Anda di halaman 1dari 5

Sunda Kelapa

Sunda Kelapa juga merupakan nama dari Jakarta sebelum tahun 1527.
Sunda Kelapa sekitar pertengahan abad ke-20
Sunda Kelapa adalah nama sebuah pelabuhan dan tempat sekitarnya di
Jakarta, Indonesia. Pelabuhan ini terletak di kelurahan Penjaringan, kecamatan Penjaringan,
Jakarta Utara.
Meskipun sekarang Sunda Kelapa hanyalah nama salah satu pelabuhan di Jakarta, daerah
ini sangat penting karena desa di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa adalah cikal-bakal kota Jakarta
yang hari jadinya ditetapkan pada tanggal 22 Juni 1527. Kala itu Sunda Kelapa merupakan
pelabuhan Kerajaan Sunda yang beribukota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang kota
Bogor) yang direbut oleh pasukan Demak dan Cirebon.
Walaupun hari jadi kota Jakarta baru ditetapkan pada abad ke-16, sejarah Sunda Kelapa
sudah dimulai jauh lebih awal, yaitu pada zaman pendahulu Kerajaan Sunda, yaitu kerajaan
Tarumanagara. Kerajaan Tarumanagara pernah diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan Sriwijaya
dari Sumatera. Oleh karena itu, tidak heran kalau etnis Sunda di pelabuhan Sunda Kelapa
menggunakan bahasa Malayu yang umum di Sumatera, yang kemudian dijadikan bahasa
nasional, jauh sebelum peristiwa Sumpah
Lawang Sewu

Gedung Lawang Sewu di tahun 1920–an

Lawang Sewu merupakan sebuah gedung di Semarang, Jawa Tengah yang merupakan
kantor dari Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij atau NIS. Dibangun pada tahun 1904
dan selesai pada tahun 1907. Terletak di bundaran Tugu Muda yang dahulu disebut
Wilhelminaplein.
Masyarakat setempat menyebutnya Lawang Sewu (Seribu Pintu). Ini dikarenakan
bangunan tersebut memiliki pintu yang sangat banyak. Kenyataannya, pintu yang ada tidak
sampai seribu. Bangunan ini memiliki banyak jendela tinggi dan lebar, sehingga masyarakat
sering menganggapnya sebagai pintu.
Bangunan kuno dan megah berlantai dua ini setelah kemerdekaan dipakai sebagai kantor
Djawatan Kereta Api Repoeblik Indonesia (DKARI) atau sekarang PT Kereta Api Indonesia.
Selain itu pernah dipakai sebagai Kantor Badan Prasarana Komando Daerah Militer (Kodam
IV/Diponegoro) dan Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Perhubungan Jawa Tengah. Pada
masa perjuangan gedung ini memiliki catatan sejarah tersendiri yaitu ketika berlangsung
peristiwa Pertempuran lima hari di Semarang (14 Oktober - 19 Oktober 1945). Gedung tua ini
menjadi lokasi pertempuran yang hebat antara pemuda AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api
melawan Kempetai dan Kidobutai, Jepang. Maka dari itu Pemerintah Kota Semarang dengan
Surat Keputusan Wali Kota Nomor. 650/50/1992, memasukan Lawang Sewu sebagai salah satu
dari 102 bangunan kuno atau bersejarah di Kota Semarang yang patut dilindungi.
Saat ini bangunan tua tersebut kosong dan bereputasi buruk sebagai bangunan angker dan
seram. Sesekali digunakan sebagai tempat pameran, di antaranya Semarang Expo dan Tourism
Expo. Pernah ada juga wacana yang ingin mengubahnya menjadi hotel. Pada tahun 2007,
bangunan ini juga dipakai untuk film dengan judul yang sama dengan bangunannya.
Benteng Martello

Martello merupakan menara untuk tujuan militer berbentuk lingkaran yang biasanya
dilengkapi dengan senjata yang bisa manuver 360 derajat untuk menembak musuh. Menurut
Pendiri KHI Asep Kambali yang juga sering menjadi pemandu wisata sejarah menyebutkan
bahwa Martello di Pulau Kelor seperti Martello yang ada di Inggris.
"Benteng ini anti meriam. Bata merah yang menyusun benteng ini lebih kuat
daripada bahan bata yang ada sekarang. Ini batanya bahan lokal dari Tangerang. Sebenarnya
Martello ini hanya bagian dalamnya. Aslinya benteng dari sana," kata Asep sambil menunjuk ke
tepi pulau yang benar-benar langsung menyentuh laut. Lokasi yang ditunjuknya itu kini hanya
berupa batu-batu pondasi. Asep menceritakan benteng tersebut hancur karena terjangan tsunami
akibat letusan Gunung Krakatau di tahun 1883.
"Pulau ini pulau kuburan. Kalau gundukan-gundukan ini digali, banyak
tengkorak di dalamnya," ujarnya.
Ia menuturkan banyak tahanan politik yang dihukum mati di Pulau Onrust
atau di Pulau Cipir, lalu dikubur di Pulau Kelor. Pun pribumi yang jatuh sakit dan mati di Pulau
Onrust dan di Pulau Kelor. Mereka berakhir di Pulau Kelor. Sama seperti namanya, pulau ini
sangat kecil. Selebar daun kelor, begitu sebuah ungkapan berbunyi.
Beberapa beton pemecah ombak tampak terpancang di tepian. Pulau tersebut memang
mengalami abrasi. Sehingga makin ke sini, Martello makin bersentuhan dengan laut. Sedihnya,
separuh dari luas pulau ini hilang. Namun ada satu hal yang unik. Pulau tak berpenghuni tersebut
ternyata didiami oleh kucing-kucing liar. Dari manakah kucing-kucing ini mendapat makanan?
Asep berkata para pemancing yang biasa memancing di Pulau Kelor sering memberi ikan hasil
tangkapan mereka.
TUGU MUDA

