Anda di halaman 1dari 28

SEBUAH KONSEP BARU TENTANG

KEUANGAN MIKRO

OLEH:
Kelompok: I

Anggota:

FARADILLA 0901102010003
KHAIRUL IKHWAN 0701102010094
MUHAMMAD JULIANSYAH 0901102010130
MUHAMMAD RADHI 0701102010071
WAHYU ANDIKA FATWA 0901102010118

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH
2011
BAB I
SEBUAH KONSEP BARU TENTANG KEUANGAN MIKRO

1.1 Pendahuluan
Dalam pembahasannya, mikrofinance memunculkan dua isu utama: pertama, batas
operasional mikrofinance tidak jelas dan, kedua sifatnya tidak jelas. Isu-isu ini dapat
digambarkan ke dalam dua pertanyaan yang kerap dibincangkan oleh para praktisi dan
akademisi di bidang ini, yaitu: Apa perbedaan antara keuangan mikro, yang lebih dikenal
kredit mikro dan keuangan tradisional? Apakah keuangan mikro memiliki etika keuangan?
Perbincangan terus-menerus mengenai layanan keuangan yang ditawarkan dalam
program-program keuangan mikro dan diversifikasi yang terus meningkat dari klien tersebut
telah memperluas batasan keuangan mikro itu sendiri, jauh melampaui peranannya dalam
microfinance klasik yang dulunya hanya melayani pemberian pinjaman kepada golongan
fakir dan miskin (poorest and poor). Sebagaimana contoh yang dapat dilihat pada Grameen
Bank. Oleh karena itu, apa yang membedakan antara keuangan mikro modern dari
pembiayaan tradisional? Dan atas dasar apa kita bisa membuat perbedaan seperti itu?
Tujuan sosial dan kemanusiaan di balik keuangan mikro serta pendistribusiannya
melalui organisasi nirlaba (NGO) itu sebenarnya memiliki hubungan dengan klasifikasi etika
keuangan. Namun, karena lembaga mikro itu tidak mau dianggap seperti memberikan
bantuan layaknya sumbangan semata-mata, maka dibuatlah semacam aturan mengenai
ketertiban dalam pendistribusiannya melalui intermediasi keuangan, sehingga membawa
keuangan mikro ini kepada isu etika keuangan.
Bab ini juga membahas tentang taksonomi baru dalam keuangan mikro modern.
Untuk itu, pertama sekali kita perlu mengetahui ciri-ciri antara keuangan mikro lama dan
kredit mikro. Kemudian, sehubungan dengan tren saat ini, kita perlu mengidentifikasi
pemahaman baru mengenai keuangan mikro dengan karakteristiknya yang berbeda-beda baik
dari segi penawaran maupun permintaan.

1.2 Sifat Keuangan Mikro (Keuangan Mikro Vs Kredit Mikro)


Istilah “Keuangan mikro‘’ secara umum menjelaskan tentang penawaran layanan
keuangan sederhana kepada klien berpenghasilan rendah maupun yang tidak berpenghasilan
sama sekali. Dengan demikian, setiap kegiatan skala kecil yang ditandai dengan dana terbatas
dan penerima berpenghasilan rendah dapat diklasifikasikan kedalam ruang lingkup keuangan
mikro.
Secara tradisional, keuangan mikro terkait dengan program-program yang bermanfaat
bagi klien dengan masalah subsistensi yang serius di negara-negara berkembang, selama
bertahun-tahun keuangan mikro selalu terkait dengan kredit mikro – kredit kecil, sering tanpa
jaminan tradisional, yang ditunjukan untuk memperbaiki kehidupan klien dan keluarga
mereka atau mempertahankan kegiatan ekonomi skala kecil. Sumber dana, terutama berasal
dari dana yang disumbangkan oleh negara dan organisasi keagamaan, disalurkan kepada
penerima, paling sering disalurkan melalui organisasi non pemerintah (LSM) dan mitra local
(gambar 1.1)
Hal ini pada kenyataannya merupakan prosedur pembagian dimana LSM dan negara-
negara donor berkerja sama dengan basis organisasi lokal lainnya, seperti walikota atau
pemerintah, maupun pihak-pihak ketiga lainnya, membantu memfasilitasi pemeriksaan dan
pengelolaan posisi kredit. Untuk mengurangi adanya kesenjangan baik secara fisik maupun
budaya antara penyalur yang menyediakan kredit dengan penerima kredit mikro, banyak
lembaga yang membentukn membentuk jaringan dengan promotor local, yang di kenal
sebagai petugas pinjaman, yang mengunjungi klien potensial untuk mengumpulkan angsuran
pinjaman yang diberikan.
Perubahan sosial-demografis selama beberapa decade terakhir secara siknifikan telah
mengubah pandangan ekonomi dunia menjadi sesuatu yang baru. Dalam keuangan mikro,
situasi baru tersebut berarti adanya penerima baru yang potensial, produk baru dan
keterlibatan perantara keuangan yang lebih besar dari sebelumnya. Pengecualian dari sistem
keuangan tradisional, terdapat masalah mengenai ketidakmampuan masyarakat dalam
mengakses layanan keuangan yang dasar saja, termasuk jutaan orang saat ini, baik di negara
berkembang dan negara- negara industri lainnya. Garis kemiskinan yang lama telah bergeser
dan katagori baru dari orang “miskin‘’ pun muncul, bahkan di negara-negara berkembang.
Donor

Penerima pinjaman yang baru ini telah membawa kriteria kebutuhan yang baru pula.
Selama dekade terakhir, konsep layanan keuangan mikro yang baru telah dikembangkan
seiring dengan kredit mikro. Perkembangan ini telah mendapat pengamatan yang telah
membentuk program-program bantuan keuangan yang lebih meningkatkan efisiensi lembaga
tersebut, sekaligus juga meningkatkan tingkat kelangsungan perusahaan itu. Perluasan dari
layanan keuangan yang ditawarkan itu meliputi: produk kredit, yang menyediakan artenatif
untuk pinjaman, tabungan, jasa asuransi, keuangan terstruktur dan bantuan teknis.
Oleh karenanya tidaklah mengejutkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini, para
penyedia bantuan pinjaman keuangan di negara-negara industri telah lebih menfokuskan diri
kepada keuangan mikro. Ia mewakili suatu cara untuk mencapai dan memperoleh kesetiaan
dari kelompok-kelompok klien baru dan membantu meningkatkan tanggung jawab sosial
perusahaan.
Jadi, saat ini, hal ini telah menjadi alasan ekonomi, sebagaimana perhatian terhadap
citra publik mereka, yang memacu perantara keuangan menjadi lebih terlibat dalam keuangan
mikro. Timbul pertanyaan yang tidak dapat dihindari yaitu apa ada kemungkinan terhadap
kembalinya model keuangan mikro kepada model menyerupai inisiatif pertama, kredit mikro
tradisional? Apakah demografi, trend sosial dan ekonomi yang baru, ditambah lagi dengan
munculnya keterlibatan perantara keuangan (intermediaries), akan memungkinkan
kembalinya model keuangan mikro yang lama?

