Anda di halaman 1dari 12

“Imunisasi DPT yaitu imunisasi / vaksin kombinasi yang terdiri dari bakteri pertusis yang telah

dimatikan, toksoid (zat yang menyerupai racun) dari difteri dan juga tetanus. Vaksin DPT ini
diberikan untuk mencegah penyakit difteri yang bisa mematikan, penyakit pertusis yang sering
disebut batuk 100 hari dan penyakit tetanus.” jelas Dr. Berni.
Vaksin dikombinasikan dengan tujuan supaya anak tidak perlu disuntik berkali-kali untuk
mendapatkan tiga vaksin sekaligus.

Kapan dan Berapa kali diberikan?


Menurut Jadwal Imunisasi Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2008
imunisasi DPT dapat diberikan pada usia minimal 6 minggu sampai 2 bulan. Lalu dilanjutkan
pada usia 4 bulan dan 6 bulan. Setelah itu diulang kembali pada usia 18 bulan. Dr. Bernie
menganjurkan supaya anak diberikan lagi vaksin DPT pada usia 5 tahun dan 12 tahun. Bila
ternyata usia bayi Bunda sudah melewati 2 bulan dan belum mendapatkan imunisasi DPT Bunda
tak perlu panik. Lakukan saja imunisasi DPT segera dengan mengikuti jadwal usianya. Misalnya
usia bayi Bunda sekarang 5 bulan, Bunda tak perlu menambahkan imunisasi DPT untuk usia 2
bulan sebelumnya. Namun, memang akan lebih baik bila si kecil diimunisasi sesuai jadwalnya.

Imunisasi DPT Panas & Dingin


C) setelahSeringkali anak menjadi demam (suhu tubuh di atas 37,5 diimunisasi. Ada yang
bilang bila anak tidak demam artinya vaksin tidak bekerja dengan baik. Banyak kabar beredar
kini telah tersedia Imunisasi DPT Panas & Dingin. Dr. Berni memaparkan ada dua bentuk
imunisasi DPT, yakni bentuk DPwT (whole cell pertusis atau mengandung komponen protein
pertusis lengkap) dan bentuk DPaT (acelullar atau hanya mengandung sebagian protein pertusis).
Pada DPaT di mana protein pertusis telah dikurangi, otomatis kemungkinan timbul efek
sampingnya juga berkurang. Namun, bukan berarti DPaT bebas demam. Hanya saja bila timbul
demam tidak setinggi DPwT. Jadi, pernyataan bila tidak ada efek demam vaksin tidak bekerja
adalah tidak benar.

Tips :
- Berikan obat pereda demam 2-3 hari sebelum imunisasi dilakukan.
- Bila ia demam bole memberikan obat pereda.
- Sebaiknya imunisasi dilakukan saat tubuhnya dalam kondisi sehat.
DPT

DIFTERI

Penyakit Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri


Corynebacterium Diphteriae. Mudah menular dan menyerang terutama
saluran napas bagian atas dengan gejala Demam tinggi,
pembengkakan pada amandel ( tonsil ) dan terlihat selaput puith kotor
yang makin lama makin membesar dan dapat menutup jalan napas.
Racun difteri dapat merusak otot jantung yang dapat berakibat gagal
jantung. Penularan umumnya melalui udara ( betuk / bersin ) selain itu
dapat melalui benda atau makanan yang terkontamiasi.

Pencegahan paling efektif adalah dengan imunisasi bersamaan dengan


tetanus dan pertusis sebanyak tiga kali sejak bayi berumur dua bulan
dengan selang penyuntikan satu – dua bulan. Pemberian imunisasi ini
akan memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, pertusis
dan tetanus dalam waktu bersamaan. Efek samping yang mungkin
akan timbul adalah demam, nyeri dan bengkak pada permukaan kulit,
cara mengatasinya cukup diberikan obat penurun panas .

