Anda di halaman 1dari 9

ASPEK FISIK

PENGAMATAN / OBSERVASI

Tahap kedua dalam pengumpulan data adalah pengamatan, dan pada praktiknya
kita lebih sering menyebutnya dengan observasi. Observasi adalah mengamati
perilaku dan keadaan klien untuk memperoleh data tentang masalah kesehatan dan
keperawatan klien.

Tujuan dari observasi adalah mengumpulkan data tentang masalah yang dihadapi
klien melalui kepekaan alat panca indra.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan observasi :

1. Tidak selalu pemeriksaan yang akan kita lakukan dijelaskan secara rinci kepada
klien (meskipun komunikasi terapeutik tetap harus dilakukan), karena terkadang
hal ini dapat meningkatkan kecemasan klien atau mengaburkan data (data yang
diperoleh menjadi tidak murni). Misalnya : “Pak, saya akan menghitung nafas
Bapak dalam satu menit“ kemungkinan besar data yang diperoleh menjadi tidak
valid, karena kemungkinan klien akan berusaha untuk mengatur nafasnya.

2. Menyangkut aspek fisik, mental, sosial dan spiritual klien.

3. Hasilnya dicatat dalam catatan keperawatan, sehingga dapat dibaca dan


dimengerti oleh perawat yang lain.

Contoh kegiatan observasi misalnya : terlihat adanya kelainan fisik, adanya


perdarahan, ada bagian tubuh yang terbakar, bau alkohol, urin, feses, tekanan
darah, heart rate, batuk, menangis, ekspresi nyeri, dan lain-lain.

PEMERIKSAAN FISIK

Tahap ketiga dalam pengumpulan data adalah pemeriksaan fisik. Pemeriksaan


fisik dalam keperawatan digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat
keperawatan klien. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan
wawancara. Fokus pengkajian fisik keperawatan adalah pada kemampuan
fungsional klien. Misalnya , klien mengalami gangguan sistem muskuloskeletal,
maka perawat mengkaji apakah gangguan tersebut mempengaruhi klien dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari atau tidak.

Tujuan dari pemeriksaan fisik dalam keperawatan adalah untuk menentukan status
kesehatan klien, mengidentifikasi masalah klien dan mengambil data dasar untuk
menentukan rencana tindakan keperawatan.
Ada 4 teknik dalam pemeriksaan fisik yaitu :

1. Inspeksi

Adalah pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat bagian tubuh yang
diperiksa melalui pengamatan. Cahaya yang adekuat diperlukan agar perawat
dapat membedakan warna, bentuk dan kebersihan tubuh klien. Fokus inspeksi
pada setiap bagian tubuh meliputi : ukuran tubuh, warna, bentuk, posisi, simetris.
Dan perlu dibandingkan hasil normal dan abnormal bagian tubuh satu dengan
bagian tubuh lainnya. Contoh : mata kuning (ikterus), terdapat struma di leher,
kulit kebiruan (sianosis), dan lain-lain.

2. Palpasi

Palpasi adalah suatu teknik yang menggunakan indera peraba. Tangan dan jari-jari
adalah instrumen yang sensitif digunakan untuk mengumpulkan data, misalnya
tentang : temperatur, turgor, bentuk, kelembaban, vibrasi, ukuran.

Langkah-langkah yang perlu diperhatikan selama palpasi :

· Ciptakan lingkungan yang nyaman dan santai.

· Tangan perawat harus dalam keadaan hangat dan kering

· Kuku jari perawat harus dipotong pendek.

· Semua bagian yang nyeri dipalpasi paling akhir.

Misalnya : adanya tumor, oedema, krepitasi (patah tulang), dan lain-lain.

3. Perkusi

Perkusi adalah pemeriksaan dengan jalan mengetuk bagian permukaan tubuh


tertentu untuk membandingkan dengan bagian tubuh lainnya (kiri kanan) dengan
tujuan menghasilkan suara.

Perkusi bertujuan untuk mengidentifikasi lokasi, ukuran, bentuk dan konsistensi


jaringan. Perawat menggunakan kedua tangannya sebagai alat untuk
menghasilkan suara.

Adapun suara-suara yang dijumpai pada perkusi adalah :

Sonor : suara perkusi jaringan yang normal.

Redup : suara perkusi jaringan yang lebih padat, misalnya di daerah paru-paru
pada pneumonia.
Pekak : suara perkusi jaringan yang padat seperti pada perkusi daerah jantung,
perkusi daerah hepar.

Hipersonor/timpani : suara perkusi pada daerah yang lebih berongga kosong,


misalnya daerah caverna paru, pada klien asthma kronik.

