Anda di halaman 1dari 12

STRATEGI PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL PADA MAT A PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

Oleh:

Nul' Azizah*

Abstract: The objective of this research is to describe and evaluate the application of contextual instructional strategy in Islamic leaching course at Al-Abror Junior Secondary School. Itfocused on the design and implementation of strategy, and evaluation of the effectiveness of the strategy. Subject of the research is VII grade students. The results of the research indicated that: first, the application of the contextual instructional strategy was conceptual correct; second, the strategy was proven effective for developing the students' religious attitude. Based on the findings. it is recommended that the contextual instructional strategy should be adopted by other courses as well. Therefore, it is necessary that teachers should be prepared first before applying the strategy.

Kala kunci: belajar. strategi pembelajaran, pembelajaran kontekstual, studi kasus, pendidikan agama Islam

PENDAHULUAN

. Pendidikan agama Islam saat ini merupakan salah satu mata pelajaran inti pada sekolah menengah pertama (SMP). Mata pelajaran ini diberikan dengan tujuan agar siswa memiliki bekal yang cukup akan ilmu agama, baik yang sifatnya teoritis maupun praktis.

Secara teoretis siswa dpat memahami kaidah-kaidah pelajaran agama Islam, sedangkan secara praktis siswa mampu melaksanakan ajaran agamanya dalam kehidupan masyarakat di mana mereka tinggal.

Pendidikan agama Islam telah diterima dan diberikan kepada siswa sejak

masuk ke taman kanak-kanak, sehingga semenjak seorang siswa menapaki bangku sekolah dan sampai pada kelas 1 SMP setidaknya telah menempuh pendidikan agama Islam selama enam tahun. Rentang enam tahun tersebut mated yang diberikan kepada siswa tidak jauh berbeda, seperti hafalan surat-surat pendek, bacaan shalat, akidah dan juga akhlak. Sering terjadi tumpang tindih mated antara materi di SD dan SMP. Tumpang tindihnya materi ini menjadikan pelajaran pendidikan agama Islam tidak menarik karena siswa merasa sudah hafal dan memahami.

Selain materi yang tum pang tindih, sebagian siswa pada saat usia SD telah mengikuti Taman Pendidikan Al Quran

Nul' Azizah, adalah guru SMP Al Abror Srengseng Kembangan Jakarta Selatan, beralamat di Jl.Manggis No. 54 RT. 003105 Srengseng Jakarta Seta/an, Telepon: 021-587284710818498175

15

I

!

Jurnal Teknologt Pendidikan Vol. 10 No, I April 2008

atau belajar di madrasah-rnadrasah . Jadi materi pendidikan di sekolah formal sudah dipelajari di TPA atau madrasah, sehingga siswa yang mengikuti pelajaran pendidikan agamaIslam hanya sekedar prof an bel aka. Siswa hanya sekedar mernenuhi haknya saja bahwa rnata pelajaran agama Islam harus diikuti oleh siswa yang beragama Islam.

Mengatasi kondisi im, guru memilih strategi pembelajaran yang menarik. Ketika adadua alasan yang telah dibahas, yaitu adanya tumpang tindih materi dan kemampuan siswa terhadap materi agama yang telah rnencukupi, tentu harus dicarikan jalan keluar, didukung dengan strategi pembelajaran yang menarik. Pembelajaran agama tidak lagi dilakukan dengan cara khotbah dan cerarnah. Kebermaknaan konten materi menjadi tujuan utama. Pembelajaran agama menjadikan siswa memiliki kesalehan so sial dan kecerdasan spiritual. Pembelajaran agama menjadikan siswa menjadi pribadi-pribadi tangguh dan memiliki etos kerja, disiplin, lebih baik karena sudah hampir sepuluh tahun belajar pendidikan agama Islam.

PembeIajaran agama Islam akhirnya memiliki implikasi dalam kehidupan siswa. Pendidikan agama Islam di jenjang pendidikan SMP berbeda dalam strategi pembelajaran dengan di SO. Jika pada jenjang SO lebih menekankan pada pemahaman dan hapalan, maka pada jenjang SMP lebih menekankan pentingnya dasar-dasar agama dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap im, siswa diharapkan banyak belajar yang nampaknya hasilnya cenderung mengaiami perubahan pada behaviour atau tingkah laku mereka.

Kaum behavioris memandang bahwa belajar merupakan proses interaksi

16

antara stimulus dan respon (Budiningsih, 2005:21). Teori Thorndike sebagai salah satu tokoh aliran behavioristik dalam teorinya memberikan setidaknya dua hukum dalarn belajar. Pertama, hukum latihan, yang pada dasamya sarna dengan hukurn frekuensi Aristoteles. Jika koneksi sering digunakan, maka koneksinya akan lebih kuat, sedangkan yang paling kurang penggunaannya, paling lemah koneksinya. Dua hal inilah yang disebut dengan hukum kegunaan dan ketidakbergunaan. Kedua, hukurn efek, yaitu ketika sebuah asosiasi diikuti dengan keadaan yang memuaskan, maka koneksinya menguat. Begitu juga sebaliknya, ketika sebuah asosiasi diikuti dengan keadaan yang memuakkan, maka koneksinya melemah (Boeree, 2000; 390).

