Anda di halaman 1dari 31

ILEUS OBSTRUKSI

Obstruksi intestinal merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai

dan merupakan 60% - 70% dari seluruh kasus gawat abdomen. Gawat perut dapat disebabkan

oleh kelainan di dalam abdomen berupa inflamasi, dan penyulitnya, ileus obstruktif, iskemik,

dan perdarahan. Sebagian kelainan dapat disebabkan oleh cedera langsung atau tidak

langsung yang mengakibatkan perforasi saluran cerna atau perdarahan. 1,2

Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang

segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terbagi dua yaitu ileus obstruksi dan

ileus paralitik.2 Hambatan pasase usus dapat disebabkan oleh adanya obstruksi lumen usus

atau oleh adanya gangguan peristaltik. Obstruksi usus atau disebut juga ileus obstruksi

(obstruksi mekanik) misalnya oleh strangulasi, invaginasi atau adanya sumbatan dalam lumen

usus. Ileus dinamik dapat disebabkan oleh kelebihan dinamik seperti spasme.2 Obstruksi usus

merupakan gangguan peristaltik baik di usus halus maupun di kolon. Obstruksi mekanik

dapat disebabkan karena adanya lesi pada bagian dinding usus, di luar usus maupun di dalam

lumen usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik, parsial atau total. Obstruksi usus kronik

biasanya mengenai kolon sebagai akibat adanya karsinoma. Sebagian besar obstruksi justru

mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan kegawatan yang memerlukan

diagnosa dini dan tindakan bedah darurat. 1,3

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Markogiannakis et al (pada tahun 2001 – 2002),

ditemukan 60% penderita yang dirawat di Hippokration Hospital, Athens mengalami ileus
obstruksi dan rata – rata berumur sekitar 16 – 98 tahun, dengan perbandingan jenis kelamin

perempuan lebih banyak daripada laki – laki.4

EMBRIOLOGI

Usus primitive terbentuk sejak minggu ke empat dari perkembangan fetus. Lapisan

endodermal membentuk lapisan epitel dari traktus digestivus dan mesoderm splanchnic di

sekitar endermal membentuk jaringan muskular konektif dan lapisan usus lainnya. Kecuali

duodenum, dimana usus primitif berasal dari usus tengah. Selama minggu keempat

perkembangan fetus, panjang usus meningkat dengan cepat, herniasi dari usus tengah terjadi

sampai umbilikus. Putaran usus tengah mempunyai dua cabang yaitu kranial dan kaudal.

Cabang kranial berkembang menjadi duodenum distal, jejenum dan ileum proksimal.

Sedangkan cabang kaudal menjadi ileum distal, dua pertiga proksimal dari kolon

transversum. Herniasi usus tengah terjadi sampai usia 10 minggu masa gestasi fetus, ketika

usus masuk kembali ke rongga abdomen. Setelah memutar komplit 270º dari titik awal,

bagian proksimal jejenum masuk kembali ke abdomen dan menempati bagian kiri abdomen

dengan lingkaran selanjutnya menempati bagian kanan. Sekum yang terakhir masuk dan

lokasinya di sebelah kanan kuadran atas, walaupun pada akhirnya sekum akan turun ke posisi
normal pada kuadran kanan bawah. Malrotasi anomali kongenital usus dapat terjadi pada

proses ini. 1,5

Fase embriologi dan tingkatan putaran usus

Usus dengan arteri dan vena mesenterika superior di dalam bakal mesenterium. Usus setelah

berputar 90º. Bagian proksimal berada di sebelah kanan, distal di sebelah kiri.

Putaran duodenum sebelah dorsal a.mesenterika superior, sedangkan sekum dengan kolon

berputar di ventral ke kanan.

Putaran berlangsung terus, sekum di sebelah kanan masih turun ke kanan bawah. Usus

belakang membentuk sebagian kolon transversum, kolon desendens dan sigmoid yang

diperdarahi oleh a.mesenterika superior.

Setelah putaran lengkap (270º)


Secara embriologik, kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon kiri sampai ke

rektum berasal dari usus belakang. Dalam perkembangan embriologik kadang terjadi

gangguan rotasi usus embrional sehingga kolon kanan dan sekum mempunyai mesenterium

yang bebas. Keadaan ini memudahkan terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus

yang sama halnya dapat terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid

dengan radiks yang sempit.