4. Auskultasi

Adalah pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara mendengarkan suara yang
dihasilkan oleh tubuh. Biasanya menggunakan alat yang disebut dengan
stetoskop. Hal-hal yang didengarkan adalah : bunyi jantung, suara nafas, dan
bising usus.

Suara tidak normal yang dapat diauskultasi pada nafas adalah :

 Rales : suara yang dihasilkan dari eksudat lengket saat saluran-saluran


halus pernafasan mengembang pada inspirasi (rales halus, sedang, kasar).
Misalnya pada klien pneumonia, TBC.
 Ronchi : nada rendah dan sangat kasar terdengar baik saat inspirasi
maupun saat ekspirasi. Ciri khas ronchi adalah akan hilang bila klien
batuk. Misalnya pada edema paru.
 Wheezing : bunyi yang terdengar “ngiii….k”. bisa dijumpai pada fase
inspirasi maupun ekspirasi. Misalnya pada bronchitis akut, asma.
 Pleura Friction Rub ; bunyi yang terdengar “kering” seperti suara
gosokan amplas pada kayu. Misalnya pada klien dengan peradangan
pleura.

Pendekatan pengkajian fisik dapat menggunakan :

1. Head to toe (kepala ke kaki)

Pendekatan ini dilakukan mulai dari kepala dan secara berurutan sampai ke kaki.
Mulai dari : keadaan umum, tanda-tanda vital, kepala, wajah, mata, telinga,
hidung, mulut dan tenggorokan, leher, dada, paru, jantung, abdomen, ginjal,
punggung, genetalia, rectum, ektremitas.

2. ROS (Review of System / sistem tubuh)

Pengkajian yang dilakukan mencakup seluruh sistem tubuh, yaitu : keadaan


umum, tanda vital, sistem pernafasan, sistem kardiovaskuler, sistem persyarafan,
sistem perkemihan, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal dan integumen,
sistem reproduksi. Informasi yang didapat membantu perawat untuk menentukan
sistem tubuh mana yang perlu mendapat perhatian khusus.

3. Pola fungsi kesehatan Gordon, 1982


Perawat mengumpulkan data secara sistematis dengan mengevaluasi pola fungsi
kesehatan dan memfokuskan pengkajian fisik pada masalah khusus meliputi :
persepsi kesehatan-penatalaksanaan kesehatan, nutrisi-pola metabolisme, pola
eliminasi, pola tidur-istirahat, kognitif-pola perseptual, peran-pola berhubungan,
aktifitas-pola latihan, seksualitas-pola reproduksi, koping-pola toleransi stress,
nilai-pola keyakinan.

4. DOENGOES (1993)

Mencakup : aktivitas / istirahat, sirkulasi, integritas ego, eliminasi, makanan dan


cairan, hygiene, neurosensori, nyeri / ketidaknyamanan, pernafasan, keamanan,
seksualitas, interaksi sosial, penyuluhan / pembelajaran.
B. ASPEK PSIKOSOSIAL
Pararel dengan Fase Oral dari Freud, namun bagi Erikson kegiatan bayi tidak
terikat dengan mulut semata; bayi adalah saat untuk memasukkan (incorporation),
bukan hanya melalui mulut (menelan) tetapi juga dari semua indera. Tahap
sensori oral ditandai oleh dua jenis inkorporasi: mendapat (receiving) dan
menerima (accepting). Tahun pertama kehidupannya, bayi memakai sebagian
besar waktunya untuk makan, eliminasi (buang kotoran), dan tidur. Ketika ia
menyadari ibu akan memberi makan/minum secara teratur, mereka belajar dan
memperoleh kualitas ego atau identitas ego yang pertama, perasaan kepercayaan
dasar (basic trust). Bayi harus mengalami rasa lapar, haus, nyeri, dan
ketidaknyamanan lain, dan kemudian mengalami perbaikan atau hilangnya
kondisi yang tidak menyenangkan itu. Dari peristiwa itu bayi akan belajar
mengharap bahwa hal yang menyakitkan ke depan bisa berubah menjadi
menyenangkan. Bayi menangkap hubungannya dengan ibu sebagai sesuatu yang
keramat (numinous).

