Anda di halaman 1dari 13

c 



Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
c  
Bagian dari Perang penaklukan kembali Justinianus I

 535 ± 554


 Italia dan Dalmatia
Kemenangan

Bizantium
c   Italia dan Dalmatia
  direbut
c  
Ostrogoth,
Kekaisaran Bizantium
Franka

Belisarius, Theodahad,
Mundus, Vitiges,
Narses, Ildibad,
Germanus, Totila,
Liberius Teia
 
Lebih dari 5.000.000 tewas akibat pertempuran,
penyakit, dan kelaparan

c  adalah peperangan yang berlangsung di Italia dan wilayah-wilayah di sekitarnya


seperti Dalmatia, Sardinia, Sisilia, dan Korsika mulai tahun 535 sampa tahun 554 antara pasukan
Kekaisaran Romawi Timur dan pasukan Kerajaan Ostrogoth. Secara umum, perang ini dibagi
menjadi dua fase. Fase pertama (535-540) berakhir dengan jatuhnya Ravenna dan penaklukan
Italia oleh pasukan Bizantium, sementara fase kedua (540/541-553) berciri perlawanan bangsa
Goth yang dikobarkan kembali oleh Totila. Perlawanan tersebut baru bisa ditundukkan setelah
peperangan panjang yang dilancarkan oleh Narses, yang juga berhasil menggagalkan invasi
Franka-Alamanni pada tahun 554. Kendati demikian, kota-kota di Italia Utara masih melanjutkan
perlawanan sampai awal tahun 560-an.

Perang ini diawali oleh ambisi Kaisar Justinianus untuk merebut kembali provinsi-provinsi
wilayah Kekaisaran Romawi Barat yang lepas akibat invasi suku-suku barbar pada awal abad
sebelumnya (lihat juga Masa Migrasi). Durasi peperangan yang cukup lama mengakibatkan
kehancuran Italia dan penurunan populasi Italia dari 7 juta jiwa menjadi 2,5 juta jiwa sebagai
akibat dari peperangan, kelaparan, dan wabah penyakit. Selain itu, kekayaan Kekaisaran
Bizantium juga berkurang. Akibatnya, Bizantium tidak dapat bertahan dari serbuan bangsa
Lombardia pada tahun 568, yang mengakibatkan lepasnya sebagian besar daerah Italia.


[sembunyikan]

¢Y 1 Latar belakang
?Y 1.1 Italia di bawah kekuasaan Goth
?Y 1.2 Kebijakan dan persiapan Justinianus
¢Y 2 Belisarius melumpuhkan kekuatan bangsa Goth, 535-540
?Y 2.1 Kejatuhan Sisilia dan Dalmatia ke tangan pasukan Romawi
?Y 2.2 Witigis naik tahta, pengepungan pertama Roma
?Y 2.3 Pengepungan Ariminum, kedatangan Narses
?Y 2.4 Perselisihan antara Belisarius dan Narses
?Y 2.5 Pengepungan dan penjarahan Mediolanum
?Y 2.6 Invasi bangsa Franka ke Italia Utara, jatuhnya Auximum dan Faesulae
?Y 2.7 Perebutan Ravenna dan kepergian Belisarius
?Y 2.8 Masa kekuasaan Ildibad dan Eraric
¢Y 3 Kebangkitan bangsa Goth pimpinan Totila, 541-551
?Y 3.1 Keberhasilan awal bangsa Goth
?Y 3.2 Ekspedisi militer di Italia Selatan dan jatuhnya Napoli
?Y 3.3 Belisarius kembali ke Italia
¢Y 4 Narses menaklukan Italia, 551-554
¢Y 5 Hasil akhir
¢Y 6 Catatan kaki
¢Y 7 Referensi
?Y 7.1 Sumber primer
?Y 7.2 Sumber sekunder
¢Y 8 Pranala luar

Õ  


Õ !   

