pelajaran Matematika. Ada 2 paket soal yang dibahas yaitu paket soal P1 dan
P2. Soal dan pembahasan ini sangat berguna untuk bahan belajar para siswa
menghadapi UASBN SD 2011.
Jawaban:
39.788 + 56.895 – 27.798 = 96.683 – 27.798 = 68.885 (B)
1
kuadrat dan penarikan akar sama kuat
kuadrat dan penarikan akar lebih kuat dari kali dan bagi
Jawaban:
22.176 : 22 × 28 = 1.008 × 28 = 28.224 (D)
kuadrat dan penarikan akar lebih kuat dari kali dan bagi
Jawaban:
–9 × [25 + (–23)] = –9 × 2 = –18 (C)
2
kali dan bagi sama kuat
kuadrat dan penarikan akar lebih kuat dari kali dan bagi
2. -Buaya -Komodo
-Harimau -Ular
hewan - hewan dibawah ini yang dapat dikelompokkan dengan hewan-hewan diatas
adalah .
a. beruang c. elang
b. monyet d. anjing
3
b. Dagingnya d. Kulitnya
4
11. Perhatikan gambar alat percernaan makanan
berikut, bagian yang diberi tanda Y menghasilkan anzim ptialin
yang berfungsi…
a. Mengubah zat tepung menjadi zat gula
b. Menghancurkan lemak
c. Mengubah protein menjadi asam amino
d. Membunuh kuman penyakit
14. Susu, daging, putih telur, dan kacang-kacangan terutama kedelai. Adalah bahan
makanan yang mengandung protein, manfaatnya bagi tubuh kita adalah…
a. Sumber tenaga
b. Cadangan makanan
c. Zat pengatur
d. Zat pembangun tubuh
15. Bibir pecah-pecah, gusi berdarah susah dan buang air besar adalah penyakit kekurangan
vitamin.
Cara mencegahnya adalah dengan mengkonsumsi vitamin…
a. A c. C
b. B d. D
16. Dibawah ini yang bukan merupakan contoh simbiosis mutualisme adalah . . .
a. Ikan badut dengan anemone laut
b. Lebah yang hinggap di bunga sepatu
c. kupu-kupu yang hinggap di bunga mawar
d. burung jalak dengan kerbau
5
b. Ular d. burung pipit
18. Hewan yang sudah mati kemudian akan diuraikan oleh bakteri. Dalam rantai makanan,
bakteri berperan sebagai . . .
a. produsen c. Konsumen akhir
b. konsumen ke-4 d. pengurai
19. Hewan cumi-cumi memiliki alat tubuh berupa tentakel-tentakel yang berfungsi untuk….
a. Melindungi diri c. menangkap mangsa
b. Menyesuaikan diri d. berkembangbiak
21. Pada pagi hari di daun-daun tumbuhan banyak terdapat titik-titik air. Hal ini merupakan
perubahan
wujud benda yaitu….
a. Penguapan c. pembekuan
b. Pengembunan d. penyubliman
22. Kegiatan di bawah ini yang merupakan pemanfaatan perubahan wujud benda adalah….
a. Menjemur pakaian
b. Memasang kabel listrik
c. Nelayan berlayar malam hari
d. Membuat telur asin
23. Pada siang hari kabel listrik terlihat mengendur. Peristiwa ini menunjukkan bahwa….
a. Kabel listrik mengalami penyusutan
b. Karena panas kabel listrik memuai
c. Ukuran kabel listrik terlalu panjang
d. Tiang listrik terlalu berdekatan
24. Ketika kita berada di sekitar api unggun, tubuh kita terasa hangat. Peristiwa ini
menunjukkan
perpindahan panas secara….
a. Konveksi c. aliran
6
b. Konduksi d. radiasi
28. Dibawah ini yang merupakan manfaat dari bunyi pantul adalah . . .
a. mendeteksi tumor dalam tubuh
b. mengukur kadar garam air laut
c. mendeteksi keretakan suatu logam
d. mengukur volume benda tak beraturan
7
d. semua lampu akan tetap menyala
30. Energi alternatif yang dapat dijadikan bahan bakar kendaraan adalah…
a. Biosolar
b. Batubara
c. Panas bumi
d. Nuklir
33. Pesawat sederhana yang digunakan untuk menimba air adalah termasuk jenis . . .
a. Pengungkit c. bidang miring
b. Katrol d. roda berporos
34. Penggunaan minyak bumi sebagai satu-satunya bahan bakar kendaraan dapat
mempercepat habisnya cadangan minyak bumi kita. Cara yang tepat dilakukan untuk
menghemat minyak bumi adalah…
a. Sering bepergian naik kendaraan
b. Menggalakkan kegiatan bersepeda
c. Menggunakan taxi untuk bepergian
d. Memanfaatkan bis kota
35. Sumber daya alam yang banyak digunakan untuk membuat kabel listrik adalah….
a. Aluminium c. besi
b. Tembaga d. emas
36. Kegiatan manusia di bawah ini yang tergolong merusak kelestarian sumber daya alam
adalah…
a. Menangkap ikan dengan kail
8
b. mereboisasi hutan lindung
c. Mengambil karang untuk hiasan ukuarium
d. Membudidayakan ikan dengan keramba
37. Berikut ini adalah dampak buruk yang ditimbulkan oleh angin puting beliung, kecuali . . .
a. rumah warga porak poranda
b. pohon-pohon banyak yang tumbang
c. jatuhnya korban jiwa
d. air sungai menjadi meluap
38. Planet dalam tata surya yang memiliki ciri-ciri berwarna kemerah-merahan adalah
a. Venus c. Merkurius
b. Jupiter d. Mars
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
9
Sebagai sebuah negara kepulauan, Indonesia kaya dengan potensi
alam yang indah yang pada daerah-daerah tertentu tidak ada tandingannya
di dunia ini. Karena itu, amatlah mendasar kalau kita mau mengembangkan
apa yang disebut ecotourism atau sekarang lebih dikenal dengan ekowisata.
Kepariwisataan merupakan salah satu dari sekian banyak gejala atau
peristiwa yang terjadi dimuka bumi yang timbul dari aktivitas manusia untuk
memenuhi kebutuhannya, yaitu kebutuhan untuk memenuhi kesenangan
hati, karena kegiatannya banyak mendatangkan keuntungan pada daerah
atau negara yang berusaha mengembangkan kegiatan pariwisata ini. Sektor
pariwisata merupakan salah satu sektor andalan kegiatan perekonomian
yang berorientasi pada perluasan lapangankerja dan kesempatan kerja.
Sejalan dengan usaha pemerintah dalam mencapai sasaran pembangunan.
Pengembangan sektor pariwisata saat ini mendapat perhatian serius karena
10
I. LATAR BELAKANG
Lereng Merapi mempunyai banyak tempat tujuan wisata yang menarik. Namun,
letusan Merapi kali ini membuat sejumlah tempat wisata berhenti beroperasi.
Lereng Merapi memang sangat ideal untuk berwisata. Sebut saja soal hawa
dinginnya yang segar dan khas pegunungan. Jalannya bagus, lokasinya tidak terlalu
jauh dari kota Yogyakarta dan pemandangannya indah.
Status Merapi yang disebut-sebut sebagai gunung berapi paling aktif di dunia justru
membuatnya kian eksotis. Menantang untuk ditaklukkan. Sejak letusan besar pada
1930, Merapi praktis hanya “batuk-batuk” kecil. Kadang hanya “berdehem”. Dalam
siklus letusan 4-6 tahunan, ia hanya mengalami erupsi kecil selama satu-dua minggu
lalu kembali tidur.
Biasanya, erupsi tersebut tidak terlalu bahaya dan hanya menimbulkan luncuran
awan panas paling jauh 6 kilometer. Hal itu justru membuat tempat wisata di lereng
Merapi yang rata-rata berjarak sekitar 10 Km dari puncak Merapi menjadi sangat
khas.
Namun, situasinya agak berbeda pada tahun ini. Merapi meletus tak seperti pola-
pola sebelumnya. Meletus berurutan selama lebih dari tiga minggu dan tiga di
antaranya merupakan letusan cukup besar. Lahar panas dan awan panas pun
menerjang hingga mencapai jarak lebih dari 15 km. Meski tak terkena langsung,
sejumlah tempat wisata pun terkena imbasnya dan akhirnya berhenti beroperasi.
Salah satu tempat terkenal yang harus tutup sementara adalah The Tjangkringan.
Tempat usaha berkonsep vila dan spa yang didirikan pada 2005 tersebut memang
merupakan resor papan atas di lereng Merapi. Tarifnya rata-rata Rp1,985 juta per
malam. Paling murah Rp1,3 juta hingga paling mahal Rp14,4 juta per malam.
11
Sementara Kaliurang yang sebelumnya menjadi lokasi wisata terfavorit di Jogja.
Suasananya seperti kota mati. Tidak ada orang bahkan hewan sekalipun di sana.
Maklum, daerah itu (9 kilometer di barat daya puncak Merapi) jelas merupakan
zona terlarang. Vila dan hotel-hotel yang biasa digunakan untuk rapat dan outbound
tutup.
Masih banyak objek wisata yang ditutup sejak bencana meletus merapi. Termasuk
salah satunya Candi Borobudur yang terimbas abu vulkanik. Petugas kepurbakalaan
berusaha melindungi cagar budaya internasional tersebut dengan cara menutup
mencegah terjadinya korosi.
1.1. Permasalahan
12
Ruang lingkup dalam penelitian berguna untuk membatasi pada lingkup penelitian
yang jelas sesuai dengan variabel-variabel penelitian. Pentingnya ruang lingkup
adalah untuk membatasi pada bahasan penelitian sehingga lebih fokus dan tidak
melebar pada permasalahan diluar daripada penelitian. Sedangkan ruang lingkup
pada penelitian ini :
Metode pada penelitian ini dilakukan dengan telaah pustaka, Telaah yang
dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya bertumpu
pada penelaahan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan.
Telaah pustaka semacam ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data atau
informasi dari berbagai sumber pustaka yang kemudian disajikan dengan cara baru
dan atau untuk keperluan baru.
13
Dalam hal ini bahan-bahan pustaka itu diperlukan sebagai sumber ide untuk
menggali pemikiran atau gagasan baru, sebagai bahan dasar untuk melakukan
deduksi dari pengetahuan yang sudah ada, sehingga kerangka teori baru dapat
dikembangkan, atau sebagai dasar pemecahan masalah.
Metode kajian pustaka yang diperoleh dari sumber sumber tertulis pada media
cetak maupun media elektronik ini, menjelaskan semua langkah yang dikerjakan
penulis sejak awal hingga akhir. Pada bagian ini dapat dimuat hal-hal yang berkaitan
dengan anggapan-anggapan dasar atau fakta-fakta yang dipandang benar tanpa
adanya verifikasi dan keterbatasan, yaitu aspek-aspek tertentu yang dijadikan
kerangka berpikir.
Analisis masalah pada penelitian ini, akan menghasilkan variabel dan hubungan
antarvariabel. Selanjutnya dilakukan analisis variabel dengan mengajukan
pertanyaan mengenai masing-masing variabel dan pertanyaan yang berkaitan
dengan hubungan antarvariabel. Analisis ini diperlukan untuk menyusun alur
berpikir dalam memecahkan masalah.
Lebih lanjut, metode ini didasarkan atas kajian teori dan khasanah ilmu, yaitu
paradigma, teori, konsep, prinsip,hukum, postulat, dan asumsi keilmuan yang
relevan dengan masalah yang dibahas.
14
WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena
aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi
gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25
Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung
Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari
puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman.
Sejak saat itu mulai terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur. Mulai
28 Oktober, Gunung Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir
bersamaan dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54 WIB. Selanjutnya
mulai teramati titik api diam di puncak pada tanggal 1 November, menandai
fase baru bahwa magma telah mencapai lubang kawah.
15
Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan
hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang
harinya, debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya, Bandung, dan
Bogor.
Bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin juga mengancam kawasan lebih
rendah setelah pada tanggal 4 November terjadi hujan deras di sekitar puncak
Merapi. Pada tanggal 5 November Kali Code di kawasan Kota Yogyakarta
dinyatakan berstatus "awas" .
2.1. Vegetasi
Gunung Merapi merupakan obyek pendakian yang populer. karena gunung ini
merupakan gunung yang sangat mempesona. Jalur pendakian yang paling
umum dan dekat adalah melalui sisi utara dari Sèlo, Kabupaten Boyolali, Jawa
Tengah, tepatnya di Desa Tlogolele. Desa ini terletak di antara Gunung
Merapi dan Gunung Merbabu. Pendakian melalui Selo memakan waktu
sekitar lima jam hingga ke puncak.
16
sekitar 6-7 jam hingga ke puncak. Jalur alternatif yang lain adalah melalui sisi
barat laut, dimulai dari Sawangan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dan
melalui sisi tenggara, dari arah Deles, Kecamatan Kemalang, Kabupaten
Klaten, Jawa Tengah.
17
Hutan-hutan di Gunung Merapi telah ditetapkan sebagai kawasan lindung
sejak tahun 1931 untuk perlindungan sumber air, sungai dan penyangga
sistem kehidupan kabupaten/kota Sleman, Yogyakarta, Klaten, Boyolali, dan
Magelang.
2.5. Topografi
Di bagian selatan, lereng Merapi terus turun dan melandai hingga ke pantai
selatan di tepi Samudera Hindia, melintasi wilayah kota Yogyakarta. Pada
sebelum kaki gunung, terdapat dua bukit yaitu Bukit Turgo dan Bukit
Plawangan yang merupakan bagian kawasan wisata Kaliurang.
Jenis-jenis tanah di wilayah ini adalah regosol, andosol, alluvial dan litosol.
Tanah regosol yang merupakan jenis tanah muda terutama berada di wilayah
Yogyakarta. Bahan induk tanah adalah material vulkanik, yang berkembang
18
pada fisiografi lereng gunung. Jenis tanah andosol ditemukan di wilayah-
wilayah kecamatan Selo dan Cepogo, Boyolali.
2.7. Hidrologi
Wilayah Gunung Merapi merupakan sumber bagi tiga DAS (daerah aliran
sungai), yakni DAS Progo di bagian barat; DAS Opak di bagian selatan dan
DAS Bengawan Solo di sebelah timur. Keseluruhan, terdapat sekitar 27
sungai di seputar Gunung Merapi yang mengalir ke tiga DAS tersebut.
( Tinjauan Pustaka )
Merapi (ketinggian puncak 2.968 m dpl, per 2006) adalah gunung berapi
bagian tengah Pulau Jawa dan merupakan salah satu gunung api teraktif di
Indonesia. Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi
Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di
sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan
di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi sejak
tahun 2004. Gunung ini sangat berbahaya karena menurut catatan modern
mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua sampai lima tahun sekali dan
dikelilingi oleh pemukiman yang sangat padat. Sejak tahun 1548, gunung ini
sudah meletus sebanyak 68 kali. Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat,
berjarak sekitar 27 km dari puncaknya, dan masih terdapat desa-desa di
lerengnya sampai ketinggian 1700 m dan hanya 4 km jauhnya dari puncak.
Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang
mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran. Gunung ini terletak di zona
Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia. Puncak
yang sekarang ini tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas vulkanik tinggi.
19
Puncak ini tumbuh di sisi barat daya puncak Gunung Batulawang yang lebih
tua.
Pembentukan Gunung Merapi telah dipelajari dan dipublikasi sejak 1989 dan
seterusnya. Berthomier, seorang sarjana Prancis, membagi perkembangan
Merapi dalam empat tahap. Tahap pertama adalah Pra-Merapi (sampai
400.000 tahun yang lalu), yaitu Gunung Bibi yang bagiannya masih dapat
dilihat di sisi timur puncak Merapi. Tahap Merapi Tua terjadi ketika Merapi
mulai terbentuk namun belum berbentuk kerucut (60.000 - 8000 tahun lalu).
Sisa-sisa tahap ini adalah Bukit Turgo dan Bukit Plawangan di bagian selatan,
yang terbentuk dari lava basaltik. Selanjutnya adalah Merapi Pertengahan
(8000 - 2000 tahun lalu), ditandai dengan terbentuknya puncak-puncak tinggi,
seperti Bukit Gajahmungkur dan Batulawang, yang tersusun dari lava andesit.
Proses pembentukan pada masa ini ditandai dengan aliran lava, breksiasi lava,
dan awan panas. Aktivitas Merapi telah bersifat letusan efusif (lelehan) dan
eksplosif. Diperkirakan juga terjadi letusan eksplosif dengan runtuhan
material ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal kuda dengan
panjang 7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa bukit di lereng barat.
Karakteristik letusan sejak 1953 adalah desakan lava ke puncak kawah disertai
dengan keruntuhan kubah lava secara periodik dan pembentukan awan panas
(nuée ardente) yang dapat meluncur di lereng gunung atau vertikal ke atas.
Letusan tipe Merapi ini secara umum tidak mengeluarkan suara ledakan tetapi
desisan. Kubah puncak yang ada sampai 2010 adalah hasil proses yang
berlangsung sejak letusan gas 1969.
Letusan-letusan kecil terjadi tiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15
tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat di tahun
1006, 1786, 1822, 1872, dan 1930. Letusan besar pada tahun 1006 membuat
seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu, berdasarkan pengamatan
timbunan debu vulkanik. Ahli geologi Belanda, van Bemmelen, berteori
20
bahwa letusan tersebut menyebabkan pusat Kerajaan Medang (Mataram
Kuno) harus berpindah ke Jawa Timur. Letusan pada tahun 1872 dianggap
sebagai letusan terkuat dalam catatan geologi modern mencapai 3 sampai 4.
Letusan terbaru, 2010, diperkirakan juga memiliki kekuatan yang mendekati
atau sama. Letusan tahun 1930, yang menghancurkan tiga belas desa dan
menewaskan 1400 orang, merupakan letusan dengan catatan korban terbesar
hingga sekarang Letusan bulan November 1994 menyebabkan luncuran awan
panas ke bawah hingga menjangkau beberapa desa dan memakan korban 60
jiwa manusia. Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas
sehingga tidak memakan korban jiwa. Catatan letusan terakhir gunung ini
adalah pada tahun 2001-2003 berupa aktivitas tinggi yang berlangsung terus-
menerus. Pada tahun 2006 Gunung Merapi kembali beraktivitas tinggi dan
sempat menelan dua nyawa sukarelawan di kawasan Kaliadem karena terkena
terjangan awan panas.