B. ASPEK PSIKOSOSIAL
Dalam teori Erikson, anak memperoleh kepuasan bukan dari keberhasilan
mengontrol alat-alat anus saja, tetapi juga dari keberhasilan mengontrol fungsi
tubuh yang lain seperti urinasi, berjalan, melempar, memegang, dan sebagainya.
Pada tahun kedua, penyesuaian psikososial terpusat pada otot anal-uretral (Anal-
Urethral Muscular); anak belajar mengontrol tubuhnya, khususnya yang
berhubungan dengan kebersihan. Pada tahap ini anak dihadapkan dengan budaya
yang menghambat ekspresi diri serta hak dan kewajiban. Anak belajar untuk
melakukan pembatasan-pembatasan dan kontrol diri dan menerima kontrol dari
orang lain. Hasil mengatasi krisis otonomi versus malu-ragu adalah kekuatan
dasar kemauan. Ini adalah permulaan dari kebebasan kemauan dan kekuatan
kemauan (benar-benar hanya permulaan), yang menjadi ujud virtue kemauan di
dalam egonya. Pada tahap ini pola komunikasi mengembangkan penilaian benar
atau salah dari tingkah laku diri dan orang lain, disebut bijaksana (judicious).

A. ASPEK FISIK
B. ASPEK PSIKOSOSIAL
Pada tahap ini Erkson mementingkan perkembangan pada fase bermain, yakni;
identifikasi dengan orang tua (odipus kompleks), mengembangkan gerakan tubuh,
ketrampilan bahasa, rasa ingin tahu, imajinasi, dan kemampuan menentukan
tujuan. Erikson mengakui gejala odipus muncul sebagai dampak dari fase
psikososeksual genital-locomotor, namun diberi makna yang berbeda.
Menurutnya, situasi odipus adalah prototip dari kekuatan yang abadi dari
kehidupan manusia. Aktivitas genital pada usia bermain diikuti dengan
peningkatan fasilitas untuk bergerak. Inisiatif yang dipakai anak untuk memilih
dan mengejar berbagai tujuan, seperti kawain dengan ibu/ayah, atau meninggalkan
rumah, juga untuk menekan atau menunda suatu tujuan. Konflik antara inisiatif
dengan berdosa menghasilkan kekuatan dasar (virtue) tujuan (purpose). Tahap ini
dipenuhi dengan fantasi anak, menjadi ayah, ibu, menjadi karakter baik untuk
mengalahkan penjahat

5. USIA SEKOLAH (6-12 TAHUN)


B. ASPEK PSIKOSOSIAL
Pada usia ini dunia sosial anak meluas keluar dari dunia keluarga, anak bergaul
dengan teman sebaya, guru, dan orang dewasa lainnya. Pada usia ini
keingintahuan menjadi sangat kuat dan hal itu berkaitan dengan perjuangan dasar
menjadi berkemampuan (competence). Memendam insting seksual sangat penting
karena akan membuat anak dapat memakain enerjinya untuk mempelajari
teknologi dan budayanya serta interaksi sosialnya. Krisis psikososial pada tahap
ini adalah antara ketekunan dengan perasaan inferior (industry – inveriority). Dari
konflik antar ketekunan dengan inferiorita, anak mengembangkan kekuatan dasar:
kemampuan (competency). Di sekolah, anak banyak belajar tentang sistem,
aturan, metoda yang membuat suatu pekrjaan dapat dilakukan dengan efektif dan
efisien.

6. ADOLESEN (12-20 TAHUN)


A. ASPEK PSIKOSOSIAL
Tahap ini merupakan tahap yang paling penting diantara tahap perkembangan
lainnya, karena orang harus mencapai tingkat identitas ego yang cukup baik. Bagi
Erikson, pubertas (puberty) penting bukan karena kemasakan seksual, tetapi
karena pubertas memacu harapan peran dewasa pada masa yang akan datang.
Pencarian identitas ego mencapai puncaknya pada fase ini, ketika remaja berjuang
untuk menemukan siapa dirinya. Kekuatan dasar yang muncul dari krisis identitas
pada tahap adolesen adalah kesetiaan (fidelity); yaitu setia dalam beberapa
pandangan idiologi atau visi masa depan. Memilih dan memiliki ediologi akan
memberi pola umum kehidupan diri, bagaimana berpakaian, pilihan musik dan
buku bacaan, dan pengaturan waktu sehari-hari.