Pada tahun 476, Kekaisaran Romawi Barat digulingkan ketika Odoaker menggulingkan Kaisar
Romulus Augustulus dan menobatkan dirinya sendiri sebagai V  ("Raja Italia").
Meskipun ia mengakui kekuasaan dari Kaisar Bizantium, Zeno, kebijakannya mengenai
kemerdekaan dan peningkatan kekuatannya membuat Kerajaan Ostrogoth menjadi ancaman di
mata Konstantinopel. Pada masa ini, Ostrogoth, di bawah kepemimpinan Theodoric, selain hidup
sebagai 
 dari kekaisaran di wilayah Balkan Barat juga mulai menumbuhkan bibit-bibit
pemberontakan. Zeno memutuskan untuk "membunuh dua burung dengan satu batu", dengan
mengirim kaum Ostrogoth ke Italia untuk menggulingkan Odoaker, dan Italiapun menjadi
wilayah kekuasaan Goth. Walaupun demikian, sesuai dengan kesepakatan sebelumnya dengan
Theodoric, Zeno dan penerusnya Anastasius I, wilayah Italia dan penduduknya dianggap sebagai
bagian dari Kekaisaran Bizantium, sedangkan Theodoric hanya berfungsi sebagai perwakilan
kerajaan (  ) sekaligus kepala urusan militer ( ).[1] Kesepakatan ini sudah
diteliti oleh Theodoric: administrasi tetap berjalan seperti biasa dan hanya dijalankan secara
eksklusif oleh warga negara Romawi, dan legislasi tetap menjadi hak prerogatif Kaisar.[2] Di saat
yang sama, angkatan bersenjata tetap dikhususkan bagi orang-orang Goth, yang dikepalai oleh
kepala-kepala suku mereka sendiri, lengkap dengan pengadilannya sendiri.[3] Kedua suku ini
lebih jauh dipisahkan oleh agama: populasi Romawi menganut aliran Khalsedon, sedangkat
orang-orang Goth menganut aliran Arian, meskipun demikian, tidak seperti suku Vandal atau
angkatan Visigoth awal, toleransi beragama telah dijalankan.[4]   yang rumit ini
berjalan dengan efektif di bawah kepemimpinan Theodoric yang kuat, yang mengetahui
bagaimana cara menjalankan kebijakan sendiri, tanpa mengasingkan aristokrat-aristokrat
Romawi. Namun, sistem ini mulai terpecah belah pada tahun-tahun akhir kekuasaannya dan
runtuh sepenuhnya di tangan penerus-penerusnya.

Mosaik Justinianus I di Basilika San Vitale, Ravenna.

Dengan kenaikan Justinianus I, berakhirnya skisma Acacius, dan kembalinya persatuan eklesik
dengan Romawi Timur, beberapa anggota aristokrat senat Italia mulai mendekatkan diri dengan
kekuasaan Konstantinopel untuk menyeimbangkan dominasi bangsa Goth. Penggulingan dan
pembunuhan      Boethius dan mertuanya pada tahun 524 merupakan salah satu
gejala dari dimulainya pengasingan kasta mereka dari rezim Goth. Ketika Theodoric mangkat
pada Agustus 526, tampuk kekuasaan dilanjutkan oleh cucunya Athalaric. Mengingat bahwa ia
masih seorang bayi, kursi tertinggi pemerintahan untuk sementara dipegang oleh ibu Athalaric,
Amalasuntha, yang telah mendapatkan pendidikan ala Romawi dan memulai kebijakan
rekonsiliasi dengan Senat dan kekaisaran.[5] Kebijakan-kebijakan ini, dan usahanya mendidik
Athalarik dengan gaya Romawi, menimbulkan ketidaksenangan di kalangan pemimpin Goth,
yang memulai plot-plot keras melawan Amalasuntha. Melihat bahaya ini, Amalasuntha
mengeksekusi tiga konspirator, dan pada saat yang sama, menulis surat kepada kaisar baru,
Justinianus I, dan meminta suaka politik jika ia terpaksa untuk meninggalkan Italia. Kendati
demikian, Amalasuntha tetap menjadi pemimpin Italia,[6] meskipun setelah kematian sang anak
pada 534. Dalam mencari dukungan, ia memilih sepupunya Theodahad untuk diangkat sebagai
raja. Langkah ini merupakan langkah yang cukup fatal, karena kemudian Theodahad menangkap
Amalasuntha dan pada awal tahun 535 mengeksekusinya.[7]

Õ  "# #

Pada tahun 533, dengan memanfaatkan sengketa dinasti, Justinianus mengirim panglimanya
yang paling berbakat, Belisarius, untuk mengembalikan provinsi-provinsi Afrika Utara dari
tangan suku Vandal. Perang Vandal menghasilkan kemenangan yang cepat dan penting bagi
Kekaisaran Bizantium. Selama perang ini, Amalasuntha telah mengizinkan armada Bizantium
untuk menggunakan pelabuhan-pelabuhan di Pulau Sisilia, yang dikuasai oleh Kerajaan
Ostrogoth, sebagai daerah basis operasi.[8] Lewat agen-agennya, Justinianus berusaha untuk
menyelamatkan nyawa Amalasuntha, tetapi gagal. Kematiannya, dalam kondisi apapun,
memberikan alasan yang sempurna untuk memulai peperangan. Seperti yang ditulis oleh
Procopius: "tak lama setelah ia [Justinianus] mendengar apa yang terjadi pada Amalasuntha,
pada tahun kesembilan kekuasaanya, ia memasuki kancah peperangan."[9]