Rangkaian letusan pada bulan Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai
yang terbesar selama 100 tahun terakhir, memakan korban nyawa lebih
daripada 100 orang (angka masih dapat berubah), serta menimbulkan
kerusakan obyek-obyek wisata disekitarnya. Oleh sebab itu penanganan
pemulihan pariwisata merapi telah menjadi perhatian serius dari berbagai
pihak yang berkepentingan, termasuk melalui komunikasi massa dengan
serangkaian kegiatan peliputan pemberitaan. Dimana ciri komunikasi massa
yaitu aktifitas komunikasi dengan menggunakan saluran media massa, para
pelaku yang terlibat didalamnya tidak secara langsung berhadapan, atau
bertatap muka. Lain dengan komunikasi intra personal memiliki ciri
komunikasi langsung antara dua atau lebih pihak-pihak yang berkomuniasi
untuk bertemu dan bertatap muka. Namun demkian komunikasi massa
memilki keunggulan dapat menyebar kepada khalayak yang lebih besar
dibanding komunikasi intra personal ( Rakhmat, 2001 ). Media massa juga
21
memiliki ciri tidak mengenal batas ruang maupun waktu. Dari segi pengaruh,
maka komunikasi massa mendapat pengaruh atau efek secara tidak langsung,
sebab pihak penyampai pesan pada media massa tidak mengetahui reaksi dari
audience seketika itu. Meskipun tidak langsung diketahui oleh penyampai
pesan (sumber), maka media massa bisa dikatakan akan mendapat umpan
balik positip, apabila isi pesan dapat menarik perhatian ( Depari, 1978 ).
Lebih lanjut citra pariwisata merapi pasca bencana, dapat dikatakan memiliki
perhatian dari kalangan pers. Aspek yang menjadi daya tarik bagi pers
(persuratkabaran), disamping faktual, keunikan lokal bernilai universal, dan aktual,
memiliki kecenderungan manarik bagi pers untuk mensosialisasikan citra pariwisata
merapi baik pers lokal, regional maupun pers nasional. Kecenderungan daya tarik
pariwisata merapi untuk pers lokal dan regional, karena pasca bencana merapi
tersebut telah menjadi topic of the day bagi publik. Faktor inilah yang bisa memiliki
kecenderungan pemberitaan terkait dengan merapi akan memenuhi aspek
pasarnya, yakni pembaca masyarakat di daerah Yogyakarta, sehingga memiliki
kecenderungan untuk dapat menaikan oplah pers yang bersangkutan. Bagi pers
nasional, merapi yang sudah memiliki nilai informasi universal berskala nasional,
dan bahkan internasional, memiliki aspek pembaca yang luas dan cukup potensial.
Unsur nilai informasi universal memiliki kecenderungan daya tarik bagi pers
nasioanal, dan menciptakan peluang pemberitaan yang menarik untuk pers.
Sedangkan bagi institusi radio citra pariwisata merapi dapat merupakan aplikasi
siaran yang bisa menyesuaikan aspek kehidupan informasi universal, termasuk
didalamnya aspek-aspek yang menjadi kebutuhan pendengarnya. Merapi bisa
diterjemahkan dalam program siaran radio yang enak didengar, program acara yang
familier, serta program acara radio yang bisa menciptakan imajinasi bagi
pendengarnya. Sifat radio yang familier diartikan pesan yang disampaikan radio
sangat akrab, intim, dapat menghibur, serta hangat. Misalanya terkait dengan siaran
22
yang memuat citra pariwisata menjadi nilai yang memiliki kandumgan human
interst bagi radio, maka informasi terkait denan merapi akan menjadi pesan yang
bisa mengundang daya tarik pendengarnya. Siaran radio hanya mengandalkan
suara, namun dengan kelemahannya ini sekaligus memiliki kekuatan, yakni dapat
menciptakan imajinasi pendengarnya. Siaran radio akan menciptakan imajinasi-
imajinasi yang tidak sama diantara para pendengarnya, hal ini berbeda dengan
media visual yang nyata menayangkan gambar, sehingga pemirsa televisi misalnya
tidak memiliki imajinasi seperti pendengar radio ( Subagjo, 1988 ). Kekuatan media
radio yang bisa menciptakan imajinasi tersebut, akan lebih menarik jika
mengudarakan program siaran terkait dengan citra pariwisata merapi pasca
bencana.
23
MASALAH PENELITIAN
TUJUAN
24
V. Lokasi Penelitian
VII. KELUARAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan out put yang dapat bermanfaat
untuk pengembangan kepariwisataan , utamanya terkait dengan upaya yang
dilakukan untuk pengembalian citra pariwisata merapi pasca bencana melalui
komunikasi massa.
25
26
JADUAL KEGIATAN PENELITIAN
TAHUN 2011
Kegiatan
. April Mei Juni Juli Juli Agust Sept
Persiapan Penelitian
.
a. Pengumpulan informasi
b. Rancangan TOR
b. Penyusunan TOR
27
.
DAFTAR PUSTAKA
28
Bungin, Burhan. 2007. Sosiologi Komunikasi. Jakarta : Penerbit Kencana
Prenada
Media Group.
Puslitbang Kepariwisataan
Remaja Karya
Depari, Eduard. 1978. Komunikasi Dalam Pembangunan. Yogyakarta :
Penerbit Gajah Mada University Press.
Djohan, Rainingsih. 2007. Mengembangkan Media Komunikasi Berbasis
Universitas Muhammadiyah.
29
Suparnadi. 1985. Prinsip-Prinsip Komunikasi Media Cetak . Surakarta :
Penerbit Universitas Sebelas Maret.
Subagjo. 1988. Komunikasi Dalam Media Radio. Surakarta : Penerbit
Universitas Sebelas Maret
30
memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa, serta menanamkan jiwa,
semangat dan nilai-nilai luhur bangsa dalam rangka lebih memperkokoh
persatuan dan kesatuan nasional, terutama dalam bentuk penggalakkan
pariwisata.
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan
masalah yang dikaji dalam pola pengelolaan ekowisata berbasis komunitas di
kawasan pantai/pesisir.
31
1) Bagaimanakah mekanisme pemberdayaan masyarakat setempat da-
lam upaya mengajak mereka mendukung proses konservasi biota laut
2) Bagaimanakah mekanisme dan proses pengembangan ekowisata
berbasis komunitas di kawasan pantai/pesisir;
3) Bagaimanakah mekanisme pemberdayaan masyarakat setempat
dalam mendukung upaya konservasi dalam lingkup pengembangan
ekowisata berbasis pelestarian habitat biota laut di kawasan
pantai/pesisir.
32
4) Tersusunnya bahan untuk merumuskan kebijakan teknis sebagai arah
penyelenggaraan pariwisata berbasis komunitas di kawasan
pantai/pesisir yang mengacu pada upaya pelestarian, pemberdayaan
masyarakat dan sasaran yang efektif.
33
Kawasan, unsur pemerintah, usaha masyarakat, dan masyarakat yang
terlibat dalam kegiatan kepariwisataan.
34
digunakan; media yang digunakan dalam melakukan promosi; strategi
promosi.
(7) Mekanisme kemitraan, bentuk kerja sama yang dibangun oleh semua
pihak stakeholders; peranan atau tanggung jawab dari setiap pihak yang
terlibat; regulasi kelembagaan.
(8) Pemberdayaan masyarakat meliputi: a) program pemberdayaan masya-
rakat; b) pihak yang menyelenggarakan pelatihan, c) manfaat pelatihan
bagi masyarakat, d) pendampingan masyarakat, e) peranan pihak dalam
program pemberdayaan masyarakat.
4) Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di beberapa wilayah pantai/pesisir yang
mempumyai potensi untuk dikembangkan sebagai ekowisata dengan
mengupayakan pelestarian sumberdaya laut, wilayah pesisir tersebut hampir
terdapat di seluruh pesisir indonesia dan ada 3 wilayah yang dianggap
mempunyai potensi pantai/pesisir untuk dijadikan kegiatan penelitian yaitu:
1. Provinsi Bangka Belitung;
2. Provinsi Jawa Tengah;
3. Provinsi Jawa Barat.
Tiga provinsi tersebut memiliki potensi pantai/pesisir yang sangat
banyak dan berpotensi untuk dilakukan penelitian, dikembangkan serta perlu
dilakukan pelestarian ekosistem sumberdaya lautnya.
35
Pada mulanya, ekowisata banyak dilakukan oleh pencinta alam yang me-
lakukan wisata dan menginginkan daerah tujuan wisata tetap utuh dan les-
tari. Selain itu, budaya masyarakat setempat juga tetap terjaga, dan yang
lebih penting lagi adalah bahwa pariwisata itu membawa manfaat ekonomi
bagi masyarakat setempat. Untuk tercapainya kelestarian alam dan
kelestarian budaya masyarakat dapat tetap terjaga, maka diperlukan
rancangan pelestarian konservasi alam yang berkelanjutan. Upaya tersebut
dapat terlaksana dengan melibatkan dan memberdayakan semua unsur
pemerintah, swasta maupun masyarakat, adapun rancangan dan keterlibatan
dapat dilihat pada Rancangan Riset Penelitian ini.
RANCANGAN RISET
P E ME -
R I N T AH
M AS YA-
S W AS T A L S M
R AK AT
P E N E LITI
Pengelolaan
Planning Ekowisata:
Organization (Atraksi, Fasilitas,
Actuating Aksesibilitas,
Controlling lingkungan, ekososbud,
promosi & kemitraan)
36
dimaksud dengan ekosistem laut adalah seluruh wilayah laut yang terikat
dalam satu sistem, yaitu sistem ekologi, dimana untuk Indonesia meliputi
wilayah laut Indonesia seluas 62% dari luas wilayah keseluruhan (Tanjung,
1995).
Pada penelitian ini, penekanannya adalah pada wisata laut di tepian
daratan, atau lebih dikenal dengan wisata pantai, baik di atas maupun di
bawah permukaan laut. Kegiatan wisata di atas permukaan laut yang
berkaitan dengan pantai ini misalnya berselancar (Surfing), ski laut (Skiing),
memancing (Fishing), berlayar (Sailing) dan kegiatan yang dilakukan di dasar
laut seperti menyelam (Diving atau Snorkling).
Penetapan daya dukung lingkungan pantai menjadi sangat penting dalam
menentukan jumlah pengunjung wisata pantai. Daya dukung pantai ini
berbeda-beda satu sama lain, sangat tergantung pada macam pantai (Muddy
sandy atau Rocky beach). Bentuk pantai yang berbeda akan berbeda pula
kemampuan menerima pengaruh dari wisatawan demikian pula faktor
aktivitas wisatawan.
Secara umum telah terdapat kebijakan secara nasional yang sesuai
dengan SK Presiden Nomor 32 Tahun 1989, yang menetapkan lebar jalur
sepadan pantai. Dalam keputusan ini areal pantai di atas shoreline yaitu
selebar antara 150-200 meter dari Shoreline ke arah darat areal ini
ditetapkan sebagai kawasan lindung.
Ini berarti bahwa areal 150-200 meter ini menjadi public beach yang
melarang siapapun untuk membangun fasilitas wisata.
Kementerian Lingkungan Hidup juga telah membuat peraturan tentang baku
mutu lingkungan hidup (Kepmen Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004).
Pada pasal 5 dijelaskan bahwa: (1) daerah dapat menetapkan Baku Mutu Air
Laut sama atau lebih ketat dari Baku Mutu Air Laut yang telah ditetapkan
dalam Keputusan ini; (2) dalam hal daerah telah menetapkan Baku Mutu Air
Laut lebih longgar sebelum ditetapkannya Keputusan ini, maka Baku Mutu
Air Laut tersebut perlu disesuaikan dengan Keputusan ini selambat-
lambatnya dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal ditetapkannya
Keputusan ini; (3) daerah dapat menetapkan parameter tambahan
37
disesuaikan dengan kondisi ekologis daerah yang bersangkutan; (4) Apabila
daerah belum menetapkan Baku Mutu Air Laut, maka yang berlaku adalah
Baku Mutu Air laut seperti dimaksud dalam Lampiran Keputusan.
Selain itu pula, peraturan ini menjelaskan mengenai kewajiban Gubernur,
Bupati/Walikota untuk melaksanakan kegiatan pemantauan sekurang-
kurangnya 2 (dua) kali dalam setahun. Hal ini dilakukan guna mengetahui
kualitas air laut di daerah. Berdasarkan hasil pemantauan kualitas air laut,
Gubernur, Bupati/ Walikota menindaklanjuti dengan program pengendalian
pencemaran air laut.
Selain itu, untuk pengusahaan kegiatan wisata di lokasi yang menjadi
cagar alam, perlu ijin khusus berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan No.
446/Kpts-II/1996 tentang Tata Cara Permohonan Ijin Pengusahaan Hutan
Wisata, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Laut.
38
bahan bakar bermotor ini, dikhawatirkan akan mencemari lingkungan di
sekitar pantai. Salah satu biota laut, hewan benthic dan tanaman liana
biasanya mudah terpengaruh oleh tumpahan minyak. Selain itu, sampah pa-
dat yang dibuang sembarangan oleh wisatawan, pengelola obyek wisata ma-
upun warga sekitar pantai juga ikut mencemari lingkungan karena menge-
luarkan gas niethan dalam proses pembusukannya (Fandeli, 2002).
Berbagai macam kegiatan dapat dilakukan oleh wisatawan di areal pantai.
Kegiatan ini dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu:
(1) Surface activities, aktivitas wisata yang dilaksanakan di permukaan air
pantai. Aktivitas ini antara lain berperahu, ski air dan berselancar.
(2) Contact activities, aktivitas wisata yang dilaksanakan, dengan wisatawan
kontak langsung dengan air, aktivitas yang demikian antara lain
berenang, scuba diving, mandi dan snorkling.
(3) Littoral activities, aktivitas berwisata di daratan yang dilakukan oleh
wisatawan. Aktivitas berwisata alam yang banyak dilakukan adalah
berjemur di bawah sinar matahari, piknik dan berjalan-jalan santai
(Fandeli, 2002).
39
atau tanpa menggunakan bahan peledak berdampak pada rusak dan
kematian massal habitat hewan terumbu karang. Kegiatan pariwisata banyak
berpengaruh terhadap ekosistem ini. Wisatawan, terutama wisatawan
nusantara, banyak yang membawa atau membeli karang sebagai kenangan
dari berwisata.
40
biota dan taman lautnya, kini tercemari sampah dan limbah industri sehingga
wisatawan menjadi enggan untuk datang.
Degradasi pada ekosistem laut dapat menimbulkan pemandangan di
bawah permukaan laut menjadi tidak bagus lagi, degradasi laut dapat dise-
babkan oleh kerusakan habitat karena bencana alam, pencemaran
lingkungan, pengambilan sumber daya laut yang berlebihan, dan kegemaran
mengumpulkan benda dan organisme laut. Akibat lainnya adalah adanya
kecelakaan tanker dan kecerobohan pengoperasian perahu motor dan kapal,
yang menyebabkan terjadinya tumpahan minyak yang mengotori laut, dapat
merusak lingkungan bawah laut sehingga air laut menjadi tidak bersih lagi
dan pemandangan bawah laut pun menjadi tidak bagus.
Ekowisata merupakan bentuk wisata alam yang nyata-nyata memberikan
kontribusi pada upaya pelestarian. Kontribusi tersebut menurut Boo adalah:
menghasilkan dana bagi daerah yang diproteksi, menciptakan lapangan kerja
bagi komunitas di sekitar area yang diproteksi, memberikan pendidikan
tentang lingkungan kepada para pengunjung.
Sejumlah hal yang perlu dicermati antara lain:
(1) Ekowisata dan Peluang Kerja: potensi ekowisata menciptakan banyak
peluang kerja di kawasan-kawasan yang memang sangat
membutuhkan, mencegah tragedi peminggiran, penggusuran atau
marginalisasi dan migrasi yang terpaksa para orang muda yang
masuk dalam pasar kerja.
(3) Struktur Pendukung Pembangunan Pariwisata.
Komponen-komponen lain yang juga berpengaruh dalam
pembangunan kepariwisataan adalah infrastruktur dasar (Gunn 1994),
promosi dan pemasaran (Seaton & Bennet 1996) kebijaksanan dan
strategi kepariwisataan pemerintah (Jenkins, 1991) dan elemen-
elemen institusional seperti pendidikan, peraturan, kebijakan investasi
dan sumberdaya manusia (Inskeep, 1991).
(4) Fasilitas penunjang kepariwisataan digunakan wisatawan selama
mereka berwisata meliputi akomodasi, restoran, fasilitas hiburan dan
jasa-jasa lainnya (Cooper et al, 1993).
41
(5) Aksesibilitas sangat penting dalam pembangunan kepariwisataan,
seperti yang dikemukakan Gunn (1994) bahwa akses merupakan
komponen kritikal yang menghubungkan pasar dengan daerah tujuan
wisata.
Bagian ini bisa menjadi semacam tambahan (extra) baik menaikkan
maupun menurunkan total tingkat kepuasaan wisatawan. Semakin
lama mereka tinggal semakin penting usaha restoran dan hotel yang
membentuk sebagian support system.
(6) Tidak ada tourist system tanpa publisitas. Promosi tidak hanya
menyajikan informasi umum tentang atraksi kawasan, namun juga
menciptakan ekspektasi dan fantasi sebuah atraksi harus dipenuhi.
(7) Tourist system ada di dalam realitas politk komunitas.
Paraprofesional di bdiang parwisatra akan lebih bijaksana apabila
tetap membuka open line dengan pembuata keputusan prinsip dalam
komunitas.
(8) Penduduk setempat merupakan bagian dari tourist system dalam dua
arah (cara). Penduduk lokal akan menjadi constant source of
potential year round customers for both attractions and its supporting
industries. Penduduk lokal dapat sebagai supplemental source of
information about area attractions and services.
(9) Pengembangan Berkelanjutan dan berwawasan lingkungan
Pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan pada
dasarnya adalah upaya sadar dan berencana menggunakan dan
mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan guna
meningkatkan mutu lingkungan hidup (Soeriatmaja, 1994).
Berdasarkan definisi di atas maka tampak adanya unsur perencanaan
yang baik ada unsur pengelolaan sumber daya alam yang baik dan
tujuan akhirnya dan sangat penting adalah meningkatkan kualitas
lingkungan hidup manusia dimana pembangunan tersebut
berlangsung.
Dalam hal ada suatu daerah yang miskin sumber daya alam, maka
kemungkinan pengembangan wisata pantai dapat merupakan salah
42
satu solusi. Sebab pada hakekatnya wisata memang tidak
membatasi diri pada ada tidaknya sumber daya alam, namun dengan
adanya suatu kekhasan di daerah tersebut, dapat pula diupayakan
penghasilan yang layak bagi penduduk setempat.
Ekotourism pada dasarnya adalah pola pengembangan kawasan
yang berorientasi pada keseimbangan antara alam dan manusia.
Manusia bisa memperoleh kepuasan menjelajahi alam, alam pun
memperoleh keuntungan dari kepedulian manusia. Proses
konservasi tidak akan berjalan secara baik apabila penduduk di
kawasan tersebut masih terus mengandalkan hidupnya pada hasil
sumber daya alam yang ada sehingga menjadi bentuk-bentuk
eksploitasi alam.
Proses konservasi kawasan melalui pembangunan pariwisata akan
menjadikan wawasan tersebut mandiri karena memperoleh dukungan
dana dari kunjungan wisatawan. Simbiosis antara wisatawan dan
alam akan bersifat mutualistis untuk kawasan itu sendiri maupun
untuk penduduk setempat, dan akan terus berlanjut.
