Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
A. 9
B.
C. 9
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli
masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan kurang sempurna kerana dinding
thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang sempurna. Kekurangan surfaktan
mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-paru menjadi kaku. Hal tersebut
menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance)
menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting intrapulmonal meningkat dan
terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi yang menyebabkan asidosis respiratorik. Telah
diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap mengembang.
Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan berwarna kemerahan seperti
hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan pembukaan yang tinggi untuk
mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian
distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan
desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi
tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada
endothelial dan epithelial sel jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk
dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai
dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi
yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat dipengaruhi oleh tingkat
maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis
yang ditujukan.
Menurut Surasmi, dkk (2003) tanda dan gejala yang muncul adalah sebagai berikut :
1) Takhipneu (> 60 kali/menit)
2) Pernafasan dangkal
3) Mendengkur
4) Sianosis
5) Pucat
6) Kelelahan
7) Apneu dan pernafasan tidak teratur
8) Penurunan suhu tubuh
9) Retraksi suprasternal dan substernal
10) Pernafasan cuping hidung
E.
F. 9£
9
Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan takhipneu (> 60 kali/menit), pernafasan
mendengkur, retraksi subkostal/interkostal, pernafasan cuping hidung, sianosis dan pucat,
hipotonus, apneu, gerakan tubuh berirama, sulit bernafas dan sentakan dagu. Pada awalnya
suara nafas mungkin normal kemudian dengan menurunnya pertukaran udara, nafas menjadi
parau dan pernapasan dalam.
G. 9
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) dan Surasmi,dkk (2003) tindakan untuk mengatasi
masalah kegawatan pernafasan meliputi :
1) Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekwat.
2) Mempertahankan keseimbangan asam basa.
3) Mempertahankan suhu lingkungan netral.
4) Mempertahankan perfusi jaringan adekwat.
5) Mencegah hipotermia.
6) Mempertahankan cairan dan elektrolit adekwat.
Tindakan pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah komplikasi pada bayi resiko
tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah tindakan seksio sesarea
yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan manajemen yang tepat terhadap
kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi, dan pada penatalaksanaan kelahiran dengan usia
kehamilan 32 minggu atau kurang dianjurkan memberi dexametason atau betametason 48-72
jam sebelum persalinan. Pemberian glukortikoid juga dianjurkan karana berfungsi
meningkatkan perkembangan paru janin.
9
FKUI .1985. Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. pakarta: EGC
Ladewig,patricia,dkk.2006.Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir Edisi
5.pakarta: EGC