Belisarius diangkat sebagai panglima angkatan bersenjata (µµstratēgos avtokratōrµµ) ekspedisi


melawan Italia dengan kekuatan 7,500 tentara, sedangkan Mundus,   
  , ditugaskan untuk menduduki Dalmatia. Harus diperhatikan disini bahwa kekuatan
pasukan pimpinan Belisarius relatif jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan saat ia melawan
suku Vandal, musuh yang jauh lebih lemah dibandingkan suku Ostrogoth. Persiapan operasi
militer dilaksanakan dalam kerahasiaan penuh, sambil Justinianus mencoba mengamankan
netralitas suku Franka dengan memberi mereka hadiah berupa emas.[10]

Õ $  #   %


& '
Õ  " ( #)

Belisarius pertama-tama mendarat di Sisilia, yang secara strategis terletak di antara Afrika Utara
dan Italia. Masyarakat Sisilia sendiri memiliki simpati yang cukup mendalam terhadap
kekaisaran Bizantium. Pulau ini segera ditaklukan dengan mudah. Perlawanan diberikan oleh
bangsa Goth di Panormus (Palermo sekarang), dan dengan mudah dikalahkan pada akhir bulan
Desember. Dari sana, Belisarius mempersiapkan diri untuk menyeberang ke tanah Italia, tempat
Theodahad, yang ketakutan melihat keberhasilan Romawi. Theodad sendiri telah mengirim duta-
dutanya untuk menemui Justinianus. Dia pada awalnya meawarkan untuk menyerahkan Sisilia
dan mengakui kedaulatan Justinianus, namun kemudian tawaran ini dinaikan menjadi seluruh
dataran Italia.[11][12] Di saat yang sama, kemenangan dan kekalahan terus-menerus dialami oleh
tentara Romawi di Dalmatia. Mundus dengan cepat berhasil menyerbu Dalmatia dan menduduki
ibu kotanya, Salona. Namun, sekelompok besar tentara Goth telah datang untuk mengklaim
kembali kepemilikannya atas daerah tersebut dan Mauricius, anak dari Mundus, tewas pada saat
terjadi kontak senjata dengan tentara Goth. Kendatipun demikian, selama pengejaran tersebut,
Mundus sendiri menderita luka serius. Hasilnya, seluruh tentara Romawi menarik diri, dan
seluruh daerah Dalmatia, kecuali Salona, ditinggalkan oleh bangsa Goth.[13] Seluruh rangkaian
kejadian ini terjadi pada Maret 536, dan Theodahad, belajar dari keberhasilan ini, menjadi
percaya diri, dan menolak serta memenjarakan duta besar utusan Justinianus. Segala
kemungkinan damai tertutup sekarang. Justinianus kemudian menugaskan Konstantianus sebagai
µ¶magister militum per Illyricum¶¶ yang baru untuk merebut kembali Dalmatia, dan
memerintahkan Belisarius untuk menyerbu dataran Italia. Konstantianus dengan cepat
menyelesaikan tugasnya. Gripas, jenderal suku Goth, meninggalkan Salona yang baru saja
berhasil direbutnya, sebagai akibat dari hancurnya perbentengan kota dan kurangnya dukungan
rakyat yang lebih banyak berpihak kepada bangsa Romawi, menuju ke arah utara. Konstantianus
kemudian menduduki kota Salona dan membangun kembali benteng pertahanannya. Seminggu
kemudian, tentara Goth bergerak menuju Italia, sehingga akhirnya pada akhir Juni, Dalmatia
kembali berada di tangan Roma.[14]

Õ * %#  ## )

Dinding dan gerbang kota Roma pada abad keenam Masehi, juga diperlihatkan kamp-kamp
pasukan Goth pada Pengepungan Roma (537-538).