ANATOMI 1,3, 5,6

Usus halus terbentang dari pylorum sampai caecum dengan panjang 270 cm sampai 290 cm.

Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum dan ileum. Duodenum panjangnya sekitar 25

cm, mulai dari pilorus sampai jejenum. Panjang jejenum 100 – 110 cm dan panjang ileum

150 -160 cm. Pemisahan duodenum dan jejenum ditandai oleh Ligamentum Treitz.

Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium. Kira – kira dua per lima dari

sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga per lima bagian terminalnya adalah ileum. Jejenum

mempunyai vaskularisasi yang besar dimana lebih tebal dari ileum. Apendiks vermiformis

merupakan tabung buntu berukuran sekitar jari kelingking yang terletak pada daerah

ileosekal, yaitu pada apeks sekum.


Secara mikroskopik, dinding usus halus dibagi atas empat lapisan yaitu lapisan serosa,

muskularis propria, lapisan submukosa dan lapisan mukosa. Lapisan serosa merupakan

lapisan terluar yang terdiri dari peritoneum visceralis dan parietal dan ruang yang terletak

antara lapisan visceral dan parietal dinamakan rongga peritoneum. Lapisan muscularis

propria terdiri dari dua lapisan otot yaitu lapisan otot longitudinal yang tipis dan lapisan otot

sirkular yang tebal. Ganglion sel berasal dari pleksus Myenterica (Auerbach) yang berada di

antara lapisan otot dan mengirimkan rangsangan pada kedua lapisan tersebut. Lapisan

submucosa terdiri dari lapisan jaringan konektif fibroelastis yang berisi pembuluh darah dan

saraf. Lapisan mukosa dibagi menjadi 3 lapisan yaitu mukosa muscularis, lamina propria dan

lapisan epitel. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lapisan sirkular yang dinamakan

valvula koniventes (Lig.Kerckringi) yang menonjol ke dalam sekitar 3 mm.

Mesenterium merupakan lipatan peritoneum yang lebar, menyerupai kipas yang

menggantung jejenum dan ileum dari dinding posterior abdomen. Omentum mayus

merupakan lapisanganda peritoneum yang mengantung dari curvatura mayor lambung dan

berjalan turun di depan visera abdomen. Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan

kelenjar limfe yang membantu melindungi rongga peritoneum terhadap infeksi. Omentum

minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentang dari curvatura minor lambung dan

bagian atas duodenum menuju ke hati, membentuk Ligamentum Hepatogastrikum dan

Ligamentum hepatoduodenale.
Arteri mesenterika superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri celiaca. Arteri ini

mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi oleh arteri

gastroduodenalis dan cabangnya arteri pankreatikoduodenalis superior. Darah dikembalikan

lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.

Usus halus dipersarafi cabang-cabang kedua sistem saraf otonom. Rangsangan parasimpatis

merangsang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat

pergerakan usus. Serabut saraf sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan

serabut saraf parasimpatis mengatur refleks usus.

Usus besar dibagi menjadi caecum, colon dan rektum. Pada caecum terdapat katup ileosekal

dan apendiks yang melekat pada ujung caecum. Caecum menempati sekitar dua atau tiga

inchi pertama dari usus besar. Kolon dibagi lagi menjadi colon ascenden, colon transversum,

descenden dan sigmoid. Tempat dimana colon membentuk belokan tajam yaitu pada

abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura lienalis.

Colon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan berbentuk S. Lekukan

bagian bawah membelok ke kiri waktu colon sigmoid bersatu dengan rektum. Usus besar

memiliki empat lapisan morfologik seperti bagian usus lainnya.

Sekum, kolon ascenden dan bagian kanan kolon transversum diperdarahi oleh cabang

a.mesenterika superior yaitu a.ileokolika, a.kolika dekstra dan a.kolika media. Kolon

transversum bagian kiri, kolon descendens, kolon sigmoid dan sebagian besar rektum
perdarahi oleh a.mesenterika inferior melalui a.kolika sinistra, a.sigmoid dan a.hemoroidalis

superior. Pembuluh vena kolon berjalan paralel dengan arterinya. Kolon dipersarafi oleh oleh

serabut simpatis yang berasal dari n.splanknikus dan pleksus presakralis serta serabut

parasimpatis yang berasal dari N.vagus.

FISIOLOGI 3,8

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan absorbsi bahan – bahan

nutrisi, air, elektrolit dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung

oleh kerja ptialin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses

dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim – enzim pankreas yang

menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat – zat yang lebih sederhana.