1.3. Permintaan Untuk Keuangan Mikro


Pada awalnya, orang-orang yang dianggap sebagai penerima pinjaman keuangan
mikro yang berasal dari masyarakat di negara-negara berkembang yang sehari-harinya
berjuang memenuhi kebutuhan hidup mereka, adalah mereka yang tergolong fakir miskin.
Dalam kondisi ini, perempuan adalah pihak paling diperhatikan secara khusus karena
merekalah yang paling merasakan dampak kemiskinan dalam keluarga di negara-negara
berkembang. Dan ternyata, dari banyak penelitian telah menunjukkan bahwa wanita pada
umumnya lebih mampu melakukan pembayaran kembali atas pinjaman yang telah diberikan
dari pada pihak laki-laki, mereka juga lebih mampu mengelola keuangan keluarga untuk
berinvestasi di bidang-bidang yang mendatangkan keuntungan.
Baru-baru ini, keuangan mikro juga mulai melirik klien-klien dari pengusaha-
pengusaha kecil (pengusaha mikro), yang notabene merupakan bisnis keluarga, yang tidak
mampu mendapat akses pinjaman kredit ke bank. Untuk pengusaha mikro demikian,
keuangan mikro merupakan alternatif pinjaman yang di berikan oleh peminjam, dan
seringkali merupakan jalan keluar terefektif dalam sistem pinjaman uang.
Dengan demikian, dalam beberapa tahun terakhir keuangan mikro telah melayani
kelompok-kelompok masyarakat yang sebagian besar berbeda dari yang biasanya terkait
dengan kredit mikro. Saat ini, klien potensial keuangan mikro juga dapat mencakup individu,
walaupun tidak hidup dalam kemiskinan, namun secara umum mengalami kesulitan untuk
mendapatkan akses ke sistem keuangan.
Dengan cara ini, keuangan mikro modern memperluas sasarannya mulai dari
kelompok fakir miskin sampai semua korban yang dikesampingkan dalam hal mendapatkan
bantuan pinjaman keuangan. Fenomena pengenyampingan ini telah pula dijelaskan dalam
buku “Ketidakmampuan dalam Mengakses Layanan Keuangan dengan Cara yang Tepat”
(Carbo et al., 2005)
Pengenyampingan dari sistem keuangan tersebut mungkin membutuhkan produk dan
jasa yang berbeda dan dapat disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, ada pengecualian
diri, pada prinsipnya, dari individu itu sendiri yang merasa tidak mampu memenuhi
persyaratan yang dibutuhkan berkaitan dengan kondisi yang dibutuhkan perantara keuangan,
fakir miskin tergolong dalam kategori ini. Jarak dari sistem keuangan juga mungkin
disebabkan oleh kegagalan klien potensial untuk memenuhi kegiatan persyaratan kredit.
Dalam hal ini kita dapat lihat pengecualian akses, atau pengecualian mengikuti proses
penilaian risiko yang dilakukan terhadap klien oleh perantara keuangan, ini adalah golongan
“miskin”. Golongan fakir maupun miskin adalah dua kategori utama yang menjadi target
program keuangan mikro tradisional.
Namun, seperti yang disebutkan sebelumnya, perubahan sosio-demografi dan
ekonomi telah meningkatkan perubahan social politik pula, yang memunculkan
pengenyampingan dari segi politik dan social. Hal ini menyebabkan adanya golongan orang
yang tidak terdaftar di suatu negara seperti para imigran, mantan narapidana, menjadi tidak
“bankable”. Kemudian ada pula individu yang tidak bisa mendapatkan akses ke sistem
keuangan karena mereka memiliki ketidakmampuan menanggung biaya dan kondisi produk
keuangan yang ditawarkan. Dalam kasus ini yang dimaksud adalah individu “Kurang
Mampu” terkesampingkan secara kondisi. Yang terakhir adalah pengenyampingan keuangan
bagi para klien (terutama pengusaha kecil –skala) yang dianggap “marjinal (dipinggirkan)”
oleh peminjam dana karena mereka merupakan target bernilai rendah dibandingkan dengan
model evaluasi klien di mikro tradisional tradisional (terkesampingkan di segi pemasaran).
Kelompok orang yang “tidak terdaftar (unregistered)”, “kurang mampu (disadvantaged)” dan
“terpinggirkan (marginalized)”, meskipun memiliki kesulitan yang terhadap sistem kredit,
tetap ditandai, dengan meningkatkan kemampuan profesional dan manajerial, serta
meningkatkan tingkat kredit masing-masing.
Kategori-kategori penerima tersebut lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.2, ada
yang berbentuk individu ataupun dalam kelompok. Bantuan yang diberikan kepada individu
disebut dengan pembiayaan tradisional kepemilikan tunggal dan pengusaha mikro, sementara
bantuan yang ditawarkan kepada kelompok lebih menyerupai pembiayaan bantuan kepada
asosiasi dan koperasi.
Masuknya klasifikasi orang-orang yang “tidak terdaftar”, ”kurang mampu” dan
“terpinggirkan” membuat kompleksitas struktur keuangan yang ada dalam program
microfinance ini lebih besar, sebagaimana keterlibatan dari perantara keuangan yang lebih
dalam, hal ini membuat karakteristik microfinance sekarang itu lebih berbeda daripada
microfinance model lama.

1.4. Penyediaan Keuangan Mikro


Lembaga-lembaga tradisional yang terlibat dalam keuangan mikro bervariasi, baik
dari sudut pandang institusional maupun dari tujuannya yang bersifat relatif. Dari perspektif
pengaturnya, lembaga keuangan mikro (LKM) dapat di klasifikasikan kedalam tiga kategori
utama, tergantung pada batas regulasi kegiatan mereka: informal, semiformal dan formal
(gambar 1.3).
Lembaga informal (kelompok mandiri, asosiasi kredit, keluarga, tengkulak) tidak
memiliki status kelembagaan. Mereka adalah penyedia layanan keuangan mikro atas dasar
sukarela dan tidak tunduk pada aturan pengawasan manapun.
Lembaga semiformal terdaftar kelembagaannya, dan tunduk pada semua hukum-
hukum umum yang berlaku. Mereka biasa didefenisikan sebagai perantara keuangan mikro
(MFFIs) sebenarnya: mereka meyediakan jasa financial, tetapi pada umumnya mereka tidak
bisa memberikan kredit jika mereka tidak melakukan pengumpulan deposito atau saving dari
kliennya, sama seperti halnya dengan bank-bank pos. Oleh karena itu, MFFIs tuduk pada
persyaratan peraturan keuangan, tergantung pada kegiatan intermediasi keuangan
mereka,tetapi mereka tidak berada dibawah peraturan perbankan.

Penyedia Keuangan
mikro

Dalam kategori ini adalah mungkin untuk memasukkan berbagai jenis lembaga
dengan koperasi struktural dan kompleksitas organisasi (LSM keuangan, keuangan yang
berbeda, pos tabungan bank). Yang paling popular dan meluas adalah LSM keuangan,
terutama yang beroperasi dengan menawarkan kredit mikro sebagai bagian dari proyek
pembangunan, seringkali digabungkan dengan tawaran bantuan teknis dan “intervensi sosial”
untuk penerima. Untuk tujuan ini memanfaatkan LSM, sebagian atau seluruhnya, dana yang
disumbangkan oleh lembaga-lembaga keagamaan dan negara-negara donor. Beberapa LSM
yang paling berkembang menawarkan berbagai jenis layanan keuangan, maka mereka
menaikkan dana khusus serta mengutip dana tabungan secara “paksa” pada klien mereka.
Sementara itu, lembaga formal dapat di klasifikasikan menjadi tiga kategori utama:
Bank keuangan mikro (MFBS), bank keuangan mikro berorientasi (MFOB) dan bank

Kelompok
keuangan mikro sensitive (MFSB). Mereka semua dapat menawarkan kredit dan juga