Pada akhir musim semi 536, Belisarius menyeberangkan pasukannya ke Italia dan segera
menduduki Rhegium. Tentara Romawi juga menjarah Napoli setelah pengepungan yang cukup
mahal pada bulan November dan akhirnya memasuki kota Roma tanpa perlawanan apapun pada
bulan Desember. Kecepatan pergerakan Belisarius telah mengagetkan bangsa Goth, dan
kepasifan Theodahad semakin membuat mereka murka. Setelah kejatuhan Napoli ke tangan
Romawi, Theodahad digulingkan dan raja baru dipilih. Witigis kemudian meninggalkan Roma
dan bergerak menuju Ravenna. Disana, ia menikahi putri Amalasuntha, Matasuntha, dan mulai
mengumpulkan pasukannya untuk melawan invasi Belisarius. Witigis lalu memimpin sepasukan
besar bangsa Goth berbaris menuju Roma, dimana Belisarius, yang tidak memiliki cukup tentara
untuk menghadapi pasukan Goth pada pertempuran terbuka, berjaga-jaga. Pengepungan Roma
ini, yang merupakan pengepungan pertama dari tiga kali pengepungan selama Perang Goth,
berlangsung selama setahun, dari Maret 537 ± Maret 538. Selama rentang waktu ini, sempat
terjadi beberapa kontak senjata antara pihak Romawi dan Goth, termasuk di dalamnya kontak
militer yang cukup besar, namun ketika pasukan bantuan datang pada bulan April tahun 537
(1.600 tentara Slavia dan Hun)[15] dan November 537 (5.000 tentara),[15] pasukan Romawi yang
awalnya mengambil posisi bertahan mulai melancarkan serbuan ofensif ke pihak Goth. Pasukan
berkuda Romawi berhasil menduduki beberapa kota yang terletak di belakang pasukan Goth,
yang membuat kondisi mereka semakin memburuk[16] pasca situasi logistik dan mengancam
keberadaan masyarakat sipil Goth. Pada akhirnya, penaklukan Ariminum (Rimini sekarang) yang
terletak tak jauh dari Ravenna memaksa Witigis untuk mengakhiri pengepungan Roma dan
mundur.[17]

Õ c  #+% , 

Bersamaan dengan pergerakan Witigis ke arah timur laut, ia memperkuat garnisun-garnisun di


banyak kota dan benteng di sepanjang perjalanannya, untuk mengamankan posisi belakangnya,
untuk kemudian berbelok menuju Ariminum. 2000 pasukan kavaleri[18] Romawi yang
menduduki kota tersebut, terdiri atas beberapa unit kavaleri elite Belisarius, dan Belisarius
memutuskan untuk mengganti posisi mereka dengan garnisun infantri, supaya ia dapat
menggunakan mereka dalam operasi lanjutan kapanpun. Namun demikian, komandan mereka,
Yohanes, menolak untuk mengikuti perintah Belisarius dan tiba di Ariminum. Kesalahan ini
kemudian dianggap tepat ketika sesaat kemudian tentara Goth tiba di Ariminum.[19] Meskipun
serbuan awal gagal, mereka melanjutkan untuk mengepung kota Ariminum yang sedang
kekurangan logistik. Di saat yang sama, pasukan Goth yang lain melanjutkan serbuannya ke
Ancona. Meskipun mereka telah memukul mundur pasukan Romawi di pertempuran terbuka,
mereka kemudian gagal untuk merebut pertahanan Ancona. Pada saat tersebut, kekuatan baru
berupa 2.000 
 dari suku Herul di bawah komando sang kasim Narses, tiba di
Picenum.[20] Belisarius bergerak untuk menemui Narses, dan ketika kedua jenderal bertemu pada
sebuah konsili, mereka tidak setuju terhadap jalur yang akan ditempuh. Narses menginginkan
ekspedisi langsung untuk membebaskan Ariminum, sedangkan Belisarius menginginkan
pendekatan yang lebih hati-hati, tetapi ketika Yohanes mengirimkan surat mengenai rawannya
kondisi mereka di Ariminum, Belisarius akhirnya menyetujui strategi yang diterapkan Narses.[21]
Belisarius membagi pasukannya menjadi tiga bagian, satu bagian menyerbu Ariminum lewat
laut, dipimpin oleh bawahannya yang paling terpercaya, Ildiger, pasukan kedua yang menyerbu
dari selatan kota dipimpin oleh Mastin yang juga sama berpengalamannya, dan pasukan utama
dipimpin oleh Belisarius sendiri dan Narses, yang akan menyerbu dari arah barat laut. Witigis
telah menduga kedatangan mereka, dan, di tengah kemungkinan bahwa ia akan dikepung oleh
pasukan yang lebih kuat, bangsa Goth segera mundur ke Ravenna[22]
Penggambaran Belisarius di Palazzo del Bosco Benevento, Siracusa.

