terhadap lingkungan belajar (NASSP dalam Ardhana
dan Willis, 1989 : 4).

Gaya belajar mengacu pada cara belajar yang lebih disukai pebelajar. Umumnya, dianggap
bahwa gaya belajar seseorang berasal dari variabel kepribadian, termasuk susunan kognitif dan
psikologis latar belakang sosio cultural, dan pengalaman pendidikan (Nunan, 1991: 168).

Sistem Pendidikan indonesia dikenal pula dengan sistem pendidikan Nasional ,yang merupakan
keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan
pendidikan nasional. Dalam UU SisDikNas No. 20 Tahun 2003, pada penjelasan lain dikatakan
bahwa Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan
pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan Undang-undang.

Dan Sistem Pendidikan Nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi
tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu
dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan.

Sistem Pendidikan Nasional mempunyai suatu peranan penting dalam roda aktifitas
pembangunan di Indonesia, karena dengan sistem Pendidikan Nasional diharapkan Indonesia
menghasilkan manusia yang berwawasan luas, berpikiran maju, dan memiliki nilai sumber daya
manusia yang tinggi.

Sehingga negara Indonesia memiliki potensi untuk bersaing dengan negara lain dalam
menghadapi perkembangan tekhnologi seperti sekarang ini. Jadi, sistem pendidikan nasional
dalam konteks yang lenih luas merupakan suatu pendekatan budaya untuk meningkatkan
pengalaman belajar manusia secara kreatif menjadi bermanfaat bagi kehidupan manusia pada
umumnya, dan masyarakat Indonesia pada khususnya, dan dalam hal ini khusus berkenaan
dengan kualitas manusia sebagai subjek sekaligus objek pembangunan itu sendiri.

Sistem Pendidikan Nasional adalah sekaligus alat dan tujuan yang amat penting dalam
perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan nasional. Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangjka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.

Jalur Pendidikan yang ada di indonesia peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam
suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, non-formal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan memperkaya.

Pendidikan Formal Pendidikan formal adalah pendidikan yang dilembagakan secara resmi oleh
pemerintah.

Contoh : Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah, dan Perguruan
Tinggi.

Pendidikan Non-Formal Pendidikan Non-Formal merupakan pendidikan yang dilaksanakan


secara sistematis dan relatif singkat.

Contoh : Tempat-tempat kursus/pelatihan, diklat, sanggar, dll.Pendidikan Informal Pendidikan


Informal adalah pendidikan yang dapat dilaksanakan dimana saja tanpa terikat ruang dan waktu.
Berbagai macam pola pendidikan yang ada di indonesia sehingga dari hal ini dapat tercermin
kuantitas serta kualitas yang akan dihasilkan dari pola pendidikan nasional.

Terlihat dalam hal ini sistem pendidikan nasional terlah mencakup segala aspek kehidupan yang
perlu ditumbuh kembangkan tetapi kenyataan dilapanganya kembali terdapat sebuah kekuasaan
yang memgang kendali yakni para birokrat pendidikan yang cenderung mementingkan kekuasan
bahkan pendidikan nasional cenderung digunakan untuk proyek semata.

Peran Pemerintah dirasa kurang dalam memajukan pendidikan nasional , terbukti sampai saat ini
pun anggaran dasar negara untuk pendidikan yang telah diatur dalam undang undang sebesar 20
% belum dapat terealisasikan , masih sangat jauh dari yang diharapkan . berbeda dengan
pendidikan di Italia yang sangat memperhatikan pendidikan anggaran dana terbesar lari ke setor
pendidikan ,serta pola dasarnya dapat membebaskan diri sendiri dari kaum penindas jadi bsetiap
individu dituntut untuk menemukan sendiri output yang ingin dihasilkan demi kepentingan
kemajuan pendidikan, seperti diuangkapkan oleh (Antonio Gramsi dalam buku Budaya dan
Politik.