IMUNODEFISIENSI

Imunodefisiensi
Adalah sekumpulan keadaan yang berlainan, dimana sistem kekebalan tidak berfungsi secara
adekuat, sehingga infeksi lebih sering terjadi, lebih sering berulang, luar biasa berat dan
berlangsung lebih lama dari biasanya.
Jika suatu infeksi terjadi secara berulang dan berat (pada bayi baru lahir, anak-anak maupun
dewasa), serta tidak memberikan respon terhadap antibiotik, maka kemungkinan masalahnya
terletak pada sistem kekebalan. Gangguan pada sistem kekebalan juga menyebabkan kanker atau
infeksi virus, jamur atau bakteri yang tidak biasa.
1. SISTEM IMUN
Semua mekanisme yang digunakan badan untuk mempertahankan keutuhan tubuh, sebagai
perlindungan terhadap bahaya yang dapat ditimbulkan berbagai bahan dalam lingkungan hidup
Fs : - Pertahanan
- Homeostasis
- Pengawasan
Dalam pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme → timbul respon imun.
Ada 2 macam RI, yaitu :
o RI Spesifik : deskriminasi self dan non self, memori, spesifisitas.
o RI non Spesifik : efektif untuk semua mikroorganisme
Gambar 1: Sistem Imun
Sel-sel yang berperan dalam sistem imun / respon imun :
o Sel B
o Sel T
o Makrofag
o Sel dentritik dan langerhans
o Sel NK
Sebagai mediator : sitokin
1. Limfosit B
o terdapat pada darah perifer (10 – 20%), sumsum tulang, jaringan limfoid perifer, lien, tonsil.
o Adanya rangsangan → sel B, berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel plasma, yang
mampu membentuk Ig : G, M, A, D, E
2. Limfosit T
o Terdapat pada darah perifer (60 – 70 %), parakortek kel limfe, periarterioler lien.
o Punya reseptor : T cell receptor (TCR), untuk mengikat Ag spesifik.
o Mengekspresikan mol CD4, CD8
3. Sel natural killer.
o ~ sell null (non B non T) ok TCR (-), dan tak menghasilkan AB.
o 10 – 20 % limfosit perifer.
o Mampu membuat lisis sel tumor.
o Mengekspresikan CD16, CD56 pada permukaan .
o Bentuk > besar dibanding sel B dan T, mempunyai granula azurofilik dalam sitoplasma : large
granula limphocyt.
4. Sel dentritik dan langerhans.
o Sel dentritik : pada jar limfoid.
o Sel langerhans : pada epidermis.
o Termasuk sel APC (antigen presenting cell) / sel penyaji.
5. Sitokin.
o Merupakan messenger molecule dalam sistem imun.
o Regulasi RI perlu interaksi antara limfosit, monosit, sel radang, sel endotel → perlu mediator
agar terjadi kontak antar sel.
, TNF, TGF.o Co : IL 1 – 17, IFN α –

4 ( empat ) kategori sitokin :


a. Mediator imunitas humoral, yang berfungsi sebagai pelindung terhadap inf. Virus (interveron),
memicu RI non spesifik terhadap radang (IL -1, TNF α, IL – 8)
b. Berhubungan dengan regulasi pertumbuhan, aktivasi dan deferensiasi limfosit (IL -2, IL -4,
TGF – B)
, TNF – α, IL -5, faktor penghambat migrasi)c. Mengaktifkan sel radang (IFN
d.Merangsang hemopoisis (CSF, GM-CSF, IL -3, IL -7)
2. IMUNOPATOLOGI
Kegagalan dari sistem imun :
A. Rx hipersensitivitas : respon imun berlebihan.
B. Imunodefisiensi : respon imun berkurang
C. Autoimun : hilangnya toleransi diri : rx sistem imun terhadap Ag jar sendiri

A. Rx Hipersensitivitas
1. Tipe I
o Rx hipersensitivitas tipe cepat.
o Ig yang berperan : Ig E.
o Co : asma, rinitis, dermatitis atopi, urtikaria, anafilaksis.
o Ag merangsang sel B untuk membentuk Ig E dengan bantuan sel Th. Ig E kemudian diikat oleh
mastosit melalui reseptor Fc.
Bila terpajan ulang dengan Ag yang sama, maka Ag tersebut akan diikat oleh Ig E yang sudah
ada pada permukaan mastosit. Ikatan ag – Ig E → degranulasi mastosit. Mengeluarkan mediator,
Co : histamin.
2. Tipe II
Reaksi Sitotoksik
- Co : Rx transfusi, AHA, Rx obat, Sindrom Good posture, miastenia gravis, pemvigus.
- Adanya Ag yang merupakan bagian sel pejamu,menyebabkan dibentuknya AB Ig G /
Ig M → mengaktifkan sel K yang memiliki reseptor Fc sebagai efektor ADCC.
- Ikatan Ag-Ab → aktifkan komplemen → lisis.
3. Tipe III
- Rx. Komplex imun
o Co : SLE(Autoimun), Farmer’s lung, demam reumatik, artritis reumatoid.
o Komplex Ag.AB (Ig G / Ig M) yang tertimbun dalam jaringan → mengaktifkan komplemen →
melepaskan MCF → makrofag ke daerah tsb → melepaskan enzim → merusak jaringan.
4. Tipe IV
- Rx. Hipersensitivitas lambat : > 24 jam
o Co : Rx Jones Mote, hipersensitivitas kontak, Rx tuberkulin, Rx granuloma.
o Akibat respon sel T yang sdh disensitisasi Ag → dilepaskan limfokin ( MIF, MAF) →
makrofag yg diaktifkan → merusak jaringan.