Õ c   $ , 

Kemenangan tak berdarah di Ariminum membuat posisi Narses jadi sama kuatnya dengan
Belisarius. Banyak panglima-panglima pasukan Romawi, termasuk Yohanes, mulai memilih
untuk lebih berpihak kepada Narses. Pada suatu pertemuan setelah kemenangan di Ariminum,
perselisihan ini menjadi tampak sangat jelas. Ketika Belisarius ingin mengurangi jumlah
garnisun Goth yang cukup kuat di Auximum (Osimo sekarang) dan membawa bala bantuan ke
Mediolanum (lihat bawah), Narses lebih memilih usaha yang tersebar, termasuk operasi militer
skala besar di Aemilia.[23] Belisarius tidak membiarkan perselisihan ini berlangsung lebih jauh,
dan Belisarius kemudian justru bergerak bersama Narses dan Yohanes untuk merebut Urbinum.
Kedua pasukan berkemah di tempat berbeda, dan tidak lama setelah itu, Narses, yang yakin
bahwa kota tersebut memiliki pertahanan jempolan dan tersuplai dengan baik secara logistik,
meninggalkan kemah dan bergerak menuju Ariminum. Dari situ ia mengirim Yohanes ke
Aemilia, yang secepat kilat dapat ditaklukan. Lebih dari itu, dibantu oleh kekeringan yang mulai
melanda Urbinum, kota itu kemudian segera jatuh ke tangan Belisarius.[24] Pada tingkatan
apapun, pasukan Bizantum di Italia sekarang dikomandani oleh dua orang yang berbeda, dan
hasil dari kesalahan prosedural ini akan segera tampak dengan tragis pada saat kegagalan
pasukan Bizantium untuk membebaskan Mediolanum dari pengepungan bangsa Goth.

Õ c  ## " - 

Pada bulan April 538, Belisarius, dipetisikan oleh perwakilan dari Mediolanum (Milan), yang
juga merupakan kota kedua terkaya dan terbanyak penduduknya setelah Roma, telah
mengirimkan pasukan berjumlah 1.000 orang di bawah komando Mundilas menuju Mediolanum.
Pasukan ini kemudian berhasil mengamankan Mediolanum dan sebagian besar wilayah Liguria,
kecuali kota Ticinum (Pavia), dengan mudah. Kendati demikian, Witigis telah meminta bantuan
dari kaum Frank, dan sepasukan suku Burgundi secara cepat dan tak terduga telah menyeberangi
pegunungan Alpen dan bersama dengan pasukan suku Goth di bawah pimpinan Urias
mengepung Mediolanum. Mediolanum sendiri pada waktu itu tidak dipertahankan dengan baik,
karena pasukan Romawi telah disebar untuk menjaga kota-kota dan perbentengan di sekitar
Mediolanum. Pasukan penolong segera disiapkan oleh Belisarius, tetapi bawahannya, Martinus
dan Uliaris, tidak melakukan usaha apapun untuk mengakhiri pengepungan.[25] Alih-alih
berusaha, mereka justru meminta bantuan lebih banyak dari Yohanes dan   
   Justinus, yang beroperasi di provinsi Aemilia, dekat Mediolanum. Pada titik ini,
perselisihan di antara panglima pasukan Romawi semakin memperburuk keadaan. Yohanes dan
Justinus sama-sama menolak untuk bergerak tanpa perintah dari Narses, dan lebih dari itu,
Yohanes kemudian jatuh sakit dan persiapan pun terhenti. Penundaan ini terbukti fatal bagi
Mediolanum di kemudian hari, setelah dikepung selama beberapa bulan, kota pun mulai
mengalami kelaparan. Bangsa Goth menawarkan Mundilas jaminan bahwa pasukannya tidak
akan dibunuh apabila ia menyerah, tetapi mengingat tidak adanya jaminan keselamatan bagi
penduduk sipil, Mundilas menolak tawaran ini sampai akhir bulan Maret 539, ketika pasukannya
yang kelaparan memaksa Mundilas untuk menerima syarat-syarat dari bangsa Goth. Garnisun
Romawi berhasil dirselamatkan, tetapi penduduk Mediolanum menjadi korban pembantaian
bangsa Goth. Mediolanum sendiri kemudian dibakar habis.[26]

Õ !./ !0%" +1/  

Pergerakan pasukan dalam Perang Goth.

