BAB II-2 Dadi
BAB II-2 Dadi
BAB II
BIOGRAFI SIMUH DAN BUKU ISLAM DAN PERGUMULAN
BUDAYA JAWA
perlu di paparkan di sini adalah biografi atau riwayat hidup Simuh. Sebagai
anak dari seorang petani kecil yang tempatnya tak jauh dari kota
yang dijalani dari kecil hingga berhasil sebagai pemikir Islam (kejawen)
Indonesia. Keberhasilan Simuh, seperti saat ini bukan saja hanya hadiah
1
Wawancara dengan Simuh, Gondangan Sardonoharjo Ngaglik, di Sleman tanggal 17
Februari 2008.
16
17
dari Tuhan, melainkan juga karena kerja keras tanpa mengenal lelah dan
tanpa mengeluh atau putus asa dari setiap usaha yang ditempuh. Dengan
Simuh tamat dari Sekolah Rakyat (SR) ditahun 1945. Dari sekolah tingkat
Tingkat Atas (SLTA) bagian B (jurusan Pasti Alam) pada tahun 19533.
atas, Simuh tidak berhenti di situ saja. Keinginan untuk belajar demi
Universitas Islam Negeri (UIN). Fakultas yang diambilnya pada waktu itu
1963, Simuh telah berhasil menyandang gelar sarjana. Hal itu ia peroleh
2
Wawancara dengan Simuh, tanggal 17 Februari 2008
3
Wawancara dengan Simuh, tanggal 25 Februari 2008
18
H. A. Mukti Ali dan Prof. A. H. Johns BA. Ph.D. Land Fana. Selain itu,
mulai Dia dapatkan melalui kuliah yang diampu oleh Prof. DR. HAMKA5.
2. Karier Intelektual
derajat keilmuannya. Bidang karir yang ditekuni oleh Simuh yang pertama
kali adalah menjadi pegawai bulanan organik pada tahun 1963 dengan
4
Simuh, Perkembangan Aspek Aqidah, Al-Jami’ah, xvii, Februari 1984, hlm 89.
5
Simuh, Perkembangan Aspek Aqidah, hlm. 90.
19
jabatan sebagai Ketua Jurusan Aqidah dan Filsafat hingga akhirnya beliau
Rektor IAIN Sunan Kalijaga pada periode 1992 sampai dengan 1997.7
Dr. H. Simuh dikenal sebagai orang yang paling otoritatif dalam bidang
keagamaan Jawa.8
6
Wawancara dengan Simuh, tanggal 08 maret 2008.
7
Wawancara dengan Simuh
8
Simuh, Sufisme Jawa Transformasi Tasawuf Islam Ke Mistik Jawa (Yogyakarta: Bentang
Budaya, 2002) hlm. Vi.
20
yang telah membahas ajaran Wirid Hidayat Jati tentang Baitul Muqoddas
dalam kaitannya dengan Serat Gatholoco dan Serat Darma Gandhol. Yakni
Mukoddas dalam Wirid Hidayat Jati itu sangat kuat hubungannya dengan
3. Karya-karya Simuh
karya yang berbentuk buku dan layak karya-karya itu antara lain,
9
Simuh, Mistik Islam Kejawen Raden Ngabehi Ronggowarsito (Jakarta:UI Press 1988),
hlm.7.
21
pada tahun 1996 berhasil menulis buku lagi yang berjudul Tasawuf dan
Jakarta. Keempat, selang beberapa tahun Simuh baru bisa menulis sebuah
buku lagi pada tahun 2003, bukunya yang berjudul Islam dan Pergumulan
Budaya Jawa, yang berhasil diterbitkan Teraju, Jakarta. Kebetulan saat ini
media cetak, baik itu berupa surat kabar, artikel-artikel, maupun jurnal-
hingga karya-karya yang berhasil diraih selama ini. Barang kali semua itu
dapat dijadikan suri tauladan bagi mahasiswa yang sedang belajar untuk
Lebih spesifik lagi pada Islam kejawennya, mistisisme. Hal itu dapat
mempuyai kontribusi ide, kritik, dan pandangan yang tentu sangat berguna
mendapat respon para sarjana kaliber yang bergelar professor sebut saja
Buku Islam dan Pergumulan Budaya Jawa ini oleh Prof. Dr. Simuh
di bagi atas beberapa bab yaitu dua belas bab, di dahului dengan kata
Buku Islam dan Pergumulan Budaya Jawa dibagi atas dua belas bab
antara lain: Bab pertama, dengan tema Islam dan Budaya Jawa
mendeskripsikan enam nilai budaya. Keenam nilai itu setidaknya ada tiga
masyarakat.