B. IMUNODEFISIENSI
Respon imun berkurang / - → tidak mampu melawan infeksi secara adekuat.
Ada 2 bentuk :
a. Primer
- herediter
- gejala : 6 bulan – 2 tahun
b. Sekunder
- perubahan Fs. Imunologik : inf, malnutrisi, penuaan, imunosupresi, kemoterapi dll.
a) Primer
1. Severe combine immunodeficiency disease (SCID)
Ditandai oleh limfopenia dan defek Fs. Sel T dan B.
Hipoplasi Timus / -
 Kelenjar limfe, limpa, tonsil, appendik : tidak mengandung jaringan limfoid / sentrum
germinativum sedikit (B), parakortek sedikit (T).
 50 % penderita resesif autosomal SCID → ADA (adenosin deaminase) (-) pada limfosit dan
erytrosit → akumulasi metabolit deoksidenosin & deoksi ATP → toksin ut. limfosit
Terapi : transplantasi ssm. Tulang.
2. X linked agammaglobulinemia of BRUTON.
o Paling sering.
o Ditandai :
sel B matang (-) (prasel B normal) → ok mutasi gen tirosin kinase yang diekspresikan pada sel
B muda → Ig serum (-).
Imun seluler normal.
Sering inf. bakteri berulang.
3. Defisiensi Ig A terisolasi (isolated Ig A deficiency)
o Ig A (-).
o Sering ditemukan (I = 600).
o Umunya : tanpa gejala → inf, traktus respiratorius, GI. Kel. Autoimun.
o Defek : kegagalan pematangan sel B positif – Ig A.
o Th : tranfusi darah yang mengandung Ig A → t jd anafilaksis
4. Common variabel immunodeficiency
o Hipogamaglobulinemi, kadang : Ig G
o Sebagaian besar kasus : sel B normal → diferensiasi sel plasma (-)
o Folikel limfoid : hiperplastik.
5. SINDROMA WISKOTT – ALDRICH(Imunodefisiensi dengan Trombositopenia dan eksema)
o Ditandai : trombositopenia, eksema, inf berulang.
o Morfologi timus normal → deplesi sel T jar. Limfoid.
o Th : transplantasi ssm tlng.
6. SINDROMA DIGEORGE (HIPOPLASIA TIMUS)
o Kel. multiorgan + kerusakan kantong faringeal III dan IV.
o Ditandai :
Hipoplasi / aplasia timus.
Hipoplasi paratiroid (hipokalsemi → tetani).
Defek cong.jantung, PD besar, muka
o Terapi : cangkok timus

b) Sekunder

1. Didapat oleh karena :


Infeksi : AIDS
Penggunaan obat : - Kemoterapi

2. Imunosupresif
Peny lain : leukemia
• ACQUIRED IMMUNODEFICIENCY SYNDROME (AIDS) →
o Ok HIV – 1 (Human Immunodeficency Virus) →
o Ditandai : - Supresi imunitas (sel T)
Inf oportunistik.
Keganasan sekunder.
Kelainan neurologi