Penyebaran Penyakit HIV/AIDS Meluas


Penyebaran penyakit HIV/AIDS tak boleh dianggap sebelah mata. Dari waktu ke
waktu jumlah pasien penyakit mematikan ini cenderung melonjak. Di Lamongan
terdapat 118 orang dengan HIV/AIDS (ODHA), 38 di antaranya meninggal
dunia.Dinas Kesehatan Lamongan mencatat,penyebaran virus itu indikasi
penyebaran itu meluas ke Kecamatan Ngimbang berpusat di tiga kecamatan, yakni
Kecamatan Sekaran, Sukodadi, dan Pucuk. Mengkhawatirkannya, muncul karena
di kawasan itu ditemukan tujuh ODHA.Kepala Bagian Humas dan Protokol
Pemkab Lamongan Aris Wibawa menyatakan, jarum suntik dan prostitusi
merupakan faktor terbesar pemicu penularan virus HIV/ AIDS di Kabupaten
Lamongan. Dia menjelaskan, ratarata penderita HIV/AIDS yang terdaftar di
voulentaire consultan test telah memasuki stadium II. Aris juga mengakui bahwa
penyebaran penyakit HIV/ AIDS tersebut kian hari kian meluas.
Di Lembaga Pemasyarakatan Lamongan juga ditemukan 20 penderita HIV/
AIDS.Penderita ini diketahui setelah mereka melakukan tes darah dan diteruskan
tes laboratorium Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri kembali
menemukan seorang penderita penyakit menular HIV/AIDS. Sayangnya, hingga
kini petugas masih kesulitan untuk mengamankanâ penderita yang diduga
sebagai waria tersebut. Temuan tersebut disampaikan Kabid Pencegahan Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Nur Munawaroh. Menurut dia,waria berusia
35 tahun tersebut diindikasikan mengidap virus HIV oleh petugas pemantau di
lapangan pada akhir September lalu. Setiap hari kami selalu mencari orang orang
yang terindikasi HIV/ AIDS. Hasilnya, kembali
kami dapat satu waria, Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri kembali menemukan
seorang penderita penyakit menular HIV/AIDS. Sayangnya, hingga kini petugas
masih kesulitan untuk mengamankanâ penderita yang diduga sebagai waria
tersebut. Temuan tersebut disampaikan Kabid Pencegahan Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Nur Munawaroh. Menurut dia,waria berusia
35 tahun tersebut diindikasikan mengidap virus HIV oleh petugas pemantau di
lapangan pada akhir September lalu. Setiap hari kami selalu mencari orang orang
yang terindikasi HIV/ AIDS. Hasilnya, kembali kami dapat satu waria,
Pertumbuhan angka penderita ini lumayan cepat. Setiap bulan kami selalu
menemukan minimal 1 orang.Di luar sana mungkin saja ada ribuan yang
belum terdeteksi, kata Nur Munawaroh. Melalui pemetaan yang dilakukan
petugas, 9% jumlah penderita HIV/AIDS berasal dari kelompok waria,
19% dari kaum lelaki hidung belang, dan sisanya sebesar 72% terdiri atas kaum
perempuan. Khusus kelompok perempuan,jumlah tertinggi disumbangkan
para pekerja seks komersial (PSK),disusul kemudian para TKW Dengan jumlah
lokalisasi di Kabupaten Kediri yang mencapai sembilan tempat, penularan
penyakit ini berlangsung cukup cepat. Tiga lokalisasi yang paling rawan terjadi
penularan berada di Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, yang merupakan
kompleks lokalisasi. Temuan tersebut terus mengalami peningkatan dari
tahun ke tahun. Pada 2006 jumlah penderita HIV sebanyak 8 orang dan AIDS
sebanyak 5 orang Dengan jumlah lokalisasi di Kabupaten Kediri yang mencapai
sembilan tempat, penularan penyakit ini berlangsung cukup cepat. Tiga lokalisasi
yang paling rawan terjadi penularan berada di Kecamatan Gurah,Kabupaten
Kediri, yang merupakan kompleks lokalisasi. Temuan tersebut terus mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Pada 2006 jumlah penderita HIV sebanyak 8
orang dan AIDS sebanyak 5 orang

7. DEWASA AWAL (20-30 TAHUN)


B. ASPEK PSIKOSOSIAL
Pengalaman adolesen dalam mencari identitas dibutuhkan oleh dewasa-awal.
Perkembangan psikosesual tahap ini disebut perkelaminan (genitality). Keakraban
(intimacy) adalah kemampuan untuk menyatukan identitas diri dengan identitas
orang lain tanpa ketakutan kehilangan identitas diri itu. Cinta adalah kesetiaan
yang masak sebagai dampak dari perbedaan dasar antara pria dan wanita. Cinta
selain di samping bermuatan intimasi juga membutuhkan sedikit isolasi, karena
masing-masing partner tetap boleh memiliki identitas yang terpisah. Ritualisasi
pada tahap ini adalah Afiliasi, refleksi dari kenyataan adanya cinta,
mempertahankan persahabatan, ikatan kerja.
8. FASE HAMIL / KEHAMILAN
A. ASPEKFISIK
Faktor fisik seorang ibu hamil dipengaruhi oleh status kesehatan dan status gizi
ibu tersebut. Status kesehatan dapat diketahui dengan memeriksakan diri dan
kehamilannya ke pelayanan kesehatan terdekat, puskesmas, rumah bersalin, atau
poliklinik kebidanan. Pemeriksaan itu bertujuan untuk Mempersiapkan peran ibu
dan keluarga dalam menerima bayi, Meningkatkan dan mempertahankan
kesehatan fisik dan mental ibu, Mengenali secara dini adanya ketidaknormalan
atau komplikasi, Mempersiapkan ibu agar dapat melahirkan dengan selamat,
Mempersiapkan agar masa nifas berjalan normal, Memantau kemajuan kehamilan.

