Oleh:
PURIANINGSIH
NIM: 06.55235.00401.10
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Pada
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Mulawarman
OLEH:
PURIANINGSIH
NIM. 06.55235.00401.10
ABSTRAK
PURIANINGSIH
Aplikasi Sistem Informasi Geografi untuk Pemodelan Spasial Kejadian
Tuberkulosis (TB) Paru BTA (+) di Wilayah Kota Samarinda Triwulan I
Tahun 2010
Penyakit tuberculosis merupakan salah satu masalah kesehatan bagi
bangsa Indonesia dan dunia. Pada tahun 2008 di Kota Samarinda
terdapat 454 kasus baru dan di tahun 2009 menurun menjadi 433 kasus
baru, namun pada triwulan I Tahun 2010 didapatkan data 218 kasus TB
Paru BTA (+) dengan kasus baru berjumlah 104 kasus. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran sebaran kejadian TB Paru BTA (+),
mengetahui hubungan kepadatan penduduk, kemiskinan, dan akses ke
fasilitas pelayanan kesehatan dengan kejadian TB Paru BTA (+).
Desain penelitian ini merupakan Geographical epidemiologi yaitu
bentuk penelitian secara deskripsi menjelaskan mengenai penyebaran
penyakit, tingkat kesakitan dan kematian dalam suatu wilayah.
Pengambilan sampel menggunakan purposive sampel dengan mengacu
pada kriteria inklusi dan eksklusi sehingga didapatkan 78 sampel dari total
populasi 218 kasus. Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan
data sekunder. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan aplikasi
pengolah data geografi.
Hasil penelitian pada peta menunjukkan dari 6 kecamatan sebaran
kasus TB Paru BTA (+) paling banyak di Kecamatan Samarinda Utara
berjumlah 20 kasus dan paling sedikit di Kecamatan Samarinda Ulu
berjumlah 7 kasus. Kecamatan Samarinda Ulu merupakan kecamatan
dengan kepadatan penduduk tinggi, sehingga dapat dikatakan bahwa
kepadatan tidak berkaitan dengan kasus TB Paru BTA (+), sedangkan
Kecamatan Samarinda Utara merupakan kecamatan dengan angka
kemiskinan paling tinggi banyak ditemukan kasus, sehingga dapat
dikatakan bahwa kemiskinan berkaitan dengan TB Paru BTA (+). Akses
ke fasilitas pelayanan kesehatan berkaitan dengan penemuan TB Paru
BTA (+) sebab semakin jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan maka sulit
bagi petugas kesehatan dalam mencari orang-orang yang beresiko TB
Paru maupun menjadi hambatan bagi penderita selama proses
pengobatan. Penting bagi pelayanan kesehatan mengadakan promosi
kesehatan kepada kelompok masyarakat, tidak hanya upaya kuratif pada
individu saja yang dilakukan, agar mencegah dan memutus rantai
penularan TB Paru
1. Nama : PURIANINGSIH
2. NIM : 06.55235.00401.10
3. Tempat, Tanggal Lahir : Bulungan, 20 Juli 1989
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Agama : Islam
6. Asal SLTA/ Akademi : SMA Negeri 1 Malinau
7. Status Perkawinan : Belum Menikah
8. Alamat Asal : Jl. Handayani RT.V Malinau
9. Alamat Sekarang : Jl. Perjuangan 1 No.30 A
Samarinda
10 Email : alif_ya.puri@yahoo.com
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT atas petunjuk dan hidayah Nya, atas semua
Mulawarman.
1. Ibu Dra. Hj. Sitti Badrah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kesehatan
2. Ibu Ike Anggraeni, G., SKM, M.Kes selaku dosen pembimbing I atas
4. Bapak Drs. Ismail, AB., M.Kes, Bapak Siswanto, SPd, M.Kes dan
5. Kedua orang tua penulis, Bapak Sukiran dan Ibu Tatik yang senantiasa
arah yang lebih baik lagi dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................
ABSTRAK......................................................................................
RIWAYAT HIDUP..........................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah....................................................................
