BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fase remaja merupakan segmen perkembangan individu yang sangat penting, yang
diawali dengan matangnya organ-organ fisik (seksual) sehingga mampu berproduksi. Salzman
mengemukakan, bahwa remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantung (dependence)
terhadap orang tua ke arah kemandirian (independence), minat-minat seksual, perenungan diri,
dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral. Pada fase ini individu mengalami
perubahan yang besar, yang dimulai sejak datangnya fase masa puber. Datangnya masa puber
ditandai dengan kematangan seksualitas baik pada perempuan maupun laki-laki.
Sikap dan perilakuanak yang berada dalam masa puber tersebut sering mengganggu
tugas-tugas perkembangan anak pada fase berikutnya yaitu fase masa remaja, dan sebagai
akibatnya anak akan mengalami gangguan dalam menjalani kehidupan pada fase masa remaja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka maslah dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Apa itu masalah dan bagaimana solusi dalam memecahkan masalah itu sendiri?
2. Jenis-jenis masalah apa saja yang dialami oleh remaja dalam fase masa remaja?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Masalah dan Solusi Untuk Memecahkan Masalah Yang Dialami Oleh
Remaja
Dalam perkembangan dan proses kehidupannya,manusia sangat mungkin menemui
berbagai permasalahan,baik oleh individu secara perorangan maupun kelompok. Permasalahan
yang dihadapi oleh setiapindividu sangat dimungkinkan selain berpengarauh pada dirinya sendiri
juga berpengarauh terhadap oaring lain atau lingkungan sekitarnya.
Masalah meruapakan sesuatau atau persoalan yang harus diselesaikan atau dipecahkan.
Masalah yang menimpa seseoarang bila dibiarkan berkembang dan tidak segera dipecahkan
dapat mengganggu kehidupan,baik dirinya sendiri maupun oaring lain.
Adapun ciri-ciri masalah dapat dikemukakan sebagai berikut :
a. Masalah muncul karena adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan
b. Semakin besar kesenjangan maka masalah semakin berat
c. Tiap kesenjangan yang terjadi dapat menimbulkan persepsiyang berbeda-beda
d. Masalah muncul sebagai perilaku yang tidak dikehendaki oleh individu itu sendiri
maupun oleh lingkungan
e. Masalah timbul akibat dari proses belajara yang keliru
f. Masalah memerlukan berbagai pertanyaan dasar yang perlu dijawab.
g. Masalah dapat bersifat individual maupun kelompok.
Masalah Remaja yang masih sekolah di SLTP/ SLTA selalu mendapat banyak hambatan
atau masalah yang biasanya muncul dalam bentuk perilaku. Berikut ada lima daftar masalah
yang selalu dihadapi para remaja di sekolah.
Siswa-siswi SLTP/SLTA adalah siswa-siswi yang berada dalam golongan usia remaja,
usia mencari identitas dan eksistensi diri dalam kehidupan di masyarakat. Dalam proses
pencarian identitas remaja sering mengalami masalah dalm kehidupannya untuk itu peran aktif
dari ketiga lembaga pendidikan (keluarga,sekolah dan masyarakat
) akan banyak membantu melancarkan pencapaian kepribadian yang dewasa bagi para remaja.
Ada beberapa hal kunci yang bisa dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan.
Sikap mau berdialog antara orangtua, pendidik di sekolah, dan masyarakat dengan remaja
pada umumnya adalah kesempatan yang diinginkan para remaja. Dalam hati sanubari para
remaja tersimpan kebutuhan akan nasihat, pengalaman, dan kekuatan atau dorongan dari orang
tua. Tetapi sering kerinduan itu menjadi macet bila melihat realitas mereka dalam keluarga, di
sekolah ataupun dalam lingkungan masyarakat yang tidak memungkinkan karena antara lain
begitu otoriter dan begitu bersikap monologis. Menyadari kekurangan ini, lembaga-lembaga
pendidikan perlu membuka kesempatan untuk mengadakan dialog dengan para remaja, kaum
muda dan anak-anak, entah dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Dewasa ini jumlah orang tua yang bertindak otoriter terhadap anak-anak mereka sudah
jauh berkurang. Namun muncul kecenderungan yang sebaliknya, yaitu sikap memanjakan anak
secara berlebihan. Banyak orang tua yang tidak berani mengatakan tidak terhadap anak-anak
mereka supaya tidak dicap sebagai orangtua yang tidak mempercayai anak-anaknya, untuk tidak
dianggap sebagai orangtua kolot, konservatif dan ketinggalan jaman.
