Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

SUMBANGAN DAN PEMIKIRAN MENGENAI BAHARA


DARI BEBERAPA ALIRAN

Disusun Oleh :

Yoga Pradana W

29 001 054

Universitas Sarjana Wiyata Tamansiswa


Yogyakarta
ALIRAN LONDON

Di Eropa ada dua tokoh yang menggagas aliran bahasa London. Kedua tokoh tersebut
ialah Malinowski dan J.R. Firth. Malinowski karena memiliki latar belakang di bidang
antropologi sehingga setiap dia melakukan terjemahan tentu tak lepas dari faktor kebudayaan
yang menjadi nilai estetik yang lebih dalam analisisnya. Menurut dia bahasa merupakan
pragmatik dan perangkat lambang benda. Dari terjemahan tersebut juga merumuskan
mengenai teori makna dan kata. Teori tersebut mempunyai dasar yaitu konteks situasi dimana
arti konteks situasi itu sendiri ialah makna tuturan. Ada beberapa konsepsi dari Malinowski
yang sangat penting bagi kemajuan aliran London yaitu pertama, pembagian tugas kalimat
dan kata. Kalimat merupakan data bahasa yang dasar sedangkan kata ialah abstraksi sekunder
bahasa. Kedua, bahasa sebagai piranti kegiatan sosial dan piranti kerja sama hal tersebut
merujuk pada label pamakaian bahasa yang nonreferensial dimana lebih mengarah ke makna
yang sebanding dengan pemakaian tetapi berlawanan dengan referensial. Dan konsepsinya
yang terakhir mengenai komuni fatik yang menurut beliau keinginan penutur, maksudnya,
pengetahuannya menyumbang konteks situasi dan bahasa pustaka tidak sama dengan bahasa
sehari-hari.

Tokoh yang kedua ialah J.R. Firth yang lebih condong mengarah pada kajian
sintagmatik dan paradigmatik yaitu yang memerikan makna. Dalam kajian fonemik Firth
lebih mengarah ke system tulisan suatu bahasa daripada mengenai struktur fonologis bahasa.
Konsepsinya berupa pertanyaan tentang realitas melumpuhkan penyelidikan, obyek berupa
pemakaian bahasa secara actual, struktur dan semua derivikasinya mengarah ke sintagmatik
sedangakan sistem dan semua derivikasinya mengarah ke paradigmatic. Serta tentang konteks
situasi yang menurut beliau ialah konstruk sistematik yang diterapkan khususnya untuk
peristiwa social yang berulang yang terdiri atas berbagai tataran analisis (fonetik, fonologi,
tata bahasa, kosa kata dan situasi). Firth memiliki dua analisis yang pertama analisis
kontekstual disini ia membagi hubungan dalam teks itu sendiri menjadi sintagmatik dan
paradigmatic sedangakan hubungan dalam konteks situasi yaitu teks yang mempunyai arti
unsur nonverbal hasil keseluruhan yang sangkil, mangkus dan kreatif serta serpihan teks dan
unsur khusus dalam situasi.
Dari sini akan terbentuk fungsi fonetik (mayor) dan fungsi leksikal (minor). Selain hal
tersebut Firth juga mengupas lebih dalam lagi mengenai konsepsinya diantaranya bunyi
mempunyai fungsi jika dilihat dati segi tempat terjadinya dan kontras, leksikal merupakan
makna kata dalam lingkup kolokasi, tata bahasa terbagi atas morfologis dan sintaksis yang
mengarah ke kologasi, serta situasi yang terbagi atas participant, obyek yang gayut serta efek
tindak verbal dimana makna sama dengan pemakaian juga uji kebenaran serpihan bahasa.
Analisis satunya yaitu analisis prosodik yang menyamakan tataran fonetik dengan makna
serta mendiskripsikan bahwa cirri bunyi lebih dari satu fonematik tunggal atau segmen.
Dimana satuan fonematik ialah abstraksi segmental yang mempunyai eksponen dalam
substansi bunyi. Sedangkan analisis monosistemik dengan polisistemik mengarah pada
fonemik didasarkan pada sistem tunggal bahasa. Dari sini kita temukan bahwa analisis
wacana berbeda prosedur fonemik. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
struktural dan sistemik dari satuan bahasa. Serta pendapat dia mengenai kemubasiran bahwa
perbedaan bunyi seperti variasi merupakan mubasir.

