Anda di halaman 1dari 13

Teori Imperialisme Budaya (Cultural

Imperialism Theory)
Teori ini pertama kali dikemukakan oleh Herb Schiller pada tahun 1973. Tulisan pertama
Schiller yang dijadikan dasar bagi munculnya teori ini adalah Communication and Cultural
Domination. Teori imperialisme budaya menyatakan bahwa negara Barat mendominasi media di
seluruh dunia ini. Ini berarti pula, media massa negara Barat juga mendominasi media massa di
dunia ketiga. Alasannya, media Barat mempunyai efek yang kuat untuk mempengaruhi media
dunia ketiga. Media Barat sangat mengesankan bagi media di dunia ketiga. Sehingga mereka
ingin meniru budaya yang muncul lewat media tersebut. Dalam perspektif teori ini, ketika terjadi
proses peniruan media negara berkembang dari negara maju, saat itulah terjadi penghancuran
budaya asli di negara ketiga.

Kebudayaan Barat memproduksi hampir semua mayoritas media massa di dunia ini, seperti film,
berita, komik, foto dan lain-lain. Mengapa mereka bisa mendominasi seperti itu? Pertama,
mereka mempunyai uang. Dengan uang mereka akan bisa berbuat apa saja untuk memproduksi
berbagai ragam sajian yang dibutuhkan media massa. Bahkan media Barat sudah dikembangkan
secara kapitalis. Dengan kata lain, media massa Barat sudah dikembangkan menjadi industri
yang juga mementingkan laba.

Kedua, mereka mempunyai teknologi. Dengan teknologi modern yang mereka punyai
memungkinkan sajian media massa diproduksi secara lebih baik, meyakinkan dan “seolah
nyata”. Jika Anda pernah menyaksikan film Titanic ada kesan kapal Titanic tersebut benar-benar
ada, padahal itu semua tidak ada. Bahkan ketika kapal tersebut akhirnya menabrak gunung es
dan tenggelam, seolah para penumpang kapal itu seperti berenang di laut lepas, padahal semua
itu semu belaka. Semua sudah bisa dikerjakan dengan teknologi komputer yang seolah kejadian
nyata. Semua itu bisa diwujudkan karena negara Barat mempunyai teknologi modern.
Negara dunia ketiga tertarik untuk membeli produk Barat tersebut. Sebab, membeli produk itu
jauh lebih murah jika dibanding dengan membuatnya sendiri. Berapa banyak media massa
Indonesia yang setiap harinya mengakses dari media massa Barat atau kalau berita dari kantor
berita Barat. Setiap hari koran-koran di Indonesia seolah berlomba-lomba untuk menampilkan
tulisan dari kantor berita asing. Bahkan, foto demonstrasi di Jakarta yang seharusnya bisa difoto
oleh wartawan Indonesia sendiri justru berasal dari kantor berita AFP (Perancis). Sesuatu yang
sulit diterima, tetapi nyata terjadi.

Dampak selanjutnya, orang-orang di negara dunia ketiga yang melihat media massa di negaranya
akan menikmati sajian-sajian yang berasal dari gaya hidup, kepercayaan dan pemikiran. Kalau
kita menonton film Independence Day saat itu kita sedang belajar tentang Bangsa Amerika
dalam menghadapi musuh atau perjuangan rakyat Amerika dalam mencapai kemerdekaan.
Berbagai gaya hidup masyarakatnya, kepercayaan dan pemikiran orang Amerika ada dalam film
itu. Mengapa bangsa di dunia ketiga ingin menerapkan demokrasi yang memberikan kebebasan
berpendapat? Semua itu dipengaruhi oleh sajian media massa Barat yang masuk ke dunia ketiga.
Selanjutnya, negara dunia ketiga tanpa sadar meniru apa yang disajikan media massa yang sudah
banyak diisi oleh kebudayaan Barat tersebut. Saat itulah terjadi penghancuran budaya asli
negaranya untuk kemudian mengganti dan disesuaikan dengan budaya Barat. Kejadian ini bisa
dikatakan terjadinya imperialisme budaya Barat. Imperialisme itu dilakukan oleh media massa
Barat yang telah mendominasi media massa dunia ketiga.

