Anda di halaman 1dari 5

SOIL

Penggunaan istilah soil secara awam mengarah kepada sebutan untuk material lepas
dan tak terkonsolidasi yang menutupi hampir seluruh permukaan daratan. Namun
demikian, ahli geologi mengistilahkan regolith untuk definisi di atas dan kemudian
mengistilahkan soil untuk lapisan material lapuk dan tak terkonsolidasi yang
mengandung bahan-bahan organik dan mampu mendukung hidup tumbuhan. Soil
yang matang dan subur merupakan hasil dari berabad-abad pelapukan batuan,
dikombinasikan dengan pembusukan tumbuhan dan bahan organik lainnya. Untuk
kajian sistem Bumi, soil memiliki peranan penting dalam interaksi antara bagian Bumi
yang padat (geosfer), biosfer, hidrosfer, dan atmosfer. Soil adalah sumber daya penting
bagi kelangsungan hidup di Bumi.

Rata-rata soil mengandung 45% batuan dan pecahan mineral (termasuk lempung),
5%
humus, dan 50% rongga pori. Batuan dan pecahan mineral pada soil menjadi tempat
‘berlabuh’ bagi akar tumbuhan. Mineral lempung menyerap air dan ion nutrien yang
nantinya akan diserap akar tumbuhan. Humus melepaskan asam lemah yang membantu
proses pelapukan kimawi. Humus juga menghasilkan nutrisi bagi tumbuhan dan
meningkatkan kemampuan menahan air dari soil. Rongga pori adalah komponen penting
yang terakhir dari soil. Air dan udara bersirkulasi melalui rongga pori, membawa serta
nutrien terlarut dan CO2 yang penting bagi pertumbuhan tumbuhan.

Ukuran dan jumlah dari rongga pori pada soil, oleh karena itu juga kemampuan soil
untuk menyalurkan udara dan air, sebagian besar merupakan fungsi dari tekstur soil.
Tekstur soil mengacu pada proporsi antara partikel-partikel yang berbeda ukuran,
umumnya mengacu pada pasir, lanau, dan lempung. Kuarsa umumnya lapuk
menjadi butiran berukuran pasir yang membantu soil tetap lepas-lepas dan teraerasi,
memudahkan drainase (lewatnya) air. Kristal feldspar dan mineral lainnya yang
setengah lapuk juga dapat menghasilkan butiran berukuran pasir. Namun, soil dengan
terlalu banyak kandungan butiran berukuran pasir akan melewatkan air terlalu cepat dan
tumbuhan akan kekurangan air.

Mineral lempung hadir dalam lembaran mikroskopik dan membantu menahan air dan
nutrien tumbuhan dalam soil. Oleh karena substitusi ion antara struktur-struktur silikat-
lembarnya, kebanyakan mineral lempung bermuatan negatif pada permukaan datar
lembarnya. Muatan negatif ini mengikat air dan nutrien tumbuhan pada mineral
lempung. Nutrien tumbuhan, seperti Ca++ dan K++, umumnya tersedia dari hasil
pelapukan mineral seperti feldspar, juga terikat longgar pada permukaan mineral
lempung. Akar tumbuhan dapat melepaskan H+ dari asan organik dan menukarnya
dengan Ca++ dan K++ yang diperlukan tumbuhan. Namun, jika terlalu banyak mineral
lempung, soil akan terlalu padat hingga mengurangi rongga pori yang akan
menyebabkan sulitnya drainase dan sirkulasi udara.

Soil yang memiliki proporsi seimbang antara partikel berukuran pasir, lanau, dan
lempungnya disebut loam. Soil loam drainasenya baik, dapat mengandung humus, dan
seringkali sangat subur dan produktif.

1. HORIZON SOIL
Seiring mendewasanya soil, muncul lapisan-lapisan yang berbeda pada soil tersebut.
Lapisan soil disebut horizon soil dan dapat dibedakan satu sama lainnya dengan
melihat kenampakan dan kimiawinya. Batas antara horizon soil biasanya transisional,
bukan tegas. Dengan meneliti penampang vertikal soil, atau profil soil, macam-
macam horizon soil dapat diidentifikasi.

