Anda di halaman 1dari 3

Amazon.

com in dot-com bubble burst era

Dot-com bubble Era

Dot-com bubble era terjadi pada tahun 1990-an dimana pertumbuhan


teknologi internet berkembang secara pesat sehingga mendorong banyak
bermunculanya perusahaan-perusahaan dot-com. Pada era ini terlihat
bahwa teknologi internet sangat luar biasa, dimana informasi dapat
diberikan tanpa ada batas wilayah, disini terlihat teknologi internet akan
memberikan sesuatu yang luar biasa dimasa yang akan datang dimana
kita bisa bisa belanja di belahan dunia manapun dengan hanya duduk
nyaman dirumah.
Pada saat itu, potensi website sebagai portal dan toko online
mencuri perhatian banyak investor di Amerika dan menginvestasikan
jutaan dollar US pada sektor ini, bahkan para investor saling berlomba
untuk melakukan investasi, mereka seperti takut untuk ketinggalan dari
para rivalnya. Sejalan dengan itu banyak organisasi yang melakukan IPO
(initial public offering) terhadap saham-saham mereka untuk
mempercepat return of investment. Seiring perjalanan waktu nilai saham-
saham tersebut meningkat dilantai bursa NASDAQ, hanya dengan
memperluas strategi bisnis ke e-commerce dan menambah awalan e-
atau akhiran .com pada nama perusahaan mereka. Hal ini juga
dipengaruhi oleh tingginya tingkat kepercayaan pasar bahwa perusahaan-
perusahaan tersebut akan untung di masa depan karena pesatnya
kemajuan teknologi. NASDAQ adalah bursa saham elektronik pertama di
dunia yang dikendalikan oleh National Association of Securities Dealers.
Amazon pada bulan juli 1995, meluncurkan website Amazon.com dan
berhasil menjual buku hingga ke 40 negara. Dan kemudian mulai
memperluas kategori produk yang dijual, seperti mainan, alat elektronik,
software, video dan peralatan rumah tangga. Pada bulan may 1997,
Amazon.com di tawarkan ke public melalui bursa saham NASDAQ dan
berhasil meraih 54 Juta US. Luasnya pasar dan prospek bisnis
Amazon.com yang cerah membuat banyak orang tertarik untuk memiliki
saham disana.
Walaupun perusahan – perusahaan dot-com mendapatkan investasi
sangat besar, akan tetapi pada kenyataannya kebanyakan dari mereka
tidak dapat menghasilkan dengan cepat. Karena perusahan dot-com yang
dipilih tidak sesuai dengan keinginan investor dari segi penghasilan maka
banyak investor melakukan menjual, membeli lagi dan lagi, sampai
akhirnya dimana keadaan tidak ada yang mau beli lagi. Pada titik inilah
mulai terjadi bubble burst . Perusahan yang memiliki bisnis plan yang
bagus juga ikut kena imbas, karena masyarakat bisnis seperi sudah tidak
memiliki kepercayaan lagi pada dot-com. Sehingga perusahan-
perusahaan dot-com mengalami kebangkrutan.

Dot-com bubble burst

Pada 10 Maret 2000, terjadi lonjakan nilai ekuitas saham di bursa


NASDAQ yang menjadi sebuah ledakan terhadap perusahaan-perusahaan
dot-com tersebut. Nilai equitas terebut mencapai 5,000 point. Para
pemodal ramai-ramai menjual saham mereka pada perusahaan dot-com.
Hal ini dikarenakan keuntungan yang diraih perusahaan tersebut tidak
sebanding dengan investasi yang dilakukan. Selain itu bail-out besar-
besaran ini juga dikarenakan semakin banyak perusahaan dot-com yang
tidak mempunya struktur sepeti kantor, staf, dan inventory yang
menyebabkan semakin melemahnya tingkat kepercayaan pemodal akan
kelangsungan bisnisnya dan apakah akan memperoleh keuntungan yang
sebanding.
Keadaan yang sama juga terjadi pada Amazon.com dimana harga
sahamnya turun hingga 2/3 nya. Banyak para analisis pasar meramalkan
akan kebangkrutan amazon.com dan memperingati para pemodal untuk
tidak berinvestasi. Hingga pada awal tahun 2001, Amazon.com
melaporkan kerugian fiskal sebesar 2,1 juta US dan terpaksa memecat
15% pekerjanya, menutup 2 gudang dan pusat pelayanan pelanggannya
di Seattle.

Bagaimana Amazon.com bertahan

Keadaan perusahaan yang semakin memburuk membuat


Amazon.com harus segera mengubah strategi bisnisnya. Jeff Benzos
segera membuat memo “get the crap out” dengan menghentikan
penjualan semua barang yang tidak menuntungkan. Diwaktu yang sama,
Amazon.com berkonsentrasi pada perbaikan proses pengiriman, seperti
barang pesanan dipisahkan secara geografis berdasarkan postal-hubs
sehingga dapat dikembangkan sebuah algoritma yang bisa menganalisa
hubungan antar barang sehingga dapat disimpan dalam satu gudang. Hal
ini akan menghemat biaya pengiriman, dimana barang-barang yang
biasanya dipesan bersamaan, berasal dari satu gudang.
Disamping itu, Amazon.com juga mencari celah bisnis lain dimana ita
tidak lagi fokus pada pengembangan gudang sendiri, tetapi mulai menjual
barang-barang dari gudang perusahaan lain seperti mainan dari Toys “R”
Us, dan pakaian dari Nordstrom dan Gap. Walaupun Amazon.com tidak
mengatur secara langsung gudang-gudang tersebut, tetapi Amazon masih
mendapatkan keuntungan dari fee bulanan dari tiap merchants. Fitur
yang dinamakan zShops ini terbukti memiliki profit margin yang lebih
tinggi dibandingkan menjual langsung barang-barang sendiri. Setiap
merchants dikenakan biaya bulanan $39.99 dan 5% dari setiap item yang
dijual.
Beberapa inovasi lain yang dilakukan Amazon.com yang mendapat
penerimaan baik baik pelanggan dan menjadi pupuler:
 Online reviews: Amazon.com menyediakan wadah bagi pelanggan
untuk memberikan pendapat terhadap produk yang dijual disitus.
 Wish Lists: Pelanggan dapat membuat daftar produk yang mereka
inginkan dan menyimpan daftar tersebut agar dapat direview oleh
pelanggan lain.
 Free shipping: Amazon memberikan layanan antar barang gratis
untuk setiap pemesan diatas $25.

Anda mungkin juga menyukai