swadaya
memberikan layanan deposito: Untuk alasan ini, mereka semua berada di bawah peraturan
perbankan.
PMFB adalah bank khusus yang hanya menawarkan layanan keuangan mikro.
Lembaga ini bisa saja berasal dari sebuah NGO yang memiliki spesialisasi di bidang kredit
mikro, yang kemudian mengkonversikan diri menjadi sebuah bank guna memaksimalkan
keberlanjutan ekonomi dari inisiatif mereka dan memperluas basis klien mereka. Secara
alternatif, perantara tersebut mungkin akibat dari proses privatisasi bank umum dengan tujuan
memberikan dukungan finansial kepada masyarakat lokal. Terakhir, mereka mungkin saja
dibentuk oleh bank-bank yang sengaja ingin memasuki pasar keuangan mikro, yang merasa
tertarik dengan pengamatannya terhadap hasil kerja yang baik yang dilakukan oleh perantara
khusus dalam usaha mikro.
Layanan keuangan mikro juga dapat ditawarkan oleh berbagai jenis lembaga koperasi
yang beroperasi secara khusus, atau untuk sebagian besar untuk kepentingan anggota mereka
sendiri. Ini termasuk Serikat Kredit di Britania Raya dan Irlandia, yang menawarkan kredit
dan jasa lainnya kepada mitra mereka sendiri; yaitu Tabungan Bergilir dan Kredit Asosiasi
(ROSCAs), yang lebih berhasil di negara-negara berkembang, yang memberikan kredit
secara bergilir kepada anggotanya sendiri dengan menggunakan dana umum yang disediakan
oleh anggotanya sendiri; dan bank kredit koperasi. Meskipun sedikit berbeda, karakteristik
umum dari lembaga-lembaga ini terletak pada status hukum perusahaan koperasi dan
kemungkinan mengumpulkan deposito, terutama melalui mitra.
Pengembangan bank terjadi secara luas, terpusat dan biasanya bank-bank milik
pemerintah dibuat untuk mendukung sektor-sektor tertentu (bank-bank pengembangan usaha
kecil) atau wilayah geografis (bank pembangunan pedesaan); di beberapa negara berkembang
mereka juga dapat berbentuk bank-bank swasta.
Akhirnya, dalam beberapa tahun terakhir, lembaga-lembaga keuangan mikro formal,
telah dimungkinkan untuk menyertakan bank komersial, kelompok perbankan kering
konglomerat keuangan. Di sini, dua kategori perantara dapat diidentifikasi: bank keuangan
mikro yang berorientasi dan bank-bank keuangan mikro yang sensitif.
Dalam bidang bank yang berorientasi keuangan mikro sangat mungkin membentuk
suatu kumpulan semua bank atau lembaga keuangan yang berorientasi kepada pembiayaan
usaha kecil menengah dan perusahaan mikro, dan yang secara profesional cenderung untuk
mengambil peran aktif dalam program-program keuangan mikro. Terutama yang berskala
kecil, bank lokal, sangat berakar di wilayah tersebut, dan lembaga keuangan yang langsung
berasal dari lokal. Selanjutnya, dalam bidang keuangan mikro bank-sensitif sangat mungkin
untuk menempatkan semua bank dan perantara keuangan yang, karena alasan ekonomi atau
untuk citra mereka sendiri, melihat keuangan mikro sebagai kesempatan menarik. Ini
terutama terdiri dari kelompok perbankan, khususnya yang besar, atau konglomerat keuangan
yang memutuskan untuk masuk ke dalam sektor keuangan mikro (downscaling kegiatan
mereka), meskipun sampai batas tertentu dibandingkan dengan bisnis inti mereka sendiri,
menciptakan perusahaan-perusahaan tertentu atau divisi tertentu dalam organisasi mereka.
Sampai sekarang sistem perbankan masih memiliki keraguan terhadap konsep
keuangan mikro. Konsep keuangan yang lama mempertimbangkan pemberian kredit kepada
individu yang tidak ‘bankable', karena jika tidak ada jaminan, maka risikonya terlau besar.
Selain itu, proses penyediaan kredit kecil menimbulkan biaya yang berlebihan karena biaya
operasi yang signifikan diperlukan untuk menghadapi setiap pinjaman sehubungan dengan
jumlah kredit yang diberikan. Sebagian besar bank tidak dilengkapi dengan metodologi dan
peralatan profesional yang cocok untuk keuangan mikro, yang berarti bahwa, pada saat ini,
kehadiran mereka di pasar terbatas pada beberapa perantara. Namun, ketersediaan keuangan
mikro untuk kategori baru dari penerima manfaat telah memperkenalkan kebutuhan produk
baru, selain kredit yang ada, serta struktur pendanaan yang lebih baik. Oleh karena itu,
keberadaan perantara keuangan tradisional cenderung meningkat di masa depan. Sebuah
kerja sama yang lebih luas antara perantara keuangan dengan penyedia keuangan mikro akan
menyebabkan review tentang peran LSM dan lembaga-lembaga khusus. Perantara keuangan
dapat mengisi peran yang berbeda dalam program keuangan mikro, dari penyedia layanan
sederhana untuk pengganti sampai memasarkan programnya sendiri. Tingkat keterlibatan
mereka terutama tergantung pada tiga faktor: lingkungan hukum dan kelembagaannya, misi
serta konteks sosial-ekonomi di mana perantara tersebut bekerja. Dengan demikian untuk
kedepannya, penklasifikasian yang baru terhadap LKM ini diharapkan dapat berpotensi aktif
dalam sektor keuangan mikro.

1.5 Produk dan Jasa dalam Keuangan Mikro


Penyedia keuangan mikro lama telah mendasari keberhasilan mereka pada struktur
sederhana. penambahan kelompok dalam kategori penerima manfaat pinjaman, mulai dari
fakir miskin sampai dengan orang yang kurang beruntung, telah membawa kebutuhan
aktivitas kredit yang terkombinasi sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan. Persyaratan ini
didasarkan pada dua faktor utama: di satu sisi, penerima manfaat target yang baru berarti
kebutuhan keuangan baru yang juga harus dipenuhi, di sisi lain, beberapa kategori pengusaha,
terutama yang kurang mampu dan terpinggirkan orang, memiliki kemampuan yang lebih
besar dalam mengorganisir diri mereka sendiri dalam kelompok-kelompok dan membawakan
sebuah kerumitan yang lebih besar dalam menjalankan organisasi dan kelompok dibiayai. Hal
ini, pada gilirannya, dikombinasikan dengan kebutuhan keuangan yang lebih canggih dan
membuat para kreditur melakukan pengawasan secara lebih ketat.
Karena alasan-alasan penting itu, dibidang program keuangan mikro modern, perlu
ditempatkan suatu kerangka kerja keuangan yang menyediakan jasa lainnya, selain hanya
penyediaan kredit saja. Secara sempit dapat dikategorikan sebagai layanan keuangan
sedangkan secara luas dapat ditambah dengan penawaran jasa non keuangan (Gambar 1.4).
Pada arti yang sempit, yang dimaksud adalah penerimaan tabungan serta asuransi. Kebutuhan
untuk menempatkan tabungan oleh para nasabah tampak bankability dalam menerima kredit,
karena mereka dapat mengangsurnya. Dikarenakan persentase keuntungan yang dihasilkan
melalui kegiatan keuangan meningkat, tidak ditujukan untuk menutup subsisten yang biaya
pelanggan.

Kredit

Tabungan

Asuransi

Jasa Keuangan
Lainnya
Layanan
Teknis
Lainnya
Gambar 1.4 Keuangan Mikro produk dan jasa
Selain itu, bunga yang ditetapkan oleh lembaga keuangan mikro pada umumnya lebih
tinggi, dikarenakan untuk mendukung kelangsungan hidup dan lancarnya operasional
lembaga itu sendiri. Dalam hal ini, produk asuransi juga dibuat, pada satu sisi adalah untuk
melindungi risiko teknis dan keuangan khusus dari proyek yang dijalankan dan di sisi lain
untuk menjamin kelangsungan aktivitas ekonomi seluruh kelompok yang dibiayai.
Selain itu, organisasi penerima bantuan pinjaman dalam koperasi-koperasi, atau
dalam organisasi terstruktur lainnya, sering berjalan dengan otonomi manajerial yang lebih
besar. Dalam hal ini, terdapat dua peran investor antara lain: untuk melakukan pengawasan
pada tempatnya untuk memeriksa mengenai kriteria tata pemerintahan yang baik, dan untuk
menyediakan bantuan teknis untuk kegiatan proyek. Bantuan tersebut dapat menyangkut
manajemen keuangan dan administrasi tetapi dapat diperluas untuk menawarkan layanan
non-keuangan yang spesifik. Ini bukanlah hal yang biasa, misalnya, bahwa para pengusaha
mikro ini diorganisir dan dilatih dengan baik dalam hal pemasaran dan distribusi produknya,
khususnya ketika keberlanjutan proyek menuntut mereka untuk berekspansi di luar konteks
lokal.

1.6 Sebuah Taksonomi Baru Untuk Keuangan Mikro


Sehubungan dengan dibuatnya pengklasifikasian, adalah mungkin untuk membangun
sebuah matriks keuangan mikro yang ditentukan oleh kombinasi antara penerima-layanan dan
lembaga’ (Gambar 1.5). Area bisnis yang berbeda di bidang keuangan mikro itu ditentukan
oleh klasifikasi ‘penerima-jasa’ itu sendiri, masing-masing relevan untuk kategori tertentu
perantara.

