Dimensi Kependudukan
Dimensi Kependudukan
Pendahuluan
1. Proses pembangunan berlangsung secara berlanjut dan didukung oleh sumber alam
dengan kualitas lingkungan dan manusia semakin berkembang;
2. Sumber alam terutama udara, air dan tanah, memiliki ambang batas dimana
pemanfaatan yang berlebihan akan menyebabkan berkurangnya kuantitas dan
kualitas sumberdaya alam sehingga mengurangi kemampuannya mendukung
kehidupan umat manusia;
3. Kualitas lingkungan berkorelasi langsung dengan kualitas hidup, sehingga semakin
baik mutu kualitas lingkungan semakin positif pengaruhnya pada kualitas hidup,
yang antara lain tercermin pada meningkatnya usia harapan hidup, turunnya tingkat
kematian, dan lain-lain;
4. Pembangunan berkelanjutan memungkinkan generasi sekarang meningkatkan
kesejahteraannya tanpa mengurangi kemungkinan lagi generasi masa depan juga
dapat meningkat kesejahteraannay.
Pertama, kependudukan, atau dalam hal ini adalah penduduk, merupakan pusat dari
seluruh kebijaksanaan dan program pembangunan yang dilakukan. Dalam GBHN dengan jelas
dikemukakan bahwa penduduk adalah subyek dan obyek pembangunan. Sebagai subyek
pembangunan maka penduduk harus dibina dan dikembangkan sehingga mampu menjadi
D:\Document\DIMENSI KEPENDUDUKAN.doc 1
penggerak pembangunan. Sebaliknya, pembangunan juga harus dapat dinikmati oleh
penduduk yang bersangkutan. Dengan demikian jelas bahwa pembangunan harus
dikembangkan dengan memperhitungkan kemampuan penduduk agar seluruh penduduk
dapat berpartisipasi aktif dalam dinamika pembangunan tersebut. Sebaliknya, pembangunan
tersebut baru dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti
yang luas.
Kedua, keadaan dan kondisi kependudukan yang ada sangat mempengaruhi dinamika
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar jika diikuti
dengan kualitas penduduk yang memadai akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan
ekonomi. Sebaliknya jumlah penduduk yang besar jika diikuti dengan tingkat kualitas yang
rendah, menjadikan penduduk tersebut sebagai beban bagi pembangunan.
Ketiga, dampak perubahan dinamika kependudukan baru akan terasa dalam jangka
yang panjang. Karena dampaknya baru terasa dalam jangka waktu yang panjang, sering kali
peranan penting penduduk dalam pembangunan terabaikan. Sebagai contoh, beberpa ahli
kesehatan memperkirakan bahwa krisis ekonomi dewasa ini akan memberikan dampak negatif
terhadap kesehatan seseorang selama 25 tahun kedepan atau satu genarasi. Dengan demikian,
dapat dibayangkan bagaimana kondisi sumberdaya manusia Indonesia pada generasi
mendatang, 25 tahun setelah tahun 1997. demikian pula, hasil program keluarga berencana
yang dikembangkan 30 tahun yang lalu (1968), baru dapat dinikmati dalam beberapa tahun
terakhir ini. Dengan demikian, tidak diindahkannya dimensi kependudukan dalam rangka
pembangunan nasional sama artinya dengan “menyengsarakan” generasi berikutnya.
Pada saat Indonesia menikmati pertumbuhan ekonomi yang tinggi diawal dasawarsa
1990-an tidak sedikit ekonom yang meragukan kemampuan Indonesia untuk mempertahankan
tingkat pertumbuhan ekonom tersebut. Terlepas dari persoalan “moral hazard” dan “rent seeking
behavior” yang terdapat pada sebagian besar pelaku ekonomi di Indonesia, para ekonom yang
masuk dalam aliran pesimistis diatas berpandangan bahwa Indonesia telah salah dalam
mengambil strategi pembangunan ekonominya. Hal Hill (1996) mengemukakan bahwa dalam
kurun waktu 1996 samapai akhir tahun 1970an, para ekonom di Indonesia telah berhasil
mengembangkan sektor industri dengan penuh kehati-hatian dan disesuaikan dengan kondisi
makro ekonomi yang ada. Namun sejak awal 1990-an perkembangan industri tersebut berubah
dengan lebih menekankan pada industri berteknologi tinggi. Dampaknya adalah terjadi
tekanan yang sangat berlebihan pada pembiayaan yang harus ditanggung oleh pemerintah4.