Perkembangan lebih Ianjut dari teori-teori tersebut, muncuI aliran psikologi yang dikenal dengan aliran kognitivisme yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh seperti Piaget, Bruner, dan juga Ausebel. Teori aliran ini berpendapat bahwa belaiar tidak sekedar melibatkan hubungan antara stimulus dan respon, Belajar merupakan perubahan persepsi dan pernahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku yang nampak.

Selain mazhab behavioristik

dan kognitif, perkernbangan teori

psikologi terus berlanjut, yang kemudian melahirkan psikologi Gestalt. Psikologi ini lahir di Jerman dengan tokoh-tokohnya Wertheimer, Kohler dan Koffka, Psikologi Gestalt rnelahirkan h ukum - kukum Gestalt. Setidaknya terdapat lima hukum Gestalt, yaitu: (1) hukum pragnanz menekankan pada pembelajaran bermakna, mempunyai art] bela jar tentang seharusnya belajar, bukan belajar seharusnya; (2) hukum pengakhiran yaitu menekankan pembelajaran dengan melengkapi kekurangan

yang ada; (3) hukum similaritas yaitu hukum belajar yang menekankan pada pengelompokan sesuatu yang sama secara bersama-sama, agar bisa dilihat sebagai pembentukan yang utuh; (4) hukum kedekatan, yaitu hukum dalam pembelajaran yang menekankan segala sesuatu yang berdekatan secara bersamasama dianggap sebagai satu kesatuan; dan (5) hukum kesirnetrisan, yaitu hukum pembelajaran yang menekankan persepsi keseimbangan (Boeree,2000, 425-427).

Pembelajaran merupakan irnplementasi dari teori belajar. Jika teori belajar menekankan pada konsep, sedangkan pernbelajaran menekankan pada bagaimana be1ajar itu dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu. Sperry da1am Buzan (2002:12-13) menyatakan bahwa selaput otak sebelah kiri berhubungan dengan logika, kata, dafiar, angka, linearitas, analisis, dan lain-lain yang disebutkan aktivitas akademis. Sementara selaput otak sebelah kanan lebih banyak berada dalam "gelornbang alpha" atau keadaan tertidur, siap membantu. Selaput otak sebe1ah kanan berhubungan dengan ritme, imaj inasi, warna, lamunan, kesadaran ruang, Gestalt (gambaran menyeluruh) dan dimensi.

Piaget dalam Bakarbaradja

(2005:35-36) menyatakan bahwa setiap individu mernpunyai kecenderungan

biologis untuk mengorganisasikan

pengetahuan ke dalam struktur

kognisi, . kemudian beradaptasi dengan lingkungannya. Individu terse but akan melakukan asimilasi-akornodasi dan ekuilibrium. Selain itu, Vygotsky dalam Semiawan (1999:122) merupakan salah satu tokoh yang mengembangkan kemampuan anak dalam belajar melalui teori yang terkenal zone of proximal development (ZPD). Zone ini menunjuk

Nur Azizah, Strategi Pembelajaran .

pada daerah tahap perkembangan yang lebih tinggi dan peka untuk belajar sesuatu secara relatif mudah, kalau ada bantuan dari pihak lain. Jadi menurut Santrock setidaknya ada tujuh langkah menerapkan pembelajaran Vygotsky pada ruang-ruang kelas. Ketujuh penerapan pembelajaran itu adalah: gunakan zone of proximal development, gunakan teknik scaffolding, gunakan ternan sesama siswa yang lebih ahli sebagai guru, gunakan strategi pembelajaran kolaboratif, pertimbangkan konteks kultural dalam pembelajaran, pantau dan berikan motivasi pada siswa untuk menggunakan bahasa dalam internalisasi diri, nilai ZPD-nya, bukan IQ (Santrock, 2007:64).

Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran konstruktivis. Pembelajaran ini mengembangkan siswa sesuai dengan potensi yang dirnilikinya, Menurut Merril seperti dikutip Yulaelawati (2004:54) ciri pembelajaran konstruktivis antara lain: (1) pengetahuan dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya; (2) belajar adalah merupakan penafsiran personal tentang dunia; (3) belajar merupakanprosesyangaktifdirnanamakna dikembangkan berdasarkan pengalaman; (4) pengetahuan tumbuh dengan adanya perundingan (negosiasi) makna melalui berbagai inforrnasi atau menyepakati suatu pandangan dalam berinteraksi atau bekerja sama dengan orang lain; dan (5) belajar harus disituasikan dalam latar (setting) yang realistik, penilaian harus terintegrasi dengan tugas dan bukan merupakan kegiatan yang terpisah.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam baik secara praktik maupun teori bertujuan membentuk moral siswa meningkat menjadi lebih baik. Melalui moral yang baik diharapkan