Setelah bencana tersebut menimpa pasukan Romawi, Narses dipanggil kembali ke


Konstantinopel, dan Belisarius diangkat sebagai komandan tertinggi dengan otoritas mutlak atas
Italia. Pada saat yang sama, Witigis mengirim duta besarnya ke istana Persia, berharap agar
dapat meyakinkan Khosrau I untuk mengobarkan kembali permusuhan dengan bangsa Romawi.
Apabila ini berhasil, maka Justinianus akan terpaksa untuk memfokuskan sebagian besar
tentaranya, termasuk Belisarius, untuk menangani perang di timur, dan memberikan kesempatan
bagi bangsa Goth untuk memperbaiki diri. Perang pasti akan datang, tetapi terlambat bagi
Witigis.[27] Belisarius, demi keamanannya sendiri, berkeputusan untuk mengakhiri perang
dengan menduduki Ravenna. Demi tercapainya tujuan ini, Belisarius harus berhadapan dengan
dua benteng Goth di Auximum dan Faesulae (Fiesole).[28] Ketika Martinus dan Yohanes sedang
sibuk mencegah tentara Goth untuk menyeberangi Sungai Po, sebagian pasukan Justinus
mengepung Faesulae, dan Belisarius sendiri memimpin pasukan untuk mengepung Auximum.
Ketika pengepungan sedang berlangsung, sepasukan besar bangsa Franka di bawah komando
raja Theudebert I menyeberangi pegunungan Alpen dan, bersama bangsa Goth dan Romawi,
mendirikan kemah tentara di kedua sisi Sungai Po. Bangsa Goth, yang mengira mereka datang
sebagai sekutu, segera dipukul mundur. Pasukan Romawi yang sama terkejutnya, memberikan
perlawanan tetapi juga segera dikalahkan dan segera mundur ke arah selatan, menuju Tuscany.
Pada saat itu, serbuan bangsa Franka yang dapat mengubah jalannya peperangan, dikalahkan
oleh merebaknya wabah disentri yang mengakibatkan jatuhnya korban jiwa yang cukup besar
dan memaksa bangsa Franka untuk mundur. Belisarius berkonsentrasi untuk merebut kedua kota
yang telah terkepung, yang berhasil dilakukan pada saat garnisun kedua kota dilanda kelaparan
dan terpaksa menyerah pada bulan Oktober atau November tahun 539.[29]

Õ c  ).  # $ 

Setelah keberhasilan ini memusnahkan ancaman-ancama potensial bagi lini belakang Belisarius,
dan setelah mendapat pasokan tentara-tentara baru yang masih segar dari Dalmatia, Belisarius
bergerak menuju Ravenna. Detasemen-detasemen pasukan berkuda dikirim ke bagian utara
sungai Po, dan armada kekaisaran terus berpatroli di laut Adriatik, mengisolasi kota Ravenna
dari segala macam suplai logistik. Di dalam ibukota Goth yang terkepung, Witigis menerima
duta besar bangsa Franka yang datang mencari sekutu, tetapi setelah kejadian pada musim panas
selajutnya, Witigis tidak dapat mempercayai seluruh permintaan bangsa Franka lagi. Tak lama
kemudian, seorang duta besar datang dari Konstantinopel, membawa syarat-syarat diplomatik
yang mengejutkan dari Justinianus. Bertekad untuk mengakhiri perang dan berkonsentrasi
terhadap perang melawan Persia yang mengancam, sang Kaisar menawarkan pembagian tanah
Italia: wilayah di sebelah selatan Sungai Po menjadi milik kekaisaran dan wilayah di sebelah
utara menjadi hak milik bagi bangsa Goth. Bangsa Goth sudah menyetujui persyaratan tersebut,
tetapi Belisarius, yang menganggap hal ini sebagai pengkhianatan atas segala upaya dan
pencapaiannya, menolak untuk menandatangani perjanjian ini, kendati para panglimanya tidak
setuju dengan dia.[30] Kecewa, bangsa Goth mengerahkan rencana terakhirnya. Mereka
menawarkan Belisarius, yang mereka hormati, untuk menjadi Kaisar Romawi Barat. Belisarius
tidak memiliki keinguinan untuk menerima pengangkatan ini, tetapi ia melihat bagaimana ia
dapat menggunakan kesempatan ini demi keuntungannya sendiri dan diam-diam menerima
pengangkatannya. Akhirnya, pada bulan mei 540, Belisarius dan pasukannya memasuki
Ravenna. Ravenna tidak dijarah, dan bangsa Goth diperlakukan dengan baik dan diperbolehkan
untuk menyimpan semua harta bendaproperty mereka. Setelah penyerahan Ravenna, beberapa
garnisun pasukan Goth di sebelah utara Sungai Po menyerah. Beberapa tetap berada di tangan
pasukan Goth, di antaranya adalah Ticinum, markas Uraias, dan Verona yang berada di bawah
perintah Ildibad. Sesaat kemudian, Belisarius bergegas menuju Konstantinopel, dimana dia
menolak kehormatan untuk diarak masuk ke kota. Witigis diangkat sebagai patrician dan dikirim
ke tempat pensiun yang nyaman, dan pasukan Goth yang tertangkap dikirim untuk memperkuat
pasukan Bizantium.

Õ - !23


"Jika Belisarius tidak ditarik mundur, dia mungkin akan dapat menuntaskan
penaklukan semenanjung Apenina kurang dari beberapa bulan. Hal ini, yang
merupakan solusi terbaik, dikalahkan oleh kecemburuan Justinianus; dan perdamaian
yang diusulkan oleh Kaisar yang merupakan solusi terbaik kedua, dikalahkan oleh
ketidakpatuhan para panglimanya. Di antara mereka, mereka bertanggung jawab atas
terciptanya konflik di atas Italia yang berlangsung lebih dari 12 tahun."
 