Merupakan tugu yang berpenampang segi lima. Terdiri dari bagian yaitu landasan, badan
dan kepala. Pasa sisi landasan tugu terdapat relief. Keseluruhan tugu dibuat dari batu. Untuk
memperkuat kesan tugunya, dibuat kolam hias dan taman pada sekeliling tugu. Bangunan yang
berada disekitar tugumuda adalah lawang sewu, Kantor BDNI, bakal Rumah Dinas Gubernur
Jateng, Museum Manggala Bakti dan Katedral.
Bermula dari ide untuk mendirikan monumen yang memperingati peristiwa
Pertempuran Lima hari di Semarang. Pada tanggal 28 Oktober 1945, Gubbernur Jawa Twngah,
Mr. WWongsonegoro meletakkaan batu pertama pada lokasi yang direncanakan semula yaitu
didekat Alun-alun. Namun karena pada bulan Nopember 1945 meletus perang melawan Sekutu
dan Jepang, proyek ini menjadi terbengkalai. Kemudian tahun 1949, oleh Badan Koordinasi
Pemuda Indonesia (BKPI), diprakarsai ide pembangunan tugu kembali, namun karena kesulitan
dana, ide ini jugaa belum terlaksana. Tahun 1951, Walikota Semarang, Hadi Soebeno Sosro
Wedoyo, membentuk Panitia Tugu Muda, dengan rencana pembangunan tidak lagi pada lokasi
alun-alun, tetapi pada lokasi sekarang ini. Desain tugu dikerjakan oleh Salim, sedangkan relief
pada tugu dikerjakan oleh seniman Hendro. Batu yang digunakan antara lain didatangkan dari
kaliuang dan Paker. Tanggal 10 Nopember 1951, diletakkan batu pertama oleh Gubernur Jateng
Boediono dan pada tanggal 20 Mei 1953, bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, Tugu
Muda diresmikaan oleh Soekarno, Presiden Republik Indonesia. Hingga sekarang, cukup banyak
perubahan yang telah dilakukan terhadap arca di sekitar tugu muda, antatra lain pembuatan
taman dan kolam.
Kota Lama Semarang

Berdasarkan sejarahnya, kota Semarang memiliki suatu kawasan yang ada pada sekitar
abad 18 menjadi pusat perdagangan. Kawasan tersebut pada masa sekarang disebut Kawasan
Kota Lama.

Pada masa itu, untuk mengamankan warga dan wilayahnya, maka kawasan itu dibangun
benteng, yang dinamai benteng VIJHOEK.Untuk mempercepat jalur perhubungan antar ketiga
pintu gerbang dibenteng itu maka dibuat jalan-jalan perhubungan, dengan jalan utamanya
dinamai : HEEREN STRAAT. Saat ini bernama Jl. Let Jen Soeprapto.Salah satu lokasi pintu
benteng yang ada sampai saat ini adalah Jembatan Berok, yang disebut DE ZUIDER POR.
Jalur pengangkutan lewat air sangat penting hal tersebut dibuktikan dengan adanya
sungai yang mengelilingi kawasan ini yang dapat dilayari dari laut sampai dengan daerah
Sebandaran, dikawasan Pecinan. Masa itu Hindia Belanda pernah menduduki peringkat kedua
sebagai penghasil gula seluruh dunia. Pada waktu itu sedang terjadi tanam paksa( Cultur Stelsel )
diseluruh kawasan Hindia Belanda.
Kawasan Kota Lama Semarang disebut juga OUTSTADT. Luas kawasan ini sekitar 31
Hektar. Dilihat dari kondisi geografi, nampak bahwa kawasan ini terpisah dengan daerah
sekitarnya, sehingga nampak seperti kota tersendiri, sehingga mendapat julukan "LITTLE
NETHERLAND".
Kawasan Kota Lama Semarang ini merupakan saksi bisu sejarah Indonesia masa kolonial
Belanda lebih dari 2 abad, dan lokasinya berdampingan dengan kawasan ekonomi. Ditempat ini
ada sekitar 50 bangunan kuno yang masih berdiri dengan kokoh dan mempunyai sejarah
Kolonialisme di Semarang.
Kota Lama Semarang ini adalah daerah yang bersejarah dengan banyaknya
bangunan kuno yang dinilai sangat berpotensi untuk dikembangkan dibidang kebudayaan
ekonomi serta wilayah konservasi

Anda mungkin juga menyukai