C. Tujuan Penelitian......................................................................
D. Manfaat Penelitian....................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.Tuberkulosis (TB)
1. Pengertian............................................................................. 8
2. Cara Penularan..................................................................... 8
3. Riwayat Terjadinya TB.......................................................... 9
4. Diagnosis dan Gejala TB...................................................... 10
5. Penderita TB......................................................................... 12
6. Faktor Resiko........................................................................ 15
7. Akses dan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan.................. 21
8. Pencegahan dan Pengobatan.............................................. 22
B. Sistem Informasi Geografi (SIG).............................................. 23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
kesehatan masyarakat.
(http://ppmplp.depkes.go.id).
meningkat menjadi 2.040 kasus baru TB Paru. Dari jumlah itu, kasus
pada tahun 2007 kasus baru TB Paru BTA (+) berjumlah 329 kasus dan
2010 Kota Samarinda didapatkan data 218 kasus TB Paru BTA (+)
disebabkan oleh berbagai hal, yaitu (1) diagnosis yang tidak tepat (2)
deficiency virus (HIV) (5) migrasi penduduk (6) mengobati sendiri (7)
(http://www.kaltimprov.go.id/ )
merasa lebih baik setelah minum obat di dua bulan pertama. Faktor lain
biak.
Indonesia, 2005).
(Hernita, 2003)
Menurut Ahmadi dalam Putri (2008) analisis spasial sebagai bagian
ada.
B. Rumusan Masalah
Paru Basil Tahan Asam (BTA) Positif di Kota Samarinda tahun 2010?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
2010
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Kesehatan Masyarakat
b. Mengaplikasikan Sistem Informasi Geografi dalam Bidang
Kesehatan Masyarakat
akan datang
Masyarakat
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tuberkulosis
1. Pengertian
Tuberkulosis atau yang biasa dikenal dengan TB adalah penyakit
tubuh kuman ini dapat dormant, tertidur lama selama beberapa tahun
2. Cara Penularan
yang sering dan lama, seperti dengan anggota keluarga atau teman.
piring mangkuk, gelas, seprai, pakaian atau telepon. Jadi tidak perlu
(http://www.health.nsw.gov.au/).
3. Riwayat Terjadinya TB
a. Infeksi Primer
limfe di sekitar hilus paru dan ini disebut sebagai kompleks primer.
(http://www.ppmplp.depkes.go.id).
tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi yang
Ujicoba seperti biopsi jarum halus, contoh dari luka, contoh dari
diagnosa TB.
a) Batuk
b) Dahak
c) Sering flu
d) Batuk berdarah
h) Nafas pendek
i) Rasa lelah
a) Demam
b) Sesak napas
c) Batuk/batuk berdarah
d) Nyeri dada.
lelah, nafsu makan berkurang, dahak bebercak darah, atau sakit dan
((http://www.health.nsw.gov.au/)
5. Penderita TB
a) Penemuan Penderita TB
RI, 2002).
dalam :
aktifnya.
(c) Gagal
dengan baik.
Menurut Depkes RI (2002 ), tipe penderita dibagi ke dalam
(Purbosari, 2007)
6. Faktor Resiko
murahan.
6) Sumber air minum berasal dari sumur/ mata air tidak terlindung/
seminggu
10) Hanya sanggup makan hanya satu/ dua kali dalam sehari.
11) Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/
poliklinik.
luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh
diy.go.id/).
rendah dan yang lebih tinggi hampir sama, kondisi inilah yang
b. Kepadatan
keluarga
biak.
ataupun karena merasa lebih baik setelah minum obat di dua bulan
dan pemerintah.
2003).
dengan berbagai faktor penentu, antara lain jarak tempat tinggal dan
diklasifikaskan menjadi:
2009)
paru dipisahkan dari orang lain sampai tidak bisa menulari lagi.
bahkan meninggal.