Penerima Fakir dan Tidak Kurang


Terpinggirkan
Lembaga miskin terdaftar beruntung
Perantara keuangan
Keuangan Mikro
Bank Keuangan Mikro
Bank berorientasi
Keuangan Mikro
Bank sensitif Keuangan
Mikro
• Kredit • Kred • Kred • Kredit
• Jasa it it • Asura
Layanan teknik • Asur • Asur nsi
ansi ansi • Tabun
• Jasa • Tab gan
teknik ungan • Jasa
• Jasa keuangan
teknik lainnya
• Jasa
teknik

Gambar 1.5 Taksonomi baru dalam microfinance modern

Perlu digarisbawahi bahwa semakin meningkatnya level 'bankability' dari si penerima


pinjaman, layanan yang menyertai program keuangan mikro semakin terstruktur. Dengan
cara yang sama keterlibatan perantara keuangan mikro semakin didukung oleh intervensi
perantara keuangan lainnya. Secara khusus, MFFIs lebih banyak menfokuskan kegiatan
mereka kepada fakir, miskin dan yang 'tidak terdaftar', jasa keuangan yang ditawarkan
terbatas pada kredit, asuransi dan bantuan teknis, dan hanya sedikit yang menuntut tabungan
paksa dari penerima pinjaman.
Sebaliknya MFBS formal memiliki target mereka sendiri, yaitu orang-orang yang
tergolong pada 'kurang beruntung' dan 'terpinggirkan', mereka ini terlibat dalam program
dengan produk yang lebih terstruktur dan lebih kompleks dan struktur keuangan konsolidasi.
Hal ini perlu untuk dipertimbangkan, bagaimanapun bahwa dalam pengalaman
keuangan mikro baru-baru ini adalah mungkin untuk mengidentifikasi tren yang menyoroti
model operasi yang tidak mudah diklasifikasikan.
Secara khusus, kita mengamati gerakan-bersilang, yang menunjukkan keterlibatan
yang lebih besar dari MFBS dalam programnya untuk 'fakir', yang 'miskin' dan 'tidak
terdaftar', dan secara paralel juga menunjukkan keterlibatan LSM perantara keuangan mikro
lainnya dalam program-program yang ditujukan kepada orang-orang 'kurang beruntung' atau
'terpinggirkan'. Bahkan, untuk bank berorientasi keuangan mikro dan bank sensitif keuangan
mikro pada khususnya, kebutuhan untuk mencari cara yang baru dan lebih efisien terhadap
penyaluran dan pengelolaan dana menciptakan ruang untuk intervensi meskipun dalam
program-program yang kurang terstruktur, ditujukan untuk termiskin dan tidak terdaftar. Pada
saat yang sama efektivitas program yang lebih terstruktur juga meningkat karena kontribusi
dari perantara keuangan keuangan mikro (terkadang juga oleh penyedia keuangan mikro)
yang mengkontribusikan pengetahuan lokal mereka, yang penting dalam usaha meningkatkan
hubungan antara perantara dan penerima, serta keahlian teknis dan operasi yang berguna
untuk perencanaan dan pemantauan proyek.
Untuk kedepannya, dapat diramalkan bahwa program keuangan mikro akan semakin
ditandai dengan kehadiran investor yang tidak hanya melibatkan satu pemain saja, melainkan
telah hadir lembaga-lembaga lain yang turut memeriahkan bidang microfinance ini, yang
dapat dilihat dari hadirnya penyedia jasa keuangan sektor informal, semiformal dan formal
pada waktu yang bersamaan.

1.7 Keuangan Mikro Dan Etika Keuangan


Untuk memahami sifat sesungguhnya dari keuangan mikro modern, bagaimanapun,
perlu untuk menyelesaikan masalah lebih lanjut: apakah beroperasi di keuangan mikro
artinya operasional di bidang keuangan itu etis? Isu ini memiliki relevansi yang besar dan
tidak dapat diselesaikan hanya dengan debat. Etika keuangan, memang telah menanggapi
kriteria yang spesifik tentang karakteristik dari perantara dan penerima manfaat, perilaku dan
proses yang diadopsi, serta produk dan kondisi ekonomi yang diterapkan. Jika label perantara
dirinya sebagai etika, tetapi tidak beroperasi secara etis, itu melakukan proses kompetisi yang
tidak adil, bertanggung jawab untuk penuntutan oleh otoritas nasional dan masyarakat.
Hal ini penting, karena itu, untuk memutuskan apakah keuangan mikro harus
dipandang membiayai secara etis karena diperlukan dalam kasus itu, untuk menetapkan
parameter etika harus dihormati. Memang, saat ini, sebanyak dalam literatur seperti dalam
praktek, seperti kerangka kerja pengaturan sistem keuangan, tidak ada kriteria yang jelas
yang memungkinkan kita untuk menarik batas-batas etika keuangan. Membangun struktur
kegiatan keuangan yang berbeda, yang sampai saat ini telah dipertimbangkan jenis
pembiayaan secara etis, dapat membantu kita untuk memahami jika keuangan mikro mungkin
termasuk dalam bidang ini.
Etika keuangan dapat dibagi menjadi tiga kategori aktivitas (gambar 1.6 dan 1.7):
keuangan yang mendukung perang melawan kemiskinan dan pengucilan keuangan (keuangan
inklusif); keuangan yang mendukung beberapa sektor umum dianggap etis oleh kesadaran
sosial kolektif (keuangan selektif); keuangan yang benar adalah sesuai dengan peraturan
perusahaan dan peraturan terkait yang mengatur isu-isu terkait dengan ketekunan, keadilan
dan transparansi perilaku diadopsi (keuangan penuh).
Dalam kasus pertama, kita berada di bidang keuangan yang menentukan sendiri
tujuan sosial dan kemanusiaan, dan keprihatinan donor nasional dan internasional, bank
pembangunan, badan pemerintah nasional, organisasi non profit dan, dalam cara yang lebih
rendah, perantara keuangan yang berorientasi untuk kredit. Bentuk dukungan teknis keuangan
terutama berasal dari sumbangan dan pinjaman lunak. Keuangan Mikro datang ke dalam
kategori ini.
Dalam kasus kedua dukungan keuangan diberikan hanya untuk sektor dinilai etis oleh
peminjam, didasarkan pada kriteria subyektif yang mewakili akal sehat yang baik. Dengan
pendekatan ini, misalnya, industri, seperti lengan, alkohol, tembakau, perjudian, pornografi
tidak dibiayai, sedangkan investasi untuk lingkungan, budaya, seni dan berakhir sosial yang
didukung.
Etika Keuangan

Keuangan Inklusif: Selektif Keuangan: Pemenuhan Keuangan:


Melawan pengecualian Dukungan sektor produksi Menghormati stakeholder
keuangan dan kemiskinan yang dipilih bunga

Tujuan-Tujuan Sosial dan


Berperikemanusiaan Aturan dan kode etik

Pengecualian kriteria Kriteria Inklusi

Gambar 1.6 Jenis keuangan etis

Etika Keuangan
Dukungan sektor
Produksi
Memerangi eksklusi
keuangan dan kemiskinan

Aktivitas Kredit:
kredit mikro Manajemen Tabungan
keuangan mikro Kolektif

Para donor, LSM / lembaga


nirlaba Yayasan LKM
Bank Lokal Dana Investasi
Gambar 1.7 Kegiatan dan agen keuangan
Dana etis
pensiun
Koperasi

Para perantara yang mengikuti pendekatan semacam ini terutama Ethical Dana
Investasi (EIF), yang hanya pilih investasi etis, dan Dana Pensiun Ethical (EPF). Kemudian,
adalah investor institusi yang menyediakan jasa investasi secara individual atau kolektif tidak
ada yang kurang, selama bertahun-tahun belakangan ini, perantara perbankan telah mulai
memilih portofolio kredit mereka sendiri berdasarkan kriteria etis yang sama. Akhirnya,
dalam kasus ketiga, etika berarti mengadopsi perilaku yang mengurangi risiko konflik
kepentingan antara perusahaan dan stakeholders. Pendekatan ini diikuti oleh kedua
perusahaan dan perantara keuangan dan organisasi nirlaba.
Setelah klasifikasi keuangan etika telah terbentuk, perlu untuk bertanya pada diri
sendiri apakah kriteria tersebut cukup untuk menentukan kegiatan keuangan digambarkan
sebagai etika. Tentu saja, perempuan miskin pembiayaan di negara berkembang dalam
kategori miskin adalah inisiatif layak, tetapi apakah itu cukup untuk mendefinisikan sebagai
etika bahkan cara dana diberikan? Dapat diakui rendahnya etika tersebut adalah bank yang
mengecualikan pelanggan sendiri dari sektor pemberi atau pengguna? misalnya antara tentara
dan alkohol. Jika manajemen bank berada dalam konflik, apakah hal itu berarti bahwa tidak
harus membiayai produksi senjata yang ditujukan bagi aparat kepolisian? Dan, apalagi, tidak
memerangi alkoholisme pembiayaan pembuat anggur berarti tidak efisien dan memberikan
gelas anggur kami dengan makan malam? Dalam contoh yang disebutkan tingkat etika begitu
relatif bahwa penyedia pembiayaan yang hanya dapat memilih sektor, perusahaan dan produk
sesuai dengan kriteria tertentu dan terbatas dan harus meninggalkan penilaian subjektif etika,
dan pada akhirnya, manajemen investasi mereka sendiri, untuk investor tunggal. Dari sudut
pandang ini, akan lebih baik untuk berbicara tentang pembiayaan yang bersifat selektif.
Akhirnya, mengadopsi perilaku yang tidak datang ke dalam konflik dengan
kepentingan yang sudah ada pasti kondisi yang diperlukan untuk membiayai secara etis,tetapi
tidak cukup. Sebuah bank yang membiayai produksi ranjau darat tapi yang menghargai
semua aturan dalam hal transparansi hampir tidak bisa menggambarkan dirinya sebagai etika.
Oleh karena itu, apa yang membuat keuangan etis? Pada dasarnya tiga faktor, yang berkaitan
dengan perilaku individu yang terlibat, kedalaman aktivitas etis dan ethicality atau
intermediasi (Gambar 1.8).
Pentingnya kepatuhan jelas dalam hal kondisi yang diperlukan untuk membiayai etis.
Aspek kritis dalam Kasus tidak begitu banyak menentukan apakah hal itu benar untuk
mengadopsi perilaku yang menghormati aturan dan tidak bertentangan dengan kepentingan
stakeholder ', menemukan cara dan sarana efektif.