Adanya bikarbonat dalam sekret pankreas membantu menetralkan asam dan

memberikan pH optimal untuk kerja enzim – enzim. Sekresi empedu dari hati

membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan

permukaan yang lebih luas bagi kerja lipase pankreas.

Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus (sukus

enterikus). Banyak di antara enzim – enzim ini terdapat pada brush border vili dan

mencernakan zat – zat makanan sambil diabsorbsi. Pergerakan segmental usus halus

akan mencampur zat –zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar dan

sekresi usus dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung
lainnya dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai kontinu isi

lambung. Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaan karbohidrat, lemak dan

protein melalui dinding usus ke sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh sel – sel

tubuh. Selain itu, air, elektrolit dan vitamin juga diabsorbsi.

Pergerakan usus halus berfungsi agar proses digesti dan absorbsi bahan – bahan makanan

dapat berlangsung secara maksimal. Pergerakan usus halus terdiri dari :

Pergerakan mencampur (mixing) atau pergerakan segmentasi yang mencampur

makanan dengan enzim – enzim pencernaan agar mudah untuk dicerna dan diabsorbsi

Pergerakan propulsif atau gerakan peristaltik yang mendorong makanan ke arah usus

besar.

Kontraksi usus halus disebabkan oleh aktifitas otot polos usus halus yang terdiri dari 2

lapis yaitu lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkuler. Otot yang terutama

berperan pada kontraksi segmentasi untuk mencampur makanan adalah otot

longitudinal. Bila bagian mengalami distensi oleh makanan, dinding usus halus akan

berkontraksi secara lokal. Tiap kontraksi ini melibatkan segmen usus halus sekitar 1 –

4 cm. Pada saat satu segmen usus halus yang berkontraksi mengalami relaksasi, segmen

lainnya segera akan memulai kontraksi, demikian seterusnya. Bila usus halus

berelaksasi, makanan akan kembali ke posisinya semula. Gerakan ini berulang terus

sehingga makanan akan bercampur dengan enzim pencernaan dan mengadakan

hubungan dengan mukosa usus halus dan selanjutnya terjadi absorbsi.


Kontraksi segmentasi berlangsung oleh karena adanya gelombang lambat yang

merupakan basic electric rhytm (BER) dari otot polos saluran cerna. Proses kontraksi

segmentasi berlangsung 8 sampai 12 kali/menit pada duodenum dan sekitar 7

kali/menit pada ileum. Gerakan peristaltik pada usus halus mendorong makanan

menuju ke arah kolon dengan kecepatan 0,5 sampai 2 cm/detik, dimana pada bagian

proksimal lebih cepat daripada bagian distal. Gerakan peristaltik ini sangat lemah dan

biasanya menghilang setelah berlangsung sekitar 3 sampai 5 cm

Pengaturan frekuensi dan kekuatan gerakan segmentasi terutama diatur oleh adanya

gelombang lambat yang menghasilkan potensial aksi yang disebabkan oleh adanya sel – sel

pace maker yang terdapat pada dinding usus halus, dimana aktifitas dari sel – sel ini

dipengaruhi oleh sistem saraf dan hormonal.

Aktifitas gerakan peristaltik akan meningkat setelah makan. Hal ini sebagian besar

disebabkan oleh masuknya makanan ke duodenum sehingga menimbulkan refleks

peristaltik yang akan menyebar ke dinding usus halus. Selain itu, hormon gastrin,

CCK, serotonin, dan insulin juga meningkatkan pergerakan usus halus. Sebaliknya

sekretin dan glukagon menghambat pergerakan usus halus.

Setelah mencapai katup ileocaecal, makanan kadang – kadang terhambat selama

beberapa jam sampai seseorang makan lagi. Pada saat tersebut, refleks gastrileal

meningkatkan aktifitas peristaltik dan mendorong makanan melewati katup ileocaecal


menuju ke kolon. Makanan yang menetap untuk beberapa lama pada daerah ileum oleh

adanya sfingter ileocaecal berfungsi agar makanan dapat diabsorbsi pada daerah ini. Katup

ileocaecal berfungsi untuk mencegah makanan kembali dari caecum masuk ke ileum.