Apa yang dapat dipelajari dari krisis ekonomi yang berlangsung saat ini adalah bahwa
Indonesia telah mengambil strategi pembangunan ekonomi yang tidak sesuai dengan potensi
serta kondisi yang dimiliki. Walaupun pada saat ini indikator makro ekonomi seperti tingkat
inflasi serta pertumbuhan ekonomi telah menunjukkan kearah perbaikan, namun terlalu dini
untuk mengatakan telah terjadi perkembangan ekonomi secara fundamental. Lagi pula tidak
4
Demikian pula ekonom Amerika Serikat Paul Krugman (1997) mengatakan bahwa krisis ekonomi di Asia termasuk di Indonesia
sebenarnya sudah dapat diduga sebelumnya. Krisis mata uang yang terjadi pada pertengahan tahun 1987 hanyalah pencetus dan bukan
penyebab. Penyebab sesungguhnya adalah pada kesalahan strategi pembangunan ekonomi itu sendiri disamping adanya masalah „mora l
hazard‟.
D:\Document\DIMENSI KEPENDUDUKAN.doc 2
ada suatu jaminan bahwa Indonesia tidak akan kembali mengalami krisis dimasa mendatang,
jika faktor-faktor mendasar belum tersentuh sama sekali. Ketergantungan terhadap pinjaman
luar negeri yang dipandang sebagai pangkal permasalahan krisis ekonomi saat ini masih
belum dapat diselesaikan. Bahkan ada kecenderungan ketergantungan Indonesia terhadap
pinjaman luar negeri ini menjadi semakin mendalam. Ketergantungan terhadap pinjaman luar
negeri tersebut tidak akan berkurang jika pemerintah tidak melakukan perubahan mendasar
terhadap strategi pembangunan ekonomi yang ada pada saat ini. Diperlukan suatu strategi
baru dalam pembangunan ekonomi dengan mengedepankan pembangunan ekonomi
berwawasan kependudukan sehingga dicapai pembangunan yang berkelanjutan.
Demikian pula berbagai studi dan literatur memperlihatkan bahwa investasi dalam
kesehatan dan pendidikan dalam jangka panjang berdampak positif pada pertumbuhan
ekonomi. Studi yang dilakukan oleh Rosenzwig (1988) misalnya menemukan hubungan positif
sebesar 0.49 antara enrollment rate sekolah dasar dari wanita usia 10–14 tahun terhadap
peningkatan GNP per kapita. Demikian pula ditemukan hubungan positif sebesar 0.54 antara
tingkat melek huruf dengan pertumbuhan GNP per kapita. Studi tersebut dilakukan atas data
makro dari 94 negara berkembang.
Ada beberapa kritik lagi yang ditujukan kepada konsep pembangunan yang berorientasi
pada pertumbuhan, yaitu: (1) prakasa biasanya dimulai dari pusat dalam bentuk rencana
formal; (2) proses penyusunan program bersifat statis dan didominasi oleh pendapat pakar dan
teknokrat; (3) teknologi yang digunakan biasanya bersifat „scientific‟ dan bersumber dari luar; (4)
mekanisme kelembagaan bersifat „top-down‟; (5) pertumbuhannya cepat namun bersifat
mekanistik; (6) organisatornya adalah para pakar spesialis; dan (7) orintasinya adalah bagaimana
menyelesaikan program/proyek secara cepat sehingga mampu menghasilkan pertumbuhan.
Dengan melihat pada kreteria di atas nampak bahwa peranan penduduk lokal dalam proses
pembangunan sangat sedikit.
Beberapa kata kunci yang perlu diberikan penekanan pada pembangunan daerah adalah
(1) pembangunan daerah disesuaikan dengan prioritas dan potensi masing-masing daerah, dan
(2) adanya keseimbangan pembangunan antar daerah. Kata kunci pertama mengandung makna
pada kesadaran pemerintah untuk melakukan desentralisasi pembangunan terutama berkaitan
dengan beberapa sektor pembangunan yang dipandang sudah mampu dilaksanakan di daerah
masing-masing, berarti pengambilan keputusan pembangunan berada pada tingkat daerah.
Kata kunci kedua mengandung makna adanya kenyataan bahwa masing-masing daerah
memiliki potensi, baik alam, sumberdaya manusia maupun kondisi geografis yang berbeda-
beda, yang menyebabkan ada daerah yang memiliki potensi untuk berkembang secara cepat.