17

Jurnal Teknologi Pendidikan Vol. 10 No. I April 2008

siswa akan menjadi pribadi utuh. Menurut Kohlberg seperti dikutip oleh Syah (2003 :42), perkembangan sosial dan moral rnanusia terjadi dalam tiga tingkatan besar. Ketiga tingkatan perkembangan so sial dan moral, yaitu: (1) tingkat moralitas prakonvensional, yaitu ketika manusia berada dalam fase perkembangan prayuwana (usia 4~ 1 0 tahun) yang belum menganggap moral sebagai . kesepakatan tradisi sosial; (2) tingkat moralitas konvensional, yaitu ketika manusia menjelang dan mernasuki fase perkembangan yuwana (usia 10-13 tahun) yang sudah menganggap moral sebagai kesepakatan tadisi sosial; dan (3) tingkat moralitas pasca konvensional, yaitu ketika manusia telah memasuki fase perkembangan yuwana dan pasca yuwana (usia 13 tahun ke atas) yang memandang moral lebih dari sekedar kesepakatan tradisi sosial,

Strategi pembelajaran adalah

pendekatan menyeluruh pembelajaran dalam suatu sistem pembelajaran, yang berupa pedoman umum dan kerangka kegiatan untuk mencapai tujuan umum pembelajaran, yang dijabarkan dad falsafah dan atau teori belaiar tertentu (Miarso, 2004:530). Menurut Suparman (2001: 157) bahwa strategi pembelajaran merupakan urutan kegiatan dan cara pengorganisasian materi pelajaran, anak didik, peralatan dan bahan, serta waktu yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan, sedangkan menurut Johnson strategi pembelajaran kontekstual adalah . sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka, yaitu

18

dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka. Guna mencapai tujuan ini, sistem terse but meliputi delapan komponen berikut; membuat keterkaitan-keterkaitan yang bermakna, melakukan pekerjaan yang berarti, melakukan pembelajaran yang diatur sendiri, melakukan kerjasarna, berpikir kritis dan kreatif, membantu individu untuk tumbuh dan berkembang, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan penilaian otentik (Johnson, 2007:67).

Pembelajaran agama Islam

pada jenjang SMP dilakukan secara kontekstual, bukan tekstual. Pernbelajaran yang berdasarkan kontekstual artinya pembelajaran berangkat dari kehidupan nyata siswa, sedangkan pembelajaran tekstual lebih menekankan pada hafalan semata, namun demikian, bukan berarti pada praktik pernbelajaran tekstual tidak penting, tekstual memiliki peran sebagai sumber hukumnya, tetapi kontekstual sebagai aplikasi dari tekstual tersebut.

Pembelajaran kontekstual akan memberi banyak keuntungan kepada siswa dan guru karena dilakukan dua arah, Guru dapat menyerapkan dinamika kehidupan keagarnaan, kecerdasan spiritual, kesalehan so sial siswa, sedangkan siswa dapat mengembangkan dan mengaktualisasikan diri dalam pembelajaran. Hasil akhir dari pembelajaran agama Islam diharapkan siswa marnpu menunjukkan perubahan sikap dalam kehidupan sehari-bari.

Berdasarkan tiga alasan tersebut, maka perlu dilakukan analisis terhadap pembelajaran pendidikan agama Islam di jenjang pendidikan SMP Al-Abror Srengseng-Kembangan. Analisis 1111 penting karena SMP Al-Abror telah

melaksanakan strategi pembelajaran

kontekstuaI pada mata pelajaran

pendidikan agama. Melalui analisis ini

pula diharapkan mampu memberikan penjelasan tentang pembelajaran kontekstual pada pendidikan agama Islam secara komprehensif

Berdasarkanlatar belakang

tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian mi, yaitu: "apakah strategi pembelajaran kontekstual telah dilaksanakan dengan baik oleh guru sehingga meningkatkan hasil belajar dalam pendidikan agama Islam siswa SMP Al-Abror?" Adapun tujuan penelitian adalah untuk: (1) mengetahui apakah pelaksanaan strategi pembelajaran an dilakukan tersebut secara konseptual telah tepat (conceptually correct); dan (2) menganalisis apakah pelaksanaan strategi pembelajaran kontekstual dalam mata pelajaran agama Islam dapat mencapai hasil belajar dengan efektif.

METODE PENELITIAN

Penelitian 1111 menggunakan

pendekatan penelitian kualitatif dengan rnenggunakan desain studi kasus. Suatu penelitian bisa dianggap sebagai studi kasus apabila mengandung karakter penting dari sejumlah kasus Patton (1998:64). Kasus dapat berupa program, peristiwa, aktivitas, atau individu (Creswell, 1998:62). Penelitian ini ingin melihat dan menganalisis keefektifan strategi pembelajaran kontekstual pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, yang membuat pelaj aran ini memiliki sejumlah keunikan, maka penelitian ini dapat dikategorikan sebagai studi kasus. Penelitian ini memiliki dua cakupan penelitian. Cakupan penelitian yang pertama adalah tentang strategi pembelajaran kontekstual. Cakupan kedua adalah tentang efektivitas strategi pembelajaran kontekstual dalam mata pelajaran pendidikan agarna Islam dalam

Nur Azizah, Strategi Pembelajaran .

mengimplementasikan serta meningkatkan hasil belajar siswa kelas VII SMP AlAbror pada ranah afektif.