History of the Later Roman Empire, Vol. II, Ch. XIX

Kepergian Belisarius meninggalkan sebagian besar Italia di tangan Romawi, tetapi di sisi utara
Po, Ticinum dan Verona tetap tidak tertaklukan. Sesaat kemudian, ketidakpercayaan Belisarius
menjadi terbukti. Bangsa Goth, di bawah hasutan Uraias, memilih Ildibad sebagai raja baru
mereka. Di depan mata Belisarius sendiri, Justinianus mengacuhkan pengangkatan seorang
komandan tertinggi. Ketika pasukan Romawi dan para panglimanya mengacuhkan kedisiplinan
dan menjalankan aksi penjarahan, dan birokrasi kekaisaran yang baru terbentuk segera diserbu
oleh ketidaksukaan masyarakat terutama atas kebijakan fiskal yang sangat opresif,[31] Ildibad
kembali mengambil alih kontrol atas Venesia dan Liguria. Ildibad mengalahkan Vitalius dengan
telak di Treviso, tetapi setelah Uraias terbunuh karena pertengkaran di antara istri keduanya,
Ildibad pun dibunuh pada bulan Mei tahun 541. Pada titik ini, bangsa Rugia, sisa-sisa dari
pasikan Odoaker yang tinggal di Italia dan memihak bangsa Goth, memproklamirkan salah satu
anggota mereka, Eraric, sebagai raja baru mereka. Pilihan ini kemudian dikirimkan kepada
bangsa Goth dengan penuh sikap penasaran.[32] Kendatipun demikian, Eraric mencoba
membujuk bangsa Goth untuk memulai negosiasi dengan Justinianus, tetapi diam-diam berniat
untuk menyerahkan wilayahnya kepada Kaisar. Bangsa Goth melihat kepasifan ini apa adanya,
dan beralih kepada kemenakan Ildibad, Totila (atau Baduila), dan menawarkan dia untuk
dijadikan raja. Ironisnya, Totila telah membuka negosiasi dengan bangsa Romawi, tetapi ketika
dia dihubungi oleh seorang konspirator, ia diangkat. Akhirnya, pada awal musim gugur tahun
541, Eraric dibunuh dan Totila diangkat sebagai raja.[33]

Õ   ##% 4&


4
Anting-anting Ostrogoth, Metropolitan Museum of Art, New York.

Õ     

Totila disukai atas niatnya untuk mengembalikan kejayaan bangsa Goth atas tiga dasar:
merebaknya wabah besar yang merusak dan membunuh sebagian besar populasi Kekaisaran
Bizantium pada tahun 542, dimulainya perang baru antara Bizantium dan Persia, dan
ketidakmampuan serta kelemahan berbagai panglima Romawi di Italia, yang memberinya
keberhasilan perdana. Setelah banyak penegasan oleh Justinianus, panglima Konstantianus dan
Alexander menggabungkan pasukanya dan bergerak menuju Verona. Dengan akal bulus mereka,
kedua panglima ini berhasil merebut kembali gerbang Verona, tetapi kemudian tertunda sangat
lama karena pertengkaran mereka soal kemungkinan bangsa Goth untuk merebut kembali
gerbang tersebut, sehingga memaksa pasukan Romawi untuk mundur. Totila datang dari
perkemahan mereka dekat Faventia (Faenza), dan dengan kekuatan 5.000 orang, ia berhasil
mengalahkan pasukan Romawi.[34] Totila kemudian begerak menuju Tuscany, dimana dia
mengepung Firenze. Tiga panglima Romawi, Yohanes, Bessas dan Cyprian berbaris untuk
membantu mempertahankan Firenze, tetapi dalam sebuah pertempuran di Mucellium, pasukan
mereka, meskipun unggul dalam jumlah, dikalahkan dan tercerai-berai.