Namun demikian, ekowisata tidak akan mampu sendiri
menyelamatkan ekosistem, ekowisata juga tidak mampu sendiri
memperbaiki kehidupan penduduk setempat, namun apabila
direncanakan dengan baik untuk menikmati hasil ekonomi dan
memaksimalkan keterlibatan penduduk setempat, maka ekotourism
adalah salah satu solusi terhadap masalah tersebut (Tensi Whelan,
ekotourism and its role in Sustainable development 1992).
Dilihat dari perkembangannya, ekowisata merupakan segmen wisata
yang relatif masih muda namun pertumbuhannya paling pesat dari
berbagai industri yang pernah kita kenal. Pelaku ekowisata banyak
yang cenderung menghabiskan lebih banyak waktunya di tempat
tujuan (per orang per hari) dibanding jenis wisatawan yang lain (Final
Report on the Feasibility Study for the Bloody Nature Project, Tobago,
prepared by Eco-engineering-Ecologistics, 1997).
43
Dengan demikian dari aspek lama tinggal (length of stay), mereka
mencatat lebih panjang dengan berakibat pengeluarannya jadi makin
besar. Dari aspek ini saja, kualitas konsumennya relatif lebih baik
dibanding kualitas wisatawan yang memiliki tujuan lainnya dilihat dari
sisi pengeluaran (spending) mereka lebih tinggi. Disamping itu,
peralatan-peralatan yang digunakan untuk menunjang aktivitas
mereka seperti alat selam, perahu-perahu khusus, perlengkapan
pendakian juga tidak murah, maka tidak dapat dipungkiri bahwa
ekowisata merupakan aktivitas wisata yang tergolong mahal.
5) Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan masyarakat berarti meningkatkan kemampuan
masyarakat atau membangun potensi yang ada pada masyarakat untuk
membentuk individu dan masyarakat yang mandiri. Kemandirian masyarakat
merupakan suatu kondisi yang dialami oleh masyarakat yang ditandai oleh
kemampuan untuk memikirkan, memutuskan serta melakukan sesuatu yang
dipandang tepat demi mencapai pemecahan masalah-masalah yang
dihadapi dengan mempergunakan daya kemampuan mereka.
Pada hakekatnya pemberdayaan merupakan penciptaan suasana yang
memungkinkan potensi masyarakat berkembang yang didasarkan pada
asumsi bahwa tidak ada masyarakat yang sama sekali tanpa memiliki daya.
Setiap masyarakat pasti memiliki daya akan tetapi kadang-kadang mereka
tidak menyadari, atau daya tersebut belum dapat diketahui secara eksplisit.
Oleh karena itu daya harus digali, dan kemudian dikembangkan sebagai
upaya untuk mendorong, memotivasi dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang dimiliki serta berupaya untuk mengembangkannya sehingga
mengantarkan masyarakat pada proses kemandirian.
Didalam proses pemberdayaan masyarakat dalam mengelola ekowisata,
diperlukan langkah-langkah tertentu yang dapat dijadikan sebagai pedoman
yaitu pertama, tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku
sadar dan peduli terhadap pariwisata sehingga merasa membutuhkan
peningkatan kapasitas diri. Kedua, tahap transformasi kemampuan berupa
44
wawasan pengetahuan, kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan
memberikan keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam
pembangunan pariwisata. Ketiga, tahap peningkatan kemampuan intelektual,
kecakapan ketrampilan sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan ino-
vatif untuk mengantarkan pada kemandirian mengelola pariwisata.
45
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
46
(4) mengembangkan kualitas hidup komunitas;
(5) menjamin keberlanjutan lingkungan;
(6) mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal;
(7) membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran
budaya pada komunitas;
(8) menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia;
(9) mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas
yang berperan dalam menentukan prosentase pendapatan
(pendistribusian pendapatan) dalam proyek yang ada di komunitas.
Sepuluh prinsip dasar tersebut harus menjadi tumpuan, arah, dan
prinsip dasar dari pembangunan pariwisata agar keberlanjutannya
terjamin (Suansri, 2003).
Menurut Oka Yoeti (2000) dalam “ilmu wisata” ekowisata adalah “suatu
perjalanan untuk memenuhi keingintahuan (curiosity), mengagumi
(astonishing), menciptakan saling pengertian (understanding), tentang sistem
ecology keindahan alam (natural beauty), warisan budaya (cultural heritage),
adat istiadat masyarakat setempat (customs and traditions), serta
menghargai dan mengakui keberadaannya (appreciate).
Sementara menurut Lascurain, Tourism that involved travelling to
relativity undisturbed natural areas with the objective of admiring, studying
and enjoying the scenery and its wild plants and animals as well as any
cultural features found there. (Caballos – Lascurain, 1991).
Dari definisi tersebut, ekowisata mempunyai unsur–unsur antara lain: adalah:
Unsur (1) edukasi, (2) konservasi, (3) appresiasi, (4) understanding, (5)
sustainable, (6) enjoying, dan (7) kesejahteraan masyarakat lokal.
Menurut Syahril Amil (1988), ada 4 syarat yang harus diperhatikan di
dalam pengembangan ekowisata. 1) adanya proses belajar (learning
process) 2) adanya prinsip konservasi alam 3) pengembangan masyarakat
terutama masyarakat lokal 4) aktivitas yang populer dilakukan oleh
kebanyakan ekowisata adalah kegiatan seperti : menyaksikan sesuatu yang
unik tentang kehidupan suatu etnis tertentu, termasuk budaya dan seni
tradisional masyarakat setempat. Hiking, tracking, bird watching, nature
47
photography, wildlife safari, camping, mountain climbing, fishing, hunting,
rafting, canoing, diving, kayaking, botanical study merupakan sejumlah nama
kegiatan ekowisata (Whelan, 1991).
Tensie Whelan 1991 menggaris bawahi bahwa ekowisata adalah suatu
konsep inovatif yang mengkaitkan konsep konservasi dengan pembangunan
ekonomi setempat yang mampu memberikan alternatif selain cara-cara yang
bersifat eksploitatif. Konsep ekowisata sendiri pada dasarnya menolak
upaya-upaya pemanfaatan sumber daya alam untuk maksud-maksud
ekonomi yang bersifat eksploitatif.
Konsep ekowisata merupakan salah satu dari sekian banyak cara-cara
mengkonservasi yang bersifat mandiri dan rasional. Mandiri artinya mampu
menghidupi dirinya sendiri, rasional karena berdasarkan logika.
Menurut Keliwar 1, Pariwisata berbasis masyarakat (community-based
tourism) dan ekowisata berbasis masyarakat (community-based ecotourism)
merupakan dua bentuk pendekatan perencanaan pembangunan pariwisata
alternatif yang bersifat partisipatif, yang digunakan untuk menggambarkan
bentuk pariwisata yang mengenali dampak-dampak penting terhadap ling-
kungan, sosial – budaya dan ekonomi, yang disebabkan oleh kegiatan
pariwisata, terutama pariwisata yang bermanfaat bagi masyarakat lokal.
Hal ini diperkuat oleh Wood yang menyatakan bahwa konsep
ekowisata mengandung unsur edukatif yang membuahkan sikap apresiatif
dan menjauhi sikap destruktif. Keterlibatan penduduk dalam perusakan
lingkungan dikarenakan penduduk setempat justru sering merusak
lingkungan mereka sendiri untuk menunjang kebutuhan hidup mereka sehari-
hari.
Tujuan dasar dari pengembangan ekowisata antara lain adalah (1)
Lahirnya kesadaran akan pentingnya upaya konservasi. (2) Penyelamatan
sumber daya alam dan lingkungan hidup. (3) Peningkatan tingkat kehidupan
secara finansial maupun sosial penduduk setempat. (4) Peningkatan
apresiasi pengunjung terhadap suatu daerah tujuan wisata.
1
Said Keliwar, Pola Pengelolaan Ekowisata berbasis Komunitas di TN Gunung Halimun-Salaj
48
Australian Tourism Commission (ATC) menyatakan ekowisata adalah
salah satu upaya mengajak wistawan pergi ke alam dan meningkatkan
pemahaman mereka terhadap warisan alam dan budaya tanpa harus
mendegradasi mereka. Ekowisata secara teoritis memberikan dampak positif
dari berbagai dimensi : lingkungan, sosial dan ekonomi. Oleh sebab itu
ekowisata dipandang sebagai pedang bermata dua. Eco berasal dari kata
Oikos artinya rumah tangga. Kata eko bisa dikaitkan dengan ekonomi bisa
dengan ekologi – kata ekonomi dan ekologi sudah banyak dikenal orang.
Ekowisata menyiratkan ilmu pengetahuan (scientific), keindahan
(esthetic) atau pendekatan filosofi, meskipun pelaku ekowisata tidak
diharuskan menjadi profesional scientist, artst or philipospher. Dengan
demikian, ekowisata pada dasarnya memfokuskan diri pada pengalaman
personal wisatawan di kawasan alam yang dikunjungi, yang dapat mengarah
pada pemahaman dan penghargaan yang lebih baik terhadap lingkungan
tersebut.
Dalam ekowisata terintegrasi kesempatan bagi wisatawan untuk memahami
kawasan alam yang mereka kunjungi dan sekaligus memperoleh
pengalaman darinya.
Ekowisata merupakan bentuk wisata alam yang nyata-nyata memberikan
kontribusi pada upaya pelestarian. Kontribusi tersebut menurut Boo (1998)
adalah: (1) menghasilkan dana bagi daerah yang diproteksi. (2) menciptakan
lapangan kerja bagi komunitas di sekitar area yang diproteksi. (3)
memberikan pendidikan tentang lingkungan kepada para pengunjung.
Ekowisata menciptakan banyak peluang kerja di kawasan-kawasan yang
memang sangat membutuhkan, mencegah tragedi peminggiran,
penggusuran atau marginalisasi dan migrasi yang terpaksa para orang muda
yang masuk dalam pasar kerja.
Sedangkan ekowisata berbasis masyarakat (community-based tourism)
merupakan salah satu bentuk ekowisata yang lebih spesifik dan sebagai alat
untuk mewujudkan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan, sama
seperti pariwisata berbasis masyarakat, dimana masyarakat lokal memiliki
kontrol terhadap pengembangan dan pengelolaan sehingga banyak
49
memperoleh manfaat baik secara ekonomi, pendidikan, sosial budaya,
kesehatan maupun manfaat terhadap konservasi lingkungan alam dari
pengembangan ekowisata berbasis masyarakat ini.
Ekowisata berbasis komunitas penting sebagai alat proteksi terhadap dam-
pak lingkungan, sosial, budaya dan keberlanjutan pembangunan ekowisata
harus antara lain:
a. mampu menekan dampak negatif terhadap sumber daya alam daerah
yang dilindungi;
b. melibatkan semua stakeholders (institusi pemerintah, indusri pariwisata
swasta seperti tour operator, pengelola, wisatawan ekowisata, LSM, ma-
syarakat, konsultan) dalam proses perencanaan, pengembangan,
implementasi dan monitoring;
c. menghormati kebudayaan dan tradisi lokal;
d. meningkatkan pendapatan yang wajar kepada komunitas lokal dan
stakeholders lainnya;
e. memberikan pendapatan bagi konservasi dan daerah-daerah yang di-
lindungi; dan
f. mendidik semua stakeholder tentang peranan mereka masing-masing da-
lam konservasi (Drumm & Moore, 2005).
Dengan demikian, ekowisata berbasis masyarakat merupakan komponen
logis dari pembangunan yang berkelanjutan, memerlukan pendekatan
berbagai disiplin, perencanaan yang cermat baik secara fisik maupun
manajerial dan arahan serta peraturan yang tegas untuk menjamin
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Hanya melalui keterlibatan lintas
sektoral dari semua stakeholder ekowisata berbasis masyarakat akan dapat
benar-benar mencapai sasarannya.
Untuk mewujudkan pembangunan ekowisata berbasis masyarakat dalam
peningkatan perekonomian masyarakat lokal maka upaya yang harus
dilakukan adalah melalui program pemberdayaan masyarakat itu sendiri yang
dilakukan dengan membangun kemampuan yang dimiliki masyarakat
(Community Capacity Building) tetapi belum diberdayakan, menurut World
Bank capacity building terdiri dari:
50
(1) Pengembangan sumber daya manusia; training, rekruitmen, ma-
najerial dan teknis yang berbasis kepada masyarakat (Community-
Based Training);
(2) Keorganisasian, yaitu pengaturan struktur, proses, sumber daya dan
gaya manajemen;
(3) Jaringan kerja (network), berupa koordinasi, aktifitas organisasi,
fungsi network, serta interaksi formal dan informal;
(4) Lingkungan organisasi, yaitu aturan (rule) dan undang-undang
(legislation) yang mengatur pelayanan publik, tanggung jawab dan
kekuasaan antara lembaga, kebijakan yang menjadi hambatan bagi
development tasks, serta dukungan keuangan dan anggaran;
(5) Lingkungan kegiatan lebih luas lainnya, meliputi faktor-faktor politik,
ekonomi dan situasi-kondisi yang mempengaruhi kinerja.
Didalam proses pemberdayaan masyarakat dalam mengelola ekowisata, di-
perlukan langkah-langkah tertentu yang dapat dijadikan sebagai pedoman
yaitu:
(1) tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar
dan peduli terhadap pariwisata sehingga merasa membutuhkan
peningkatan kapasitas diri.
(2) tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan,
kecakapan keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan
keterampilan dasar sehingga dapat mengambil peran di dalam
pembangunan pariwisata.
(3) tahap peningkatan kemampuan intelektual, kecakapan ketrampilan
sehingga terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk
mengantarkan pada kemandirian mengelola pariwisata.
Selain itu kehidupan sosial budaya masyarakat yang masih kuat
memegang tradisi nenek moyang yang masih kuat diantaranya upacara adat,
bentuk arsitektur rumah, pembuatan gula aren, pembuatan produk
cinderamata, aktifitas pertanian dan sebagainya.
Potensi atraksi wisata tersebut kemudian menjadi modal untuk pendorong
pengelolaan ekowisata yang berbasis kepada masyarakat di Lokasi
51
penelitian. Namun sampai saat ini pelaksanaan pengelolaan potensi tersebut
belum dilakukan secara maksimal untuk ekowisata. Hal-hal yang menjadi
permasalahan dalam pengelolaan ekowisata berbasis komunitas adalah :
(2) kurangnya kerjasama antar pihak yang berkepentingan (stakeholders)
dalam pengelolaan ekowisata berbasis komunitas terutama menyangkut
atraksi, fasilitas (amenitas), aksesibilitas dan promosi;
(3) regulasi yang masih tumpang tindih antara pemerintah pusat dan daerah
tentang pengelolaan kawasan pantai/pesisir;
(4) kurangnya program pemberdayaan masyarakat tentang kepariwisataan;
(5) data dan informasi yang belum lengkap untuk pengelolaan kawasan
pantai/pesisir.
Pariwisata berbasis masyarakat (community-based tourism) merupakan
suatu alat pembangunan masyarakat yang memperkuat kemampuan ma-
syarakat pesisir untuk mengelola sumber-sumber daya pariwisata sambil
memastikan keterlibatan mereka secara penuh. Dengan demikian karakter
pariwisata berbasis masyarakat adalah (1) bentuk pariwisata yang
memberikan kesempatan kepada masyarakat lokal untuk mengontrol dan
terlibat dalam manajemen dan pembangunan pariwisata, (2) jika masyarakat
yang tidak terlibat langsung dalam usaha-usaha pariwisata namun juga
mendapat keuntungan, (3) menuntut pemberdayaan secara politis dan
demokratisasi serta distribusi keuntungan kepada kommunitas yang kurang
beruntung di pesisir (Beeton, 2006 dalam Keliwar, 2008).
Pembangunan pariwisata berbasis masyarakat (community-based
tourism development) memiliki prinsip-prinsip dasar yang harus menjadi
perhatian pengembang pariwisata, yaitu :
(1) mengakui, mendukung dan mengembangkan kepemilikan komunitas
dalam industri pariwisata;
(2) mengikutsertakan anggota komunitas dalam memulai setiap aspek;
(3) mengembangkan kebanggaan komunitas;
(4) mengembangkan kualitas hidup komunitas;
(5) menjamin keberlanjutan lingkungan;
(6) mempertahankan keunikan karakter dan budaya di area lokal;
52
(7) membantu berkembangnya pembelajaran tentang pertukaran budaya
pada komunitas;
(8) menghargai perbedaan budaya dan martabat manusia;
(9) mendistribusikan keuntungan secara adil pada anggota komunitas dan
berperan dalam menentukan prosentase pendapatan (pendistribusian
pendapatan) dalam proyek yang ada di komunitas. Sepuluh prinsip dasar
tersebut harus menjadi tumpuan, arah, dan prinsip dasar dari pem-
bangunan pariwisata agar keberlanjutannya terjamin (Suansri, 2003).
53
Rusaknya ekosistem mangrove, terumbu karang, dan estuari
berimplikasi terhadap penurunan kualitas lingkungan untuk sumberdaya ikan
serta erosi pantai. Sehingga terjadi kerusakan tempat pemijahan dan daerah
asuhan ikan, berkurangnya populasi benur, nener, dan produktivitas tangkap
udang.
54
Biasanya sumberdaya pesisir dianggap tanpa pemilik (open access
property), tetapi berdasarkan pasal 33 UUD 1945, dan UU Pokok Perairan
No. 6/1996, dinyatakan sebagai milik pemerintah (state property). Namun,
ada indikasi di beberapa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terjadi
pemilikan pribadi (quasi private proverty). Di beberapa wilayah pesisir atau
pulau masih dipegang teguh sebagai milik kaum atau masyarakat adat
(common property).
55
Konflik antar UU terjadi pada bidang pengaturan tata ruang wilayah
pantai/ pesisir dan laut.
56
Pulau-pulau kecil memiliki karakteristik dan tingkat kerentanan yang
berbeda dibandingkan dengan pulau besar. Namun, demikian selama ini
pengetahuan mengenai karakteristik pulau-pulau kecil sangat minim.
Sehingga pengelolaan, pola pembangunan, dan regulasi disusun sama
dengan cara pandang kita terhadap pengelolaan pulau besar (mainland).
Sebagian besar dari pulau-pulau tersebut merupakan pulau-pulau kecil yang
memiliki kekayaan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan
(environmental services) yang sangat potensial untuk pembangu-nan
ekonomi.
1. Pulau yang ukuran luasnya kurang atau sama dengan 10.000 km2,
dengan jumlah penduduknya kurang atau sama dengan 200.000
orang;
2. Secara ekologis, terpisah dari pulau induknya (mainland island),
memiliki batas fisik yang jelas, dan terpencil dari habitat pulau induk
sehingga bersifat insular;
3. Mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang
tipikal dan bernilai tinggi;
4. Daerah tangkapan air (catchment area) relatif kecil, sehingga
sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut;
5. Dari segi sosial, ekonomi, dan budaya, masyarakat pulau-pulau
bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.