- Cara penularan :
o Kontak seksual
o Parenteral
o Dari ibu yang terinfeksi pada janin
- Biologi HIV
o Retrovirus (merusak sel T → imunodefisiensi)
o Envelope lipid HIV I mengandung : Glikoprotein 120 : mengikat molekul CD4 pejamu untuk
memulai inf virus (reseptor)
- Gen utama : GAG : mengkode prot “core”
POL : mengkode enzim-enzim yang diperlukan untuk replikasi virus
ENV : mengkode prot selubung.
- Gen tambahan : TAT, VPU, VIF, Nef, REV, TAT, REV = mengatur transkripsi HIV
- INFEKSI HIV PADA LIMFOSIT DAN MONOSIT.
o Virus menempel pada membran sel T (fusi)
o Internalisasi
o Reverse transcription (berubah jadi DNA)
o Integrasi DNA provirus ke dalam genom pejamu.
o Transkripsi ( RNA)
o Translasi (prot)
o Budding
o Virion-virion baru.
- Kel. SSP karena HIV.
o Sasaran utama infeksi HIV.
o Mell : monosit / makrofag.
- Perjalanan peny. Infeksi HIV.
o Tahap dini / fase akut.
CD4 + sel T Viremia, 
peny. akut yang sembuh sendiri = 6 – 12 mg ,nyeri tenggorokan, mialgia non spesifik,
meningitis aseptik.
o Tahap menengah, fase kronik
perlahan Keadaan laten secara klinis, replikasi rendah, CD4 + 
Kel. Limfe >>>, luas.
Akhir tahap : demam, kemerahan kulit, kelelahan, viremi.
7 – 10 tahun
o Tahap akhir, fase krisis = AIDS.
, diare, inf. oportunistik, keganasan sekunder. cepat : CD4 + rendah, BB  Pertahanan 
AIDS : HIV (+) dan sel T CD4 + < 200 sel / Ul.

3. AUTOIMUN DISEASE
: Reaksi sistem imun terhadap Ag jaringan sendiri.Kehilangan toleransi diri (self tolerance)
menyebabkan sel-sel sistem imun mengenal Ag tubuh sendiri sebagai asing.
1) Penyakit autoimun organ :
Autoimune hemolytic anemia (AHA), ok destruksi oleh AB terhadap Ag pada permukaan
erythrosit (autoantibodi antierytrosit)
2) Tyroiditis Hashimoto.
Sebagian besar eutiroid, ttp dapat juga hipotiroid / hipertiroid. Dijumpai :
a. Autoantibodi anti tiroglobulin.
membentuk folikel limfoidb. Infiltrasi limfosit, makrofag, sel plasma dalam kelenjar

3) Penyakit Grave
Toxic goiter /exopthalmic goiter. dijumpai Antibodi (Long acting Thyroid stimulator : LATS /
TSAb = Thyroid Stimulating AB) terhadap reseptor merangsang kelenjar tiroid. = T3 dan
T4(TSH) pada permukaan tiroid >>>.
4) SINDROM SJOGREN.
o ditandai : keratokonjungtivitis sikka (mata kering ) ,xerostomia (mulut kering)
o 40 % : bentuk primer
60 % berhubungan : RA, SLE, skleroderma, (darah = RF, ANA).
atrofi asiner, fibrosis dan perlemakano PA : infiltrasi sel B, sel T periductal lacrimal +
hiperplasi ep + obstruksi lumen

5) Polimiositis / dermatomiositis
o Poliomisitis : peradangan otot skelet diperantarai kel. Imunologik.
o Klinik : kelemahan otot bil. Simetrik (kas : prox > dulu)
o Ok kerusakan serabut otot oleh sel T sitotoxic yang memasuki dan mengitari serabut otot.
II. Penyakit Autoimun Sistemik
1. SLE (Sistemik Lupus Eritematosus)
o Penyakit demam sistemik, kronik, berulang, dengan gejala berhubungan dengan semua jar (tu
sendi, kulit, membran serosa)
o Perjalanan klinis bervariasi
sembuh tanpa pengobatan. Kadang gejala minimal 
remisi : dapat dipertahankan dengan imunosupresan. Sebagian besar : kambuh berulang 
Ketahanan hidup 10 tahun = + 70 %
Gambaran klinis bervariasi .
Ciri kas (tu) :
ANA (antinuclear antibodies)
Sel LE (badan LE (nukleus sel yang rusak bereaksi dengan AB antinukleus kehilangan pola
kromatin) yang difagosit neutrofil / makrofag)
2. Rheumatoid arthritis (RA)
Poliarthritis (nyeri pada berbagai sendi)
Uji serologik : reumatoid faktor (autoantibodi anti Ig G) timbul pada persendian.