23
bagian meliputi, pancaran pola budaya Islam yang orisinal dan Islam
lain. Dalam ajaran Al-qur’an, dukungan teori ilmiah, ekonomi, dan nilai
Bab ketiga, pola budaya Islam sufi, menguraikan pola budaya islam
pola budaya menurut ajaran tauhid sufi terlalu menekankan dimensi rasa
ilmiah. Pola pancaran budaya Islam sufi serta paham imanen dan
terbelah menjadi dua aliran yang saling bertentangan. Yakni, para sufi
yang menganut paham immanensi Tuhan dalam alam semesta dan alam
Tuhan.
dalam kebudayaan Jawa terdapat interaksi yang kuat antara Islam dan
konflik satu sama lain. Yaitu: Islam santri, abangan, dan priyayi. Bab
priyayi meliputi, pola budaya priyayi Hindu kejawen serta pola budaya
dominan bukan nilai agama tetapi orientasi terhadap nilai kekuasaan atau
nilai politik dan agama menempati urutan kedua. Sedangkan pola budaya
Hindu kejawen berkaitan langsung dengan nilai seni dan mistik, sehingga
dalam bidang politik, dan terakhir pada bab enam Islam merupakan simbol
nasionalisme religius.
organisasi besar yakni umat Islam modernis yaitu Muhammadiyah dan Islam
Islam tradisional dalam Nahdhatul Ulama sama dengan pola budaya Islam sufi
yang bersifat sangat ekspresif dan mistis. Pola berfikir normatif menyebabkan
Nahdhatul Ulama sulit untuk menyesuaikan diri dengan arus utama zaman
modern.
Kepercayaan.
depan. Sudah saatnya umat Islam untuk meraih zaman pencerahan dalam
Daftar Pustaka, buku atau sumber yang digunakan dalam penulisan buku
pokok, yaitu komponen isi dan komponen wujud. Komponen wujud dari
kebudayaan terdiri atas sistem budaya berupa ide dan gagasan serta sistem
sosial berupa tingkah-laku dan tindakan. Adapun komponen isi terdiri dari
yang sangat berharga bagi proses kehidupan. Oleh karena itu, nilai budaya
nilai tersebut dianut. Nilai budaya langsung atau tidak langsung tentu akan
11
Simuh, Sufisme Jawa, Transformasi Tasawwuf ke Mistik Jawa (Yogyakarta: Bentang
Budaya, 1995), hal. 110.
27
Islam sebagai sebuah sistem ajaran agama akan selalu berdialog dengan
dalah untuk melihat sejauh mana pergumulan budaya Jawa sebelum dan
sesudah Islam datang. Hal ini penting dikaji untuk menguak sistem nilai
masyarakat yang ada pada waktu itu adalah didasarkan pada aturan-
dan konservatif.
28
Jawa.
budaya Jawa pada fase ini adalah adanya pengaruh yang kuat dari
12
Koentjarajakti, Sejarah Teori Antropologi (Jakarta: UI Press, 1992), hlm. 69.
13
Koentjarajakti, Sejarah Teori Antropologi, hlm 116.
30
pemahaman bahwa semua agama itu baik, maka sangatlah wajar jika
Ciri lain dari budaya Jawa pada saat itu adalah sangat bersifat
atau raja titising dewa. Ini berarti bahwa rakyat harus tunduk pada
berkisar pada raja, tahta dan keraton. Raja dan kehidupan keraton
raja.15
15
Kuntowijoyo, Paradigma Islam, Interpretasi untuk Aksi (Bandung: Mizan, 1996), hal.
230.
32
juga muballigh.16
bukan saja sebagai pembuka babak baru Islam di Jawa, tetapi mereka
16
R.R. Dimeglio, Arab Trade with Indonesian and Malay Peninsula the 16th to 18th
Century (TTP: Oxford University Press, 1970), hal. 116.
17
T.W. Arnold, The Preaching of Islam (Lahore: Kashamiri Bazzar, 1968), hal. 371.
18
Hoesein Djajadiningrat, Islam in Indonesia (New York: Ronald Press Company, 1968),
hal. 376.