57
Pada sisi yang lain, pulau-pulau kecil memiliki tingkat kerentanan yang cukup
tinggi, khususnya menyangkut ketersediaan air yang rendah dan resiko erosi
(penenggelaman). Oleh karena itu, pilihan pembangunan pulau-pulau kecil
merupakan gabungan dari 2 sisi ini. Kegiatan yang bersifat ekstraktif
(eksploitatif), seperti pertambangan, industri yang rakus konsumsi air, dan
sebagainya, merupakan pilihan yang harus dihindari. Aktifitas ekstraktif justru
cenderung hanya mengeksploitasi satu jenis sumberdaya lain, dan
mengabaikan/merusak sumberdaya lain yang beragam. Negara-negara yang
telah maju dalam mengelola pulau-pulau kecilnya, di antaranya Fiji,
mengandalkan pariwisata dan budidaya perikanan berbasis masyarakat
sebagai strategi pembangunannya.
58
“Souvereignity” bermakna kekuasaan tertinggi suatu negara yang mana di
dalam negara tersebut tidak dihinggapi adanya kekuasaan lain. Asal mula
suatu negara ada atau timbul karena adanya kebutuhan keinginan manusia
yang beraneka macam.
Perlu disadari bahwa pulau-pulau kecil yang sebagian besar terletak pada
bagian batas luar perairan Indonesia dan yang belum bernama tersebut
memiliki sumber kekayaan pesisir dan laut yang teramat sangat melimpah,
selain itu sejauh peninjauan saya, keberadaan pulau-pulau kecil pada lintas
garis batas kepulauan Indonesia pada bagian terluar masih kurang di
perdulikan oleh pemerintah sebagai penguasa pengambil kebijakan. Saya
teringat akan kasus lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan yang telah direbut
oleh negara tetangga Malaysia. Jika dikaji dari aspek ekonomi, bangsa ini
telah mengalami kerugian yang tidak dapat di hitung baik dari segi kerugian
akan sumberdaya hayati perairan pesisir dan laut, maupun dari segi luasan
wilayah. Perubahan garis pantai yang secara jelas mengandung makna
59
bahwa dengan hilangnya pulau Sipadan dan Ligitan memberikan arti penting
dalam perubahan luasan wilayah teritorial kawasan laut Indonesia.
Tidak hanya demikian seperti yang telah disebutkan di atas, jika kita mau
untuk berkata jujur pada diri kita sendiri dan pada bangsa ini, dengan
hilangnya pulau Sipadan dan Ligitan telah memberikan jawaban bagi negara
lain yakni betapa lemahnya Kedaulatan Negara Kita, disini sebenarnya letak
“Lemahnya Kunci Kedaulatan Negara Kita”. Kita sebagai bangsa yang besar
dan yang memiliki sumber kekayaan alam laut yang begitu melimpah perlu
melakukan berbagai tindakan preventif dalam mengatasi tindakan-tindakan
negara lain yang sengaja ingin merampas akan kedaulatan negara ini
selangkah demi selangkah.
Sejalan dengan pernyataan di atas untuk tidak pernah terjadi lagi akan
pengalaman pahit oleh bangsa ini, maka pemerintah sudah seharusnya
melakukan pengelolaan dan pendayagunaan sumberdaya pulau-pulau kecil
yang berada di bagian terluar kepulauan Indonesia. Pengelolaan dan
pendayagunaan sumberdaya pulau-pulau kecil perlu dilakukan melalui
pendekatan kesejahteraan (prosperity) dan kedaulatan (souvereignity)
dengan mempertimbangkan tiga aspek utama yaitu keberadaan secara terus
menerus (continuous presence) di pulau tersebut, penguasaan secara efektif
(effective occupation) yaitu aspek administrasi, perlindungan dan pelestarian
ekologis (maintenance and ecology preservation).
60
Sejalan dengan hal tersebut, untuk merealisasikan berbagai aspek seperti
yang telah disebutkan diatas, perlu adanya kebijakan dan program kerja yang
bersifat operasional dengan kerjasama secara sinergis lintas sektor ke arah
peningkatan kualitas lingkungan pesisir dan laut dan pulau-pulau kecil yang
meliputi Penataan ruang pesisir, laut dan pulau-pulau kecil termasuk produk
hukumnya (PP, Perda, dll), Meningkatkan kualitas lingkungan dan
produktivitas sumberdaya pesisir, laut dan pulau-pulau kecil, Konservasi
meliputi, perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan ekosistem pesisir dan
laut serta keanekaragaman hayati laut. Kebijakan ini perlu juga dijabarkan ke
dalam implementasi dengan beberapa program kegiatan kebaharian seperti,
1) pengembangan dan perumusan kebijakan umum yang berkaitan dengan
pengelolaan dan pemanfaatan pesisir dan laut secara berkelanjutan, 2)
penataan pantai/pesisir laut dan pulau-pulau kecil yang diarahkan pada
sinkronisasi dan integrasi penataan daerah dan nasional, 3) pengembangan
dan pengelolaan kawasan konservasi laut dan pengembangan konservasi
jenis dan genetik biota laut langka dan ekosistem lainnya.
61
terutama untuk gelondongan sebagai bahan baku pulp/kertas, rayon dan
arang. Saat ini, kerusakan dan degradasi hutan mangrove merupaka
fenomena umum di berbagai negara, terutama di negara-negara yang
berkembang. Kerusakan hutan ini terutama disebabkan oleh konversi
mangrove untuk kegiatan-kegiatan produksi (industri, pertambangan dan lain-
lain) yang tidak berlandaskan asas kelestarian serta kegiatan eksploitasi
yang tidak terkendali. Adanya konversi hutan mangrove ini menyebabkan
semakin menyusutnya luas hutan mangrove Indonesia Indonesia yaitu
tinggal sekitar 4.25 juta ha (Departemen Kehutanan, 2002). Bahkan menurut
PHPA dan AWB (2004) diperkirakan luas hutan mangrove tinggal 3.24 juta
ha. Pembangunan kehutanan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
pembangunan nasional yang diarahkan untuk memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kemakmuran rakyat dengan tetap menjaga kelestariaanya.
Kegiatan pengelolaan sumber daya alam dan ekosistemnya, termasuk hutan
mangrove diselenggarakan atas dasar pola kebijaksanaan yang tertuang
dalam Strategi konservasi Alam Indonesia berisi prinsip-prinsip sebagai
berikut:
(1) perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan dan menjamin
terpeliharanya proses ekologis bagi kelangsungan pembangunan dan
kesejahteraan masyarakat;
(2) pengawetan keanekaragaman sumber plasma nutfah dengan
menjamin terpeliharanya sumber genetik dan ekosistemnya bagi
kepentingan umat manusia;
(3) pelestarian pemanfaatan baik jenis maupun ekosistemnya dengan
mengatur dan mengendalikan cara-cara pemanfaatan yang lebih
bijaksana, sehingga diperoleh manfaat yang optimal dan berkesi-
nambungan.
62
1) Terbatasnya data, informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
mendukung kemanfaatan yang lestari, perlindungan dan rehabilitasi;
2) Belum jelasnya tata ruang wilayah pesisir dan tata guna mangrove
yang mengakibatkan banyak terjadi tumpang tindih kepentingan
peruntukan lahan dalam pemanfaatan hutan mangrove;
3) Belum adanya peraturan pelaksanaan yang mantap dari perundang-
undangan yang telah ada sebagai dasar pengelolaan hutan mangrove
secara lestari;
4) Kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan mangrove.
63
3) Pengelolaan hutan mangrove dengan fungsi untuk pelestarian
diselenggarakan dengan tujuan utama menjaga kemurnian, kekhasan
dan keunikan keanekaragaman genetik, spesies dan ekosistem hutan
mangrove;
4) Rehabilitasi hutan mangrove dilaksanakan untuk memulihkan dan
meningkatkan fungsi lindung, fungsi pelestarian dan fungsi produksi;
5) Inventarisasi, penelitian dan pengembangan serta evaluasi sumber
daya hutan ditingkatkan dan dikembangkan secara terpadu.
Penelitian dilakukan dalam rangka menggali dan mengembangkan
sumber daya hutan mangrove untuk mendukung peningkatan fungsi
lindung, pelestarian dan pemanfaatannya;
6) Pemanfaatan hutan mangrove untuk fungsi produksi diselenggarakan
dengan memanfaatkan dan meningkatkan potensi dan produksi
secara optimal dengan memperhatikan kelestarian sumber daya dan
kelayakan pengusahaanya;
7) Kegiatan perlindungan, pelestarian dan pemanfaatan hutan mangrove
diupayakan dapat menampung dan terintegrasi dengan kepentingan
dan hak masyarakat sekitar, dengan tujuan agar masyarakat dapat
merasakan manfaat keberadaan hutan mangrove sehingga dapat
meningkatkan tanggung jawab dan peran serta dalam perlindungan,
pelestarian dan pemanfaatan hutan mangrove secara lestari;
8) Pengelolaan hutan mangrove merupakan bagian dari pengembangan
daerah pesisir secara keseluruhan sehingga selalu
mempertimbangkan kepentingan dan manfaat yang lebih luas,
dengan tetap mengutamakan peningkatan kesejahteraan masyarakat
dan menjamin kepentingan manusia secara berkelanjutan.
64
2) Penetapan pedoman pelaksanaan pengelolaan hutan mangrove
secara terkoordinasi.
3) Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia, sarana dan prasarana.
4) Meningkatkan fungsi koordinasi dan kelembagaan.
5) Melakukan pelaksanaan penyusunan struktur tata ruang dan
penetapan peruntukan kawasan hutan mangrove sesuai dengan
fungsinya.
6) Meningkatkan peranserta masyarakat
7) Meningkatkan pendapatan Negara
8) Meningkatkan pemantauan, pengendalian dan Pengawasan
implementasi pengelolaan hutan mangrove dengan melakukan:
(1) kajian terhadap pelaksanaan dan peraturan yang ada;
(2) penyusunan, penetapan dan penyempurnaan, peraturan;
(3) peningkatan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan;
(4) secepatnya menyusun pedoman secara terkoordinasi:
(5) melakukan pendidikan dan latihan;
(6) menyediakan sarana, prasarana dan jenjang karir yang
memadai;
(7) memantapkan ruang lingkup dan tanggung jawab:
(8) secepatnya menyusun secara terkoordinasi struktur tata ruang
kawasan hutan mangrove sesuai dengan fungsinya;
(9) melakukan inventarisasi dan pemetaan potensi sumberdaya
alam hutan mangrove;
(10) penataan batas kawasan yang telah ditetapkan dalam struktur
tata ruang.
(11) menumbuhkan kembangkan kesadaran masyarakat tentang
arti penting hutan mangrove.
(12) memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha
dengan meningkatkan diversifikasi pemanfaatan hutan
mangrove;
(13) mendorong peningkatan mutu pengelolaan produk hutan
mangrove;
65
(14) menyusun dan/atau menyempurnakan sistem informasi
pengelolaan hutan mangrove yang terpadu dan menyiapkan
kriteria yang diperlukan dalam rangka pemantauan,
pengendalian dan pengawasan.
66
1) Mengamankan, menertibkan dan mengelola data, informasi beserta
saran dan prasarana penelitian sehingga menjamin kegiatan program
pengembangan hutan mangrove melalui a) pengembangan
sumberdaya manusia agar lebih profesional dan berloyalitas tinggi, b)
memperbaiki sistem manajemen yang berkaitan dengan tata cara
dokumentasi dan penyebaran hasil penelitian dan pengembangan, c)
pengembangan sarana dan prasarana fisik dalam rangka pengamanan
data dan informasi, d) pengembangan kelembagaan dalam rangka
pengamanan data dan informasi, e) membentuk satuan tugas dalam
rangka peyebarluasan dan pengamanan data dan informasi.
2) Mempelajari prospek pemanfaatan produk ataupun komponen
ekosistem hutan mangrove serta produk-produk penelitian yang telah
ada.
3) Tindakan pemanfaatan produk-produk penelitian mengacu kepada
pengembangan (hasil-hasil penelitian), sehingga semaksimal mungkin
dapat member manfaat dan nilai tambah kepada masyarakat sekitar,
para peneliti, pembangunan Indonesia, a) mengidentifikasi dan
mengungkapkan perikehidupan, lingkungan sumberdaya hutan
mangrove dan ekosistemnya, meliputi karakter dan struktur ekosistem,
keanekaragaman hayati, persebaran, pertumbuhan, dan zonasi hutan
mangrove, dampak negatif berbagai bahan pencemar dan ekploitasi
hutan mangrove, silvikultur hutan mangrove serta komponen-
komponen yang terkandung di dalam bagian pohon hutan mangrove
atau ekosistemnya, serta manfaatnya bagi manusia, b) melakukan
studi tentang pemanfaatan bagi masyarakat terhadap hujtan mangrove,
c) mengembangkan sarana dan prasarana fisik penunjang kegiatan
penelitian pengembangan, d) penetapan kelembagaan penelitian dan
pengembangan tentang sumberdaya hutan mangrove :
(1) mengikutsertakan masyarakat sekitar dengan tujuan memanfaat-
kan hasil-hasil pengembangan dan turut melestarikan hutan
mangrove yang dapat di dukung oleh pemerintah dan swasta,
khususnya LSM;
67
(2) mengoptimalkan pemanfaatan hasil-hasil penelitian sehingga aspek-
aspek perlindungan, pelestarian dan pemantapan terjamin
kelestariannya.
68
kegunaan dan pentingnya hutan mangrove pada masyarakat, c)
meningkatkan pendidikan dan keterampilan masyarakat sekitar
sehingga mempunyai alternatif pendapatan, d) meningkatkan
kegiatan rehabilitasi hutan mangrove yang mengalami degradasi,
e) mengembangkan pilot percontohan tentang pelaksanaan sistem
silvikultur hutan mangrove; f) melakukan evaluasi terhadap sistem
silvikultur yang ada, g) menyusun petunjuk teknis yang menunjang
sistem silvikultur hutan mangrove, h) mengembangkan diversifikasi
pemanfaatan berbagai jenis vegetasi hutan mangrove, i) mengem-
bangkan sistem informasi manfaat non konvensional hutan
mangrove, j) mengembangkan sistem informasi geografis (GIS)
hutan mangrove untuk keperluan rehabilitasi dan, k) mengem-
bangkan metode rehabilitasi hutan mangrove yang efektif dan
efisien;
(7) Menentukan dan mengawasi tata tebangan yang memungkinkan
terbentuknya kelestarian potensi dan pengusahaan dengan, a)
melakukan pengamatan setiap pertumbuhan dari berbagai jenis
pada berbagai perlakuan, b) menyempurnakan metode penentuan
potensi tegakan dengan menggunakan tabel volume;
(8) Meningkatkan pembinaan dan pengawasan pada bekas areal
tebangan dan reboisasi pada kawasan hutan mangrove yang
kurang produktif;
(9) Meningkatkan pembinaan terhadap industri yang memanfaatkan
bahan baku mangrove dengan lebih beragam dan mempunyai nilai
tambah dengan menghasilkan jumlah limbah yang dapat ditolerir;
(10) Mendorong usaha/kegiatan masyarakat sekitar dalam memanfaat-
kan anekaragam hutan mangrove agar lebih mampu meningkatkan
kehidupannya. Dengan tetap mempertahankan kelestarian hutan
mangrove untuk, a) penentuan tata tebangan dan penyempurnaan
sistem pengawasannya, b) menyempurnakan sistem insentif bagi
aktivitas reboisasi dan rehabilitasi pada kawasan hutan mangrove
yang kurang produktif atau mengalami kerusakan, c) meningkatkan
69
peranserta mansyarakat dalam penghijauan hutan mangrove, d)
mengembangkan sistem insentif dan meningkatkan pengawasan
bagi industri dengan bahan baku dan keluaran yang lebih beragam
dan mempunyai nilai tambah. Hal yang sama diberikan pada
industri padat karya yang memperhatikan kelestarian lingkungan
dengan, a) mendorong dan memasyarakatkan konsep bapak
angkat terhadap industri di sekitar hutan mangrove bagi kegiatan/
perusahaan kecil masyarakat setempat, sehingga tidak
mengganggu keberadaan dan kelestarian hutan mangrove, b)
mengenalkan dan mengembangkan kegiatan usaha yang bisa dan
mampu dikelola oleh masyarakat setempat, misalnya konsep
agroforestri.
70
lindungan pantai dan pengikisan air laut serta pelindungan usaha budidaya di
belakangnya.
Pasal 27 berbunyi:
Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata-
rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis
surut terendah ke arah darat.
Pasal 40 ayat (1) berbunyi:
Selambat-lambatnya 2 tahun setelah Keppres ini ditetapkan, setiap Pemda
Tk. I sudah harus menetapkan Perda penetapan kawasan lindung, dan
segera sesudah itu Pemda Tk.II menjabarkan lebih lanjut bagi daerah
masing-masing.
1) Langkah Tindak Pengelolaan Jalur Hijau Pantai
Penetapan jalur hijau pantai bermangrove sesuai dengan Keppres
32/1990 perlu dilaksanakan dengan memperhatikan kondisi pantai setempat.
Sebab pada kenyataannya terdapat pesisir (pantai) memiliki kondisi tidak
memungkinkan untuk kehadiran mangrove atau fungsi mangrove memang
sudah tidak diperlukan. Kondisi ini harus tetap dipertahankan tetapi sudah
harus siap pula untuk dikembangkan guna kepentingan pencadangannya
untuk mengakomodasi aspek konvensi
kepentingan pembangunan jangka panjang. Dalam rangka implementasi
Keppres tersebut maka langkah-langkah yang dapat dilaksanakan:
(1) Pembentukan suatu Tim Teknis interkem (Kemenhut cq. Ditjen PHPA,
Ditjen RRL, Ditjen Intag, Perum Perhutani; Kementan cq. Ditjen
Perikanan, Kemdagri cq. Ditjen Pembangunan Daerah; LIPI cq. Komisi
Ekosistem Mangrove (MAB); Perguruan Tinggi ; Bakorsurtanal; Badan
Pertanahan Nasional dan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup
dalam jalur hijau pantai mangrove. Tugas Utama Tim Teknis tersebut
yakni :
Meningkatkan koordinasi antara instansi di Tingkat Nasional dalam
impelementasi Keppres No.32/1990 khususnya dalam penetapan
dan pelaksanaan jalur hijau pantai;
71
Membuat petunjuk teknis terhadap tata cara penetapan jalur hijau
pantai mangrove sesuai dengan Keppres 32/1990, sekaligus
memberikan asistensi kepada setiap pemerintah daerah dalam hal
pelaksanaannya;
Memberikan asistensi kepada pemerintah daerah dalam pembentu-
kan Tim Teknis Daerah dalam pengelolaan jalur hijau pantai
mangrove di daeah masing-masing. Dan secepatnya membuat SK
Gubernur atau Perda (Tk.I dan Tk.II) untuk menindaklanjuti
pelaksanaan dari Keppres 32/1990;
Membantuk memecahkan setiap permasalahan dalam implementasi
jalur hijau pantai mangrove, akibat hal tersebut tidak dapat di atasi
oleh Tim Teknis di Tingkat Daerah;
Menetapkan lokasi "prioritas rehabilitasi/penanganan hutan
mangrove" (ke dalam klasifikasi kritis atau super kritis).