Fungsi sfingter ileocaecal diatur oleh mekanisme umpan balik. Bila tekanan di dalam

caecum meningkat sehingga terjadi dilatasi, maka kontraksi sfingter ileocaecal akan

meningkat dan gerakan peristaltik ileum akan berkurang sehingga memperlambat

pengosongan ileum. Bila terjadi peradangan pada caecum atau pada appendiks maka

sfingter ileocaecal akan mengalami spasme, dan ileum akan mengalami paralisis

sehingga pengosonga ileum sangat terhambat.

ETIOLOGI

Penyebab obstruksi pada usus halus dapat dibagi menjadi 3 yaitu obstruksi pada

ekstraluminal, obstruksi intrinsik dan obstruksi intraluminal. Obstruksi ekstraluminal

misalnya adhesi, hernia, karsinoma dan abses. Obstruksi intrinsik pada dinding usus seperti

tumor primer. Dan obstruksi intraluminal seperti enteroliths, gallstones dan adanya benda

asing. Penyebab tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini.


Tabel 1 Penyebab Ileus Obstruksi 5,9

Lesi ekstrinsik pada dinding usus

Adhesi (postoperative)

Hernia (inguinal, femoral, umbilical)

Neoplasma

Abses intraabdominal

Lesi intrinsic

Kongenital (Malrotasi, kista)

Inflamasi (Chron’s Disease, Divertikulitis)


Neoplasma

Traumatik

Intusepsi

Obstruksi intraluminal

Gallstone

Enterolith
Adhesi, hernia inkarserata dan keganasan usus besar paling sering menyebabkan obstruksi.4

pada adhesi, onsetnya terjadi secara tiba – tiba dengan keluhan perut membesar dan nyeri

perut.10 Dari 60% kasus ileus obstruksi di USA, penyebab terbanyak adhesi yaitu pada

operasi ginekologik, appendektomi dan reseksi kolorektal.5

Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai strangulasi. Adhesi umumnya berasal dari rongga

peritoneum akibat peritonitis setempat atau umum atau pasca operasi. Adhesi dapat berupa

perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal atau multipel. 1

Gambar 6. Penyebab Ileus Obstruksi Usus Halus

(Dikutip dari kepustakaan No.1)

Tumor usus

Kumpulan cacing ascariasis


hernia inkarserata: usus terjepit di dalampintu hernia

Invaginasi : bagian yang masuk makin diteruskan oleh peristaltik

Adhesi

Volvulus

PATOFISIOLOGI
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang

apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik maupun fungsional. Perbedaan

utama adalah pada obstruksi mekanik (ileus obstruksi) yaitu peristaltik mula – mula kuat

kemudian intermittent dan kemudian menghilang. Sedangkan pada ileus paralitik, peristaltik

dari awal sudah tidak ada. Perubahan patofisiologik pada obstruksi usus dapat dilihat pada

tabel di bawah ini. 2,3

Patofisiologik obstruksi mekanik pada usus berhubungan dengan perubahan fungsi dari usus,

dimana terjadi peningkatan tekanan intraluminal. Bila terjadi obstruksi maka bagian

proksimal dari usus mengalami distensi dan berisi gas, cairan dan elektrolit. Bila terjadi

peningkatan tekanan intraluminal, hipersekresi akan meningkat pada saat kemampuan

absorbsi usus menurun, sehingga terjadi kehilangan volume sistemik yang besar dan

progresif. Awalnya, peristaltik pada bagian proksimal usus meningkat untuk melawan adanya

hambatan. Peristaltik yang terus berlanjut menyebabkan aktivitasnya pecah, dimana

frekuensinya tergantung pada lokasi obstruksi. Bila obstruksi terus berlanjut dan terjadi

peningkatan tekanan intraluminal, maka bagian proksimal dari usus tidak akan berkontraksi

dengan baik dan bising usus menjadi tidak teratur dan hilang. Peningkatan tekanan

intraluminal dan adanya distensi menyebabkan gangguan vaskuler terutama stasis vena.