Horizon Soil

source

Horizon O adalah lapisan teratas yang hampir seluruhnya mengandung bahan


organik. Tumbuhan daratan dan jatuhan dedaunan termasuk pada horizon ini. Juga
humus. Humus dari horizon O bercampur dengan mineral lapuk untuk membentuk
horizon A, soil berwarna gelap yang kaya akan bahan organik dan aktivitas biologis,
tumbuhan ataupun hewan. Dua horizon teratas ini sering disebut topsoil.

Asam organik dan CO2 yang diproduksi oleh tumbuhan yang membusuk pada topsoil
meresap ke bawah ke horizon E, atau zona pencucian, dan membantu melarutkan
mineral seperti besi dan kalsium. Pergerakan air ke bawah pada horizon E membawa
serta mineral terlarut, juga mineral lempung berukuran halus, ke lapisan di bawahnya.
Pencucian (atau eluviasi) mineral lempung dan terlarut ini dapat membuat horizon ini
berwarna pucat seperti pasir.

Material yang tercuci ke bawah ini berkumpul pada horizon B, atau zona akumulasi.
Lapisan ini kadang agak melempung dan berwarna merah/coklat karat akibat
kandungan hematit dan limonitnya. Kalsit juga dapat terkumpul di horizon B. Horizon
ini sering disebut subsoil. Pada horizon B, material Bumi yang masih keras (hardpan),
dapat terbentuk pada daerah dengan iklim basah di mana mineral lepung, silika dan
oksida besi terakumulasi akibat pencucian dari horizon E. Lapisan hardpan ini sangat
sulit untuk digali/dibor. Akar tumbuhan akan tumbuh secara lateral di atasnya dan
bukannya menembus lapisan ini; pohon-pohon berakar dangkal ini biasanya terlepas
dari akarnya oleh angin.

Horizon C ialah material batuan asal yang belum seluruhnya lapuk yang berada di
bawah horizon B. Material batuan asal ini menjadi subjek pelapukan mekanis maupun
kimiawi dari frost action, akar tumbuhan, asam organik, dan agen lainnya. Horizon C
merupakan transisi dari batuan asal (sedimen) di bawahnya dan soil yang berkembang
di atasnya.

2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBENTUKAN SOIL


1. Material Asal

Material asal adalah sumber dari mineral lapuk yang membentuk hampir
seluruh soil. Soil yang berasal dari granit lapuk akan menjadi pasiran karena
partikel kuarsa dan feldspar yang terlepas dari granit. Setelah butiran feldspar
lapuk, mineral lempung berukuran halus akan terbentuk. Soil yang terbentuk
akan memiliki variasi ukuran butir yang sangat baik untuk drainase dan
kemampuan menahan air.

Pembentukan soil dari basalt tidak akan menjadi pasiran, bahkan saat tahap
awal pembentukannya. Jika pelapukan kimiwai lebih prevalent daripada
mekanis, butiran feldspar yang lapuk akan langsung menjadi mineral lempung
halus. Karena batuan asal tidak mengandung butiran kasardan kuarsa, soil
yang terbentuk akan kekurangan pasir. Soil seperti ini tidak akan terdrainase
dengan baik, walau bisa saja tetap subur.

Kedua soil di atas disebut soil residual; mereka terbentuk dari bedrock yang
terlapukkan di bawahnya. Soil pindahan tidak terbentuk dari bedrock di
bawahnya, melainkan dari regolith yang terbawa dari daerah lain. (Ingat
bahwa yang berpindah bukan soil itu sendiri, melainkan material asalnya.)
Sebagai contoh, lumpur yang terendapkan oleh sungai selama banjir akan
menjadi soil pertanian yang sangat baik ketika banjir telah reda. Endapan
angin yang disebut loess membentuk dasar dari soil pertanian di daerah barat
tengah dan barat laut Pasifik di AS. Soil pindahan umumnya lebih subur
daripada soil residual karena material asalnya berasal dari berbagai lokasi dan
akan membawa variasi kimiawi yang lebih beragam, sehingga akan
membentuk soil dengan variasi mineral dan nutrien yang beragam pula.