III. Imonologi Kanker


Tujuan :
- Mengetahui hub. Antara RI pejamu dan tumor.
- Menggunakan pengetahuan tentang RI thd tumor dlm dX, profilaksis,dan terapi.
Hal hal yg menunjukkan peranan sistem imun pada kanker :
- Beberapa tumor dapat sembuh spontan
- Pada pdrt. def. imun / mendapat terapi imunosupresi : keganasan 200 x
I. Antigen
a. Transformasi maligna :
- Perubahan fenotip sel normal.
- Hilangnya komponen Ag permukaan
- Neoantigen.
- Perubahan lain pada membran sel RI.
b. Pembagian Ag :
- Ag. kelas I : hanya ditemukan pada tumor itu saja dan tidak pada sel normal /keganasan lain.
- Ag klas II : juga ditemukan pada tumor lain.
- Ag klas III : juga ditemukan pada sel normal dan ganas.
c. Antigen onkofetal
tumor mengekpresikan dirinya :
- melalui permukaan
- Produknya yang dilepas dalam darah yang tidak yang tidak ditemukan pd jaringan normal.
Contoh :
* pada Ca. sal cerna tu. Ca. colon.
↑ pada : ca colon,pankreas, beberapa ca paru, payudaralambung.
* pada non neoplastik : emfisema,kolitis ulserative, alkoholisme, perokok, eritroblastome testis,
hepatoma.

II. RI terhadap tumor


Efektor sistem imun humoral dan seluler pada destruksi tumor :
A. Mekanisme humoral.
1. lisis oleh Ab dan komplemen.
2. Opsonisasi melalui Ab dan komplemen.
3. Hilangnya adesi oleh Ab
B. Mekanisme seluler.
1. Destruksi oleh sel Tc.
2. ADCC.
3. Destruksi oleh makrofah yang diaktifkan.
4. Destruksi oleh sel NK.
Gambar Imunitas Non Spesifik Terhadap Tumor

Makrofag yang diaktifkan, neutrofil dan sel NK berperan pada imunitas non-spesifik terhadap
tumor. Efeknya dapat sitolitik atau sitostatik. Imunitas jenis ini tidak memerlukan antibodi dan
spesifitas antigen. Sel – sel tersebut menyerang semua jenis sel tumor.

Gambar Peranan Limfokin Dalam Penghancuran Tumor


Sel T yang dirangsang antigen tumor melepas limfokin seperti :
• IFN yang mengaktifkan efek lisi sel NK
• Limfotoksin (LT) yang dapat langsung menghancurkan sel tumor
• Bahan kemotaktik (CFM)
• Migration Inhibition Factor (MIF)
• Macrophage Activating Factor (MAF)
Yang semuanya mengerahkan dan mengaktifkan makrofag. Makrofag mempunyai efek
sitotoksik dan mencegah multiplikasi sel tumor. Limfokin lain seperti IL-2 mengaktifkan respons
spesifik sel B dan sel T lain.

III. Mengapa Kanker dapat Luput Dari Pengawasan Sistem Imun.

IV. Imunodiagnosis
Dapat dilakukan dengan :
1. Menemukan Ag spesifik terhadap sel tumor.
2. Mengukur RI pejamu terhadap sel tumor.
Imunodiagnosis tumor
• Deteksi sel tumor dan produknya dengan cara imunologik
1. Protein mieloma Bence-Jones (misalnya tumor sel plasma)
2. Alfa Feto Protein (AFP pada kanker hati)
3. Antigen karsinoembrionik (CEA pada kanker gastrointestinal)
4. Deteksi antigen tumor spesifik (dalam sirkulasi atau dengan immunoimaging)
• Deteksi respons imun anti-tumor
1. Antibodi antitumor
2. CMI antitumor
V. Imunoterapi
• Terapi tumor dengan cara imunologi.
- Belum efektif.
- Tujuan : memperoleh imunitas terhadap tumor.
- Cara :
* Spesifik : dengan preparat Ag tumor.
* Non spesifik : utk membentu RI tu. Makrofag dengan BCG/ C. parvum.