Dinding usus menjadi udem dan terjadi translokasi bakteri ke pembuluh darah. Produksi

toksin yang disebabkan oleh adanya translokasi bakteri menyebabkan timbulnya gejala

sistemik.9 Efek lokal peregangan usus adalah iskemik akibat nekrosis disertai absorpsi toksin

-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi sistemik. 3


Pada obstruksi mekanik sederhana, hambatan pasase muncul tanpa disertai gangguan

vaskuler dan neurologik. Makanan dan cairan yang tertelan, sekresi usus dan udara akan

berkumpul dalam jumlah yang banyak jika obstruksinya komplit. Bagian proksimal dari usus

mengalami distensi dan bagian distalnya kolaps. Fungsi sekresi dan absorpsi membran

mukosa usus menurun dan dinding usus menjadi edema dan kongesti. Distensi intestinal yang

berat dengan sendirinya secara terus – menerus dan progresif akan mengacaukan peristaltik

dan fungsi sekresi mukosa serta meningkatkan risiko terjadinya dehidrasi, iskemik, nekrosis,

perforasi, peritonitis dan kematian. 2,11

Pada obstruksi strangulata, biasanya berawal dari obstruksi vena, yang kemudian diikuti oleh

oklusi arteri, menyebabkan iskemik yang cepat pada dinding usus. Usus menjadi udem dan

nekrosis, memacu usus menjadi gangrene dan perforasi. 2,11

DIAGNOSIS
Gejala Klinis

Gejala utama dari ileus obstruksi antara lain nyeri kolik abdomen, mual, muntah, perut

distensi dan tidak bisa buang air besar (obstipasi). Mual muntah umumnya terjadi pada

obstruksi letak tinggi. Bila lokasi obstruksi di bagian distal maka gejala yang dominant

adalah nyeri abdomen. Distensi abdomen terjadi bila obstruksi terus berlanjut dan bagian

proksimal usus menjadi sangat dilatasi. 5

Obstruksi pada usus halus menimbulkan gejala seperti nyeri perut sekitar umbilikus atau

bagian epigastrium. Pasien dengan obstruksi partial bisa mengalami diare. Kadang – kadang

dilatasi dari usus dapat diraba. Obstruksi pada kolon biasanya mempunyai gejala klinis yang

lebih ringan dibanding obstruksi pada usus halus. Umumnya gejala berupa konstipasi yang

berakhir pada obstipasi dan distensi abdomen. Muntah jarang terjadi. 11

pada obstruksi bagian proksimal usus halus biasanya muncul gejala muntah. Nyeri perut

bervariasi dan bersifat intermittent atau kolik dengan pola naik turun. Jika obstruksi terletak

di bagian tengah atau letak tinggi dari usus halus (jejenum dan ileum bagian proksimal) maka

nyeri bersifat konstan/menetap. Pada tahap awal, tanda vital normal. Seiring dengan

kehilangan cairan dan elektrolit, maka akan terjadi dehidrasi dengan manifestasi klinis

takikardi dan hipotensi postural. Suhu tubuh biasanya normal tetapi kadang – kadang dapat

meningkat.10
Dari pemeriksaan fisik didapatkan adanya demam, takikardi, hipotensi dan gejala dehidrasi

yang berat. Demam menunjukkan adanya obstruksi strangulate. Pada pemeriksaan abdomen

didapatkan abdomen tampak distensi dan peristaltic meningkat (bunyi Borborigmi). Pada

tahap lanjut dimana obstruksi terus berlanjut, peristaltic akan melemah dan hilang. Adanya

feces bercampur darah pada pemeriksaan rectal toucher dapat dicurigai adanya keganasan

dan intusepsi. 2,5,7

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium

Tes laboratorium mempunyai keterbatasan nilai dalam menegakkan diagnosis, tetapi sangat

membantu memberikan penilaian berat ringannya dan membantu dalam resusitasi. Pada tahap

awal, ditemukan hasil laboratorium yang normal. Selanjutnya ditemukan adanya

hemokonsentrasi, leukositosis dan nilai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase

sering didapatkan.10 Leukositosis menunjukkan adanya iskemik atau strangulasi, tetapi

hanya terjadi pada 38% - 50% obstruksi strangulasi dibandingkan 27% - 44% pada obstruksi

non strangulata. Hematokrit yang meningkat dapat timbul pada dehidrasi. Selain itu dapat

ditemukan adanya gangguan elektrolit. Analisa gas darah mungkin terganggu, dengan
alkalosis metabolik bila muntah berat, dan metabolik asidosis bila ada tanda – tanda shock,

dehidrasi dan ketosis.9

Radiologik 2,9,10,12

Adanya dilatasi dari usus disertai gambaran “step ladder” dan “air fluid level” pada foto polos

abdomen dapat disimpulkan bahwa adanya suatu obstruksi. Foto polos abdomen mempunyai

tingkat sensitivitas 66% pada obstruksi usus halus, sedangkan sensitivitas 84% pada obstruksi

kolon.