Teknik pengambilan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: (1) angket yang digunakan untuk mengukur sikap beragama siswa; (2) wawancara yang dilakukan kepada guru pendidikan agarna Islam; dan (3) analisis dokumen untuk mengumpulkan data dari sumber informa-si berbentuk tulisan serta dalam bentuk visual lain.

Analisis data dilakukan secara kualitatif dengan tehnik analisis secara khusus menuju proses interakraktif yang secara menyeluruh dari Milles dan Hubberman, yang meliputi: (l) reduksi data; (2) penyajian data; serta (3) penarikan kesimpulanlverifikasi. (Milles dan Hubberman, 1992: 15-21).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Temuan penelitian diperoleh

dengan pengarnatan langsung, wawancara dan analisis dokumen yang terkait dengan penelitian yang telah ditetapkan yang mencakup: hasil pengamatan, wawancara, dan analisis dokumen, strategi pembelajaran kontekstual pada Pendidikan Agama Islam yang dilakukan di SMP Islam Al-Abror, terbagi atas tujuh bagian, yaitu: (1) silabus pembelajaran Pendidikan Agama Islam; (2) proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam; (3) tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam; (4) media pembelaiaran Pendidikan Agama Islam; (5) metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam; (6) bahan ajar pembelajaran Pendidikan Agama Islam; (7) evaluasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam; dan (8) faktor pendukung pembelajaran Pendidikan Agarna Islam.

19

Jurnal Teknologi Pendidikan Vol. 10 No .. / April 2008

Berdasarkan hasil analisis domain di atas, melalui pertanyaan deskriptif "apakah kegiatan Pendidikan Agama Islam melalui strategi pernbelajaran kontekstual di SMP Al-Abror sesuai dengan harapan?, menunjukkan bahwa domain substansial dari kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam tersebut adalah: pertama, ada perubahan sikap religiusitas siswa. Perubahan sikap ini tidak hanya berkaitan dengan mated pembelajaran tetapi lebih pada memandang beragama yang lebih toleran. Kedua, berkembangnya nilai-nilai semangat berdasarkan prinsip perbedaan da1am did dan lingkungan. Kesadaran ni1ai ini penting karena siswa memahami benar bahwa agama seharusnya menjadi spirit dalam kehidupan bukan membelenggu pada doktrin dosa dan pahala. Ketiga, adanya kesadaran pada fungsi-fungsi sirnbolik agama. Siswa mampu memahami antara fungsi simbolik da1am agama dengan fungsi akidah. Kedua fungsi ini terkadang lebur menjadi satu, tetapi terkadang dua entitas yang berbeda, misalnya penggunaan atribut pada pakaian. Keetnpat, adanya internalisasi nilai-nilai pad a materi pembelajaran dengan kehidupan seharihari. Agama pada hakikatnya mengajarkan disiplin, demikian juga dalam kehidupan sehari-hari disiplin merupakan kunei kesuksesan.

Berdasarkan pertanyaan struktural "bagaimana kegiatan pembelajaran yang mampu mengembangkan kemampuan siswa pada pendidikan agama Islam di SMP Al-Abror?", hasil ana1isis taksonomi memadukan domain yang terkait sehingga membentuk suatu kesatuan yang utuh, Ana1isis taksonomi meliputi aspek-aspek berikut ini. Pertama, tujuan dan proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam ini tidak akan berjalan dengan baik jika

20

tidak dilakukan melalui praktik. Tujuan pembe1ajaran merupakan ujung tombak dalam pembelajaran pendidikan agama Islam. Me1alui proses yang dilakukan oleh guru, maka langkah dan tujuan pendidikan dapat dirumuskan secara sistematis. Rumusan sistematis ini akan rnemudahkan guru dalam pembe1ajaran di kelas. Kedua, media pernbelajaran, Hasil pengamatan menunjukkan, guru menggunakan berbagai maeam a1at dan bahan sebagai media pembelajaran pendidikan agama Islam, Media tersebut diantaranya ada1ah: (a) berita dari koran dan majalah; (b) gambar cerita; untuk Pendidikan Agama Islam berdasarkan peran digunakan berbagai macam gambar sesuai dengan kebutuhan pada tema: (e) guru sebagai model lang sung dengan menyatakan bahwa seseorang harus rnampu melakukan berbagai maeam aktivitas sendiri: (d) guru menggunakan model siswa 1angsung untuk menjelaskan siswa yang memahami makna agama secara kontekstual dan tekstual; guru menggunakan buku eerita sebagai media dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam: (e) guru menggunakan media elektronik da1am pembelajaran Pendidikan Agama Islam, seperti: TV, radi 0, kaset, tape recorder. Ketiga, metode pembelajaran. Hasil pengarnatan rnenunjukkan guru menggunakan berbagai maeam metode dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam seperti metode tanya jawab, tugas dan latihan, bercerita, dan bermain peran.