(2) Pembuatan dengan segera "Peta Khusus tentang Jalur Hijau Pantai
Mangrove", sesuai dengan ketetapan (rumus) dalam Keppres 32/1990,
dengan skala operasional secara berurutan dengan lokasi prioritas,
seperti pesisir (pantai) Utara Jawa, Pantai Timur Sumatera, (Pantai)
Kalimantan timur, Kalimantan Selatan dan Pantai di Sulawesi Selatan.
Karena hal tersebut merupakan dasar utama dalam implementasi di
lapangan oleh pemerintah setempat.
Teknis penetapan lebar jalur hijau pesisir (pantai) adalah sebagai
berikut.
➪ Pesisir (pantai) yang memenuhi syarat untuk jalur hijau ialah areal
ekosistem mangrove yang sudah dikonversi untuk keperluan lain,
pesisir (pantai) yang berlumpur dan pesisir (pantai) yang tidak
digunakan untuk kepentingan lain, seperti untuk pelabuhan
pendaratan, pemukiman, pariwisata dan yang berada di luar kawasan
konservasi yang telah ditetapkan berdasarkan SK Menteri
Pertanian/Menteri Kehutanan (suaka alam, cagar alam, suaka
margasatwa, taman nasional;
72
➪ Lebar jalur hijau pesisir (pantai) ditetapkan dari garis air surut
terendah ke arah darat atau dari batas tanggul tambak ke arah laut
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Lebar jalur hijau = 130 X rata-rata tunggang air pasang purnama (tidal
range) X 1 meter. Pada jalur hijau pesisir (pantai) yang telah
ditetapkan tetapi belum ada tanamannya, maka harus ditanami. Jenis
yang ditanam sebaiknya dari jenis yang ada setempat.
2) Tata Guna Hutan Mangrove
Penataan ruang berasaskan: pemanfaatan ruang bagi semua
kepentingan secara terpadu, berdaya guna dan berhasil guna, serasi,
selaras, seimbang, dan berkelanjutan. Sedangkan salah satu tujuan
penataan ruang adalah : Terselenggaranya pengaturan pemanfaatan ruang
kawasan lindung dan kawasan budidaya dan mewujudkan perlindungan
fungsi ruang dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif terhadap
lingkungan.
Dengan mengacu kepada asas dan tujuan penataan ruang tersebut,
maka penataan ruang kawasan mangrove berdasrkan fungsi kawasan yang
meliputi kawasan lindung dan kawasan budidaya.
Dalam perencanaan tata guna ruang mangrove, harus dilakukan dengan
mempertimbangkan: keserasian, keselarasan, dan keseimbangan fungsi
budidaya dan fungsi lindung, dimensi waktu, teknologi, dan sosial budaya
serta aspek pengelolaan secara terpadu berbagai sumberdaya, fungsi dan
estetika lingkungan dan kualitas ruang yang ada.
Sesuai Pasal 20 Ayat (2) Undang-undang No. 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang, tersurat bahwa penetapan kawasan lindung dan kawasan
budidaya termasuk didalamnya kawasan mangrove adalah merupakan
bagian dari Rencana Tata Ruang Nasional dimana penetapannya dengan
Peraturan Pemerintah, sedangkan arahan pengelolaan kawasan lindung dan
budidaya kawasan mangrove dilakukan melalui Rencana Tata Ruang Daerah
Tk. I ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Dengan demikian tata guna ruang mangrove yang meliputi kawasan
lindung dan kawasan budidaya yang ditetapkan melalui Peraturan
73
Pemerintah akan menjadi acuan bagi instansi pemerintah tingkat pusat dan
daerah serta masyarakat untuk mengarahkan lokasi dan memanfaatkan
kawasan mangrove. Hal itu berarti bahwa tata guna mangrove perlu adanya
kesepakatan pemanfaatan melalui Komisi Tata Ruang Nasional, untuk
membagi kawasan tersebut menjadi daerah preservasi, daerah
pembangunan dan daerah konservasi. Melalui inventarisasi kebutuhan lahan
bagi instansi-instansi terkait yang tertuang dalam bentuk "Peta Kesepakatan
Tata Guna Mangrove" (Kemhut, Kemtan, Kemhub, Kemtrans, dll), di
kawasan mangrove, guna pemanfaatan sektor, pertambakan, hak
pengusahaan hutan, pertanian pasang surut, permukiman transmigrasi, dan
lain-lain.
3) Sumberdaya Manusia
Sesuai dengan kebijakan Pemerintah mengenai kelestarian lingkungan
hiudp, aspek sumberdaya manusia dalam pengelolaan hutan mangrove di
Indonesia merupakan salah satu aspek yang perlu ditingkatkan peranannya
secara aktif, hal itu dijabarkan dalam bentuk:
(1) Mengikutsertakan masyarakat di sekitar hutan mangrove sebagai mitra
sejajar dalam mengelola hutan mangrove, sehingga:
➪ Pemanfaatan lahan lebih produktif.
➪ Pendapatan masyarakat lebih meningkat.
➪ Keamanan hutan meningkat.
➪ Keberhasilan reboisasi dan rehabilitasi hutan mangrove.
➪ Peningkatan perbaikan kualitas lingkungan.
➪Terdapat hubungan yang harmonis antara aparat pemerintah dengan
masyarakat di sekitar hutan mangrove.
(2) Peningkatan koordinasi dengan instansi yang terkait baik pemerintah
maupun swasta;
(3) Mendorong agar masyarakat kelompok tani hutan (KTH) mangrove
dapat memanfaatkan KUD yang sudah ada khususnya KUD yang
mengurusi hasil pertambakan.
(4) Pendidikan dan latihan kelompok tani hutan (KTH)
74
BAB III
75
alam untuk masa kini dan mendatang. Sarana dan prasarana yang dibangun
untuk mengembangkan ekowisata harus memberikan nilai-nilai berwawasan
lingkungan dan menggunakan bahan-bahan di sekitar obyek walau terlihat
sederhana. Keaslian dapat dipertahankan, karena masyarakat sekitar
kawasan mampu mengelola dan mempertahankan kelestarian alam dengan
sendirinya tanpa mengada-ada. Keaslian alam dan lingkungan masyarakat
tersebut menjadi nilai jual ekowisata. Bahkan setiap aktivitas yang dilakukan
ekoturis senantiasa diupayakan untuk menyadarkan mereka terhadap
pentingnya menjaga kelestarian lingkungan, namun dari aktivitas-aktivitas
ekowisata tetap akan ada aktivitas yang menimbulkan dampak yang
merugikan.
76
terhadap kerusakan lingkungan apabila bangunan-bangunan tersebut tidak
memiliki sistem pembuangan dan pengolahan limbah yang baik, serta pem-
bangunannya tidak memperhatikan fungsi peruntukkan lahan kawasan,
seperti merombak hutan bakau menjadi lahan terbangun yang mengakibat-
kan terganggunya ekosistem perairan laut.
77
1. Membangun komitmen bersama pemerintah, masyarakat untuk
menciptakan iklim kondusif, dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
78
terhadap lahan-lahan kritis menjadi lahan produktif dengan melibatkan
pemerintah, swasta dan masyarakat secara terpadu dan bersinergi.
79
atau sekurang-kurangnya Bounded Zone sekaligus melakukan penguatan
infrastruktur di tingkat Regional entry port (pelabuhan nusantara) di Babel
serta meningkatkan status bandara Pangkal Pinang untuk dapat
mengakomodasi jalur penerbangan internasional dengan route Singapura-
Bangka-Bali (Sibaba) sekaligus memperkuat jalur penerbangan regional
yang menghubungkan secara rutin Jakarta-Bangka, Jakarta Belitung,
Jakarta-Bangka-Belitung, Batam-Bangka-Belitung-Palembang serta
mengupayakan percepatan realisasi belitung sebagai etalase kelautan
dan merintis konsep pengembangan Zona Karimata (Karimata Growth
Zone).
3.2.1 Iklim dan Topografi
Kepulauan Babel memiliki iklim tropis yang dipengaruhi angin musim
yang mengalami bulan basah selama tujuh bulan sepanjang tahun dan bulan
kering selama lima bulan terus menerus. Keadaan alam Provinsi Kepulauan
Babel sebagian besar merupakan dataran rendah, lembah dan sebagian
kecil pegunungan dan perbukitan. Ketinggian dataran rendah rata-rata ±50
mdpl dan ketinggian daerah pegunungan antara lain untuk gunung Maras
mencapai 699 meter, Gunung Tajam Kaki ketinggiannya ± 500 mdpl.
Sedangkan daerah perbukitan Bukit Menumbing tingginya ±445 mdpl, dan
Bukit Mangkol berketinggian ± 395 mdpl.
3.2.2 Letak Geografis
Provinsi Kepulauan Babel terletak pada 104°50’ - 109°30’ BT dan
0°50’- 4°10’ LS, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:
➪ Sebelah Barat Selat Bangka;
➪ Sebelah Timur Selat Karimata;
➪ Sebelah Utara Laut Natuna dan;
➪ Sebelah Selatan Laut Jawa.
Wilayah Provinsi Babel terbagi menjadi wilayah daratan dan wilayah laut,luas
total mencapai 81.725,14 km2, luas daratan ± 16.424,14 km2 (20,10%) dari
total wilayah, serta luas laut ± 65.301 km2 (79,90%) dari total luas wilayah.
Wilayah Administrasi dan Geografi Provinsi Bangka Belitung
80
Luas Wilayah Jumlah Keca- Jumlah Kelu-
Kab/Kota
(Km2) Penduduk matan Desa rahan
Bangka 2.950,88 256.224 8 60 9
Bangka
2.155,77 138.261 4 39 1
Tengah
Bangka
3.607,08 153.874 5 45 3
Selatan
Pangkal-
89,40 150.668 5 0 35
pinang
81
6) Kabupaten Belitung Timur dengan ibukota Manggar merupakan wilayah
pengembangan sektor industri pengolahan, pertanian dan perkebunan,
perikanan laut serta sektor pertambangan;
7) Kota Pangkalpinang merupakan ibukota provinsi dan merupakan wilayah
pengembangan sektor industri pengolahan, perdagangan dan jasa serta
pariwisata.
3.2.4 Kependudukan
Jumlah penduduk Provinsi Babel pada tahun 2006 adalah 1.074.775
jiwa (Hasil Sensus 2006) menunjukkan peningkatan 1,19% dari tahun 2000
sebesar 899.095 jiwa (Hasil Sensus 2000). Laju pertumbuhan penduduk
Provinsi Babel menurut kabupaten/kota pada periode tahun 1990/2000,
pertumbuhan tertinggi di Kabupaten Bangka sebesar 1,06%, Kota Pangkal-
pinang 1,03%, dan Kabupaten Belitung 0,59%. Tingkat kepadatan penduduk
Provinsi Babel sebesar 64 orang per km2. Tingkat kepadatan menurut
kabupaten/kota, Kota Pangkalpinang memiliki tingkat tertinggi yaitu 1.683
82
orang per km2, sementara Kabupaten Belitung Timur memiliki tingkat ke-
padatan terendah yaitu 35 orang per km2.
Jumlah Penduduk di Provinsi Bangka Belitung
Penduduk
Kab/Kota Rumah Tangga Jumlah
Laki-laki Perempuan
83
mereka yang tinggal di Riau Kepulauan berlayar ke Bangka. Kemudian
datang kelompok orang Laut dari Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Pada
gelombang berikutnya, mulai dikenal adanya Suku Bugis, mereka datang dan
menetap di Bangka, Belitung dan Riau. Lalu datang pula orang dari Johor,
Siantan yang Melayu, campuran Melayu-Cina, dan juga asli Cina, berbaur
dalam proses akulturasi dan kulturisasi. Kemudian masuk pula suku Minang-
kabau, Jawa, Banjar, Kepulauan Bawean, Aceh dan suku lain yang sudah
lebih dulu melebur. Sehingga menjadi suatu generasi “Orang Melayu Bangka
Belitung”.
Bahasa yang dominan digunakan di Provinsi Babel adalah bahasa
Melayu yang juga disebut sebagai bahasa daerah. Namun seiring dengan
keanekaragaman suku bangsa, bahasa lain yang digunakan antara lain
bahasa Mandarin dan bahasa Jawa.
Penduduk Kepulauan Babel merupakan masyarakat yang agamis dan men-
junjung tinggi kerukunan antar umat beragama. Dilihat dari agama yang
dianut, penganut/pemeluk agama Islam menempati persentase tertinggi
(86.91%), agama Budha (7.83%), agama Kristen Protestan (2.70%), agama
Katolik (2.45%), dan agama Hindu (0.11%). Sementara jumlah peribadatan,
yakni Masjid, Mushola dan Langgar 1.258 buah, Gereja Protestan 87 buah,
Gereja Katholik 30 buah, Vihara 48 buah, dan Centiya 11 buah.
3.2.7 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk domestik regional bruto (PDRB) merupakan salah satu
indikator penting untuk mengetahui kondisi perekonomian di suatu wilayah
untuk periode tertentu dalam satu tahun. Tahun 2006, PDRB atas dasar
harga berlaku di Provinsi Babel, migas sebesar Rp. 15.856.661 juta
sementara PDRB tanpa migas Rp. 15.302.737 juta. Apabila dibandingkan
dengan tahun sebelumnya menunjukkan peningkatan dimana pada tahun
2005 PDRB atas dasar harga berlaku dengan migas adalah Rp. 14.189.082
juta dan PDRB tanpa migas Rp. 13.566.837 juta. Demikian juga, PDRB atas
dasar harga konstan 2000 baik dengan migas maupun tanpa migas
menunjukkan peningkatan.
84
Perkembangan PDRB atas dasar harga konstan merupakan salah
satu indikator penting untuk melihat seberapa besar pertumbuhan ekonomi di
suatu wilayah. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang
digunakan untuk mengevaluasi hasil-hasil pembangunan. Laju pertumbuhan
ekonomi Provinsi Babel dengan migas pada tahun 2006 sebesar 3,48%, dan
pertumbuhan ekonomi tanpa migas adalah sekitar 4,54%. Nilai PDRB atas
dasar harga konstan 2000 pada tahun 2005 dengan migas adalah
Rp. 8.706.800 juta, untuk tahun 2006 meningkat menjadi Rp. 9.009.891 juta,
sementara tanpa migas Rp. 8.769.569 juta.
1) Struktur Ekonomi
Perekonomian di Provinsi Babel tahun 2006 ditopang oleh sektor
primer dan sektor sekunder. Sektor primer meliputi sektor pertanian dan
sektor pertambangan dan penggalian yang mempunyai kontribusi cukup
besar masing-masing sebesar 18,69%, dan 21,32%..Sedangkan pada sektor
sekunder yaitu sektor industri memberikan kontribusi terbesar pada PDRB
Provinsi Kepulauan Babel sebesar 22,37%, dan sektor listrik, gas dan air
bersih serta sektor bangunan masing-masing memberikan kontribusi sebesar
0,68% dan 5,45%. Untuk sektor tersier yaitu sektor perdagangan, hotel dan
restoran, angkutan dan komunikasi, lembaga keuangan dan jasa-jasa
mempunyai kontribusi sebesar 31,49%.
2) PDRB per Kapita
PDRB per kapita merupakan salah satu ukuran indikator kesejahteraan
penduduk dan sering digunakan untuk mengukur tingkat kemakmuran
penduduk di suatu wilayah. Pada tahun 200, PDRB perkapita penduduk
berdasarkan harga berlaku di wilayah ini sebesar Rp. 17.895.016,56
sedangkan tahun 2008 naik menjadi Rp. 21.720.598.
3.2.9 Infrastruktur dan Fasilitas Jasa Publik
Infrastruktur penunjang kegiatan perekonomian di Provinsi Kepulauan
Bangka Belitung secara umum cukup memadai antara lain telah tersedianya
pasar dan pusat-pusat perbelanjaan/pertokoan. Pasar terbagi atas atas pasar
besar dan pasar kecil (tradisional).
85
Sarana telekomunikasi memegang peranan penting dalam
mendorong percepatan arus informasi. Pelayanan telekomunikasi di provinsi
Babel meliputi pengiriman surat, kargo, telepon, dan facsimile. Ada 3 provider
seluler yaitu Telkomsel, Excelcomindo, Indosat.
Sistem kelistrikan yang dimiliki terdiri dari dua sistem yaitu sistem dari
PT. PLN, PT. Timah, Tbk, dan PT. Koba Tin. Sistem kelistrikan PT. PLN
(persero) di wilayah usaha Babel antara lain : sistem Bangka memiliki 6
(enam) pusat PLTD milik sendiri dan beberapa pembangkit dengan sistem
sewa, sementara Belitung memiliki 2 (dua) pusat PLTD.
Transportasi darat merupakan salah satu faktor penting dalam
memperlancar kegiatan perekonomian. Dari 3.193,36 km panjang jalan di
Kepulauan Babel, 16,62% jalan negara, 16,26% jalan provinsi dan 67,12%
jalan kabupaten.
Aksesiblitas laut menjadi transportasi yang strategis bagi Babel
sebagai provinsi kepulauan untuk berinteraksi dengan provinsi lain. Fasilitas
pelabuhan sebanyak 8 (delapan) buah, terdiri atas 3 (tiga) pelabuhan khusus
barang dan 5 (lima) pelabuhan penumpang. Enam dari delapan pelabuhan
tersebut berada di Pulau Bangka dan sisanya di Pulau Belitung. Transportasi
air yang bergerak di Kepulauan Babel, yakni perusahaan PELNI dan
perusahaan swasta. Jalur pelayaran dari Provinsi Babel tujuan, Jakarta,
Palembang, Tanjung Pinang, Surabaya, dan Pontianak.
Transportasi udara merupakan sarana transportasi alternatif selain
transportasi darat dan air. Di Babel ada 2 (dua) pelabuhan udara yaitu
bandara Depati Amir di Pulau Bangka dan HAS. Hanandjoeddin di Pulau
Belitung. Umumnya maskapai penerbangan yang beroperasi seperti,
Sriwijaya Air, Batavia Air, Lion Air, Adam Air Kartika Air dan Riau Air Lines.
a. Fasilitas Jasa Publik
1) Pendidikan
Untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi penyediaan sumber daya
manusia, tersedia sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan yang
tersebar di 6 (enam) kabupaten dan 1 (satu) kota baik pendidikan formal
maupun non formal terdiri atas: 166 Taman kanak-kanak, 779 Sekolah
86
Dasar, 30 Madrasah Ibtidaiyah, 147 SMP, 42 Madrasah Tsanawiyah, 60
SMU, 39 SMK, 22 Madrasah Aliyah, 49 pesantren dan 11 perguruan tinggi.