Etika Keuangan

Etika intermediasi

Dimana etika? Pemenuhan


Tingkatan Ekstensi
Transversality
Konsolidasi
Biaya intermediasi
Gambar 1.8 Variabel etika dalam keuangan

Melaksanakan perilaku ini adalah penting bahwa berbagai regulasi yang tetap tidak
hanya sebuah kewajiban tetapi menjadi budaya perusahaan, dan kode etik, semakin diadopsi
oleh perusahaan, yang tidak mengakibatkan etiket formal.
Adapun kedalaman keuangan etika, masalah ini dilihat pada tiga tingkatan ekstensi,
transparan dan konsolidasi. Singkatnya, perlu untuk menetapkan batas-batas dimana operasi
untuk memperpanjang kriteria etika yang dianut, untuk dapat menggunakan “label” etis.
Extension menunjukkan batas-batas vertikal kegiatan; harus sebuah bank, yang
memasok pinjaman etis mengumpulkan tabungan etis atau dapat itu pembiayaan kredit etis
dengan tabungan tradisional? Dengan kata lain, perlu untuk menjelaskan apakah ethicality
harus dijamin untuk semua kegiatan, dari atas ke bawah bisnis inti. Transparansi
menunjukkan batas-batas horizontal kegiatan; harus perantara yang menawarkan jasa
keuangan lainnya, serta memberikan kredit, jaminan tingkat yang sama ethicality di kedua
sektor operasi? Hal ini perlu, kemudian, untuk menetapkan apakah kegiatan jaminan dari
bisnis inti juga harus etis. Akhirnya, konsolidasi menunjukkan ethicality kepemilikan saham
itu saling berhubungan dengan perantara; misalnya sebuah bank etis, yang merupakan bagian
dari kelompok perbankan yang lebih besar pembiayaan industri senjata, masih menyebut
dirinya etis? Dengan kata lain, perlu untuk menjelaskan apakah hubungan dengan pemegang
saham utama atau kepemilikan silang harus dipertimbangkan dalam evaluasi “keetisannya”
atau apakah perantara tunggal ini harus dievaluasi secara berdiri sendiri.
Kedalaman aktivitas etis, artinya, ethicality dievaluasi dalam hal perpanjangan,
transparansi dan konsolidasi, adalah suatu hal yang belum terselesaikan yang praktisi,
institusi, pasar dan regulator masih membayar sedikit perhatian. Pengaturan lebih pada batas
operasi yang tepat untuk aktivitas etis akan menawarkan transparansi yang lebih besar ke
pasar dan akan memberikan kontribusi untuk mengurangi tingkat kompetisi yang tidak adil
dari beberapa praktisi etis dapat manfaat.
Isu-isu terkait untuk melakukan dan kedalaman etis sehingga pantas klarifikasi
mendesak dan pengawasan baik di tingkat nasional dan internasional. Namun, bahkan lebih
serius adalah ketidakpastian tentang faktor ketiga yang menambah definisi sifat etis
keuangan: ethicality Dari intermediasi keuangan. Jika aturan perilaku yang dapat membantu
untuk meningkatkan tingkat ethicality praktisi, dan kedalaman aktivitas akan meningkatkan
ethicality praktisi dan program-program, apa yang membuat proses intermediasi etis?
Jawabannya sesederhana itu canggung biaya intermediasi keuangan dan profit margin. Jika
pembaca tidak teliti, bahkan non-ahli di bidang keuangan, akan mengalami kesulitan dalam
mengakui bahwa, kondisi lain sama, lebih etis dari dua set pinjaman untuk orang-orang yang
kurang beruntung di negara-negara berkembang akan menjadi murah dan salah satu yang
dibutuhkan keuntungan lebih rendah dari kebutuhan. Demikian pula, akan masuk akal untuk
percaya bahwa investor yang menambahkan tujuan sosial dan kemanusiaan untuk tujuan
mereka keuntungan, dan memberikan pinjaman kepada orang miskin atau berinvestasi dalam
Etis Dana Investasi, disusun untuk menghasilkan keuntungan yang lebih rendah daripada
pasar, berhadapan dengan kepastian mempertahankan aktivitas etis. Namun, sebagian besar
program kredit mikro melibatkan biaya antar-mediasi lebih tinggi dibandingkan pasar.
Mayoritas menawarkan EIFs kembali sesuai dengan dana tradisional. Mengapa?
Keuangan mikro tidak dapat dikelompokkan dengan sumbangan tetapi ditandai
sebagai kegiatan intermediasi yang memberikan penghargaan akan dan efisiensi inisiatif.
Biaya intermediasi dan marjin laba secara teoritis dijelaskan terutama oleh risiko kredit yang
tinggi terkait dengan penerima manfaat dan inisiatif. Dengan demikian, tingkat pengembalian
yang lebih tinggi daripada rata-rata pasar dibenarkan karena alasan ekonomi. Dalam kasus
apapun, biaya ini dapat diterima untuk penerima karena mengkompensasi kemungkinan
mengakses jasa keuangan dinyatakan tidak dapat diakses.
Selain itu, dengan referensi khusus untuk EIFs dan EPFs, kembali pasar sering
dijelaskan oleh kesulitan objektif memilih dan pemantauan investasi etis: portofolio etis,
dalam banyak kasus, terdiri dari saham publik dan saham perantara keuangan terdaftar, dan
memastikan tingkat pengembalian pasar.
Namun, ketika kita berbicara tentang etika keuangan, perlu untuk mengidentifikasi
variabel yang memungkinkan kita untuk mendefinisikan proses intermediasi keuangan
sebagai etika, dan tidak hanya melakukan agen atau kegiatan yang didanai. intermediasi
Keuangan terdiri dalam mentransfer dana dari unit surplus ke unit defisit. Ini lebih efisien
lebih aman, lebih cepat dan lebih murah transfer. Oleh karena itu, dengan definisi ini, efisien
sesuai dengan murah, melainkan juga etis jika biaya intermediasi juga memiliki profit margin
lebih rendah dari tarif pasar. Mendorong akses ke layanan keuangan bagi individu yang
sistem keuangan tradisional termasuk pasti etis mendorong aman, meningkatkan akses cepat
dan murah tingkat efisiensi etika; mendorong jasa keuangan dengan harga yang
menggabungkan profit margin bawah kembali pasar, dan tidak ditetapkan berdasarkan untuk
hubungan risiko kembali klasik, membuat intermediasi keuangan etis.
Dalam konteks ini, dan dengan definisi ethicality, adalah berguna untuk bertanya
apakah keuangan mikro yang dapat atau harus dianggap sebagai keuangan etis (Gambar 1.9).
Tujuan keuangan mikro, terkait untuk memerangi eksklusi keuangan dan kemiskinan
ekstrim, dapat dengan mudah diklasifikasikan sebagai etika. Demikian juga, itu adalah
normal untuk mengharapkan bahwa praktisi keuangan mikro mengadopsi kode etik dan
berusaha keras untuk ethicality di transversality jangkauan dan aktivitas mereka.