Keempat, mated ajar pembe1ajaran yang meneakup kegiatan guru memilih bahan ajar dengan menggunakan gambar dan gambar eerita, guru memilih bahan ajar praktik, dan guru menggunakan berbagai macam materi sesuai dengan si1abus pembe1ajaran pendidikan agama Islam. Kelima, evaluasi pembelajaran,

guru menggunakan aLat evaluasi berupa portofolio, guru menggunakan alat evaluasi berupa lembar kerj a siswa, dan guru menggunakan a1at evaluasi berupa 1embar observasi. Keenam, faktor pendukung pembelajaran seperti sarana dan prasarana pembelajaran yang disediakan sekolah memberikan kemudahan dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual, kebijakan sekolah memberikan kewenang an penuh kepada guru bidang studi untuk mengembangkan standar isi sesuai dengan kebutuhan sekolah, peran guru dan teman sejawat dalam pelaksanaan pembelajaran kontekstual cukup rnemiliki peran penting, karena tanpa dukungan guru pernbelajaran kontekstual tidak akan efektif. Ini disebabkan pada pembelajaran kontekstual yang penting adalah keteladanan guru terlebih dahulu, dan peran partisipatif siswa juga menentukan keberhasilan dari pembelajaran kontekstual ini. Tanpa adanya kesadaran siswa untuk mempraktekkan nilai-nilai kehidupan beragama, maka pembelajaran kontekstual akan kehilangan ruhnya.

Tujuan pembelajaran setidaknya mencakup dua aspek, yaitu standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD).SK adalah tujuan instruksional umum, sedangkan KD adalah tujuan instruksional khusus. Winkel menyatakan bahwa dalam suatu KD, dapat dibedakan dua aspek, yaitu aspekjenis perilaku yang dituntut dari siswa dan aspek pengetahuan yang harus dimiliki oleh siswa. KD merupakan tujuan pembelajaran yang harus dikuasai oleh siswa secara operasional konkrit. Disimpulkanbahwa KD merupakan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dari setiap pertemuan, sedangkan SK merupakan tujuan pembelajaran yang hendak dicapai dalam satu pokok bahasan tertentu. SK dan KD

Nur Azizah, Strategi Pembelajaran .

merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dalam tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran merupakan sarana untuk mencapai tujuan dari suatu pokok bahasan atau serangkaian pembelajaran yang telah diberikan kepada siswa. Diperlukan prinsip dalam menyusun tujuan pembelaj aran agar dapat mencapai tujuan seoptimal mungkin. Prinsip merupakan kompas bagi guru dalam melakukan pembelajaran, Ada duabelas prinsip yang hams dipenuhi dalam tujuan pembelajaran. Pertama, perlunya pemberian umpan balik positif dengan segera atas keberhasilan atau respon yang benar dari siswa. Siswa harus aktif merespon, bukan duduk diam dan mendengarkan saja. Keduanya harus saling mengisi dan memberi sehingga pernbelajaran dapat berlangsung secara atif dan kreatif. Siswa merupakan mitra guru dalam pembelajaran. Kedua, menyatakan tujuan instruksional secara jelas kepada siswa sebelum pelajaran dimulai agar siswa bersedia belajar lebih giat. Penj eIasan tentang tujuan instruksional tersebut adalah kondisi untuk rnenciptakan perilaku belajar siswa. Ketiga, pemberian isi pelajaran yang berguna pacta siswa di dunia luar ruangan kelas dan memberi umpan balik berupa imbalan dan penghargaan kepada keberhasilan siswa. Keempat, pemberian kegiatan belajar kepada siswa yang melibatkan tanda-tanda atau kondisi yang mirip dengan kondisi pada dunia nyata, yaitu lingkungan hidup siswa di luar ruangan kelas.

Kelima, pengembangan instruksional perlu digunakan secara luas bukan saja contoh-contoh yang positif, melainkan juga yang negatif. Guru harus pula memberikan contoh-contoh yang bertentangan dengan norma terse but untuk

21

Jurnal Teknologi Pendidikan Vol. 10 No. I April 2008

memperjelas perilaku yang baik menurut norma yang berlaku.

Keenam, status mental siswa untuk rnenghadapi pelajaran akan mempengaruhi perhatian dan ketekunan siswa selama proses belajar, Guru harus melakukan langkah pertama dalam proses instruksional, yaitu menunjukkan kepada siswa hal-hal sebagai berikut: (1) guru menjelaskan tujuan instruksional tentang manfaat dan apa yang harus dikuasai setelahmengikuti proses pembelajaran; (2) siswa menggunakan kata-kata operasional yang dikuasainya dalam kehidupan sehari-hari; (3) segala sesuatu yang dikuasai dapat melengkapi, menambah, atau berintregrasi dengan apa yang sudah dikuasai sebelumnya; (4) prosedur yang harus diikuti oleh mahasiswa agar dapat mencapai tujuan instruksional; dan (5) cara penilaian yang akan diberikan kepada siswa dalam pelajaran tersebut atau apa keuntungan siswa bila ia meneapai tujuan instruksional tersebut.