Õ 2#  !( " ,#

Alih-alih tetap di Italia Tengah, tempat pasukannya dikalahkan dalam jumlah dan bahkan satu
kekalahan pun dapat menjadi bencana, Totila memutuskan untuk bergerak ke selatan, dimana
garnisun Romawi jumlahnya sangat sedikit dan lemah. Ia melewati kota Roma dan segera,
provinsi-provinsi di Italia selatan dipaksa untuk mengakui pemerintahannya. Operasi militer ini
secara tersirat menggambarkan titik krusial dari strategi Totila: pergerakan cepat untuk merebut
kendali atas pedesaan, mengisolasi pasukan Romawi di benteng-benteng pertahanan, sebagian
besar di daerah pantai, yang dapat dihancurkan kemudian. Ketika sebuah benteng pertahanan
jatuh, tembok pertahanannya biasanya diruntuhkan agar benteng tersebut tak lagi bernilai secara
militer. Lebih jauh, Totila menerapkan kebijakan untuk memperlakukan tawanannya dengan
baik, sehingga membuat mereka lebih memilih menyerah daripada melawan sampai akhir, dan
secara aktif berusaha memenangkan hati masyarakat Italia. Pada saat yang sama, operasi
militernya mengakibatkan gangguan serius terhadap sistem fiskal kekaisaran di Italia, sejak
sekarang pajak mengalir ke kantong Totila, dan pembayaran pasukan Romawi mulai terganggu.

Segera, pasukannya bergerak menuju Napoli, yang dipertahankan oleh panglima Conon bersama
1.000 pasukan. Upaya mengadakan pasukan tambahan berskala besar dilakukan oleh  
 Demetrius yang baru saja diangkat dari Sisilia dicegat dan hamper seluruhnya
dihancurkan oleh kapal-kapal perang pasukan Goth. Mengetahui kondisi pasukan bertahan,
Totila menjanjikan jalur aman bagi pasukan bertahan apabila mereka menyerah. Terdesak oleh
kelaparan, Conon menerimanya, dan pada akhir Maret sampai awal April 543, Napoli
menyerah.[35]

Õ $   !


Mengambil keuntungan dari gencatan senjata selama lima tahun di Persia, Belisarius dikirm
kembali ke Italia bersama 200 kapal perang[36] pada tahun 544, ketika ia mengetahui bahwa
situasi telah banyak berubah. Ia gagal untuk mencegah jatuhnya Roma ketika dikepung oleh
Totila pada tahun 546, meskipun akhirnya ia dapat merebut Roma kembali pada tahun 547.
Kendatipun demikian, operasi militer Italianya yang kedua terbukti gagal akibat ketiadaan suplai
logistik dan bantuan pasukan karena kecemburuan Justinianus, apabila kita mengambil
pandangan Procopius. Roma dikepung lagi oleh Totila untuk ketiga kalinya pada tahun 549,
yang tawaran perdamaiannya ditolak oleh Justinianus.

Õ ,  !% 4& 

       oleh Alexander Zick, menggambarkan Pertempuran Mons


Lactarius.

Operasi militer baru sedang dirancang oleh kemenakan Justinianus, Germanus Justinus. Seiring
kematian Germanus pada tahun 551, Narses mengambil alih peperangan melawan Totila, dan
Totila berhasil dikalahkan dan dibunuh pada Pertempuran Taginae. Bangsa Goth yang masih
bertahan di Roma segera dilucuti persenjataannya, dan pada Pertempuran Mons Lactarius, bulan
Oktober 553, Narses mengalahkan Teias dan sisa-sisa pasukan Goth di Italia.

Õ  


Kemenangan tipis pada Perang Goth menguras hampir seluruh sumber daya Kekaisaran
Bizantium yang seharusnya dapat dipergunakan untuk melawan ancaman yang lebih mengerikan
di timur. Di Italia, perang merusak hampir seluruh tatanan sosial masyarakat kota yang didukung
oleh penduduk pedesaan. Kota Roma dan para sekutunya kemudian ditelantarkan seiring
kejatuhan Italia ke dalam sebuah periode kejatuhan yang panjang. Kejatuhan Italia dan
terkurasnya sumber daya kekaisaran, membuat Kekaisaran Bizantium tidak dapat lagi memegang
kendali atas Italia. Hasil taklukan kekaisaran segera lepas: hanya tiga tahun pasca kematian
Justinianus, daerah Italia jatuh ke tangan suku Jerman, bangsa Lombardia, meninggalkan daerah
Ravenna, dan secuil daerah yang tersebar dari Italia Tengah sampai Laut Tirenia dan selatan
Napoli, beserta bagian-bagian dari Italia Selatan sebagai sisa-sisa taklukan kekaisaran.
Justinianus juga mampu untuk menguasai kembali Hispania Selatan tetapi daerah itu juga
ditaklukan oleh suku Jerman beberapa dekade kemudian. Setelah perang Goth, Kekaisaran
Bizantium tidak lagi melakukan ekspedisi yang ambisius di barat. Roma sendiri tetap berada di
tangan kekaisaran sampai daerah Ravenna akhirnya dihancurkan oleh bangsa Lombardia pada
tahun 751. Italia Selatan tetap dalam kendali Romawi Timur (dikelola langsung dari
Konstantinopel) sampa akhir abad ke-11.

h 
  
       

Anda mungkin juga menyukai