Tersedia juga balai latihan kerja (BLK) untuk memenuhi kebutuhan tenaga
kerja di bidang industri dan tersedia pula sarana pendidikan untuk menunjang
tenaga terampil di bidang pelayanan kesehatan.
2) Rumah Sakit
b. Potensi Investasi
1) Sektor Perikanan & Kelautan
Sektor perikanan di Provinsi Babel didominasi oleh perikanan laut
karena lokasi daerah ini secara geografis dikelilingi oleh lautan dan selat.
Selain sumber daya laut, daerah ini juga memiliki potensi untuk budidaya air
tawar dan payau. Potensi sumberdaya perikanan tangkap di perairan
Kepulauan Babel yang memiliki luas ± 65.301 km2 sebesar ± 400ribu ton/
tahun dengan nilai ekonomis Rp. 2.Triliun lebih. Jumlah produksi untuk tahun
2006 adalah 122.841,6 ton (24,59% dari potensi produksi) dengan nilai
produksi Rp. 1 triliun lebih (49,47% dari potensi nilai ekonomis). Jenis ikan
87
dominan antara lain: Tenggiri, Tongkol, Kembung, Layang, Selar, Tembang,
Kakap, Kerapu, Bawal Hitam, Bawal Putih, Kerisi, Ekor Kuning, Udang
Windu, dan Udang Putih.
Di samping potensi sumber daya perikanan tangkap tersebut,
Kepulauan Babel yang memiliki panjang pantai ± 1.200 km dan ± 251 buah
pulau-pulau kecil merupakan wilayah yang sesuai untuk usaha budidaya laut
seperti ikan Kerapu, Teripang, Rumput laut dan kerang-kerangan. Luas areal
untuk budidaya laut seluas 120.000 Ha dengan potensi produksi 1.200.000
ton. Pada tahun 2006 produksi budidaya laut hanya sebesar 17,78 ton
(0.07% dari potensi produksi).
Selain sumberdaya perikanan laut Kepulauan Babel memiliki potensi
lahan budidaya air payau (tambak) dan air tawar (kolong). Dengan panjang
pantai 1.200 km potensi lahan untuk budidaya tambak mencapai 250.000 Ha
dengan potensi produksi 100.000 ton. Pada tahun 2006 produksi budidaya
air payau hanya sebesar 153.55 ton (0.07% dari potensi produksi).
Untuk budaya perikanan air tawar, potensi lahan yang dimiliki mencapai
1.602 Ha yang terdiri dari dari perairan kolong, sungai dan kolam dengan
potensi produksi 16.000 ton. Pada tahun 2006 produksi budidaya air tawar
hanya sebesar 751.24 ton (0.07% dari potensi produksi).
2) Sektor Pertanian & Kehutanan
Potensi lahan Kepulauan Babel masih berpeluang besar pengembang-
an kawasan pertanian. Sebagai contoh terdapat lahan yang tidak diusahakan
sebesar 6% dari potensi yang ada, dan ada lahan lainnya yang juga belum
dimanfaatkan sebesar 23%. Artinya upaya pengembangan pembangunan
pertanian masih sangat dimungkinkan melalui perluasan areal tanam.
3) Subsektor Tanaman Pangan dan Holtikultura
Pengembangan pertanian pada subsektor tanaman pangan dan holti-
kultura diarahkan untuk meningkatkan produksi dan produktivitas. Keter-
sediaan pangan di Kepulauan Babel saat ini hanya bisa mencukupi 9,36%
dari kebutuhan pangan yang ada, selebihnya masih dipasok dari luar.
Padahal potensi lahan yang ada bisa untuk meningkatkan ketersediaan
pangan yang ada. Untuk itu upaya yang dilakukan sebagai tindakan preventif
88
adalah dengan perluasan areal tanam dan intensifikasi lahan, akselerasi
terhadap penyediaan pangan di Kepulauan Babel dengan penggunaan paket
teknologi dan penanganan pasca panen. Begitu pula dengan subsektor
holtikultura pencapaian pembangunannya diarahkan kepada pengembangan
kawasan dengan memfokuskan kepada pengelolaan komoditi spesifik lokasi
seperti pengembangan kawasan buah Manggis di Kabupaten Belitung dan
Kabupaten Bangka, pengembangan kawasan buah durian di Kabupaten
Bangka Barat, kawasan buah jeruk di Kabupaten Bangka Selatan dan
Bangka Tengah.
4) Subsektor Perkebunan
Kontribusi PDRB terbesar ketiga Kepulauan Babel disumbangkan
Sektor Pertanian dan Kehutanan ± 18,69% (data 2006) setelah sektor
industri pengolahan ± 22,37% dan sektor pertambangan dan penggalian
± 21,32%. Hal ini juga diikuti dengan perkembangan volume ekspor Belitung
tahun 2005 yang menempatkan sektor pertanian dan kehutanan khususnya
komoditi Lada dan Karet pada urutan kedua perkembangan ekspor setelah
Timah. Lada Putih (Muntok White Pepper) yang merupakan komoditi
unggulan perkebunan sudah terkenal di pasaran dunia dengan cakupan
produksi sebanyak 20.000–35.000 ton/tahun, begitu pula dengan per-
kembangan perkebunan Kelapa sawit dengan luas ± 136.400 Ha memiliki
keunggulan komparatif bagi perkembangan pembangunan pertanian di
Kepulauan Babel. Dalam perkembangannya, subsektor perkebunan
menetapkan fokus pengembangan kepada tiga komoditi utama yaitu Lada,
Karet, dan Kelapa Sawit.
5) Subsektor Pertanian
Sektor peternakan juga mendapat perhatian khusus karena kebutuh-
an daging hingga saat ini masih dipasok dari luar daerah. Oleh karena itu,
Dinas Pertanian dan Kehutanan melakukan program utama pengembangan
subsektor peternakan untuk memenuhi kecukupan daging. Upaya yang
dilakukan dengan meningkatkan populasi ternak dan pembibitan sapi melalui
pola penggemukan sapi. Pada subsektor peternakan juga memfokuskan
89
pengembangan peternakan pada dua fokus utama ternak yaitu Sapi Potong
dan Ayam Buras.
Visit Babel
Dasa Bhakti Era EMAS sebagai Misi Daerah
Untuk mengoperasionalisasi visi ke 5 substansi tersebut maka disusun misi
pembangunan daerah yang hendak dicapai pada periode tahun 2007-2012,
terdiri dari 10 tujuan yang disebut Dasa Bhakti Era EMAS, yaitu :
1) Menciptakan Iklim Kondusif dengan melibatkan seluruh komponen
masyarakat.
2) Meningkatkan kualitas Pendidikan masyarakat.
3) Meningkatkan kualitas Kesehatan masyarakat.
4) Meningkatkan penciptaan Lapangan Kerja sekaligus mengentaskan
kemiskinan.
5) Meningkatkan kualitas lingkungan hidup.
6) Meningkatkan kualitas dan kuantitas infrastruktur jalan, jembatan,
dermaga, bandara, Rumah Sakit, Permukiman, Listrik dan Perbankan.
7) Meningkatkan kapasitas Aparatur Pemda untuk menciptakan Good
Governance yang berbasis e-government.
8) Meningkatkan produksi dan produktifitas sektor-sektor unggulan daerah:
Kelautan, Pertambangan dan Energi, Perindustrian dan Perdagangan,
serta Perbankan dan Penanaman Modal.
9) Menciptakan Pemerintahan yang bersih dan berwibawa (Clean dan
Clear Government).
10) Melaksanakan proyek-proyek pembangunan yang strategis baik sebagai
kontinuitas dari proyek-proyek yang telah didesain maupun proyek-
proyek strategis yang baru seperti :
a) Membangun Bandara Depati Amir sebagai bandara internasional
b) Membangun Route Penerbangan dari LN langsung ke Babel
c) Membangun dermaga laut internasional di Pulau Belitung
d) Membangun kawasan ekonomi khusus (KEK)
90
e) Membangun Kota Baru Air Anyir yang didesain sebagai sebuah kota
modern
f) Membangun rumah sakit umum daerah (RSUD) provinsi Kelas B
g) Melaksanakan event-event Nasional dan Internasional
h) Melanjutkan pembangunan jalan lingkar Bangka dan Trans Bangka
Selatan
Mengalir dari Dasa Bhakti Era EMAS tersebut maka dirancang salah
satu agenda Nasional yang akan dilaksanakan di Kepulauan Babel yaitu :
Visit Bangka Belitung Archipelagic yang disingkat Visit Babel Archi 2010
adalah salah satu program unggulan berbasis pada sektor Pariwisata yang
didukung oleh kekuatan sektor-sektor pembangunan lainnya secara terpadu,
terarah dan berkesinambungan, sehingga mampu memberikan pelayanan
yang optimal dalam rangka menerima kunjungan wisatawan baik domestik
terlebih mancanegara ke Kepulauan Babel. Diharapkan dengan adanya
upaya tersebut akan memicu dan memacu pembangunan sektor pariwisata
berkeunggulan kompetitif pada tataran regional dan global. Sebagai out
come yang diharapkan adalah sektor Pariwisata dapat memberikan
kontribusi yang cukup besar pada percepatan pertumbuhan ekonomi
daerah/nasional, terciptanyan lapangan kerja dan lapangan berusaha, serta
meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui 3-Pro (Pro-Growth, Pro-Job
dan Pro-Poor)
3.2.10 Obyek Kunjungan Andalan
Objek wisata yang ada di Kepulauan Babel, antara lain :
91
1) Wisata Bahari Pantai Tanjung Pesona
92
dengan hotel bintang 4 yakni Parai beach resort, dan merupakan satu-
satunya kawasan tujuan wisata pantai bertaraf internasional yang patut
dibanggakan dipulau bangka. Hampir semua fasilitas tersedia, mulai dari
akomodasi, restauran, bar and grill, café, kolam renang, bahkan sport and
leisure.
93
2) Pantai Matras Wisata Bahari - Kabupaten Bangka
Pantai Matras yang terletak di Desa Sinar Baru dan berjarak tempuh
lebih kurang 20 km dari kota Sungailiat ke arah utara, mempunyai akses
yang sangat mudah karena terdapat fasilitas jalan aspal yang mulus dan
lebar. Semua jenis kendaraan dapat memasuki pantai hingga ke bibir pantai
yang berpasir putih dan landai sepanjang 5 km dari ujung selatan hingga
semenanjung di ujung utara. Pantai ini dilatar belakangi pepohonan kelapa
dan aliran sungai alami, hingga sering disebut sebagai Pantai Surga.
94
3) Pantai Tikus Wisata Bahari – Kabupaten Bangka
95
Pangkalpinang. Pantai Pasir Padi memiliki karakteristik pantai berpasir putih
dengan laut biru tenang. di pantai ini sinar pagi sang surya memancar indah
setiap hari, sehingga banyak wisatawan baik dari daerah sekitar, dari
berbagai daerah diluar pulau Bangka, bahkan dari mancanegara,
mengunjungi pantai pasir padi.
Keunikan Pantai Pasir Padi yang memiliki garis pantai sepanjang 100 hingga
300 m adalah ombak yang tenang dan kontur pasir yang padat, putih dan
halus. Oleh sebab itu, pantai ini nyaman untuk pejalan kaki bahkan dapat di
lalui oleh kendaraan bermotor roda empat maupun roda dua.
Pantai yang mempunyai pemandangan alam yang sangat indah ini berada
tidak jauh dari Pulau Punan, yang dapat dikunjungi dengan berjalan kaki
ketika air laut surut. Selain itu, juga terdapat Pulau Semujur dan Pulau
Panjang yang berada sekitar 2,5 Km di perairan Pasir Padi.
Pantai kunjungan wisata yang paling digemari oleh semua tingkat usia ini
sangat nyaman untuk mandi atau berjemur, karena kehangatan air lautnya,
dan ketenangan ombaknya. Banyak kelompok pengunjung yang sengaja
datang untuk bermain bola kaki di pantai. Bagi pemuda yang mempunyai
sifat dinamis pantai ini merupakan surga untuk mengadu ketangkasan dan
kecepatan bersepeda motor. Bahkan Ikatan Motor Indonesia (IMI) sering
menggelar balapan sepeda motor, sebagai penyaluran jiwa dinamis anak-
anak muda penggemar kebut-kebutan di jalan raya. Menjelang senja banyak
pengunjung datang sekedar untuk menikmati udara sore dan menyaksikan
kemeriahan Pantai Pasir Padi. Pantai Pasir Padi sering menjadi tempat
penyelenggara acara keagamaan seperti pechun dan acara-acara lainnya.
Untuk menunjang sektor pariwisata Pantai Pasir Padi, sejumlah
akomodasi yang berupa hotel berbintang, dengan fasilitas lengkap, seperti
restoran, dan ruang konferensi, pameran dan lain-lain, tersedia. Selain itu
warung-warung tradisional yang menyajikan berbagai hidangan laut
menambah variasi akomodasi pantai itu.
96
5) Pantai Tanjung Pendam
97
6) Pantai Tanjung Tinggi
98
7) Terumbu Karang Batu Malang – Kabupaten Belitung
99
Obyek sejarah yang ada di darat seperti tempat pembuangan Soekarno di
Gunung Menumbing dan Wisma Ranggam Muntok, Tugu Perjuangan
Pahlawan 12, Tugu Perjuangan Tanjung Berikat, Napak Tilas Perjuangan
Depati Barin dan Depati Amir, serta di laut seperti kapal-kapal tenggelam
yang berada di perairan Bangka Belitung.
100
(4) Telah siap membangun hotel-hotel berbintang 3/4/5 sebanyak tiga
buah dengan kapasitas kamar minimal 500 kamar didukung oleh
hotel/resort berbintang 1 atau 2 serta melati yang memiliki daya
tampung lebih dari 500 kamar.
(5) Jembatan Baturusa II dan III serta Jalan Lingkar Timur Bangka yang
menghubungkan kota Pangkalpinang – Sungailiat lewat pantai timur
telah selesai.
(6) Konsentrasi hotel-hotel tidak hanya di wilayah perkotaan tetapi juga di
sepanjang pantai timur Bangka tersebut.
(7) Jalan Lingkar Kota Pangkalpinang sudah terbangun sehingga
memperpendek jarak dari Bandara ke objek-objek wisata dan hotel-
hotel serta menghindari traffic jam.
(8) Rute pesawat terbang tidak hanya dari Jakarta-Pangkalpinang,
Jakarta-Tanjung Pandan dan Palembang-Pangkalpinang-Tanjung
Pandan, tetapi telah meluas dari Singapura-Pangkalpinang, Singapura-
Pangkalpinang-Jakarta, Singapura-Pangkalpinang-Denpasar, atau dari
Kuala Lumpur-Pangkalpinang.
(9) Mengusahakan penerbangan siang/sore hari untuk Jakarta-Tanjung
Pandan.
(10) Kesenian dan budaya daerah terus digali dan dikembangkan sebagai
bagian dari ciri khas atau identitas daerah yang bisa dijual sebagai
tontonan menarik.
(11) Sanggar-sanggar kesenian terus dibina dan diperkuat serta jadikan
sebagai bagian dari profesi para seniman.
(12) Budaya daerah/nasional dikembangkan, acara-acara adat digali,
dikembangkan dan dikemas sebagai objek-objek tontonan yang
menarik dan berkesan.
(13) Persiapan gedung-gedung kesenian dan budaya yang representatif
perlu dibangun pada lokasi-lokasi yang strategis dan sesuaikan dengan
tata ruang kabupaten/kota.
(14) Promosi pariwisata terus digencarkan sejak dini dengan melibatkan
seluruh komponen pemangku kepentingan baik pemerintah,
101
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, pihak
investor/swasta maupun masyarakat.
(15) Dinas Pariwisata Provinsi Kepulauan Bangka Belitung sebagai leading
sector Agenda Visit Babel Archi 2010 dengan melakukan Koordinasi,
Integrasi, Sinkronisasi dan Sinergi (KISS) dengan dinas-dinas lainnya
di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
sekaligus mengintensifkan KISS dengan Kementerian Kebudayaan dan
Pariwisata di Jakarta secara rutin demikian juga melakukan upaya
kemitraan dengan Pemerintah Kabupaten/Kota secara terus menerus,
serta mengikutsertakan lembaga-lembaga independen dan swadaya
masyarakat, pelaku-pelaku bisnis, pengamat pariwisata/seni/budaya
serta tokoh-tokoh masyarakat termasuk didalamnya tokoh-tokoh
pemuda.
Persiapan Infrastruktur
(1) Jalan Negara yang menghubungi ibu-ibu kota kabupaten dan kota
dalam keadaan baik (beraspal hotmix/beton, lebar cukup atau minimal
7 m, saluran drainase baik, damija bersih dan pohon peneduh yang
terpelihara).
(2) Jalan-jalan provinsi yang menghubungkan ibu kota kabupaten dan kota
serta yang menghubungkan kota-kota kecamatan/objek wisata dalam
keadaan baik (beraspal hotmix/beton, lebar cukup atau minimal 6 m,
saluran drainase baik, damija bersih dan pohon peneduh yang
terpelihara).
(3) Jalan-jalan Kabupaten/Kota yang menghubungkan kota kecamatan dan
desa/dusun serta jalan yang menuju obyek-obyek wisata dalam
keadaan baik (beraspal hotmix/lapen, dengan lebar minimal 4,5 m,
saluran drainase baik, damija bersih dan pohon peneduh yang
terpelihara).
(4) Jembatan-jembatan yang ada di lintas jalan negara, provinsi dan
kabupaten/kota harus dibangun dari konstruksi beton atau konstruksi
baja dengan lebar menyesuai dengan lebar jalan.
102
(5) Jalan Lingkar Timur Bangka yang menghubungkan kota Pangkalpinang
dengan Sungailiat selesai dibangun secara bertahap sampai tahun
2010 sepanjang 20 lebih km dengan konstruksi sol semen dan hotmix,
lebar 1x7 m (Pangkalpinang-Sungailiat).
(6) Jembatan Baturusa II secara simultan di bangun di dekat muara Sungai
Baturusa berdekatan dengan TPI yang ada dengan panjang bentangan
700 m dan lebar 7 m dilengkapi dengan jalur pejalan kaki di sebelah kiri
dan kanan jembatan masing-masing selebar 1,5 m dengan desain
secara khusus yaitu dengan estetika/rangka bangun yang menarik
serta ketinggian dari permukaan air sungai sedemikian rupa sehingga
keberadaan jembatan ini tidak akan mengganggu lalu lintas kapal laut.
(7) Bersamaan dengan itu pula direncanakan Jembatan Baturusa III untuk
menghubungkan wilayah Air Anyer dengan Desa Selindung dan
kemudian jalan pendekat menuju jalan Lingkar Kota Pangkalpinang.
(8) Jalan Lingkar kota Pangkalpinang harus segera diselesaikan sebelum
tahun 2010 karena diperkirakan pada saat ini volume dan frekuensi
kendaraan yang berada di Pangkalpinang sudah cukup banyak,
mengingat pelebaran jalan di dalam kota saat ini sangat sulit dan
menghadapi banyak tantangan dari masyarakat yang terkena rencana
penggusuran.