Ketujuh, beberapalangkah-langkah kecil dan disertai umpan balik untuk menyelesaikan setiap tahap atau langkah diperlukan untuk mencapai tujuan ini. Langkah-langkah tersebut antara lain: (1) penggunaan huku teks terprogram; dan (2) guru harus menganalisis pengalaman belajar siswa menjadi kegiatan-kegiatan kecil dan setiap kegiatan keeil tersebut disertai dengan latihan dan umpan balik terhadap hasilnya.

Kedelapan, memeeahkan materi belajar yang kompleks menjadi kegiatankegiatan kecil akan dapat dikurangi bila mated belajar yang kompleks itu dapat diwujudkan dalam suatu model.

Kesembilan, keterampilan tingkat tinggi dan keterampilan memecahkan masalah, dengan demikian dalam instruksional diperlukan beberapa syarat,

22

antara lain: tuiuan instruksional umum harus dirumuskan dalam bentuk hasil belajar yang operasional agar dapat dianalisis menjadi tujuan-tujuan yang lebih khusus dan model yang digunakan harus didesain sejalan dengan analisis tersebut agar dapat menggambarkan secara jelas komponen-komponen yang tennasuk daIam perilaku yang kompleks.

Kesepuluh, urutan pelajaran dimulai dari yang sederhana dan secara bertahap menuju kepada yang lebih kompleks. Kemajuan siswa dalam menyelesaikan pelajaran harus diinfromasikan kepadanya agar keyakinan kepada kemampuan dirinya lebih besar untuk memecahkan masalah yang lebih kompleks pada waktu yang akan datang.

Kesebelas, pentingnya penguasaan materi pelajaran prasyarat sebelum mempelajari materi pelajaran se1anjutnya. Penggunaan eara belajar tuntas sangat penting bagi materi pelajaran terutama yang tersusun secara hirarkikal, dengan demikian siswa mendapat kesempatan maju menurut kecepatan masing-masing, Keduabelas, mengembangkan kemampuan mengorganisasikan kegiatan belajamya sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya untuk membuat respon yang benar. Ini berarti diperlukan penyusunan panduan siswa yang berisi petunjuk tentang tugas-tugas yang diharapkan mampu dilakukan siswa selama mengikuti pelajaran tersebut. Keduabelas prinsip instruksional 111l sebaiknya dikuasai oleh guru sebelum proses pembelajaran di depan kelas.

Media pembelaj aran yang dapat digunakan dalam mendesain pembelajaran adalah VCD, namun perlu diperhatikan isi pesan yang terkandung di dalam VCD. Demikian pula sinkronisasi antara gam bar yang dikernas dengan dubbing

suara yang menerangkan gambar terse but, harus tepat dan sesuai dengan konteks apa yang disampaikan melalui gambar. Penyesuaian gambar dengan suara seperti dalam teks, akan rnerubah tampilan inforrnasi menjadi lebih kaya dan hidup. Efek suara, bila perlu tidak dimunculkan berlebihan sehingga rnenimbulkan kesan yang lebih natural. Pengemasan informasi dalam bentuk gambar dan suara, dapat lebih mudah mempengaruhi minat sasaran dibandingkan media lainnya, selain lebih atraktif, tujuan pembelajaran diharapkan akan lebih mengena karena dapat melukiskan tujuan akhir yang akan dicapai oleh sasaran secarajelas.

Penggunaan VCO dilakukan

pada saat membaca Al Qur'an. Siswa menghafal surat-surat pendek dengan cara menirukan lafaz yang diperdengarkan melalui VCD. Cara ini cukup efektif karena dapat dipelajari tidak hanya di sekolah, tetapi juga di rumah. Media pernbelaj aran selain berupa audio visual, juga berupa bahan cetak, dalam hal ini buku. Buku sering digunakan sebagai satu-satunya sumber belajar siswa, sehingga pengetahuan siswa tentang sesuatu tergantung dari kedalaman materi di dalam buku tersebut. Buku merupakan salah satu media pembelajaran, Buku juga memiliki keunggulan tersendiri sebagai media pembelajaran, antara lain; mudah di bawa kernana-rnana, dapat baca kapan saja dan dimana saja, bisa digunakan secara acak.

Buku atau media cetak juga dilengkapi dengan gambar ilustrasi, baik berupa foto, tabel, diagram, atau lainnya. Hal ini tentu rnemudahkan bagi pernbaca dalam menyerap infonnasi, dengan melihat ilustrasi yat1g sesuai dengan sebenarnya siswa sudah mendapat gambaran ten tang pokok bahasan yang akan dipelajarinya.

Nul' Azizah, Strategi Pembelajaran .

Bukujuga memiliki keunggulan tersendiri seperti halnya dengan audio visual. Jadi penggunaan media cetak dan audio visual pada pernbelajaran pendidikan agama Islam melalui strategi pembelajaran kontekstual memiliki peran penting.

Metode pernbelaj aran rnerupakan salah satu perangkat dalam pedagogis. Sebagai perangkat, maka metode mengandung unsur kesengajaan dalam pembuatannya. Artinya, rnetode yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran merupakan kesengajaan yang dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan. Perbedaan tujuan dapat pula mempengaruhi perbedaan metode, keduanya saling sinergis dan seperti dua sisi mata uang.