Dari beberapa contoh pemeparan diatas dapat terlihat keboborokan dari pendidikan indonesia,
halnini terlihat dari hasil Sumber daya manusia indonesia serta pola fikirnya yang masih kurang
dapat bersaing dengan negara lainya.

Wajah Buruk Sistem Pendidikan


Nasional
Ditulis oleh Administrator   
Minggu, 10 Mei 2009 14:51
Pendidikan harus mendapatkan perhatian utama, apalagi menghadapi derasnya arus globalisasi.
Namun hingga kini permasalahan pendidikan di Indonesia belum menemukan simpul yang dapat
mengurainya. Beragam kebijakan pendidikan banyak yang digulirkan. Ganti pemimpin ganti
kurikulum sudah menjadi hal biasa di negeri ini. Pendidikan menjadi lahan basah kepentingan
politisi. Undang Undang Badan Hukum Pendidikan (BHP) yang tellah disahkan oleh DPR pada
bulan Desember 2008 dan sekarang menjadi UU no.9 tahun 2009 menambah daftar panjang
polemik kebijakan pendidikan di Indonesia.

Tujuan dari BHP memberikan pelayanan pendidikan formal sesuai dengan fungsi dan tujuan
pendidikan pendidikan nasional, yaitu mewujudkan kemandirian dalam penyelenggaraan
pendidikan, dengan menerapkan manajemen berbasis sekolah / madrasah pada pendidikan dasar
dan menengah, serta otonomi pada pendidikan tinggi, sehingga tumbuh dan berkembang
kreatifitas, inovasi, mutu, fleksibilitas, dan mobilitas. UU BHP menempatkan satuan pendidikan
sebagai subjek hukum yang memiliki otonomi luas, akademik maupun non akademik, tanpa
khawatir lagi dengan kooptasi birokrasi. Otonomi yang diberikan dikunci oleh Undang Undang
BHP harus dilandasi oleh prinsip prinsip seperti nirlaba, akuntabilitas, transparan, jaminan mutu
dan seterusnya yang memastikan tidak boleh ada komersialisasi dalam BHP.

Namun disisi lain, UU BHP memaknai secara dangkal tujuan pendidikan yang termaktub dalam
UUD 1945 dan Pancasila. Sisi pendidikan informal (keluarga, masyarakat, dan lingkungan) dan
pengembangan klarakter kebangsaan sama sekali tidak nampak di BHP. Pendidikan seolah hanya
bisnis yang menggiurkan. Peserta didik diperebutkan namun tanpa jaminan diberi pendidikan
yang mencerdaskan. Kecerdasan sesungguhnya tidak hanya intelektual saja, namun emosional
dan spiritual juga penting untuk dikembangkan. Padahal miris jika melihat kondisi bangsa ini,
boroboro bicara mutu, sebagian besar rakyat bangsa ini belum dapat merasakan manisnya
pendidikan. Boro boro BHP, pemerataan penddidikan saja belum tuntas.

BHP merupakan legalitas bagi bisnis pendidikan, karena pendidikan sebagai usaha lalu diberi
naungan hukum. Selain itu kebijakan pendidikan yang dikeluarkan pengelola pendidikan bias jadi
sepenuhnya dikeluarkan oleh pemilik modal selaku pemegang kewenangan yang paling besar
dalam badan hukum pendidikan tersebut. Terlebih lagi adanya sebagian pelepasan tanggung
jawab pemerintah dari segi pembiayaan operasional maupun pengelolaan kepada masyarakat.
Selain itu yang paling mengerikan dan buruknya system pendidikan kita. Kebebasan asing untuk
menjadi investor dirasa dapat mempengaruhi paradigma bangsa mengingat kebijakan tetinggi
terletak pada pemilik modal terbesar.