D:\Document\DIMENSI KEPENDUDUKAN.doc 5
Sebaliknya ada pula daerah yang kurang dapat berkembang karena berbagai keterbatasan yang
dimilikinya. Adanya perbedaan potensi antar daerah ini menyebabkan peran pemerintah pusat
sebagai „pengatur kebijaksanaan pembangunan nasional‟ tetap diperlukan agar timbul
keselarasan, keseimbangan dan keserasian perkembangan semua daerah. Baik yang memiliki
potensi yang berlebihan maupun yang kurang memiliki potensi. Dengan demikian, melalui
otonomi dalam pengaturan pendapatan, sistem pajak, keamanan warga, sistem perbankan, dan
berbagai pengaturan lain yang diputuskan daerah sendiri, pembangunan setemapat dijalankan.
Ada beberapa ciri kependudukan Indonesia dimasa depan yang harus dicermati dengan
benar oleh para perencana pembangunan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
Beberapa ciri tersebut antara lain adalah:
Penutup
Krisis ekonomi yang masih berlangsung dewasa ini telah berhasil memberikan pelajaran
bahwa pembangunan yang mengejar pertumbuhan dan dilakukan tanpa melihat kondisi dan
potensi penduduk serta sumberdaya alam dan lingkungan hidup, tidak akan bersifat
berkesinambungan. Pada masa dan pasca krisis ekonomi, perhatian terhadap masalah
kependudukan dan lingkungan harus tetap dilakukan, terutama menyangkut upaya
mengembangkan pembangunan berwawasan kependudukan (people-centered-development).
Ketidak pedulian terhadap isu pembangunan berwawasan kependudukan akan menyebabkan
Indonesia kembali menghadapi situasi krisis yang sama pada beberapa tahun mendatang. Justru
perkembangan ini yang perlu diwaspadai, bahkan harus dihindarkan semampu mungkin.
Dalam kondisi keuangan negara yang semakin terbatas dan dengan derasnya tuntutan
politik dalam dan luar negeri, perencanaan pembangunan yang bersifat „bottom-up‟ menjadi
sangat penting. Dalam hal ini masing-masing daerah dituntut harus dapat memanfaatkan
keuangan negara yang semakin terbatas untuk mencapai tujuan pembangunan, yaitu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerahnya.
D:\Document\DIMENSI KEPENDUDUKAN.doc 7
Daftar Pustaka
Ananta, Aris, Ismail Budhiarso dan Turro S. Wongkaren. 1995, “Revolusi Demografi dan Peningkatan Sumber
Daya Manusia” dalam buku: Prospek Ekonomi Indonesia Jangka Pendek: Sumber Daya, Teknologi dan
Pembangunan, editor Mohamad Arsyad Anwar, Faisal H. Basri, Mohamad Ikhsan. Jakarta: Kerjasama
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia dengan Penerbit Gramedia Pustaka Utama.
Hal Hill, 1996, Transformasi Ekonomi Indonesia Sejak 1996: Sebuah Studi Kritis dan Komprehensif, PAU (Studi
Ekonomi) UGM & PT. Tiara Wacana, Yogyakarta.
Iskandar,N: 1974, Beberapa Aspek Permasalahan Kependudukan di Indonesia, special Reprint series No.4,
demographic Institute FEUI Jakarta, January 1974,p.19.
Johnson,D.G. and Lee, Ronald. 1987. Population Growth and Economic Development Issues and Evidences.
Madison, WI: University of Winsconsin Press, USA
Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN, 1994, Indonesia Country Report Population and Development,
Jakarta, Indonesia.
Kantor Menteri Negara kependudukan/BKKBN, 1997, Draft Repelita VII Bidang Kependudukan, Jakarta, 1997
Krugman, Paul, 1994, “The Myth of Asia Miracle”, Fortune, 18 November 1994 Foreign Affairs.
Krugman, Paul, 1997, “What Happened to Asia Miracle”, Fortune, 18 November 1997
Moeljarto Tjokrowinoto, 1996, Pembangunan: Dilema dan Tantangan, Pustaka Pelajar, Jakarta
Prijono Tjiptoherijanto, 1999, Economic Crisis and Recovery: The Indonesia‟s Case, makalah disampaikan pada
“The EWCA Regional Conference in the Philippines on Asia the Pacific in the Millenium: Challenges,
Opportunities & Responses”, Manila, Philippines, 28-29 January 1999
Rosenzwig, Mark R. 1998, Human Capital population Growth, and Economic Development, Journal of Policy
Modelling, special Issue on Population Growth and Economic Development.
D:\Document\DIMENSI KEPENDUDUKAN.doc 8