(http://www.health.nsw.gov.au/)
SIG selalu berubah karena SIG merupakan bidang kajian ilmu dan
teknologi yang relatif masih baru. Beberapa definisi dari SIG adalah
( Rahayuningsih, 2007)
1. Purwadhi, 1994:
bersangkutan;
3. Aronaff, 1989.
4. Barrough, 1986.
SIG merupakan alat yang bermanfaat untuk pengumpulan,
( Rahayuningsih, 2007)
(Susilawati,2009)
1. Input
spasial dan atribut dari berbagai sumber. Data yang digunakan harus
menggunakan digitizer
2. Manipulasi
3. Managemen Data
4. Query
diinginkan
5. Analisis
6. Visualisasi
Penyajian berupa informasi baru atau basis data yang ada baik
(storage)
3. Data
mempunyai tiga elemen yaitu titik, garis dan area. Adapun bentuk
vektor atau raster yang mewakili geometri, ukuran, bentuk posisi dan
arah
4. Sumberdaya Manusia
5. Metode
1. Overlay
(http://www.docstoc.com/docs/27326834/Bab-2-Konsep-Sistem-
Informasi-Geografi)
hitam tebal untuk jalan utama, garis hitam tipis untuk jalan
2. Layer
membuat lebih dari satu buffer dengan jarak interval tertentu dari
(Prahasta, 2009)
1)
2) 3)
4. Dot/ titik
Dot/ titik adalah representasi grafis atau geometri yang paling
(Prahasta, 2009)
5. Garis
( Prahasta, 2009)
6. Poligon
objek yang berbentuk poligon paling sedikit dibatasi oleh tiga garis
http://www.bappeda.samarinda.go.id/sig_10.php
7. Atribut
Atribut memiliki fungsi untuk mendeskripsikan karakteristik
2009).
8. Global Positioning System (GPS)
diambil secara otomatis oleh GPS dalam interval waktu dan jarak
spasial digital bahkan integrasi data yang beragam, mulai dari citra
saat ini, SIG akan mampu memproses data dengan cepat dan akurat
diolah dalam SIG pada dasarnya terdiri dari data spasial dan data
atribut dalam bentuk dijital. Sistem ini merelasikan data spasial (lokasi
dimana dalam SIG data dipelihara dalam bentuk digital sehingga data
ini lebih padat dibanding dalam bentuk peta cetak, table, atau dalam
mendasarinya adalah:
spasial
menvisualisasikan
2007).
tersebut.
27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Desain Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah total kasus TB Paru BTA (+)
2. Sampel
pada kriteria inklusi dan kriteria eksklusi TB Paru BTA (+) triwulan I
D. Kriteria Sampel
1. Kriteria Inklusi
- Kasus TB Paru BTA (+) triwulan I Tahun 2010 yang tercatat di
2. Kriteria Eksklusi
Kota Samarinda
- Kasus TB Paru BTA (+) triwulan I Tahun 2010 yang alamat tempat
E. Kerangka Konsep
Mengenai faktor-faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian
FAKTOR DEMOGRAFI
Kepadatan penduduk
FAKTOR SOSIAL
Kejadian TB Paru
Kemiskinan
BTA (+)
PELAYANAN KESEHATAN
Akses ke fasilitas pelayanan
kesehatan
F. Variabel
G. Definisi Operasional
Definisi Skala
No Variabel Kriteria Objektif Alat Ukur
Operasional Ukur
1. Kejadian Individu pada Data Ordinal
penyakit TB seluruh kelompok Dinas
Paru BTA umur yang Kesehata
Positif dinyatakan n Kota
menderita TB
Paru BTA Positif
sesuai hasil
pemeriksaan
medis yang
tercatat di Dinas
Kesehatan Kota,
yang dalam peta
SIG digambarkan
dengan titik
- Tidak padat
(0-50 jiwa/
)
- Kurang padat
(51-250 jiwa/
Jumlah ) Pendataa
penduduk pada - Cukup padat n dengan
Kepadatan masing-masing
2. (251-400 jiwa/ observasi Ordinal
Penduduk kelurahan (jiwa/ dokument
) asi
)
- Sangat padat
(> 401 jiwa/
)
(Undang-undang
No.56 Tahun 1960)
- Sangat miskin
(memenuhi 12
kriteria miskin)
Ketidakmampuan - Miskin
individu dalam
(memenuhi 6 -
memenuhi Pendataa
kebutuhan dasar 10 kriteria n dengan
minimal untuk miskin) observasi
3. Kemiskinan - Mendekati Ordinal
hidup layak dokument
dilihat dari miskin asi dari
pendapatan dan (memenuhi 5 kelurahan
jumlah -6 kriteria
tanggungan miskin)
(http://www.dinso
s.pemda-
diy.go.id/)
1. Pengumpulan Data
dalam hal ini adalah puskesmas dan rumah sakit. Langkah kedua
obyek) dengan interval < 1 km, 1-5 km dan >5 km, selanjutnya
disimpan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Keterbatasan Penelitian
adalah data yang didapat langsung di lapangan dalam hal ini berupa
yang tidak diambil secara langsung dan pada penelitian ini yang
(+) diambil dari data Dinas Kesehatan Kota Samarinda dan data
Samarinda.