2. Kemiringan

Daerah dengan kemiringan terjal akan mengandung sedikit soil atau tidak
sama sekali, Hal ini disebabkan oleh gravitasi yang membuat air dan partikel
soil bergerak ke bawah. Vegetasi akan jarang sehingga akan sedikit akar
tanaman yang menyentuh batuan lapuk dan akan sangat jarang bahan organik
yang menyediakan nutrien. Kontras dengan yang tadi, daerah bottomland akan
sangat tebal, namun drainasenya kurang baik dan soil akan jenuh air. Vegetasi
pada bottomland akan membusuk secara tidak sempurna dan tebal, lapisan
gelap gambut akan terbentuk.

Topografi optimal untuk pembentukan soil adalah daerah datar atau sedikit
miring. Drainase akan baik, erosi akan minimal, dan akan banyak vegetasi
tumbuh.

3. Organisme Hidup

Fungsi utama organisme hidup adalah untuk menyediakan bahan organik bagi
soil. Humus akan menyediakan nutrien dan membantu menahan air.
Tumbuhan membusuk akan melepaskan asam organik yang meningkatkan
pelapukan kimiawi. Hewan penggali seperti semut, cacing, dan tikus
membawa partikel soil ke permukaan dan mencampur bahan organik dengan
mineral.

Lubang-lubang yang dibuat akan membantu sirkulasi air dan udara,


meningkatkan pelapukan kimiawi dan mempercepat pembentukan soil.
Mikroorganisme seperti bakteri, jamur, dan protozoa membantu proses
pembusukan bahan organik menjadi humus. Beberapa bakteri menyediakan
nitrogen yang dapat digunakan oleh tumbuhan. Akar tanaman akan membantu
pelapukan mekanis pada batuan asal, juga menambah rongga pori.

4. Iklim

Iklim barangkali merupakan faktor terpenting yang menentukan ketebalan dan


karakter soil. Material asal pada topografi yang sama dapat terbentuki menjadi
soil yang berbeda jika iklimnya berbeda. Temperatur dan curah hujan
menentukan pelapukan kimiawi atau mekaniskah yang paling dominan, dan
akan berpengaruh kepada laju dan kedalaman pelapukan. Iklim juga
menentukan jenis organisme yang dapat hidup di soil tersebut.

Soil pada daerah dengan iklim bersuhu sedang dan lembab, seperti di Eropa
dan Amerika timur, cenderung tebal dan tingkat pergerakan air ke bawahnya
tinggi. Umumnya, soil pada daerah ini subur, mengandung oksida besi dan
alumunium, horizon-horizonnya berkembang baik, dan ditandai oleh tingginya
laju pencucian yang disebabkan oleh tingginya curah hujan dan kandungan
asam organik yang dilepaskan oleh tumbuhan yang membusuk.

Pada iklim kering, seperti di Amerika barat, soil cenderung tipis, miskin
humus, dan ditandai oleh pergerakan air ke atas dari bawah permukaan.
Pergerakan ke atas ini disebabkan oleh tingginya tingkat evaporasi dan aksi
kapilaritas bawah permukaan. Seiring air menguap, garam terpresipitasi di soil
tersebut. Contoh ekstrim penimbunan garam ini contohnya pada soil alkali
gurun, dan dapat mengganggu pertumbuhan tumbuhan.

Contoh lainnya adalah pada hutan hujan tropis. Daerah ini memiliki curah
hujan sangat tinggi namun dengan temperature yang tinggi juga sehingga
menimbulkan pembentukan soil berwarna merah yang tebal, disebut oxisol,
atau laterit. Soil ini sangat tinggi tingkat pencuciannya dan umumnya tidak
subur.

5. Waktu

Karakter soil berubah seiring berjalannya waktu. Soil yang masih muda masih
mencerminkan struktur material asalnya. Soil yang sudah dewasa akan lebih
tebal. Pada daerah volkanik aktif, rentang waktu antarerupsi dapat ditentukan
dengan meneliti ketebalan soil yang terbentuk pada masing-masing eliran
ekstrusif. Soil yang telah terkubur dalam-dalam oleh aliran lava, debu
vulkanik, endapan glasial, atau sedimen lainnya disebut paleosol
(paleo=kuno). Soil seperti ini dapat dilacak secara regional dan dapat
mengandung fosil. Maka dari itu, soil ini sangat berguna untuk dating batuan
dan sedimen, serta untuk menginterpretasi iklim dan topografi lampau.

Anda mungkin juga menyukai