Keuangan Mikro

Etis keluhan Keluhan non etis

Etika Perilaku Non Etika perilaku


Kedalaman Ekstensi Kedalaman Ekstensi
Tinggi Transversality rendah Transversality
Konsolidasi Konsolidasi
Rendah biaya intermediasi Tingginya biaya
intermediasi

Gambar 1.9 Variabel etika dalam keuangan mikro

Namun, untuk dapat mendefinisikan keuangan mikro sebagai etika itu perlu untuk
mengevaluasi dua aspek: konsolidasi dan biaya intermediasi. Dari perspektif yang ketat,
keuangan mikro etika hanya ketika itu juga menghormati tingkat ethicality dalam konsolidasi
dan biaya intermediasi. Faktor-faktor ini mengambil relevansi besar dilihat dari perspektif
semacam itu.
Keuangan Mikro semakin tergantung pada struktur keuangan yang cenderung
melibatkan aktor nirlaba dan perantara keuangan tradisional pada saat yang sama, dan
penggunaan sumber daya kelembagaan bersama yang swasta. Keberadaan perantara
berorientasi keuntungan dan penggunaan dana swasta dapat merupakan risiko keberangkatan
dari ethicality konsolidasi dan biaya intermediasi.
Pilihan yang menyajikan sendiri Oleh karena itu antara 'keuangan mikro komersial'
dan 'keuangan mikro etis'. Sebelum menyerah pada etika keuangan mikro itu sangat berharga,
maka, mengevaluasi kepraktisan operasi dan model manajemen untuk keuangan mikro
modern yang menghargai kriteria ethicality, tanpa kehilangan kesempatan yang datang dari
melibatkan berorientasi pada keuntungan, perantara keuangan dan pengadaan modal swasta .
Buku ini akan mencoba untuk menemukan jawaban atas pertanyaan ini.

1.8 Kesimpulan
Masa depan apa yang menanti microfinance ke depan? Tidak ada jawaban yang pasti
untuk pertanyaan ini. Para praktisi dan peneliti harus mengajukan pertanyaan dengan cara
lain: Masa depan bagaimana yang layak bagi keuangan mikro? Tentu saja, mereka yang
terlibat secara fisik dan intelektual dalam kegiatan keuangan mikro setiap hari memiliki
kemungkinan serta tugas, untuk mengarahkan pembangunan di masa depan.
Kredit mikro telah mampu membawa martabat dan integritas untuk memerangi
kemiskinan ekstrim, di masa lalu, dukungan dalam bentuk yang berbeda kepada orang miskin
tidak mampu dilakukan. Kinerja positif dari program kredit mikro telah menciptakan
tindakan yang berkelanjutan dari waktu ke waktu, dan mampu menggerakan aktivitas
keuangan.
Dalam beberapa tahun terakhir, keuangan mikro telah mengambil alih konsep dari
kredit mikro. Perjuangan melawan kemiskinan telah menjadi bagian dari tujuan yang lebih
luas dalam memerangi “pengenyampingan” keuangan. Penerima bantuan pinjaman tidak lagi
berasal dari kelompok miskin di negara-negara berkembang. Penawaran produk keuangan
yang diberikan juga diramalkan akan berkembang kepada layanan bantuan teknis, serta
layanan keuangan lainnya sebagaimana layanan kredit mikro. Bersamaan dengan pendonor
dan lembaga non-profit, lembaga keuangan mikro lainnya dan perantara keuangan tradisional
hadir di pasar.
Keuangan mikro modern menawarkan alternatif yang lebih dibandingkan dengan
konsep yang sebelumnya dari kredit mikro: ini tidak hanya mampu mencapai jumlah
penerima manfaat potensial yang lebih luas, melainkan juga mampu menyesuaikan intervensi
terhadap kebutuhan dan karakteristik yang efektif pada klien dan daerah intervensi yang
dipilih, serta ia juga mampu menawarkan bantuan keuangan dan teknis yang lebih terstruktur.
Lalu, apa semua telah baik-baik saja? Perubahan yang telah diambil alih tersebut telah
memaksakan dua aturan sebagai berikut: tidak menghilangkan karakter positif, yaitu karakter
lama dari kredit mikro; membatasi risiko yang terjadi akibat inovasi keuangan yang dibawa
bersamanya. Pelanggan baru, produk baru, perantara baru: garis dari pengembangan
mikrofinance ini telah menghasilkan struktur keuangan yang lebih rumit daripada yang
digunakan di masa lalu dalam konsep kredit mikro, begitu pula dengan munculnya sistem
evaluasi dan pengawasan proses dan lembaga yang baru, serta kriteria baru untuk tujuan
kinerja yang berkelanjutan.
Dalam menghadapi perkembangan keuangan yang semakin meningkat, transparansi
yang lebih besar dan sistem manajemen lebih efisien, risiko keuangan mikro kehilangan
kharakter aslinya, kesegeraan (kesiapan) dan etika yang menandai asal-usulnya. Mendorong
tumbuhnya pengembangan keuangan mikro, saat ini, berarti, menemukan model operasional
dan manajerial yang mampu menghasilkan kerjasama yang seimbang antara sistem nirlaba
dan sistem keuangan tradisional. Para praktisi dan LKM harus memperoleh manfaat dari
keahlian perantara keuangan untuk mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam pengelolaan
sumber daya. Perantara keuangan dengan pengalaman di bidang keuangan mikro dapat
memperoleh kembali kedekatan terhadap wilayah lokal dan layanan pelanggan. Bersama-
sama, sistem nirlaba dan sistem keuangan tradisional harus bekerja sama untuk mencapai
nilai etika tertinggi dari intermediasi keuangan dalam keuangan mikro, yang kompatibel
dengan ketahanan dan keberlangsungan tujuan dan kinerja yang baik.

Kasus 1:
Apakah pelanggan keuangan mikro membutuhkan subsidi suku bunga??

Pelanggan keuangan mikro cenderung meminjam jumlah yang sama bahkan kalau
suku bunga meningkat,yang menunjukkan bahwa dalam hal-hal tertentu mereka tidak
sensitive aka besarnya suku bunga.sebetulnya,seseorang sering kali bersedia membayar lebih
tinggiuntuk layanan yang lebih baik.akses atas layanan kredit dan tabungan secara terus
menerus dan dapat diandalkan adalah yang paling dibutuhkan.
Program subsidi kredit menyediakan suatu olume kredit murah secara terbatas.pada
saat ini langka dan dikehendaki ,kredit cenderung disediakan untuk golongan elite setempat
yang berpengaruh untuk mendapatkannya.melompati mereka yang membutuhkan kredit yang
lebih kecil.dan juga banyak bukti dinegara yang sedang berkembang diseluruh dunia bahwa
program subsidi kredit pedesaan menyebabkan tunggakan yang tinggi,menghasilkan kerugian
baik bagi lembaga keuangan yang melaksanakan program maupun bagi instansi pemerintahan
maupun donor,dan menghilangkan semangat tabungan kelembagaan dan karena
itu,pengembangan lembaga keuangan pedesaan yang menguntungkan dan layak.

lembaga keuangan miko yang mnerima subsidi penerimaan pendanaan mungkin tidak
efektif mengelola kinerja keuangan mereka.karena nihil untuk diberlanjutkan.subsidi suku
bungan menciptakan kelebihan permintaan yang dapat berakibat dengan semacam pencatuan
melalui transaksi pribadi antara pelanggan dan pejabat kredit.

Kasus 2 :
Hasil temuan pembangunan internasional tentang peminjaman wanita

Hasil temuan studi USAID mengenai 11 LKM yang sukses menunjukkan bahwa
semua oraganisasi yang telah diteliti kenyataannya memang berhasil menjangkau semua
wanita,baik karena keputusan kebijakan langsung tau karena kepercayaan umum bahwa
kaum wanita memiliki kinerja pembayaran kembali yang lebih baik dan lebih mau membentk
kelompok.
Didalam sejumlah program yang memusatkan perhatian pada kaum wanita,pada
umumnya motivasi mencakup kepercayaan atau pengalaman bahwa resiko kredit wanita
cukup baik dan kemungkinan besar kurang memiliki akses atas sumber daya dan jasa.tingkat
pengikutsertaan wanita dalam program tanpa refrensi jenis kelamin ditentukan oleh
meratanya kaum wanita didalam kelompok yang dilayani dan oleh ciri-ciri yang bisa
menghalangi atau menfasilitasi akses wanita.
Kasus 3:
Kebijakan Dalam Usaha Peningkatan Pendapatan Masyarakat Petani Di Nanggroe
Aceh Darussalam