Pada foto polos abdomen dapat ditemukan gambaran ”step ladder dan air fluid level”

terutama pada obstruksi bagian distal. Pada kolon bisa saja tidak tampak gas. Jika terjadi

stangulasi dan nekrosis, maka akan terlihat gambaran berupa hilangnya muosa yang reguler

dan adanya gas dalam dinding usus. Udara bebas pada foto thoraks tegak menunjukkan

adanya perforasi usus. Penggunaan kontras tidak dianjurkan karena dapat menyebabkan

peritonitis akibat adanya perforasi.

CT scan kadang – kadang digunakan untuk menegakkan diagnosa pada obstruksi usus halus

untuk mengidentifikasi pasien dengan obstruksi yang komplit dan pada obstruksi usus besar

yang dicurigai adanya abses maupun keganasan.


KOMPLIKASI 2,13

Komplikasi yang dapat timbul antara lain perforasi usus, sepsis, syok-dehidrasi, abses,

pneumonia aspirasi dari proses muntah dan meninggal.

DIAGNOSA BANDING 10

Ileus dapat disebabkan oleh adanya proses dalam intraabdominal dan retroperitoneal,

termasuk iskemik usus, kolik ureter, fraktur pelvis dan setelah operasi abdomen. Jika terjadi

ileus paralitik, nyeri biasanya tidak terlalu berat dan lebih konstan.
Obstipasi dan distensi abdomen menunjukkan adanya obstruksi usus besar. Muntah jarang

terjadi dan nyeri tidak bersifat kolik. Diagnosa dapat ditegakkan berdasarkan adanya hasil

foto roentgen yang menunjukkan adanya obstruksi dilatasi kolon bagian proksimal.

Obstruksi usus halus dapat dikacaukan dengan gastroenteritis akut, apendisitis akut dan

pankreatitis akut. Obstruksi strangulasi mempunyai keluhan yang mirip dengan pankreatitis

akut, enteritis iskemik atau penyumbatan vaskular mesenterika yang berhubungan dengan

trombosis vena. Ileus obstruksi harus dibedakan dengan ileus paralitik.

PENATALAKSANAAN

Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan,

menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok

bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus

kembali normal3

Resusitasi
Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda – tanda vital, dehidrasi dan

syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan gangguan

keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti ringer laktat. Respon

terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda – tanda vital dan jumlah urin yang

keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga pemasangan nasogastric tube

(NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung, mencegah aspirasi pulmonum bila

muntah dan mengurangi distensi abdomen.9,10

Farmakologis

Pemberian obat – obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai profilaksis.

Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.13

Operatif

Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah sepsis

sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik bedah yang

disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini beberapa kondisi atau

pertimbangan untuk dilakukan operasi.14

Situations necessitating emergent operation


Incarcerated, strangulated hernias

Peritonitis

Pneumatosis cystoides intestinalis

Pneumoperitoneum

Suspected or proven intestinal strangulation

Closed-loop obstruction

Nonsigmoid colonic volvulus

Sigmoid volvulus associated with toxicity or peritoneal signs

Complete bowel obstruction


Situations necessitating urgent operation

Progressive bowel obstruction at any time after nonoperative measures are started

Failure to improve with conservative therapy within 24–48 hr

Early postoperative technical complications

Situations in which delayed operation is usually safe

Immediate postoperative obstruction


Jika obstruksinya berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan

lisis yang dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat

diperlukan.10

Pada umumnya dikenal 4 macam (cara) tindakan bedah yang dikerjakan pada obstruksi

ileus.15

(a) Koreksi sederhana (simple correction). Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana

untuk membebaskan usus dari jepitan, misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi,

jepitan oleh streng/adhesi atau pada volvulus ringan.

(b) Tindakan operatif by-pass. Membuat saluran usus baru yang "melewati" bagian usus yang

tersumbat, misalnya pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.

(c) Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi, misalnya

pada Ca stadium lanjut.

(d) Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung usus

untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinomacolon, invaginasi,

strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang dilakukan

tindakan operatif bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun karena keadaan
penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula dilakukan kolostomi saja,

kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis.

PROGNOSIS

Mortalitas obstruksi tanpa strangulata adalah 5% sampai 8% asalkan operasi dapat segera

dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau

komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% atau 40%.3

Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan dilakukan dengan cepat.13

DAFTAR PUSTAKA

Sjamsuhidajat r, De Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC,2003.