ALIRAN KOPENHAGEN

Ahli bahasa Skandinavia seperti J.N Madvig, A Noreen, H,G Wiwel, O. Jespersen
hingga tokoh yang tertua Rasmus Rask serring menujukkan kekhasan dalam mengembangkan
teori kebahasaan di setiap kajiannya. Setelah terjadi kekhasan yang menarik akhirnya terdapat
sebuah aliran yang bernama aliran Kopenhagen berkat sekelompok para ahli linguistic yang
menamakan dirinya Linguistic of Copenhagen. Tokoh yang terkenal yaitu Brondal dan
Hjelmslev. Kedua tokoh tersebut menganut paham dari Saussure yakni mengembangkan teori
linguistik yang begitu formal dan abstrak karena kedalaman pelibatan filsafat.

Hjelslev dianggap tokoh yang paling berjasa dalam aliran Kopenhagen, karena beliau
telah mengembangkan wawasan prolegomena dalam mengembangkan teori linguistic dan
mengembangkan teori yang disebut glosematik. Selain hal tersebut beberapa pemikirannya
juga membuat aliran Kopenhagen ini juga berbeda dengan aliran-aliran sebelumnya, yakni
bahasa sebagai objek kajian linguistik harus didudukkan sebagai struktur sui-generis yg
memiliki totalitas dan otonominya sendiri.
Disini bahasa dibagi menjadi dua fungsi yaitu eksternal yang meliputi unsur non
linguistic dan struktur internal itu sendiri. Kedua, ia mendiskripsikan bahwa teori merupakan
hasil abstraksi yg berkaitan dengan dunia ideasi dan bukan paparan deskriptif. Dan terakhir ia
memberi konsep tentang tata tingkat hubungan dan hubungan fungsional antar tingkatan
secara asosiatif dengan cara menjelaskan ciri hubungan fungsional antar kelas yang dibagi
menjadi 3 yaitu interdependensi, determinasi dan konstelasi, ketiga ciri ini masih dapat
diklasifikasikan lagi.

Baik Fungsi eksternal maupun fungsi internal, bahasa memiliki 4 strata yang harus
dimiliki yaitu rangka forma (hubungan gramatikal intern), substansi (kategori ekstern dari
obyek material), ungkapan (baik berupa wahana verbal maupun grafis) dan isi atau makna.
Keempat strata tersebut akan sejalan dengan prinsip yang dikemukakan oleh Hjelmslev yakni
linguistik berkaitan dengan pengetahuan yang tersenden, esensi bahasa ada pada “system
dalam”, dan teori merupakan dedukasi murni yg harus dibebaskan dari kabut realitas.

Analisis merupakanpemerian objek kajian yang mengandung sejumlah unsure dalam


berbagai tingkatannya, yang memiliki ketergantungan hubungan yang satu dengan lainnya.
Butir awal yang memiliki ketergantungan dinamakan kelas. Jika kelas mempunyai kesatuan
yang luas maka akan tercipta komponen kelas. Dalam kelas ini dapat diklarifikasikan
berdasarkan proses dan system. Kelas sebagai bagian dari proses disebut chain, dengan
memiliki komponen berupa bagian dan penganalisasinya berupa partition. sedangkan kelas
sebagai bagian dari system disebut paradigm, dengan mempunyai komponen berupa anggota
dan menganalisisnya berupa articulation.

Prosedurnya dapat berupa Induktif maupun deduktif. Jika dalam induktif dilakukan
dengan sintesis untuk memperoleh pemerian tentang kelas, komponen, hubungan masing-
masing dalam keutuhan maupun pada ciri totalitas itu sendiri. Bila dilakuakan secara deduktif
caranya dengan menggunakan metode analitis. metode tersebut bertujuan untuk
menyelaraskan konsep yang bukan hanya berlaku pada segmen tetapi berlaku bagi segmen,
antar segmen dan totalitasnya.
Dalam metode ini kita juga akan menemukan sebuah cara yaitu melalui komutasi
antar segmen, tetapi hal ini mempunyai dampak yang negatif. Dampak tersebut berupa gejala
sinkretisme dan gejala oplosning. sejala sinkretisme yakni paradigma yang dapat memiliki
hubungan tumpang-tindih antara satu dengan lainnya, meskipun mereka sebenarnya tunggal.
Sedangkan gejala oplosning adalah timbulnya varian sinkretisme atau syncretism-variety
yang justru dapat dijadikan pangkal tolak dalam memeberikan ciri penanda elemen-elemen
tertentu.

Anda mungkin juga menyukai