Demikian juga halnya dengan metode pembelaj aran Pendidikan Agama Islam, memiliki kekhususan sendiri. Kekhususan ini terletak pada karakteristik siswa dalam pernbelajaran, Artinya, karakteristik siswa yang unik, terutama dalarn Pendidikan Agama Islam, belajar harus menjadi acuan utama dalam pembelajaran. Metode pembelajaran berkaitan dengan kemungkinan variasi pola yaitu macam dan sekuensi umum

. tindakan pembelajaran yang secara prinsipil berbeda antara yang satu dengan yang lain. Metode pembelajaran ibarat melacak dan mendeteksi berbagai kemungkinan terhadap sesuatu yang akan dapat dibangun.

Metode pembelajaran guru mempunyai peran penting. Ini disebabkan rnetode pembelajaran hanyalah sebuah dokumen saja, maka akan menjadi bermakna di tangan seorang guru, Guru harus memiliki kemampuan dasar di dalam mengernbangkan potensi yang dimiliki siswa, diantaranya menguasai materi, mengetahui evaluasi dan metode

23

Jurnal Teknologi Pendidikan Vol. j 0 No. l'April 2008

pembelajaran yang baik serta mampu memberi dorongan (motivasi) kepada siswa untuk belajar.

Metode pembelajaran tidak hanya meneakup materi yang harus dikuasai oleh seorang guru, tetapi metode pembelajaran juga merupakan organisasi belajar yang harus dikelola oleh guru, dengan demikian seorang guru pada hakikatnya seorang manajer di kelas. Sebagai seorang manajer, maka baik dan buruknya pengelolaan kelas tergantung bagaimana seorang guru melakukan sistem rnanajerialnya. Kelas yang dikelola dengan baik tentu akan menghasilkan tujuan belajar yang baik.

Tujuan akhir dari suatu proses pembelajaran adalah melihat hasil belajar peserta didik. Hasil belajar yang diharapkan adalah hasil yang sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan. Jika hasil belajar mencapai/mendekati kompetensi yang diharapkan, maka dikatakan pembelajaran itu berhasil. Sebaliknya jika jauh dari kompetensi yang diharapkan, maka pembelajaran tersebut dikatakan gagal.

Setelah mempertimbangkan kedua definisi terse but di atas, maka dapat pula dirumuskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh seseorang (peserta didik) yang berupa pengetahuan, sikap dan keterampilan setelah mengikuti pembelajaran tertentu.

Faktor-faktor pendorong atau penunjang kegiatan untuk mencapai tujuan Pendidikan Agama Islam sangat diperlukan. Faktor pendorong itu dapat berupa tercukupinya media pembelajaran, baik berupa bahan eetak, audio visual, maupun visual, serta audio. Komponen-komponen ini penting sehinga pembelajaran akan berjalan lanear.

Kemampuan guru kelas dalam memahami Pendidikan Agama Islam

24

memiliki daya dorong yang sangat besar. Jika guru tidak memiliki pengetahuan tentang Pendidikan Agama Islam dengan baik, maka akan terjadi bias pada pembelajaran di depan kelas, dengan demikian, guru merupakan ujung tombak dari faktor keberhasilan strategi pembelajaran dalam menumbuhkan sikap mandiri siswa.

Peran orang tua di rumah juga merupakan faktor pendorong keberhasilan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Orang tua harus menjadi teladan dan terus mendorong putra putrinya dalam meraih eita-eita. Keteladanan merupakan faktor penentu keberhasilan dalam menumbuhkan sikap sesuai dengan tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam. Mernberikan kebebasan sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa akan mendorong siswa untuk mencoba berbagai macam hal sehingga daya kreativitasnya berkembang secara optimal.

Upaya seperti ini supaya terus didorong dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan siswa sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan sosial emosionalnya akan membantu tumbuh kern bang secara optimaL

Jadi keberhasilan pembelajaran kontekstual dalam Pendidikan Agama Islam, tidak hanya ditentukan oleh sekolah, guru semata tetapi juga peran aktif orang tua di rumah memberi andil besar, Pembelajaran kontekstual memerlukan keteladanan dad semua pihak karena pembelajaran ini bersandar pada realitas kehidupan, bukan abstrak. Jadi sistem nilai yang dikembangkan pada pembelajaran berbanding lurus dengan sistem nilai yang dianut pada keluarga, dengan demikian siswa memiliki po la sikap dan perilaku yang Iinier, antara sekolah dengan di rumah,