Pemulihan ekonomi khususnya di bidang pertanian untuk daerah Nanggroe Aceh


Darussalam pasca tsunami sampai sekarang muncul sebagai masalah yang harus diselesaikan
secara bertahap dan berkelanjutan. Persoalan dalam jangka pendek adalah bagaimana
mengembalikan penghidupan (livelihood) masyarakat khususnya para petani yang masih
bertani secara tradisional menjadi lebih modern, dari pola pertanian subsistem ke pola
pertanian yang berbasis Agribisnis. Pemulihan penghidupan ini terus akan mendapat
perhatian hingga keadaan masyarakat khususnya petani mencapai tingkat pendapatan yang
layak.
Kualitas manusia Aceh khususnya dan manusia indonesia umumnya di masa depan
bukan hanya ditentukan oleh pendidikan yang diperoleh melalui institusi formal mulai dari
SD, SLTP sampai SMA, maupun sampai kejenjang Universitas tetapi yang lebih penting
adalah pembinaan dan motivasi secara kontinue sehingga menghasilkan kemandirian dan
pendapatan (outcomes) yang lebih terukur. Hal ini membuktikan bahwa penanganan secara
memadai dalam pembinaan harus dilakukan secara sistematis dan praktis melalui penerapan
dan pembuktian langsung yang mempunyai nilai jual dipasar baik domestik maupun
internasional. hal ini sangat menentukan keberhasilan mereka (petani) di lapangan dan
mempengaruhi produktivitas kerja (skill) serta meningkatnya perekonomian secara tidak
langsung. Hal ini merupakan peran pemerintah dalam menciptakan nilai-nilai yang strategis
di bidang pertanian dan sekaligus merupakan langkah antisipatif menuju era keterbukaan dan
globalisasi, yang menuntut tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas (petani yang
bersemangat) dan tangguh khususnya di sektor pertanian. Sektor pertanian pasca konflik dan
tsunami. Persoalan yang mendasar dan bernuansa masa depan tidak sekedar mengembalikan
kehidupan ekonomi yang normal, melainkan persoalan bagaimana menumbuhkembangkan
ekonomi di bidang pertanian (Agriculture Growth) pasca tsunami dan mengubah struktur
ekonomi dan pekerjaan khususnya di bidang pertanian menjadi lebih potensi dan produktif
karena kedua hal inilah inti dari pembangunan masyarakat pertanian yang berkualitas dan
bernilai jual. Di sini pemerintah harus benar-benar peka terhadap kondisi daerah yang
mempunyai potensi pertani sehingga langkah-langkah antisipatif untuk mengupayakan
perkembangan di sektor pertanian dapat terwujud.
Dampak terparah akibat gempa dan tsunami di Provinsi Nanggoe Aceh Darussalam
salah satunya di alami oleh masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani dan
nelayan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan sistim pertanian yang tangguh
pada masyarakat (petani) saat ini. Peningkatan sistim ekonomi tersebut harus menjadi cermin
dalam wilayah-wilayah pertanian yang strategis. Minimnya informasi dan keahlian yang
diperoleh petani saat ini menjadi salah satu penghambat tingkat kemajuan hasil-hasil
pertanian yang bermutu serta rendahnya daya saing pasar dengan komoditi impor, sehingga
peningkatan sektor pertanian tidak hanya terbatas pada program pengadaan agroinput saja
melainkan diperlukan program pemasyarakatan yang berorientasi pada pembinaan yang
didukung pendampingan (share informasi) dan pelatihan serta penerapan tekhnologi bagi
petani secara berkelanjutan pada daerah-daerah yang mempunyai keunggulan komoditi
pertanian. Bila dilihat dari permasalahan tersebut maka yang menjadi objek pemulihan ini
tidak hanya menjadi tanggung jawab petani saja melainkan juga pemerintah dan pengusaha-
pengusaha pertanian.
Setelah kegiatan pemulihan rehabilitasi dan rekontruksi selesai, sebagian besar areal
pertanian yang telah direncanakan masih terdapat beberapa kendala. Beberapa kendala yang
masih dialami masyarakat kita selain daripada produktivitas juga dampak dari infrastruktur
jalan yang menghubungkan petani dan pasar serta hancurnya sarana irigasi yang sangat
mendukung ketersediaan air untuk lahan sawah. Selain penyebab infrastruktur jalan yang
tidak mendukung juga disebabkan lahan yang rusak tersebut dapat dikategorikan ke dalam
rusak agak berat (banyak terdapat batang dan tunggul kayu ukuran besar, seperti pohon
kelapa) sehingga dana yang dialokasikan untuk merehabilitasi sawah dan lahan pertanian
lainnya tersebut belum mencukupi. Pekerjaan pembersihan itu dilakukan dengan pendekatan
padat karya yang melibatkan petani setempat yang didukung dengan peralatan kecil, seperti
parang, cangkul dan sekop. Karena alat yang diberikan dalam paket rehabilitasi itu sangat
sederhana, sementara untuk membersihkan sawah dan lahan pertanian yang rusak
memerlukan peralatan besar seperti gergaji bermesin (chain saw) dan traktor atau alat berat
lainnya.
Momentum Pemulihan di Sektor Pertanian.
Momentum perbaikan (rekonstruksi dan rehabilitasi) pasca tsunami mesti melahirkan
paradigma baru dalam membangun Aceh Baru yang diidam-idamkan. Nanggroe Aceh
Darusalam merupakan salah satu daerah yang mempunyai potensi pertanian yang sangat
strategis, hal ini dapat dilihat di sepanjang daerah Aceh melalui keadaan geografis wilayah
dan struktur tanah yang sangat mendukung. Inilah kesempatan untuk membangun kembali
secara lebih baik (Build back better) salah satunya melalui pembangunan berbasis agribisnis
yang kontinue. Tentu tidak ada model yang sederhana untuk melakukan itu dalam keadaan
masyarakat yang mengalami bencana luar biasa seperti di Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam. Tetapi peluang tetap ada untuk menjadikan pembangunan di Nanggroe Aceh
Darussalam khususnya pembangunan sektor pertanian pasca bencana sebagai model
pembangunan yang strategis. Standar dan prosedur yang baik dapat menjadi contoh dan
menjadi pedoman serta acuan untuk dikembangkan dalam masyarakat yang khususnya
petani. Rata-rata pola pertanian masyarakat kita masih rendah dalam tingkatan produktivitas
hasil-hasil pertanian maupun penerapan sistim pertanian yang modern dan ramah lingkungan.
Dalam hal ini pemerintah atau lembaga-lembaga terkait dapat melakukan beberapa
model yang disesuaikan dengan kondisi serta perilaku petani setempat melalui konsep yang
sejalan apa yang akan di usahakan oleh masyarakat tani tersebut yang disesuaikan dengan
zona komoditi unggulan didaerah tersebut.
Adapun beberapa konsep-konsep klasik yang dapat membantu petani Nanggroe Aceh
Darussalam adalah :
Membantu petani dalam memberi inovasi dan menguasai informasi tentang pertanian
yang menjadi mata pencaharian masyarakat setempat, Khususnya tentang manajemen
informasi pertanian. Yaitu dimana petani yang menjadi objek harus didampingi oleh dinas-
dinas pemerintah maupun lembaga swasta dengan program-program manajemen informasi
pertanian atau sudah saatnya kita menggalakan kembali sistim pendampingan secara
permanen untuk tiap program pertanian. Disini dalam pemenuhan input informasi tidak hanya
diperoleh oleh segelintir pengusaha elit pertanian saja tetapi pemerintah (Dinas-dinas terkait)
dan pelaku tehnis pertanian juga harus bisa mengusai informasi tentang status komoditi yang
akan di tanam maupun di pasarkan, Karena hal ini yang menjadi dampak kepada pelaku
pertanian bagaimana pentingnya informasi-informasi baik yang menyangkut masalah tehnis
maupun pasar sehingga perencanaan awal yang dilakukan oleh petani tidak selalu berakhir
dengan kerugian. Hal seperti ini diperlukan realisasi seperti pembinaaan kepada petani dan
sekaligus merupakan langkah antisipatif menuju era keterbukaan dan globalisasi di bidang
pertanian, yang menuntut tersedianya sumber daya manusia dan sumber daya alam yang
berkualitas khususnya di sektor pertanian.