19
Babad Tanah Djawi dikenal sebagai kronik sejarah dan sastra Jawa, sebuah karya yang
diciptakan pada masa kerajaan Mataram pada awal abad ke-17. Para pujangga keraton Sultan
Agung menciptakan Babad Tanah Djawi dimaksudkan untuk menggantikan kisah-kisah sejarah
Jawa lama.
33
berpusat di pesantren.
20
Zain Muchtarom, Santri dan Abangan Jawa, Volume III (Jakarta: INIS, TT), hal. 20-21.
21
Simuh, Sufisme Jawa, hal. 121.
34
Budha.
yang dilakukan oleh Marx Weber, Emile Durkheim dan Freud. Oleh
visi tentang moral diderivasi dari konsepsi al-Qur’an dan Sunnah, maka
Qur’an.24
24
M. Sirozi, ‘Pergumulan Pemikiran dan Agenda Masa Depan Islamisasi Antropologi’,
Ulumul Qur’an, No. 4 / 1992, hlm. 15.
36
identitas agama, serta tidak mau menerima budaya luar kecuali budaya
dan tradisi lain yang berbeda tanpa mengorbankan agama dan tradisi
wujud nyatanya pada gelar-gelar raja Islam yang dipinjam dari mistik
konsep nur-Muhammad.25
terdapat dalam kitab Babad Tanah Djawi (Sejarah Tanah Jawa) sebagai
berikut:
Inilah sejarah kerajaan tanah Jawa, mulai dengan Nabi Adam yang
25
Kuntowijoyo, Paradigma Islam, hal. 231.
26
W.L. Olthoff, Edisi Babad Tanah Djawi, 1941, hlm. 7.
38
pada nuansa yang religius. Oleh karena itu, wayang dianggap sebagai
Jawa Tengah bagian selatan misalnya, pergulatan santri dan abangan justru
27
18 P.J. Zoetmulder, Manunggaling Kawula Gusti, Pantheisme dan Monisme dalam Sastra
Suluk Jawa (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1990), hlm. 285.
39
keturunan.
budaya Jawa adalah keraton sentris yang masih lengket dengan tradisi
ungkapan dari ide yang abstrak sehingga menjadi konkrit. Karena yang
ada hanya bahasa simbolik, maka segala sesuatunya tidak jelas sebab
28
Clifford Geertz, Santri dan Abangan di Jawa (Jakarta: INIS, 1988), hlm. 2.
40
budaya lokal Jawa dalam hukum Islam secara metodologis sebagai sesuatu
dalam kaidah fiqh yang menyatakan “al-‘adah muhakkamah” (adat itu bisa
hukum karena tidak semua unsur budaya pasti sesuai dengan ajaran Islam.
tauhid. Dengan semangat tauhid ini manusia dapat melepaskan diri dari
terhadap Allah sebagai sang Pencipta. Pesan moral yang terkandung dalam
kaidah fiqh di atas adalah perlunya bersikap kritis terhadap sebuah tradisi,
dan tidak asal mengadopsi. Sikap kritis inilah yang justru menjadi pemicu
dengan Islam.
29
Abdul Wahab Khalaf, Ilmu Ushul Fiqh (Kuwait: Dar al-Ma’arif, 1968), hlm. 90.
41
ada nuansa yang daspat dilihat, yaitu perpaduan antara unsur-unsur Islam
dengan budaya lokal. Contoh yang paling menonjol dan sampai sekarang
3, 7, 40, 100 dan 1000 dari kematiannya. Acara ritual ini dalam tradisi
sekarang disebut selamatan. Sebuah kata yang diderivasi dari bahasa Arab,
yaitu Islam, salam, dan salamah yang berarti memohon keselamatan dan
kedamaian. Upacara ini juga sering dikaitkan dengan istilah tahlilan atau
30
Nurcholish Madjid, Islam Doktrin dan Peradaban (Bandung: Mizan, 1992), hlm. 550.
42
sejarah sebagai hasil dialog Islam dengan sistem budaya lokal Jawa.
Islam adalah sesuatu yang wajar dan sah adanya dengan syarat akulturasi
Kedua, Islam sebagai salah satu agama yang hadir di Jawa juga
terlibat dalam pergumulan dengan budaya lokal Jawa, dan oleh karenanya
tampilan di daerah lain. Fenomena ini lahir tidak lepas dari proses
43
saja dijadikan sebagai dasar penetapan hukum selama adat tersebut tidak
bentuknya adalah bukti nyata adanya dialektika Islam dengan budaya Jawa