(9) Jalan-jalan di dalam kota Kabupaten/kota harus sudah cukup baik
(dalam arti kata kondisi jalan baik, lebar cukup, saluran drainase baik,
damija bersih dan pohon peneduh serta jalur-jalur taman yang
terpelihara
(10) Saluran-saluran sungai yang melintasi kota-kota Kabupaten/Kota harus
bersih dan terawat dengan baik, khusus untuk Sungai Rangkui di kota
Pangkalpinang akan direncanakan secara khusus sehingga kondisi
airnya mengalir dan bersih (tidak terdapat tumpukan sampah), indah
dipandang serta dapat menjadi salah satu objek wisata kota.
(11) Sepanjang pinggir Sungai Baturusa terutama disepanjang kawasan
Pelabuhan Pangkalbalam sampai ke muara di bangun talud dan pada
103
muara sungai tersebut sudah harus dimulai desain dan pembangunan
breakwater.
(12) Disepanjang sungai Baturusa mulai dari rencana lokasi jembatan
Baturusa III menyusuri bibir sungai di buat jalan setapak dengan lebar
minimal 3 m, dilengkapi dengan jalur taman selebar minimal 10 m, dan
jalan raya sejajar pantai tersebut sampai ke bagian muara sungai.
(13) Memperlebar jalan-jalan Negara menjadi 2 jalur dengan lebar masing-
masing 7 m dilengkapi dengan jalur pemisah selebar minimal 1 m,
trotoar selebar 1,5 m dan saluran drainase dengan lebar dan dalam
yang cukup di setiap ibu-ibu kota kabupaten, sebagaimana yang telah
dibangun di Kota Sungailiat dilengkapi dengan jalur taman dan pohon
peneduh.
(14) Memelihara kebersihan dan lingkungan kota untuk mempertahankan
status Kota Adipura Pangkalpinang, Sungailiat dan Tanjung Pandan
serta tercipta lagi kota-kota adipura lainnya di 4 ibu kota kabupaten
yang lainnya (Muntok, Manggar, Koba dan Toboali).
(15) Penanaman pohon peneduh dan lampu-lampu taman didesain
sedemikian rupa agar dapat menciptakan suasana yang asri baik pada
siang hari maupun malam hari.
(16) Pada tahun 2010 nanti diharapkan listrik diharapkan tidak menjadi
masalah, telah terpasang power plant dengan total daya lebih dari 75
MW dalam keadaan baik.
(17) Jaringan listrik telah terhubung baik oleh PLN sendiri maupun
Pemerintah provinsi/Kabupaten bekerjasama dengan PLN sampai ke
pelosok dusun, terutama ke kawasan wisata, hotel-hotel dan sarana
pariwisata lainnya.
(18) Disepanjang jalan di dalam kota, di desa dan di dusun sudah terpasang
lampu-lampu jalan serta lampu-lampu hias yang menerangi taman-
taman kota yang ada.
(19) Tidak terjadi lagi pemadaman listrik baik pada siang hari maupun
malam hari dengan alasan teknis apapun.
104
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung dengan tipe B sudah mulai dioperasikan dengan
kemampuan dasar untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat pada umumnya.
(20) RSUD tersebut dilengkapi dengan ruang-ruang Emergency, WIP, dan
Special Care (untuk penyakit malaria).
(21) RSUD tersebut dilengkapi pula dengan ruangan Hyperbaric (pressure
chamber) untuk mengakomodasi kemungkinan kecelakaan pada saat
menyelam.
(22) Kerjasama antara RSUD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan
rumah-rumah sakit swasta yang ada di Jakarta maupun di Luar
Negeri sangat diharapkan untuk memberikan pelayanan kesehatan
yang prima sekaligus sebagai daya tarik pariwisata.
(23) Lokasi RSUD tersebut dicarikan pada suatu lokasi di tepi pantai
dengan luas yang cukup dan mudah di capai dari kota Pangkalpinang
dan kota-kota lainnya di Pulau Bangka. Lebih disenangi dekat dengan
pelabuhan laut dan udara sehingga memudahkan untuk dicapai
pasien-pasien yang berasal dari Pulau Belitung dan pulau-pulau
sekitarnya.
(24) Penyediaan air bersih perkotaan dan pedesaan serta di kawasan
wisata merupakan persoalan yang urgen untuk dilaksanakan segera.
Prioritas penanganan air bersih dengan menerapkan teknologi
mutakhir diakomodasikan untuk daerah perkotaan dan kawasan
pengembangan industri serta pariwisata. Dengan memanfaatkan
sumber-sumber air berasal dari kolong – kolong bekas penambangan
timah yang ada disekitar kota-kota dan kawasan industri/pariwisata.
(25) Drinkable water merupakan goal penyiapan air bersih pada masa
depan yang secara bertahap diupayakan secara dini.Sedangkan air
bersih di daerah pedesaan terus diupayakan untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat dan sekaligus untuk menggalakkan
wisata desa seperti forest tourism dan agro tourism.
105
(26) Pada tahun 2010 runway Bandara Depati Amir sudah selesai
diperpanjang mencapai 2.500 m dengan lebar 45 m sehingga telah
dapat didarati oleh pesawat-pesawat berbadan lebar seperti Boeing
737-500, Air Bus dan tipe-tipe pesawat yang lainnya.
(27) Pembangunan apron dan terminal baru yang lebih representatif yang
dilengkapi dengan minimal 4 buah karbarata untuk melayani
penumpang domestik dan mancanegara segera diselesaikan sebelum
agenda Visit Babel Archi 2010 ini, dan terminal tersebut dilengkapi
pula dengan mal dan hotel.
(28) Bandara Hannandjoedin Tanjungpandan juga diperpanjang
dilebarkan sesuai dengan kebutuhan agar dapat di darati oleh
pesawat-pesawat yang lebih besar.
(29) Bandara-bandara perintis mulai didesain terutama untuk kota Toboali
dan Manggar.
(30) Persiapan pelabuhan-pelabuhan laut Pangkalbalam, Belinyu, Muntok,
Sadai, Tanjungpandan, Manggar.
(31) Rute-rute pelayaran kapal-kapal cepat yang melayani penumpang
perlu ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya baik dari Palembang-
Muntok, Pangkalpinang-Tanjungpandan, Manggar-Ketapang,Sadai-
Jakarta, Pangkalbalam-Jakarta dan Tanjungpandan-Jakarta,
Pangkalpinang-Batam.
(32) Pelabuhan Belinyu disandari oleh kapal-kapal Pelni,
(33) Pelabuhan Jelitik Sungailiat dipersiapkan mampu untuk menampung
kapal-kapal niaga sekaligus penumpang dengan kapasitas yang
terbatas.
Dukungan Kabupaten/Kota
Pemerintah Kabupaten dan Kota menyesuaikan perencanaan pembangunan
pariwisatanya menjelang agenda visit BABEL 2008 sesuai dengan potensi
dan kemampuan dana masing-masing.
106
Adanya kerja sama yang baik dengan membangun KISS yang harmonis
antara Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dengan Kabupaten-
Kabupaten / Kota serta antar Kabupaten/Kota untuk meningkatkan
kemampuan dan kinerja daerah guna menyongsong agenda visit Babel
Archi-2010 tersebut.
107
Dukungan dari menteri Luar Negeri bersama dengan Kantor-Kantor
Perwakilan RI/Kedutaan Besar RI/Konsulat Jendral RI/Konsulat RI
dalam kaitannya dengan memberikan bantuan guna mempermudah
dan melancarkan administratif serta hubungan kerjasama dengan pihak
pemerintah/swasta di negara-negara yang terlibat langsung maupun
tidak langsung dengan pelaksanaan agenda ini.
Dari pihak swasta dalam dan Luar Negeri yang sifatnya tidak mengikat
dan terutama ada bertendensi politik.
108
yaitu Karangkamulyan dan situ Lengkong Panjalu. Oleh karena itu, mau
tidak mau pemerintah daerah Kabupaten Ciamis harus mengupayakan
obyek wisata alternatif lainnya yang ada di Kabupaten Ciamis pasca
Kabupaten Pangandaran terbentuk.
Selain dari sektor Pariwisata, Kabupaten Ciamis pasti akan
kehilangan potensi hasil lautnya. Mengingat Pangandaran dan daerah di
pesisir lainnya seperti Cimerak, Parigi, dan Cijulang merupakan daerah
teritorial Kabupaten Ciamis yang berada di wilayah pantai. Otomatis pasca
Kabupaten pangandaran terbentuk, Kabupaten Ciamis tidak akan memiliki
wilayah pantai lagi. Tiap tahun diperkirakan tak kurang dari 1.560 ton ikan
dengan nilai 18 Miliar diperoleh dari para Nelayan di Pangandaran.
Wilayah Kab. Pangandaran yang meliputi sembilan puluh desa yang terdiri
dari sepuluh kecamatan, yaitu Kecamatan Padaherang, Kecamatan
Mangunjaya, Kecamatan. Kalipucang, Kecamatan Pangandaran,
Kecamatan Sidamulih, Kecamatan Parigi, Kecamatan Cigugur, Kecamatan
Cijulang, Kecamatan Cimerak, dan Kecamatan Langkaplancar merupakan
kecamatan-kecamatan yang mempunyai potensi alam yang meyakinkan.
Misalnya di Kecamatan Langkap Lancar, potensi hasil hutan yang dimiliki
Kecamatan ini sangat melimpah dengan wilayahnya yang rata-rata
pegunungan, dan juga kecamatan ini merupakan komoditas pertanian dan
perkebunan, selanjutnya di Kecamatan Mangunjaya yang merupakan
daerah lumbung padi, dan kecamatan-kecamatan lainnya yang mempunyai
potensi hasil alam tersendiri sesuai dengan karakter daerahnya.
Tentunya setelah Kabupaten Pangandaran terbentuk Ciamis tidak hanya
kehilangan PAD dari sector pariwisata, pertanian, dan perikanan saja, akan
tetapi dari sektor peternakan, budaya, dan sebagainya. Oleh karena itu hal
yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis yaitu
mempunyai suatu strategi yang jitu untuk mencari alternatif PAD yang lain
yang dimiliki oleh Kabupaten Ciamis dengan mengoptimalkan pemanfaatan
sumber daya alam yang dimiliki oleh kabupaten Ciamis dan mendorong
terciptanya pertumbuhan ekonomi penduduk.
109
.Kawasan Pantai Pangandaran merupakan salah satu objek wisata andalan
Kabupaten Ciamis dan Provinsi Jawa Barat. Bahkan, kawasan yang berada
di Pantai Selatan Jawa ini masuk dalam agenda kunjungan wisata Indonesia
tahun 2009 Karena itu, pemerintah daerah melalui Dinas Pariwisata dan
Budaya setempat, terus membenahi dan melengkapi berbagai fasilitas
penunjang kawasan wisata Pantai Pangandaran.
Pengunjung dapat menikmati panorama alam Pantai Pangandaran
yang indah dan hamparan landai pasir putih pantainya yang memesona. Dua
bukit yang mengapit Pantai Pangandaran membuat angin berhembus pelan
dan riak ombak lautnya relatif kecil, sehingga pengunjung nyaman
melakukan berbagai aktivitas, seperti berenang menggunakan ban,
berperahu mengelilingi semenanjung, memancing, bersantai di pantai, atau
sekadar mencerap keindahan alamnya dari pondok-pondok wisata yang
banyak terdapat di kawasan tersebut. Selain itu, pengunjung dapat melihat
terbit dan terbenamnya matahari dari tempat yang sama.
Bagi pengunjung yang ingin menyelam, di kawasan ini terdapat taman
laut dengan aneka fauna dan flora lautnya yang indah. Jalan di sekitar pantai
ini sudah beraspal mulus, sehingga memudahkan pengunjung yang ingin
mengelilingi kawasan tersebut dengan kendaraan bermotor atau sepeda. Bila
malam tiba, pengunjung tetap akan merasa nyaman berada di Pantai
Pangandaran, karena kawasan tersebut telah dilengkapi dengan lampu
penerangan yang memadai.
Setiap akhir pekan, biasanya digelar pertunjukan seni tradisional Jawa Barat.
Selain itu, pada bulan-bulan tertentu digelar berbagai event, seperti hajat laut
nelayan Pangandaran pada bulan Maret, nyiar lumar pada bulan Juni, festival
layang-layang internasional (Pangandaran International Kite Festival) pada
bulan Juli, karnaval perahu hias pada bulan Agustus, lomba memancing
pada bulan September, wisata lintas alam dan off road pada bulan Oktober,
dan pesta perayaan tahun baru pada bulan Desember.
110
sekunder tua yang berumur antara 50 – 60 tahun mendominasi kawasan
TWA Pangandaran. Selebihnya adalah sisa-sisa hutan primer yang tidak
luas dan terpencar letaknya, serta sedikit hutan pantai.
Pohon-pohon di hutan sekunder tua di dalam kawasan TWA Pangandaran
memiliki ketinggian rata-rata antara 25 – 35 m,
dengan jenis-jenis yang dominan diantaranya
Laban (Vitex pubescens). Ki segel (Dillenia
excelsa) dan marong (Cratoxylon formosum),
juga terdapat beberapa jenis pohon
peninggalan hutan primer seperti Pohpohan
(Buchania arborescens), Kondang (Ficus
variegata), dan Benda (Disoxyllum
caulostachyllum). Pohon-pohon tersebut
umumnya ditandai oleh tumbuhnya jenis
tumbuhan liana dan epifit.
Hutan pantai hanya terdapat di bagian timur dan barat kawasan. Ditumbuhi
pohon formasi Barringtonia, seperti Butun (Barringtonia aseatica), Ketapang
(Terminalia catappa), Nyamplung (Callophyllum inophyllum) dan Waru Laut
(Hibiscus tiliaceus).
111
campyrus), Banteng (Bos sondaicus), Rusa (Cervus timorensis), kancil
(Tragulus javanica), dan landak (Hystrix javanica). Sedangkan jenis-jenis
burung yang dapat dijumpai antara lain burung Canghegar (gallus varius),
Tlungtumpuk (Magalaema javensis), Cipeuw (Aegitina tiphia), Larwo
(Copsychus malaharicus) dan jogjog (Pycnonotus plumosus).
Jenis Amphibi yang dapat ditemui diantaranya adalah Katak pohon
(Rhacopnorus leucomistak), Katak buduk (Bufo melanostictus), dan Bancet
(Rana limnocharis). Sedangkan jenis Reptilia yang dapat ditemui diantaranya
adalah Biawak (Dracopolon sp), tokek (Gecko gecko) dan beberapa jenis
ular, antara lain Ular pucuk (Dryopsis prasinus).
Selain obyek wisata berupa hutan alam maupun tanaman, daya tarik yang
lain adalah pantai pasir putih, goa alam dan peninggalan sejarah serta Batu
Kalde. Berikut uraian dari masing-masing obyek wisata alam tersebut.
Menurut cerita gua ini dahulunya merupakan untuk bertapa dan bersemedi
oleh beberapa Pangeran dari Mesir yaitu Pengeran Kesepuluh (Syech
Ahmad), Pangeran Kanoman (Syech Muhammad), Pangeran Maja Agung
dan Pangeran Raja Sumenda Pangeran Maja Agung mempunyai istri empat
yang salah satu istrinya bernama Dewi Cimilar Putri Jin, mempunyai seorang
Putri bernama Dewi Ranggasmara.
Pangeran Batara Sumenda adalah kakak dari Pangeran Maja Agung. Pada
suatu hari Pangeran Maja Agung memanggil kedua putranya Pangeran
Ahmad dan Pangeran Muhammad untuk memberikan tugas untuk
mengislamkan daerah Ciamis Selatan.
Pangeran Maja Agung percaya bahwa kedua anaknya dapat menjalankan
tugasnya karena mereka mempunyai kesaktian dari sepuluh jimat yang
disebut Konco Kaliman.
Adik tirinya yang bernama Dewi Ranggasmara pernah meracuni kedua
112
kakaknya karena menginginkan jimat, akan tetapi perbuatannya segera
diketahui. Sebagai pembalasannya kakaknya hendak memperkosa adiknya
tetapi hal itu tidak sempat dilakukan karena sempat diketahui oleh
penakawannya. Pada hari yang telah ditentukan Pangeran Ahmad dan
Muhammad pergi untuk menjalankan tugasnya akan tetapi Pangeran Maja
Agung tidak mendapat berita tentang putranya. Kemudian mengutus
kakaknya Pangeran Raja Sumenda untuk mencarinya.
Pangeran Raja Sumenda pergi sendirian dari Mesir, beliau mendengar suara
yang memberitahukan bahwa kedua keponakannya ada dalam sebuah gua.
Setelah ketemu kemudian melapor kepada Raja Maja Agung, tidak lama
kemudian beliau menyusul dan bersama-sama bersemedi di gua ini yang
sekarang diberi nama Gua Keramat.
Didalam gua ini terdapat dua kuburan yang bukan sebenarnya, hanya
sebagai tanda saja bahwa ditempat inilah syech Ahmad dan Muhamad
menghilang (tilem).
Menurut cerita yang berdiam di gua ini adalah Embah Jaga Lautan atau
dibesutpula Kiai Pancing Benar. Beliau merupakan anak angkat dari Dewi
Loro Kidul dan ibunya menugaskan untuk menjaga lautan di daerah Jawa
Barat pada khususnya dan menjaga pantai Indonesia pada umumnya oleh
karena itu beliau disebut Embah Jaga Lautan.
Sebenarnya Embah Jaga Lautan ini berasal dari Mesir yang ditugaskan untuk
menyiarkan agama Islam. Beliau mempunyai isteri 7 orang yang setiap
malam beliau bergiliran menengok salah satu ketujuh isterinya. Ketujuh
isterinya itu selalu bertengkar satu sama lain. Pada satu hari isterinya yang
ketujuh tidak sempat ditengok karena beliau pergi memancing. Pancing yang
digunakann tidak berbentuk melingkar akan tetapi lurus dan ikan yang
didapatnya disebut ikan Topel karena ikan tersebut menempel pada
pancingnya. Setelah beliau mempunyai ikan Topel tersebut ketujuh isterinya
kemudian rukun bersama, maka oleh karena itu beliau disebut juga Kiai
113
Pancing Benar dan sampai sekarang masih banyak orang yang menangkap
ikan tersebut karena masih percaya akan khasiatnya.
Disebut Panggung karena didalam gua ini terdapat tempat seperti panggung
yang dipakai untuk sembahyang para wali atau orang-orang yang akan naik
haji ke Mekkah.
Menurut cerita gua ini dulunya merupakan Keraton yang pertama Kerajaan
Galuh, sedangkan Keraton yang kedua terdapat di Karang Kamuyaan Ciamis.
Raja Galuh ini laki-laki (Lanang) yang sedang berkelana.
Ditempat ini menurut cerita tinggal seorang sakti yang dapat menjelma
menjadi seekor sapi yang gagah berani dan sakti.