ditemui, walaupun dari data yang ada memang semua alamat sampai
kepada nomor rumah, namun kondisi Kota Samarinda yang luas dan
banyak jalan, gang dan RT maka jika dialamat yang ada hanya nama
jalan dan nomor rumah, sulit ditemukan. Kedua, alamat kasus yang
pindah maupun ada kasus yang berasal dari luar daerah dan ketika
asalnya
yang memiliki luas wilayah yaitu 89.70 km 2, dan yang tidak terlalu
69.23 km2 dengan Samarinda Ulu yaitu 58.26 km 2 dan yang paling
Palaran.
menjadi masalah yang serius bila tidak ditangani dengan baik. Dari
peta terlihat bahwa kejadian penyakit pada suatu kecamatan ada yang
terlihat adanya kasus, hal ini disebabkan tidak adanya data yang
4. Kepadatan Penduduk
tampak adanya kasus TB Paru BTA (+), hal ini bukan berarti kedua
kecamatan tersebut bebas dari adanya penyakit ini, akan tetapi pada
5. Kemiskinan
Jumlah Persentase
pada penelitian ini dibatasi hanya pada Puskesmas dan Rumah Sakit
5 km
Dari gambar yang ada terlihat bahwa terdapat daerah yang tidak
2001). Salah satu sumber daya yang perlu diperhatikan dalam rangka
BTA (+)
Berikut adalah gambar peta kepadatan penduduk dengan sebaran
kejadian TB
dalam penelitian ini hanya terdapat 7 kasus saja. Selain itu, jika dilihat
TB, sebaran kasus TB Paru BTA (+) terlihat pada gambar berikut ini:
dengan kasus TB Paru BTA (+). Dapat dilihat daerah yang memiliki
Utara memiliki sebaran TB Paru BTA (+) tertinggi pula yaitu 20 kasus.
BTA (+) juga tinggi dan meningkat yaitu triwulan I ditemukan 2 kasus
5 km
membagi wilayah cakupan ini dalam 3 kategori yaitu untuk jarak <1
km termasuk jarak dekat, 1-5 km jarak jauh dan >5 km jarak sangat
jauh. Bila dilihat dari gambar terdapat 29 kasus yang berada dalam
buffer <1 km, dan 14 kasus yang berada dalam buffer 1-5 km. Hal ini
14 kasus berada pada buffer 1-5 km, hal ini adalah wajar bila kasus
yang tidak terlalu jauh, sehingga ketika ada keluhan pasien bisa
segera memeriksakan dirinya, sedangkan yang berada lebih dari 1 km
mendapatkan informasi.
menjadi 454 kasus, menurun kembali pada tahun 2009 sebesar 433
dan pada tahun 2010 meningkat kembali sebesar 437 kasus. Untuk
(+) .
Dari 43 kasus yang berhasil diteliti ada 7 kasus yang selama proses
B. Pembahasan
berarti di kecamatan lain tidak ada kasus TB Paru BTA (+) hanya saja
data yang diperoleh peneliti terkait alamat kasus kurang lengkap, selain
itu jauhnya jarak yang perlu dipikirkan karena melihat kondisi waktu
yang ada sehingga dari 78 sampel kasus hanya 43 kasus yang berhasil
lain, pada kecamatan ini banyak kasus yang bekerja di luar kota
tubuh dan ini sangat dipengaruhi oleh umur penderita. Pada awal
obat dan fungsi organ tubuh kurang efisien pada bayi yang sangat
mudah dan pada orang tua, sehingga dapat menimbulkan efek yang
lebih kuat dan panjang pada kedua kelompok umur ini (Crofton, 2002).