VI. Imunoprofilaksis
= imunisasi
Aktif : RI terjadi setelah terpajan Ag
Pasif : terjadi bila seseorang menerima Ab /produk sel lainnya dari orla yg telah mendapat
imunisasi aktif.
I. Tujuan : ↑ derajat imunitas seseorang thdp. patogen tertentu/toksin.
II. Imunisasi Aktif
- Biasanya diberikan jauh sebelum pajanan(dlm usaha pencegahan).
- Dengan pemberian Ag yg tak patogenik.
- Mengaktifkan sistem pengenalan imun dan sistem efektor yg diperlukan.
• Imunisasi aktif alamiah.
co : Inf. Virus, bakteri.
• Imunisasi aktif buatan.
Co: toksoid,vaksinasi.
A. Imunisasi Yang Dianjurkan
- DPT, Polio, Campak
B. Imunisasi Selektif
- Hepatitis B
III.Imunisasi Pasif
• Transfer Ab /sel imun dari orang yang imun ke orang lain yang non imun.
• Imunitas pasif alamiah .
- Imunitas maternal melalui plasenta
co: Ig G
- Imunitas maternal melalui kolustrum
co : laktoferin.
• Imunitas pasif artificial : Co. Pemberian antitoksin,antibodi sel.
VII. Transplantasi
Transfer jaringan atau alat dari satu ke lain orang.
A. Istilah kusus Transplantasi
• Autograft : memekai jaringan sendiri.
• Isograft/syngeneic : identitas genetik antara donor dan resepien sama.
• Allograft/allogeneic: donor dan resepien dari spesies sama, tetapi genetik tidak identik.
• Xenograft/xenogeneic : donor dan resepien dari spesies berbeda.
B. Istilah lain :
1. Histokompatibilitas : Kemampuan seseorang unk menerima transplan dari orang lain,suatu
keadaan bila tdk terjadi respon imun.
2. Gen Histokompatibilitas : Gen yg menentukan apakah transplan dapat diterima.Banyak lokus
gen yang menolak transplan, yang terpenting : Gen Histokompatibilitas Mayor (MHC/HLA)
Makluk heterozygot,mengekspresikan Ag MHC→suatu penghalang bagi transplantasi.

ANTIGEN KELAS I/ MHC KELAS I


• -Pada semua sel berinti dan trombosit,yang dapat menjadi sasaran penolakan pada
transplantasi.
• HLA-A,HLA-B,HLA-C.
• Ag MHC I,mempresentasikan Ag terproses kepada CD8
• Karena TCR hanya mengenal komplek ag-MHC→CD8+selT : hanya berikatan dan membunuh
sel terinfeksi yang mengandung Ag kelas I.
Antigen kelas II /MHC kelas II
• Sel dendritik,makrofag,sel B,sel T teraktivasi.
• HLA D,sub lokus :DP
• Ag MHC kelas II kusus berikatan dan mempresentasikan Ag eksogen pada CD4+selT
• Merupakan Ag terpenting pada penolakan transplantasi.
PENOLAKAN TRANSPLANTASI
Penolakan ditimbulkan oleh : Th resepien yg mengenal Ag MHC allogenic
- Merangsang sel Tc yg juga mengenal AG MHC allogenic→lisis.
- Limfokin→mengerahkan makrofag ke tempat transplan→merusak jaringan.
PENOLAKAN HIPERAKUT,AKUT,KRONIK
Co; ginjal.
1. Hiperakut
- Beberapa menit- jam, sesudah transplantasi.
- Ok destruksi oleh Ab yg sudah ada pada resipien thd transplan.Akibat resipien telah
tersensitisasi sebelumnya dg Ag dlm tandur. Co : transfusi
- Jaringan transplan: edem+ pdrh interstisiel,ditemukan trombosis,kerusakan endotel,nekrosis.
- Klinis : panas,lekositosis,urin ↓/- dan mengandung erytrosit.
2. Akut
• Sebelumnya tdk disensitisasi terhadap transplan.
• Timbul :Beberapa hari setelah transplan.
• Pembesaran ginjal,↓ fungsi dan aliran darah,sel darah dan protein urin.
• Mik : infiltrasi interstisiel
• Imunosupresi : steroid.
3. KRONIK
- Timbul : beberapa bulan setelah organ berfungsi normal.
- Ok sensitivitas yg timbul terhadap Ag transplan.
• Kadang timbul sesudah imunosupresi dihentikan .
• Gagal ginjal terjadi perlahan dan progresif.
• Mik : proliferasi sel radang pada PD kecil+ penebalan membran basal glomerulus.
• -TH : tak berguna.

Anda mungkin juga menyukai