Sapi Gumarang adalah nakhoda kapal, pada suatu hari Sapi Gumarang ini
diutus untuk membeli padi kedaerah Galuh, akan tetapi tidak berhasil sebab
Raja Galuh tidak mengijinkan berhubungan persediaan padi untuk daerah itu
sendiri belum mencukupi.
Nakhoda kapal sangat marah mendengar hal itu kemudian dia mengutus
Sapi Gumarang untuk merusak seluruh Galuh dan sekitarnya. Sapi
Gumarang dapat menjalankan tugasnya dengan baik terbukti seluruh padi
baik yang berada di lumbung dan disawah terkena hama. Raja Galuh sangat
terkejut dengan keadaan ini dan beliau yakinhal ini pasti dilakukan oleh
utusan Nakhoda, kemudian beliau menyusun putra angkatnya Sulanjana
untuk mencari Sapi Gumarang dan harus mempertanggung jawabkan
perbuatannya dan akan membantu Kerajaan Galuh apabila terserang hama.
e. Rengganis
Cerita ini berawal dengan adanya sebuah pemandian berupa sungai
kepunyaan seorang Raja bernama Raja Mantri. Pada suatu hari Raja
Mantri pergi melihat-lihat pemandiannya, kebetulan waktu itu Dewi
114
Rengganis dan para Inangnya sedang mandi.
Dewi Rengganis adalah putri dari kayangan, karena terdorong oleh
perasaan hatinya kemudian Raja Matri mengambil pakaian Dewi
Rengganis. Alangkah terkejutnya sang Dewi karena pakaiannya sudah
tidak ada pada tempatnya, Inangnya disuruh untuk mencarinya akan
tetapi tidak berhasil. Karena kesalnya Dewi Rengganis kemudian
berkata barang siapa menemukan bajunya maka akan dijadikan
saudara bila perempuan dan bila laki-laki akan dijadikan suami.
Semua perkataan Dewi terdengan oleh Raden Mantri kemudian dia
keluar dari persembunyiannya. Untuk menepati janji, Dewi Rengganis
bersedia menjadi istri Raden Raja Mantri.
Setelah menikah kemudian pemandian ini diserahkan kepada Dewi
Rengganis. Sejak itu pemandian itu dinamakan Cirengganis dan sampai
sekarang banyak orang yang masih percaya akan khasiat apabila mandi
disana.
3.2.3 Lokasi
Pantai Pangandaran terletak di Kecamatan Pangandaran, Kabupaten
Ciamis, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.
3.2.4 Aksesibilitas
115
Dari Yogyakarta, pengunjung dapat menggunakan rute Yogyakarta –
Cilacap – Banjar – Pangandaran. Jaraknya sekitar 385 kilometer.
Selain dengan bus, pengunjung dapat naik kereta api sampai stasiun
Banjar. Dari Banjar, perjalanan dilanjutkan dengan naik bus sampai
Pangandaran.
Objek wisata yang merupakan primadona pantai di Jawa Barat ini terletak di
Desa Pananjung Kecamatan Pangandaran dengan jarak ± 92 km arah selatan kota
Ciamis, memiliki berbagai keistimewaan seperti:
1) Dapat melihat terbit dan tenggelamnya matahari dari satu tempat yang sama
2) Pantainya landai dengan air yang jernih serta jarak antara pasang dan surut
relatiflama sehingga memungkinkan kita untuk berenang dengan aman
3) Terdapat pantai dengan hamparan pasir putih
4) Tersedia tim penyelamat wisata pantai,
5) Jalan lingkungan yang beraspal mulus dengan penerangan jalan yang memadai
6) Terdapat taman laut dengan ikan-ikan dan kehidupan laut yang mempesona.
116
Pangandaran dapat melakukan kegiatan yang beraneka ragam: berenang,
berperahu pesiar, memancing, keliling dengan sepeda, para sailing, jet ski dan
lain-lain.
Adapun acara tradisional yang terdapat di sini adalah Hajat Laut, yaitu upacara
yang dilakukan nelayan di Pangandaran sebagai perwujudan rasa terima kasih
mereka terhadap kemurahan Tuhan YME dengan cara melarung sesajen ke
laut lepas. Acara ini biasa dilaksanakan pada tiap-tiap bulan Muharam, dengan
mengambil tempat di Pantai Timur Pangandaran.
Event pariwisata bertaraf internasional yang selalu dilaksanakan di sini adalah
Festival Layang-layang Internasional (Pangandaran International Kite Festival)
dengan berbagai kegiatan pendukungnya yang bisa kita saksikan pada tiap
bulan Juni atau Juli.
117
dikembangkan untuk berbagai kegiatan agar dapat meningkatkan
kesejahteraan penduduk setempat. Sebagian besar kegiatan yang
dilakukan di kepulauan ini masih bersifat tradisional, bahkan tak jarang
masih ditemukan kegiatan yang merusak kelestarian sumberdaya alam,
misalnya kegiatan penambangan karang, penangkapan ikan dengan
sianida dan bom, serta kegiatan pembukaan hutan mangrove untuk tambak
(Sya’rani, 1987 dan Supriharyono, 2000).
Pada tahun 1988 Karimunjawa diumumkan sebagai kawasan Taman
Nasional Laut dengan tujuan untuk melindungi dan memanfaatkan
sumberdaya yang ada secara lestari. Pada tanggal 23 Januari 1998 secara
resmi Balai Taman Nasional Karimunjawa mulai beroperasi untuk
mengelola kawasan tersebut. Akan tetapi banyak ditemui permasalahan
dalam pengelolaannya, baik masalah internal maupun eksternal.
Permasalahan internal menyangkut dana, sarana dan prasarana
pengelolaan, jumlah dan kualifikasi petugas lapangan, serta tidak
tersedianya data potensi sumberdaya alamnya. Sedangkan permasalahan
eksternal, menyangkut kurangnya pemahaman dan dukungan dari instansi
teknis terkait serta kurangnya dukungan dan keterlibatan masyarakat
setempat terhadap usaha konservasi (Istanto, 1998 dan Rao, 1998). Hal ini
disebabkan karena adanya beberapa kendala dan permasalahan yang
meliputi kewenangan pengelolaan, fasilitas dan aksesibilitas, kemampuan
sumberdaya manusia, penerapan iptek, pendanaan dan keterpaduan
dukungan program sektoral.
Penetapan kawasan sebagai Taman Nasional Laut (TNL) merupakan aset
yang sangat berharga bagi kelestarian sumberdaya alam dan ekosistem
alami serta plasma nuftah sehingga dapat digunakan untuk pengembangan
iptek, sebagai tempat kegiatan pariwisata dan berfungsi dalam menjaga
keseimbangan lingkungan.
118
Kemiskinan dan ketidak-berdayaan tersebut akan merupakan ancaman
utama bagi mereka untuk turut serta dalam pengelolaan wilayah kepulauan
secara berkelanjutan. Dengan demikian kita harus memberikan perhatian
yang lebih besar dalam merumuskan berbagai pendekatan pembangunan
kepulauan kecil tersebut demi menjaga kelestarian.
119
yang dilakukan bukan hanya aktivitas ekowisata melainkan juga aktivitas
masyarakat lokal dan pendatang.
120
Perahu nelayan di pelabuhan utama Karimun Jawa
3.3.1 Ekosistem
121
bagi terumbu karang, hutan bakau, hutan pantai, serta hampir 400 spesies
fauna laut, di antaranya 242 jenis ikan hias. Beberapa fauna langka yang
berhabitat disini adalah elang laut dada putih, penyu sisik, dan penyu hijau.
Ombak di Karimunjawa tergolong rendah dan jinak, dibatasi oleh pantai yang
kebanyakan adalah pantai pasir putih halus.
3.3.2 Geografis
Yang berpenghuni:
o Karimunjawa
o Kemujan
o Nyamuk
o Parang
o Genting
Yang tidak berpenghuni:
o Menjangan Besar
o Menjangan Kecil
o Cemara Besar
o Cemara Kecil
o Geleyang (30 ha)
o Burung
o Bengkoang (92 ha)
o Kembar (11,2 ha)
o Katang (2,8 ha)
122
o Krakal Besar (2,8 ha)
o Krakal Kecil (2,8 ha)
o Sintok
o Mrican
o Tengah
o Pinggir
o Cilik
o Gundul
o Seruni
o Tambangan
o Cendekian
o Kumbang (8,8 ha)
o Mencawakan (atau Menyawakan).
3.3.3 Penduduk
3.3.4 Transportasi
123
Transportasi paling umum digunakan untuk ke Karimunjawa adalah kapal
dari Semarang dan Jepara. Dari Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, kapal
Kartini I berangkat setiap Sabtu pukul 9 pagi ke Karimunjawa dan kembali
dari Karimunjawa setiap Minggu siang. Dari Pelabuhan Kartini, Jepara
terdapat Kapal Muria yang berangkat setiap Sabtu dan Rabu pukul 9 pagi.
Jalur udara dapat ditempuh dari Bandara Ahmad Yani, Semarang menuju
Bandar Udara Dewa Daru di Pulau Kemujan dengan pesawat sewa jenis
CASSA 212 yang disediakan oleh PT. Wisata Laut Nusa Permai (Kura-Kura
Resort). Waktu tempuh kurang lebih 30 menit.
124
ekologi vegetasi hutan hujan tropik daerah pantai, vegetasi mangrove,
ekologi terumbu karang serta keanekaragaman biota lautnya.
125
Kecamatan Karimunjawa telah dikembangkan sebagai Desa Wisata dengan
konsep ekowisata. Dengan mengandalkan kekayaan alam, Karimunjawa
mengajak semua lapisan penduduk untuk melestarikan berbagai potensi
yang ada. Selain itu, penduduk juga bisa meningkatkan penghasilan dengan
membuka home stay, menjual cinderamata, membuka warung, atau
menyediakan berbagai fasilitas bagi wisatawan yang berkunjung ke sana.
Berbagai kegiatan rekreasi bisa dilakukan selama berlibur di Kepulauan
Karimunjawa yang memiliki pesona alam bawah lautnya menyediakan
tempat untuk petualangan menyelam dan snorkelling. Karena berada di laut
jawa yang relatif tenang, banyak titik yang bisa dipakai sebagai tempat
penyelaman dan snorkeling, antara lain pantai-pantai di pulau Menjangan
Besar, Menjangan Kecil, Geleang, Bengkoang, Parang, Kembar, Katang,
Krakal Kecil, dan pulau Kumbang.
Selain itu, kegiatan petualangan laut yang lain adalah menjelajah laut
dan melihat akuarium laut. Bagi yang takut menyelam, Karimunjawa
menyediakan perahu yang bagian bawahnya terbuat dari kaca tembus
pandang (glass bottom boat) yang disewakan pada pengunjung. Adanya
bagian tembus pandang memungkinkan penumpang menikmati
pemandangan dasar pantai tanpa harus menyelam. Pulau Menjangan Besar
menyediakan fasilitas akuarium air laut. Pengunjung dapat menikmati
keindahan berbagai spesies ikan hias di akuarium yang dibuat mirip dengan
dasar laut yang sesungguhnya.
Di daratan pengunjung bisa melakukan hiking menyusuri Gunung
Gendero (600m), puncak tertinggi di Pulau Karimun dan di seluruh
Kepulauan Karimunjawa. Untuk petualangan melihat satwa liar, pengunjung
memerlukan ijin khusus dari pihak-pihak terkait untuk masuk ke Pulau
Burung dan Pulau Geleang yang merupakan habitat asli elang laut.
Sebagai Desa wisata, Karimunjawa telah dilengkapi oleh berbagai
sarana penunjang yang memadai. Pengunjung bisa mendatangi langsung
Pusat Kerajinan Al Badri di desa Legon Cikmas dan Labiki di jalan Kapuran,
pulau Karimunjawa untuk mendapatkan kerajinan kayu yang menjadi suvenir
andalan Karimunjawa. Selain hasil kerajinan kayu, suvenir lain yang
126
ditawarkan umumnya berupa hasil industri rumah tangga seperti kaus, topi,
ikan teri, ikan asin, jenang, makanan olahan dari rumput laut, dan minyak
kelapa.
Kepulauan Karimunjawa telah memiliki sarana akomodasi yang sangat
memadai. Sarana akomodasi yang umumnya berupa pondok tinggal (home
stay) milik perorangan, wisma, pondok apung, sampai hotel tersebar di pulau
Karimunjawa, pulau Menjangan Besar, pulau Tengah, dan pulau
Menyawakan. Ada sekitar 40 penginapan dan home stay yang tersebar di
pulau-pulau tersebut dan tiap-tiap penginapan tersebut telah dilengkapi
dengan telepon. Tarifnya penginapan-penginapan tersebut berkisar antara
Rp 60.000,00 sampai Rp 300.000,00 per malam.
Kepulauan Karimunjawa dapat dicapai dari Semarang lewat pelabuhan
Tanjung Mas, dan dari Jepara lewat pelabuhan Kartini. Dari Tanjung Mas
Semarang, Kapal Motor Cepat (KMC) Kartini I, berangkat setiap Sabtu, pukul
9.00 dan Senin, pukul 7.00. Kapal yang sama juga melayani rute pelabuhan
Kartini Jepara-Karimunjawa setiap Senin, pukul 10.00. Kapal Motor Muria
yang melayani rute Jepara-Karimun berangkat setiap Sabtu dan Rabu, pukul
9.00.
Dari Kepulauan Karimun, Kartini I berangkat tiap Minggu, pukul 14.00
dan Selasa, pukul 9.00. KMP Muria berangkat tiap Senin dan Kamis pukul
09.00. Untuk angkutan antar pulau, tersedia sarana berupa kapal motor yang
harganya tergantung jarak tempuh atau lama pemakaian. Karimun juga bisa
diakses melalui jalur udara dengan pesawat jenis CASSA 212 yang
berangkat dari Bandara Ahmad Yani, Semarang menuju lapangan udara
Dewadaru di Pulau Karimunjawa. (Roberto J. Setyabudi)
127
Nasional Karimunjawa pada 1999. Sebagian besar Taman Nasional ini
kemudian ditetapkan sebagai Kawasan Pelestarian Alam Perairan melalui
Keputusan Menhut No.74 tahun 2001.
128
3.3.8 Wisata Bahari
129
dan pembongkaran karang yang memperparah kerusakan terumbu karang.
Kondisi ini juga menyebabkan dampak sosial berupa berkurangnya
pendapatan nelayan tradisional yang hanya menggunakan pancing dan alat
tangkap yang sederhana lainnya.
130
kembali. Diberitakan juga bahwa 22 keluarga penduduk setempat mengklaim
tanah mereka seluas 12 hektare berada di wilayah cagar alam. Kerusakan
hutan bakau menyebabkan hilangnya tempat berkembang biak udang dan
ikan. Disamping itu fungsi sebagai penahan abrasi juga hilang.
Menurut Puspa Dewi Liman dalam sebuah Loka Karya tentang Kajian
Zonasi di TNLK bahwa diantara lima pulau di Kepulauan Karimunjawa yang
tidak bisa dikelola yaitu pulau Gundul, Genting, Cendekiyan, Seruni dan
Sambangan, tiga di antaranya telah dimiliki oleh pihak swasta. Yang
dikawatirkan adalah bahwa setelah dimiliki oleh swasta, pengembangnya
lebih ke arah bisnis tanpa memperhatikan pelestarian lingkungan.
131
tentang masa depan Karimunjawa yang merupakan aset dan gantungan
hidup bersama. Dalam diskusi, dibedah tentang fakta kerusakan dengan
faktor-faktor penyebabnya, kemudian masing-masing sepakat siapa
melakukan apa. Forum yang demikian ini merupakan cermin dari
desentralisasi yang demokratis.
BAB IV
132
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teknik non
probabilitas secara purposive sampling, artinya tidak semua populasi
memiliki kesempatan untuk dijadikan sampel yang meliputi kepala pengelola,
tokoh adat, masyarakat.
133
lokasi. Sedangkan sampel yang digunakan untuk mengetahui profile, karak-
teristik dan pendapat wisatawan maupun masyarakat dengan menggunakan
teknik pengambilan sampel secara Accidental yaitu hanya wisatawan dan
masyarakat yang ditemui pada saat penelitian berlangsung yang dijadikan
sampel dalam penelitian ini dan diharapkan dapat menjaring sebanyak 15
orang wisatawan dan 15 orang masyarakat yang berdomosili disekitar lokasi
penelitian serta beberapa pejabat daerah maupun Lembaga Swadaya
Masyarakat. Daftar nama-nama Informan kunci adalah sebagai berikut:
Pekerjaan/
No Nama Informan
Jabatan
1
10
11
12
13
14
15
dst
134
3. Metode Pengolahan Data
135
(5) Mekanisme kemitraan, dalam pengelolaan ekowisata berbasis
komunitas meliputi;
a) Bentuk kerja sama yang dibangun oleh semua pihak stakehol-
ders;
b) peranan atau tanggung jawab dari setiap pihak yang terlibat;
c) regulasi kelembagaan.
(6) Pemberdayaan masyarakat melalui ekowisata meliputi;
a) Program pemberdayaan masyarakat;
b) pihak yang menyelenggarakan pelatihan;
c) manfaat pelatihan bagi masyarakat;
d) pendampingan masyarakat;
e) peranan pihak dalam program pemberdayaan masyarakat;
Jml
PERTANYAAN Jawaban Respon % Skala Bobot Skor
den
A. DEMOGRAFI
-
1. Jenis Kelamin Pria 6 60,0 0 -
Wanita 4 40,0 0 -
15 – 24 0 0,0 0
136
2. Umur Responden 25 – 34 6 60,0 0
35 – 44 0 0,0 0
45 – 54 3 30,0 0
55 – 64 1 10,0 0
+ 65 0 0,0 0
B. ASPEK PELESTARIAN
Sering melakukan 2
Sering melakukan 4
Keterlibatan masyarakat
dalam pengelolaan/
pengembangan Ekowisata.
Manfaat ekonomi
ekowisata bagi masyarakat.
Kesesuaian atraksi
ekowisata dengan potensi
wilayah.
Kontribusi ekowisata
terhadap kelestarian bagi
lingkungan.
137
Ket : n = 100
138
1
DAFTAR PUSTAKA:
http://www.paketrupiah.com/artikel/karimunjawa,_desa_ekowisata_pantai.php
Tags: karimun jawa indah bengedith
infrastruktur dasar (Gunn 1994),
Promosi dan pemasaran (Seaton & Bennet 1996)
Judul .............kebijaksanan dan strategi kepariwisataan pemerintah (Jenkins,
1991)
Judul ............Elemen-elemen institusional seperti pendidikan, peraturan,
kebijakan investasi dan sumberdaya manusia (Inskeep, 1991).
Judul ………..mendidik semua stakeholder tentang peranan mereka masing-
masing dalam konservasi (Drumm & Moore, 2005).
1.5 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka yang menjadi rumusan
masalah yang dikaji dalam pola pengelolaan ekowisata berbasis komunitas di
kawasan pantai/pesisir.
1
2
2
3
3
4
4
5
5
6
6
7