KESIMPULAN

Kesimpulan dari hasil penelitian ini antara lain adalah bahwa pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Al-Abror sesuai dengan konsep pembelajaran kontekstual. Indikator ini ditandai dengan lima langkah dalam pembelajaran, yaitu: (1) mengaitkan antara pengetahuan pada materi pembelajaran dengan pengalaman hidup; (2) penibelajaran dilakukan dengan cara memberikan pengalaman kepada siswa secara langsung, yaitu rnelakukan observasi dan kajian melalui literatur, baik melalui media cetak maupun media audio visual; (3) mengaplikasikan antara materi mata pelajaran dengan situasi dan kondisi nyata dalam kehidupan; (4) melakukan kerjasama baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar, sehingga teman tutor sebaya lebih memberi makna dalam pembelajaran; dan (5) adanya pemindahan dari hal yang abstrak ke hal yang nyata, yaitu siswa melaksanakan sikap sesuai dengan kajian materi yang telah diterimanya.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui strategi pembelajaran kontekstual diselenggarakan dengan hasil yang baik. Indikator keberhasilan ini dapat dilhat pada program pembelajaran yang dibuat oleh guru berupa silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, serta alat evaluasi yang digunakan, Guru dalam menyusun rene ana pelaksanaan pembelajaran mengaitkan materi pembelajaran dengan pengalaman kehidupan beragama siswa. Ada kesinambungan antara mated dengan hal yang kontekstual dalam kehidupan sehari-hari siswa.

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui strategi pembelajaran kontekstual efektif dilaksanakan. Indikator

Nul' Azizah, Strategi Pembelajaran .

ini tercermin dari meningkatkan sikap religius siswa, berdasarkan kuesioner yang diberikan oleh guru agama, Sikap religiusitas ini ditandai dengan: (1) adanya perubahan sikap siswa dalam beragama yaitu lebih toleran terhadap perbedaan yang ada; (2) berkembangnya nilai-nilai semangat dalam beragama berdasarkan perbedaan dalam diri dan lingkungannya, agama menj adi spirit dalam kehidupan; (3) adanya kesadaran pada did antara fungsi simbolik dalam beragama dengan fungsi sosial dan akidah. Artinya, siswa dapat mernbedakan antara sirnbol-simbol dalam beragama dengan agama sebagai fungsi so sial dan agama sebagai fungsi akidah. Ketiga domain tersebutmerupakan sesuatu yang dapat merupakan satu kesatuan, tetapi juga dapat terpisah tidak memiliki hubungan; (4) adanya internalisasi materi mata pelajaran agama Islam dengan nilainilai dalam kehidupan beragama siswa,

SARAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dij adikan bahan masukan oleh pendidik di dalam menerapkan program pembelajarankontekstual pada pendidikan agama Islam siswa SMP, untuk itu disarankan agar: (1) guru di lingkungan SMP Al-Abror hendaknya dapat menerapkan pernbelajaran kontekstual pada semua mata pelajaran; (2) guru di lingkungan SMP-Al Abror hendaknya dapat menjadi model keteladanan siswa sehingga merupakan media efektif dalam menanamkan sikap dan perilaku positif; (3) orang tua hendaknya mampu menjadi teladan bagi putra putrinya di rumah sehingga ada kesinambungan dengan di sekolah; (4) bagi peneliti, penelitian 1111 mengungkapkan sebagian keeil permasalahan yang ada pada Pendidikan Agama Islam, masih banyak persoalan

25

Jurnal Teknologi Pendidikan Vol. 10 No. i April 2008

lain yang belurn diteliti, tentunya hal ini hendaknya menjadi rnotivasi untuk dilaksanakan penelitian berkelanjutan di masa yang akan datang.

DAFTAR RUJUKAN

Alwasilah, A. Chaedar. Pokoknya

Kualitatif: Dasar-dasar Merancang dan Melakukan Penelitian Kualita{if. Jakarta: Kiblat Buku Utarna, 2003.

Baradja, Abubakar. Psikologi Perkembangan: Tahapan-tahapan dan Aspek-aspeknya. Jakarta: Studia Press, 2005.

Creswell, John W. Qualitative Inquiry and Researcd Design Choosing Among. New Delhi: Sage Publication, 1997.

Coles, Robert. Menumbuhkan Kecerdasan

Moral pada Anak, Jakarta:

Gramedia, 2000.

Departemen Pendidikan Nasional. Standar IS'i. Jakarta: Puskur, 2006.

Johnson, Elaine B. Contextual Teaching dan Learning. terjemahan Ibnu Setiawan, Bandung: MCL, 2007.

26

Miarso, Yusufhadi. Menyemai Benih

Teknologi Pendidikan, Jakarta:

Pustekkom Dinas dan Kencana, 2004.

Milles, Mathew B.dan A Michael Hubberman. Analisis Data Kualita- 1([ terjemahan Tjetjep Rohidi, Jakarta: UI Press, 1992.

Santrock, John W. Psikologi Pendidikan.

Jakarta: Prenada Kencana, 2007.

Serniawan, Conny, Pendidikan Tinggi:

Peningkatan Kemampuan Manusia Sepanjang Hayat Seoptimal Mungkin. Jakarta: Grasindo, 1999.

Suparrnan, Atwi, Desain Instruksional, Jakarta: PAU-UT, 2000.

Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar Jakarta: Rajawali Press, 1999.

Yulaelawati, Ella. Kurikulum dan

Pembelajaran: Filosofi Teori dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya, 2004.

Patton, Michael Quinn. Qualitative Evaluation Models. California: Sage Publication; 1987.

Anda mungkin juga menyukai