Anonymous. Ileus. [Online].2007 September 13 [cited 2008 May 19];[6 screens]. Available

from:URL:http://medlinux.blogspot.com/2007/09/ileus.html.

Wilson LM, Lester LB. Usus kecil dan usus besar. Dalam : Price SA, Wilson LM,editor.

Patofisiologi konsep klinis proses- proses penyakit. Alih bahasa: dr.Peter Anugerah. Jakarta:

EGC;1995. Hal.389 – 412.

Markogiannakis H, Messaris E, Dardamanis D, Pararas N, Tzertzemelis D, Giannopoulos

P,et al. Acute mechanical bowel obstruction:clinical presentation, etiology, management and

outcome. World Journal of gastroenterology. 2007 January 21;13(3):432-437. Available

from:URL:http://www.wjgnet.com

Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM, Mttox KL,editors.

Sabiston textbook of surgery. The biological basis of modern surgical practice. 17th ed.

Philadelphia: Elsevier Saunders;2004. p.1323 – 1342.

Simeone DM. Anatomy and physiology of the small intestine. In : Greenfield LJ, Mulholland

MW, Oldham KT, Zelenock GB, Lillimoe KD, editors. Essentials of surgery : scientific

principles and practice. [Book on CD-ROM]. 2nd ed. New York: Lippincott Williams &

Wilkin publishers;1997.
Suyono YJ,editor. Disunting oleh R.Putz & R. Pabst. Atlas Anatomi manusia Sobotta. Ed.21.

Jakarta: EGC,2003.

Siregar H, Yusuf I, Sinrang AW, Gani AA. Fisiologi Gastrp-intestinal. Ed.1. Ujung Pandang:

Fak. Kedokteran Unhas;1995.

Yates K. Bowel obstruction. In: Cameron P, Jelinek G, Kelly AM, Murray L, Brown AFT,

Heyworth T, editors. Textbook of adult emergency medicine. 2nd ed. New York: Churchill

Livingstone;2004. p.306-9.

Naude GP. Gastrointestinal failure in the ICU. In: Bongard FS, Sue DY, editors. A lange

medical book Current critical care diagnosis and treatment. 2nd ed. New York : McGraw-

Hill;2003. p. 383-88.

Ansari P. Intestinal obstruction. [Online]. 2007 September [cited 2008 May 21];[4 screens].

Available from: URL:http://www.merck.com/mmpe/sec02/choll/chollh.html.

Mukherjee S. Ileus. [Online]. 2008 January 29 [cited 2008 May 21];[7 screens]. Available

from: URL:http://www.emedicine.com/med/topic1154.htm.
Nobie BA. Obstruction, small bowel. [Online] 2007 Sept 17 [cited 2008 June 2];[6 screens].

Available from: URL:http://www.emedicine.com

Souba, Wiley W.; Fink, Mitchell P.; Jurkovich, Gregory J.; Kaiser, Larry R.; Pearce, William

H.; Pemberton, John H.; Soper, Nathaniel J, editors. Sigmoid volvulus successfully

decompressed by sigmoidoscopy. In : ACS Surgery: Principles & Practice, 2007 Edition.

[Book on CD-ROM]

Manif Niko, Kartadinata. Obstruksi Ileus. Cermin Dunia Kedokteran No.29 [Online]. 1983

[cited 2008 May 16];[3 screens]. Available from:

URL:http://www.portalkalbe.com/files/obstruksiileus.pdf.
Feature Mild Dehydration Moderate Severe Dehydration

(<5%) Dehydration (5% to (>10%)

10%)
Heart rate Normal Slightly increased Rapid, weak
Systolic blood Normal Normal to Hypotension

pressure orthostatic, >10 mm

Hg change
Urine output Decreased Moderately Markedly decreased,

decreased anuria
Mucous membranes Slightly dry Very dry Parched
Anterior fontanel Normal Normal to sunken Sunken
Tears Present Decreased, eyes Absent, eyes sunken

sunken
Skin* Normal turgor Decreased turgor Tenting
Skin perfusion Normal capillary Capillary refill Capillary refill

refill (<2 seconds) slowed (2--4 markedly delayed

seconds); skin cool to (>4 seconds); skin


touch cool, mottled, gray

Anda mungkin juga menyukai