Lewat kondisi dan suasana hidup dalam keluarga, lingkungan sekolah, ataupun
lingkungan masyarakat seperti di atas itulah para remaja akan merasa terdampingi dan
mengalami perkembangan kepribadian yang optimal dan tidak terkungkung dalam perasaan dan
tekanan-tekanan batin yang mencekam. Dengan begitu gaya hidup yang mereka tampilkan
benar-benar merupakan proses untuk menemukan identitas diri mereka sendiri yang sebenarnya.
B. Jenis-Jenis Masalah
Ada pendapat yang menyatakan bahwa hidup dan berkembang itu mengandung resiko.
Perjalanan kehidupan dan proses perkembangan sering kali ternyatatidak mulus,banyak
mengalami berbagai hambatan dan rintangan. Lebih-lebih bagi siswa sekolah menengah yang
berada dalam fase perkembangan remaja,masa dimana individu mengalami berbagai perubahan
baik secara fisik maupun secara psikis.
Seperti yang telah dikemukakan diatas bahwa siswa sekolah menengah berada dalam fase
masa remaja. Pada fase ini individu mengalami perubahan yang besar,yang dimulai sejak
datangnya fasemasa puber. Hurlock (1980:192) menulisakan berbagai perubahan sikap dan
perilaku sebagaiakibat dari perubahan yang terjadi pada masa puber. Sikap dan perilaku yang
dimaksud adalah :
1. Ingin menyendiri
2. Bosan
3. Inkoordinasi
4. Antagonisme social
5. Emosi yang meninggi
6. Hilangnya kepercayan diri
Sikap dan perilaku anak yang berada dalam masa puber tersebut sering menggaggu tugas-
tugas perkembangan anak pada fase berikutnya yaitu fase masa remaja, dan sebagai akibatnya
anak akan mengalami gangguan dalam menjalani kehidupan pada fase masa remaja. Beberapa
masalah yang dialami oleh remaja:
Perilaku sosial adalah perilaku yang relatif menetap yang diperlihatkan oleh individu
di dalam berinteraksi dengan orang lain. Orang yang berperilakunya mencerminkan keberhasilan
dalam proses sosialisasinya dikatakan sebagai orang yang sosial, sedangkan orang yang
perilakunya tidak mencerminkan proses sosialisasi tersebut disebut non sosial. Yang termasuk ke
dalam perilaku non sosial adalah perilaku a-sosial dan anti sosial. Seseorang yang berperilaku a-
sosial tidak mengetahui apa yang yang dituntut oleh kelompok sosial, sehingga berperilaku yang
tidak memenuhi tuntutan sosial. Mereka akan mengisolasi diri atau menghabiskan waktunya
untuk menyendiri. Sedangkan yang berperilaku anti sosial mereka mengetahui hal-hal yang
dituntut kelompok tetapi karena sikap permusuhannya, mereka melawan norma kelompok
tersebut.
Skinner mengemukakan bahwa perilaku dapat dibedakan menjadi perilaku yang alami
(innate behavior) dan perilaku operan (operat behavior). Perilaku yang alami adalah perilaku
yang dibawa sejak lahir, yang berupa repelks dan insting, sedangkan perilaku operan adalah
perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Perilaku operan merupakan perilaku yang
dibentuk, dipelajari dan dapat dikendalikan, oleh karena itu dapat berubah melalui proses belajar.
Perilaku sosial berkembang melalui interaksi dengan lingkungan. Lingkungan akan turut
membentuk perilaku seseorang. Lewin mengemukakan formulasi mengenai perilakudengan
bentuk B=F (E - O) dengan pengertian B = behavior, F = function, E = environment, dan O =
organism, formulasi tersebut mengandung pengertian bahwa perilaku (behavior) merupakan
fungsi atau bergantung kepada lingkungan (environment) dan individu (organism) yang saling
berinteraksi.
Berdasarkan deskripsi tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku sosial anak sangat
dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya, baik lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Apabila lingkungan sosial tersebut memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap
perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosial secara
matang. Namun sebaliknya apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, seperti perlakuan yang
kasar dari orang tua, lingkungan sekolah dan lingkungan masyarakat yang tidak baik, maka
perilaku sosial anak cenderung menampilkan perilaku yang menyimpang.