Konsep BHP untuk sementara ini hanya menjadi ikon liberalitasi sektor jasa pendidikan, sehingga BHP
dapat dikatakan sebagai Badan Hukum Perdagangan. Bangsa yang tidak peduli pada bangsa lain, tidak
peduli pada kesejahteraan umum dan membiarkan tanah airnya tidak terlindungi adalah bangsa yang
cerdas. Inilah wajah buruk sistem Pendidikan Nasional bangsa ini. Oleh karena itu sistem pendidikan
Indonesia harus di kembalikan kepada tujuan seperti yang tercantum dalam UUD 1945 dan Pancasila.
Pembangunan mental dan spiritual dan karakter kebangsaan mesti dikedepankan. Pemerintah
seharusnya bertanggung jawab penuh dalam penyelenggaraan pendidikan.

Menguak Wajah Pendidikan Kita


28 Jun 2010

 Opini
 Suara Karya

Kita semua tahu bahwa sesung-I/C guhnya pendidikan merupakan salah satu hal penting bagi
seorang manusia, bagi setiap warga negara dalam upaya mengembangkan diri. Pendidikan dapat
menaikkan derajat kemanusiaan seseorang. Pendidikan dapat mengubah seseorang menuju
perbaikan diri. Pendidikan pun membuat seseorang yang semula tidak mengetahui menjadi
mengetahui banyak hal.

Karena itu, pendidikan seharusnya dikenyam (dinikmati) oleh setiapindividu. Pendidikan


menjadi suatu kebutuhan. Tapi, lihatlah wajah pendidikan di Indonesia saat ini. Apakah semua
pihak telah merasakan pendidikan di jenjang pendidikan formal?
Kalau kita melihat fenomena yang ada, temyata masih terdapat anak-anak yang tidak bersekolah.
Mereka tidak bersekolah karena sibuk mencari sesuap nasi atau karepa keterbatasan yang mereka
miliki, entah itu keterbatasan finansial, fasilitasataupun fisik. Tak sekadar itu, wajah pendidikan
Indonesia saat ini baru mencapai keberhasilan dalam taraf pengajaran saja. Jadi, belum sampai
pada keberhasilan pendidikan yang sesungguhnya.

Memang, Indonesia berhasil mencetak juara-juara Olimpiade yang mampu bersaing di kancah
internasional. Indonesia mampu mencetak individu-individu yang menghasilkan produk
penelitian. Indonesia berhasilmencetak juara-juara debat.

Namun, bagaimana hakikatnya keberhasilan pendidikan Indonesia saat ini? Pendidikan sejatinya
adalah mengubah pribadi seseorang menjadi lebih baik. Tapi, lihatlah saat ini, bagaimana
pribadi-pribadi para siswa-siswi yang Pernyata belum mencerminkan manusia berpendidikan
seutuhnya? Masih terdapat tawuran, seks bebas, penyalahgunaan narkoba, dan aksi brutal lain.
Sungguh memprihatinkan!

Wajah pendidikan di Indonesia saat ini juga seperti sebuah bentuk pressure bagi masyarakat.
Mengapa menjadi sebuah tekanan? Sebab, masyarakat di Indonesia diwajibkan untuk mengikuti
dan memahami sekian banyak mata pelajaran. Padahal, belumtentu semua masyarakat Indonesia
mampu dan mau mengikuti semua mata pelajaran yang ada dalam kurikulum.

Hal ini mengakibatkan pendidikan dan proses belajar yang ada di dalamnya menjadi momok
bagi mereka. Mereka menjadi manusia yang kurang berkembang dan kurang mendapat
kebebasan untuk memilih. Padahal, apabila kita memberi kesempatan lebih bagi mereka
untukmemilih, mereka akan mengalami perkembangan yang jauh lebih baik.

Begitulah wajah pendidikan Indonesia saat ini. Akankah kita mampu mengubahnya demi
perbaikan Indonesia pada masa depan? Atau, kita akan bersikap masa bodoh terhadap fenomena
yang memprihatinkan tersebut? Sebagai warga bangsa yang baik, kita perlu saling peduli,
termasuk peduli terhadap situasi dan kondisi pendidikan kita. Wallahualam

Anda mungkin juga menyukai