Pada penelitian ini sebanyak 63% yang terkena TB Paru adalah kasus
dengan umur produktif, hal ini sesuai dengan perkiraan Depkes (2001),
kasus TB Paru BTA (+), menurut WHO dalam Ginting (2006) wilayah
tinggal yang kumuh, hygiene dan nutrisi yang buruk, sehingga bila ada
kasus, hal ini terjadi karena kasus yang ditemui kebanyakan mereka
TB Paru.
kadar gizi yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi bagi setiap
kejadian TB Paru BTA (+). Hal ini terjadi antara yang bekerja dan tidak
resiko apa yang harus dihadapi setiap individu, untuk itu penyuluhan
Paru.
ini hanya terdapat 7 kasus. Selain itu, jika dilihat berdasarkan kejadian
karena Kecamatan Samarinda Ilir dari kasus yang ada diketahui bahwa
segera diatasi.
menjadi prasyarat timbulnya sakit akan tetapi tidak dapat berdiri sendiri-
dan lain-lain. Bila seseorang miskin maka akan sulit baginya untuk
baginya seolah sesuatu yang sangat sulit untuk dijangkau, selain biaya
pendidikan yang mahal, ia pun akan berpikir bahwa dana yang ia miliki
dan bakterinya hanya akan mati bila terkena sinar matahari langsung,
padat dan sanitasi buruk akan menjadi lembab dan kuman TB akan
kasus berada pada jarak jauh antara 1-5 km. Sehingga akses ke
fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai keterkaitan dengan
penemuan Kasus TB Paru BTA (+) dalam hal ini yang berperan
Salah satu syarat pokok tersebut adalah mudah dicapai dalam hal ini
adalah jarak, namun bila kita melihat jarak yang ada, maka sudah pasti
hanya yang berjarak < 1km saja yang masuk dalam syarat pokok,
II.
bila ini tidak segera diatasi dan dicari solusi, maka akan menyulitkan
pengobatan dengan jarak yang terlalu jauh baik secara fisik maupun
pengobatan.
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan secara cuma – cuma dari awal
dari segi ekonomi, sebab bila mereka berobat ke dokter praktek maka
Bila melihat angka CDR yang mengalami fluktuasi sejak tahun 2006,
AW.Syahrani, RS. Islam dan RS. Dirgahayu serta Lapas dan Rutan.
Perlu suatu komitmen yang serius untuk mengatasi masalah ini, yang
mana kerjasama lintas program dengan melibatkan semua staff
koordinator saja tapi sudah menyatu dengan program lain dan semua
staf peduli dengan penyakit ini. Adanya pelatihan terhadap semua staf
kinerja petugas yang akan berdampak pada hasil program. Selain itu,
2000).
1. Tahap intensif
waktu 2 minggu.
2. Tahap lanjutan.
obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
rendah beresiko 1.14 kali untuk mengalami kejadian TB Paru BTA (+)
mudah dan cepat demikian pula dengan TB, akan tetapi fakta di
kejadian TB, yaitu SDN.017 Loa Bahu, Pasar Kedondong Jalan Ulin
beresiko sebab dari hasil tanya jawab terhadap kasus selama proses
berarti hanya orang miskin saja yang dapat terkena. Perilaku hidup
yang tidak sehat seperti pola makan yang tidak tepat, kebiasaan
orang tidak ada yang bebas dari serangan kuman TB Paru. Oleh
sebagai upaya preventif agar TB Paru ini tidak menyerang, sebab bila
hanya upaya kuratif yang dilakukan maka kasus bisa sembuh namun ia
itu mengingat biaya yang cukup mahal serta jangka waktu pengobatan
dan rumah yang sehat, pola makan yang baik dengan gizi seimbang,
serta kebersihan diri untuk menjaga daya tahan tubuh sehingga tidak
mulut dengan sapu tangan pada waktu batuk dan bersin. Penderita TB
awal jika ada yang mengalami gejala TB Paru serta mengawasi dan
mendorong penderita agar berobat secara teratur sampai dinyatakan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sebaran kejadian Penyakit TB Paru BTA (+) di Wilayah Kota
B. Saran
infeksi
pencarian pengobatan
DAFTAR PUSTAKA
Putri, M.K. 2008. Analisis Spasial Penyakit Demam Berdarah Dengue Per
Kecamatan di Kotamadya Jakarta Timur 2005-2007. Jakarta:
Universitas Indonesia