Kita perlu menargetkan kegiatan yang berkesinambungan dengan menerapkan beberapa


sistim seperti dibawah ini :
I. Menajemen pemasaran dan Teknik perencanaan partisipatif, disini pelaku
pertanian harus dapat mengusai pola pertanian yang sistematis yang dimulai dari
perencanaan awal penanaman sampai ke segmen pemasaran. Pelaku pertanian harus
mampu mengelola hasil-hasil pertanian melalui teknik-teknik yang terencana secara
sistematis dan terukur sehingga tingkat kebutuhan pasar maupun harga dapat
terjangkau pelaku pertanian dan dapat meminimalkan kerusakan hasil pertanian.
II. Pengembangan kemitraan serta pengawasan yang kontinue yang dilakukan
oleh pemerintah (dinas Terkait)maupun petani secara konsisten dan bertanggung
jawab.
III. Kewirausahaan petani & kepemimpinan organisasi dalam engelolaan
keuangan/Lembaga keuangan mikro, di sini pelaku pertanian harus mampu
menciptakan kondisi pertanian yang mandiri dengan melibatkan lembaga untuk
mengelola keuangan petani agar terkontrol untuk perencanaan ke depan.
IV. Meningkatkan Potensi dan kualiatas sumber daya manusia (SDM) petani
(Farmer Skill) dalam memanfaatkan lahan dan penerapan tekhnologi pertanian
melalui program agroinput dan agroindustri yang disesuaikan dengan komoditi
unggulan di dalam daerah tersebut. Disini Pemerintah harus jeli menggali potensi
daerah unggulannya sehingga hasil-hasil pertanian yang menjadi komoditi unggulan
benar-benar di butuhkan oleh pasar domestik. Pemetaan wilayah pertanian sudah
merupakan langkah yang harus dilestarikan melalui penciptaan pasar agribisnis yang
mencakup wilayah yang mempunyai komoditi unggulan sehingga wilayah-wilayah
yang menjadi sektor unggulan tidak berubah fungsi menjadi sektor non unggulan.
Kualitas dan kuantitas merupakan hasil dari proses yang dijalankan sehingga
di perlukan penatan kembali tingkat pengetahuan petani melalui Metodelogi Teknik
budidaya pertanian yang baik dan teratur, antara lain melalui :
a. Teknik pembibitan, menciptakan dan menghasilkan bibit yang unggul.
b. Teknik pengolahan tanah, mengolah dan menjaga struktur tanah dengan baik serta
pemanfaatan pengolahan melalui Alsintan secara teratur.
c. Teknik Pemupukan, penggunaan pupuk yang tepat sasaran, tepat guna dan tepat
waktu.
d. Teknik Pengendalian OPT (organisme Pengganggu Tanaman).
e. Teknik Pemanenan dan pasca panen, menjaga hasil panen agar terhindar dari
perubahan bentuk, rasa dan warna.
Metodelogi penyuluhan seperti demontrasi penggunaan AlSINTAN (Hand
traktor) dan berbagi informasi tentang harga pasar mengenai agroinput pertanian
seperti pupuk, bibit,benih, dan sebagainya. Dari beberapa teknik yang telah
dipaparkan tersebut adalah sudah merupakan pengetahuan yang mendasar bagi
seorang petani, tetapi kegiatan yang seperti ini perlu di kaji ulang bagaimana proses-
proses tersebut telah dilaksanakan secara baik dan benar. Sehingga hasil yang
didapat benar-benar mempengaruhi jiwa seorang petani dalam mengevaluasi hasil
pertaniannya.
Dampak yang diterima oleh petani dengan menerapkan program-program
yang terarah harus mencapai outcome yang diinginkan, sehingga indikator yang
digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan dalam kegiatan ini adalah sebagai
berikut pertama Petani dapat menyusun pengeluaran dan kebutuhan agroinput secara
terperinci, kedua Petani dapat mengoptimalkan fungsi lahan sesuai dengan komoditi
yang diusahakannya, ketiga Petani dapat mengetahui informasi pasar dan mampu
memasarkan komoditi pertanian yang diusahakannya dengan harga yang bersaing
dan terjangkau, keempat Adanya peningkatan pendapatan petani dibandingkan
dengan pendapatan yang didapat sebelumnya, kelima Mengfungsikan lembaga-
lembaga di pedesaan seperti Koperasi dan Lembaga keuangan Mikro untuk mengatur
pendapatan dan pengeluaran petani secara permanen sehingga upaya peningkatan
sektor pertanian dapat terwujud.Nah, beberapa konsep ini diperlukan kesungguhan
semua pihak terutama kebijakan pemerintah dalam menjaga kebutuhan pangan dan
ketersediaan sumber daya pertanian yang tangguh, sehingga kehancuran disektor
pertanian selama ini mengakibatkan pemerintah dan masyarakat harus lebih banyak
mendatangkan komoditi-komoditi dari luar yang akhirnya kita harus menjadikan
lahan pertanian di daerah kita menjadi lapangan sepak bola, perumahan, golf dan
lain-lainya hingga membuat kita semakin mengimpor kebutuhan pangan. Kita harus
mampu menempatkan diri sebagai pelaku pembangunan dan juga sebagai pengontrol
pelaksanaan pembangunan tersebut serta ikut berperan aktif dalam pembangunan
khususnya di sektor pertanian. Yang perlu di ingat! kesempatan berperan aktif
melalui pola intensifikasi dan ekstensifikasi maupun diversifikasi seperti ini bukan
dijadikan sebagai ajang kesempatan memaparkan konsep atau teori oleh ahli
pertanian maupun pemerintah sendiri, tetapi ini kembali kepada sikap pelaku
pertanian itu sendiri untuk menempatkan layak atau tidakkah lahan yang selama ini
cukup potensial dan produktif agar terus di usahakan atau menjadi lahan yang “ke—
tidur-an” sehingga perencanaan dan pengawasan harus sejalan di terapkan sebagai
dasar pembangunan di era globalisasi ini. Karena secara otomatis hasil dari peran
aktif masyarakat pelaku pertanian merupakan hasil yang akan dinikmati untuk
kepentingan masyarakat bersama dalam upaya peningkatan pendapatan dan paling
utama dapat mengatasi permasalahan komoditi pangan yang akhir-akhir ini kita
rasakan. (Iman).

Kasus 4:
Program Pemerintah Pola Pengentasan Kemiskinan Diubah
JAKARTA - Pemerintah menyusun skema dan pendekatan baru dalam kebijakan
pengurangan jumlah masyarakat miskin dan menjanjikan kenaikan anggaran hingga 15
persen per tahun bagi program khusus pemberantasan kemiskinan.
Untuk merealisasikan rencana itu, Deputi Wakil Presiden Bidang Kesejahteraan
Rakyat Bambang Widiyanto mengatakan pemerintah akan membentuk tim percepatan
kemiskinan. "Dalam lima tahun ke depan tim itu menyusun penyempurnaan dan perbaikan
sistem penanggulangan kemiskinan," kata Bambang yang juga menjabat sekretaris eksekutif
tim tersebut di Jakarta, Rabu (10/3).
Tim akan melakukan empat langkah untuk menyempurnakan sistem penanggulangan
kemiskinan dan yang pertama adalah melakukan penyatuan dan penyeragaman (unifikasi)
data. "Karena selama ini data kemiskinan beragam, sekarang kita satukan. Kriterianya juga
akan diseragamkan," kata Bambang.
sKedua, pemerintah akan memperbaiki program pengentasan kemiskinan berdasarkan
pendekatan pendampingan keluarga, atau bantuan bersyarat. Program Keluarga Harapan
(PKH) yang sudah tiga tahun dijalankan masih belum banyak menggandeng keluarga miskin
dan dinilai belum efektif meningkatkan taraf hidup. "Baru mencakup 800 ribu keluarga,
harapannya bisa ditargetkan 3 juta keluarga sangat miskin bisa dikover," kata Bambang.
Ketiga, perbaikan pada program bantuan berkelanjutan
yang banyak berisi program kesehatan. Hingga saat ini, belum ditemukan formulasi sistem
pembiayaan yang berkelanjutan terutama dalam program Jaminan Kesehatan Masyarakat
(Jamkesmas) "Untuk kesehatan PR-nya masih besar, karena kita membutuhkan adanya
perkiraan kebutuhan biaya, baru bisa kita rumuskan sistem pembiayaan yang berkelanjutan,"
kata dia.
Dan keempat, integrasi program pemberdayaan masyarakat dalam Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) agar lebih bersinergi dan berkelanjutan. Pemerintah
menyatakan akan menambah anggaran untuk merealisasikan perbaikan dan penyempurnaan
program pengentasan kemiskinan. "Peningkatannya sekitar 10 sampai 15 persen per tahunnya
dari alokasi anggaran pengentasan kemiskinan targetted di 2010," kata Bambang.
Pengentasan kemiskinan bersifat khusus (targetted) adalah program yang ditujukan kepada
masyarakat miskin untuk mendorong daya beli. Program itu, antara lain, Program Keluarga
Harapan (PKH), Program Bantuan Langsung Tunai Bersyarat, Jaminan Kesehatan
Masyarakat (Jamkesmas), Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Program Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM).

Anda mungkin juga menyukai