Quay dan Paterson mengemukakan enam dimensi karakteristik anak dengan gangguan perilaku
yaitu:
1. Conduct disorders (ketidakmampuan mengendalikan diri) yaitu mencari perhatian, selalu
ingin diperhatikan, mengganggu orang lain, berkelahi.
2. Socialized aggression (agresi sosial/perilaku yang dilakukan secara berkelompok) yaitu
mencuri secara berkelompok, setia dengan teman yang nakal, bolos dari sekolah dengan teman-
temannya, mempunyai kelompok yang “jelek”, dengan bebas mengakui tidak patuh pada nilai
moral dan peraturan/undang-undang.
3. Attention problem-immaturity (masalah perhatian perilaku yang menunjukkan sikap kurang
dewasa) yaitu mempunyai kemampuan perhatian pendek, tidak dapat berkonsentrasi, yaitu
mudah dialihkan, mudah mengalihkan tugas, menjawab tanpa dipikirkan, lamban.
4. Anxiety-withdrawal (perilaku yang berkaitan dengan kepribadian) yaitu kesadaran diri,
pemalu, hipersensitive, perasaannya mudah sakit, sering merasa sedih, cemas, depresi.
5. Psychotic behavior yaitu susah fokus, cara bicara yang tidak teratur, memperlihatkan
tingkah laku ganjil.
6. Motor excess yaitu gelisah, tidak bisa duduk diam, terlalu banyak bicara, tidak bisa tenang.
Tanda-tanda masalah perilaku social pada remaja dapat dilihat dari adanya diskriminasi
terhadap mereka yang berlatarbelakang ras,agama atau social ekonomi yang berbeda. Dengan
pola-pola perilaku social seperti ini,maka dapat melahirkan geng-geng atau kelompok-kelompok
remaja, yang pembentukannya berdasarkan atas kesamaan latar belakang,agama,suku dan social
ekonomi. Pembentukan kelompok atau geng pada remaja tersebut dapat memicu terjadinya
permusuhan antar kelompok atau geng. Untuk mencegah dan mengatasi masala-masalah tersebut
di atas,sekolah dapat menyelenggarakan kegiatan-kegiatan kelompok ( baik kurikuler maupun
nonkurikuler) dengan tidak memperhatikan latar belakang suku,agama,ras dan social ekonomi.
Sekolah harus memperlakukan siswa secara sama,tidak membeda-bedakan siswa yang satu
dengan yang lain.
2. Masalah Moral
Istilah moral berasal dari kata Latin "mos" (Moris), yang berarti adat istiadat, kebiasaan,
peraturan/niali-nilai atau tata cara kehidupan. Sedangkan moralitas merupakan kemauan untuk
menerima dan melakukan peraturan, nilai-nilai atau prinsip-prinsip moral. Nilai-nilai moral itu,
seperti:
1. Seruan untuk berbuat baik kepada orang lain, memelihara ketertiban dan keamanan,
memelihara kebersihan dan memelihara hak orang lain, dan
2. Larangan mencuri, berzina, membunuh, meminum-minumanan keras dan berjudi.
Seseorang dapat dikatakan bermoral, apabila tingkah laku orang tersebut sesuai dengan nilai-
nilai moral yang dijunjung tinggi oleh kelompok sosialnya. Sehingga tugas penting yang harus
dikuasai remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok daripadanya dan
kemudian mau membentuk perilakunya agar sesuai dengan harapan sosial tanpa terus dibimbing,
diawasi, didorong, dan diancam hukuman seperti yang dialami waktu anak-anak.
Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral yang berlaku umum dan merumuskannya
ke dalam kode moral yang akan berfungsi sebagai pedoman bagi perilakunya.
Tidak kalah pentingnya, sekarang remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang
sebelumnya menjadi tanggung jawab orang tua dan guru.
Pada masa remaja, laki-laki dan perempuan telah mencapai apa yang oleh Piaget disebut
tahap pelaksanaan formal dalam kemampuan kognitif. Sekarang remaja mampu
mempertimbangkan semua kemungkinan untuk menyelesaikan suatu masalah dan
mempertanggungjawabkannya berdasarkan suatu hipotesis atau proporsi.
Ada tiga tugas pokok remaja dalam mencapai moralitas remaja dewasa, yaitu:
Hal penting lain dari teori perkembangan moral Kohlberg adalah orientasinya untuk
mengungkapkan moral yang hanya ada dalam pikiran dan yang dibedakan dengan tingkah laku
moral dalam arti perbuatan nyata. Semakin tinggi tahap perkembangan moral sesorang, akan
semakin terlihat moralitas yang lebih mantap dan bertanggung jawabdari perbuatan-
perbuatannya.