Selain itu status gizi ibu hamil juga merupakan hal yang sangat berpengaruh
selama masa kehamilan. Kekurangan gizi tentu saja akan menyebabkan akibat
yang buruk bagi si ibu dan janinnya. Ibu dapat menderita anemia, sehingga suplai
darah yang mengantarkan oksigen dan makanan pada janinnya akan terhambat,
sehingga janin akan mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan. Di
lain pihak kelebihan gizi pun ternyata dapat berdampak yang tidak baik juga
terhadap ibu dan janin. Janin akan tumbuh besar melebihi berat normal, sehingga
ibu akan kesulitan saat proses persalinan.
Yang harus diperhatikan adalah ibu hamil harus banyak mengkonsumsi makanan
kaya serat, protein (tidak harus selalu protein hewani seperti daging atau ikan,
protein nabati seperti tahu, tempe sangat baik untuk dikonsumsi) banyak minum
air putih dan mengurangi garam atau makanan yang terlalu asin.

B. ASPEK PSIKOSOSIAL
Faktor Psikologis yang turut mempengaruhi kehamilan biasanya terdiri dari :
Stressor. Stress yang terjadi pada ibu hamil dapat mempengaruhi kesehatan ibu
dan janin. Janin dapat mengalami keterhambatan perkembangan atau gangguan
emosi saat lahir nanti jika stress pada ibu tidak tertangani dengan baik.
Dukungan keluarga juga merupakan andil yang besar dalam menentukan status
kesehatan ibu. Jika seluruh keluarga mengharapkan kehamilan, mendukung
bahkan memperlihatkan dukungannya dalam berbagai hal, maka ibu hamil akan
merasa lebih percaya diri, lebih bahagia dan siap dalam menjalani kehamilan,
persalinan dan masa nifas.

9. DEWASA (30-65 TAHUN)


B. ASPEK PSIKOSOSIAL
Tahap dewasa adalah waktu menempatkan diri di masyarakat dan ikut
bertanggung jawab terhadap apapun yang dihasilkan dari masyarakat. Kualitas
sintonik tahap dewasa adalah generativita, yaitu penurunan kehidupan baru, serta
produk dan ide baru. Kepedulian (care) adalah perluasan komitmen untuk
merawat orang lain, merawat produk dan ide yang membutuhkan perhatian.
Kepedulian membutuhkan semua kekuatan dasar ego sebelumnya sebagai
kekuatan dasar orang dewasa. Generasional adalah interaksi antara orang dewasa
dengan generasi penerusnya bisa berupa pemberian hadiah atau sanjungan,
sedangkan otoritisme mengandung pemaksaan. Orang dewasa dengan kekuatan
dan kekuasaannya memaksa aturan, moral, dan kemauan pribadi dalam interaksi.
C. ISU-ISU KOMERSIAL

10. USIA TUA (>65 TAHUN)


B. ASPEK PSIKOSOSIAL
Menjadi tua sudah tidak menghasilkan keturunan, tetapi masih produktif dan
kreatif dalam hal lain, misalnya memberi perhatian/merawat generasi penerus –
cucu dan remaja pada umumnya. Tahap terakhir dari psikoseksual adalah
generalisasi sensualitas (Generalized Sensuality): memperoleh kenikmatan dari
berbagai sensasi fisik, penglihatan, pendengaran, kecapan, bau, pelukan, dan juga
stimulasi genital. Banyak terjadi pada krisis psikososial terakhir ini, kualita
distonik “putus asa” yang menang. Orang dengan kebijaksanaan yang matang,
tetap mempertahankan integritasnya ketika kemampuan fisik dan mentalnya
menurun. Pada tahap usia tua, ritualisasinya adalah integral; ungkapan
kebijaksanaan dan pemahaman makna kehidupan. Interaksi yang tidak
mementingkan keinginan dan kebutuhan duniawi.

Anda mungkin juga menyukai