Masa remaja adalah periode di mana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai
fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri
mereka. Elliot Turiel (1978) menyatakan bahwa para remaja mulai membuat penilaian tersendiri
dalam menghadapi masalah-masalah populer yang berkenaan dengan lingkungan mereka,
misalnya: politik, kemanusiaan, perang, keadaan sosial, dsb. Remaja tidak lagi menerima hasil
pemikiran yang kaku, sederhana, dan absolut yang diberikan pada mereka selama ini tanpa
bantahan. Remaja mulai mempertanyakan keabsahan pemikiran yang ada dan mempertimbangan
lebih banyak alternatif lainnya. Secara kritis
1. remaja akan lebih banyak melakukan pengamatan keluar dan membandingkannya
dengan hal-hal yang selama ini diajarkan dan ditanamkan kepadanya.
Sebagian besar para remaja mulai melihat adanya “kenyataan” lain di luar dari yang
selama ini diketahui dan dipercayainya. Ia akan melihat bahwa ada banyak aspek dalam melihat
hidup dan beragam jenis pemikiran yang lain. Baginya dunia menjadi lebih luas dan seringkali
membingungkan, terutama jika ia terbiasa dididik dalam suatu lingkungan tertentu saja selama
masa kanak-kanak.
Kemampuan berpikir dalam dimensi moral (moral reasoning) pada remaja berkembang
karena mereka mulai melihat adanya kejanggalan dan ketidakseimbangan antara yang mereka
percayai dahulu dengan kenyataan yang ada di sekitarnya. Mereka lalu merasa perlu
mempertanyakan dan merekonstruksi pola pikir dengan “kenyataan” yang baru. Perubahan inilah
yang seringkali mendasari sikap “pemberontakan” remaja terhadap peraturan atau otoritas yang
selama ini diterima bulat-bulat. Misalnya, jika sejak kecil pada seorang anak diterapkan sebuah
nilai moral yang mengatakan bahwa korupsi itu tidak baik.pada masa remaja ia akan
mempertanyakan mengapa dunia sekelilingnya membiarkan korupsi itu tumbuh subur bahkan
sangat mungkin korupsi itu dinilai baik dalam suatu kondisi tertentu. Hal ini tentu saja akan
menimbulkan konflik nilai bagi sang remaja. Konflik nilai dalam diri remaja ini lambat laun
akan menjadi sebuah masalah besar, jika remaja tidak menemukan jalan keluarnya.
Kemungkinan remaja untuk tidak lagi mempercayai nilai-nilai yang ditanamkan oleh orangtua
atau pendidik sejak masa kanak-kanak akan sangat besar jika orangtua atau pendidik tidak
mampu memberikan penjelasan yang logis, apalagi jika lingkungan sekitarnya tidak mendukung
penerapan nilai-nilai tersebut.
2. Peranan orangtua atau pendidik sangat besar dalam memberikan alternatif jawaban
dari hal-hal yang dipertanyakan oleh putra-putri remajanya.
Orangtua yang bijak akan memberikan lebih dari satu jawaban dan alternatif supaya
remaja itu bisa berpikir lebih jauh dan memilih yang terbaik. Orangtua yang tidak mampu
memberikan penjelasan dengan bijak dan bersikap kaku akan membuat sang remaja tambah
bingung. Remaja tersebut akan mencari jawaban di luar lingkaran orangtua dan nilai yang
dianutnya. Ini bisa menjadi berbahaya jika “lingkungan baru” memberi jawaban yang tidak
diinginkan atau bertentangan dengan yang diberikan oleh orangtua. Konflik dengan orangtua
mungkin akan mulai menajam.
Masalah moral yang terjadi pada para remaja ditandai oleh adanya ketidakmampuan
remaja membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hal ini dapat disebabkan oleh
ketidakkonsistenan dalam konsep benar dan salah yang ditemukan dlam kehidupan sehari-hari.
Misalnya antar sekolah, keluarga, dan kelompok remaja. Ketidakmampuan membedakan mana
yang benar dan mana yang salah dapat membawa malapetaka bagi kehidupan remaja pada
khusunya dan pada semua oarng pada umumnya, untuk mencegah dan mengatasi masal-masalah
demikian, maka sekolah sebaiknya menyelenggarakan berbagai kegiatan
keagamaan,meningkatkan pendidikan budi pekerti.
3. Masalah Keluarga