Salah satu yang mendasari munculnya teori ini adalah bahwa pada dasarnya manusia tidak
mempunyai kebebasan untuk menentukan bagaimana mereka berpikir, apa yang dirasakan dan
bagaimana mereka hidup. Umumnya, mereka cenderung mereaksi apa saja yang dilihatnya dari
televisi. Akibatnya, individu-individu itu lebih senang meniru apa yang disajikan televisi.
Mengapa? Karena televisi menyajikan hal baru yang berbeda dengan yang biasa mereka lakukan.
Teori ini juga menerangkan bahwa ada satu kebenaran yang diyakininya. Sepanjang negara
dunia ketiga terus menerus menyiarkan atau mengisi media massanya berasal dari negara Barat,
orang-orang dunia ketika akan selalu percaya apa yang seharusnya mereka kerjakan, pikir dan
rasakan. Perilaku ini sama persis seperti yang dilakukan oleh orang-orang yang berasal dari
kebudayaan Barat.
Teori imperislisme budaya ini juga tak lepas dari kritikan. Teori ini terlalu memandang sebelah
mata kekuatan audience di dalam menerima terpaan media massa dan menginterpretasikan
pesan-pesannya. Ini artinya, teori ini menganggap bahwa budaya yang berbeda (yang tentunya
lebih maju) akan selalu membawa pengaruh peniruan pada orang-orang yang berbeda budaya.
Tetepi yang jelas, terpaan yang terus-menerus oleh suatu budaya yang berbeda akan membawa
pengaruh perubahan, meskipun sedikit.

Baca lebih lengkap: Nurudin, Pengantar Komunikasi Massa, Rajawali Pers, Jakarta, 2007

TEORI KOMUNIKASI MASSA

Komunikasi Massa (Mass Communication) adalah komunikasi yang menggunakan media massa,
baik cetak (Surat Kabar, Majalah) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu
lembaga atau orang yang dilembagakan, yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang
tersebar dibanyak tempat.

1. Teori Pengaruh Tradisi (The Effect Tradition)

Teori pengaruh komunikasi massa dalam perkembangannya telah mengalami perubahan


yang kelihatan berliku-liku dalam abad ini. Dari awalnya, para peneliti percaya pada teori
pengaruh komunikasi “peluru ajaib” (bullet theory) Individu-individu dipercaya sebagai
dipengaruhi langsung dan secara besar oleh pesan media, karena media dianggap berkuasa
dalam membentuk opini publik. Menurut model ini, jika Anda melihat iklan Close Up maka
setelah menonton iklan Close Up maka Anda seharusnya mencoba Close Up saat menggosok
gigi.
Kemudian pada tahun 50-an, ketika aliran hipotesis dua langkah (two step flow) menjadi
populer, media pengaruh dianggap sebagai sesuatu yang memiliki pengaruh yang minimal.
Misalnya iklan Close Up dipercaya tidak akan secara langsung mempengaruhi banyak orang-
orang untuk mencobanya. Kemudian dalam 1960-an, berkembang wacana baru yang
mendukung minimalnya pengaruh media massa, yaitu bahwa pengaruh media massa juga
ditengahi oleh variabel lain. Suatu kekuatan dari iklan Close Up secara komersil atau tidak
untuk mampu mempengaruhi khalayak agar mengkonsumsinya, tergantung pada variabel
lain. Sehingga pada saat itu pengaruh media dianggap terbatas (limited-effects model).

Sekarang setelah riset di tahun 1970-an dan 1980-an, banyak ilmuwan komunikasi sudah
kembali ke powerful-effects model, di mana media dianggap memiliki pengaruh yang kuat,
terutama media televisi.Ahli komunikasi massa yang sangat mendukung keberadaan teori
mengenai pengaruh kuat yang ditimbulkan oleh media massa adalah Noelle-Neumann melalui
pandangannya mengenai gelombang kebisuan.

2. Uses, Gratifications and Depedency

Salah satu dari teori komunikasi massa yang populer dan serimg diguankan sebagai kerangka
teori dalam mengkaji realitas komunikasi massa adalah uses and gratifications. Pendekatan uses
and gratifications menekankan riset komunikasi massa pada konsumen pesan atau komunikasi
dan tidak begitu memperhatikan mengenai pesannya. Kajian yang dilakukan dalam ranah uses
and gratifications mencoba untuk menjawab pertanyan : “Mengapa orang menggunakan media
dan apa yang mereka gunakan untuk media?” (McQuail, 2002 : 388). Di sini sikap dasarnya
diringkas sebagai berikut :
Studi pengaruh yang klasik pada mulanya mempunyai anggapan bahwa konsumen media,
bukannya pesan media, sebagai titik awal kajian dalam komunikasi massa. Dalam kajian ini yang
diteliti adalah perilaku komunikasi khalayak dalam relasinya dengan pengalaman langsungnya
dengan media massa. Khalayak diasumsikan sebagai bagian dari khalayak yang aktif dalam
memanfaatkan muatan media, bukannya secara pasif saat mengkonsumsi media massa(Rubin
dalam Littlejohn, 1996 : 345).

Di sini khalayak diasumsikan sebagai aktif dan diarahkan oleh tujuan. Anggota khalayak
dianggap memiliki tanggung jawab sendiri dalam mengadakan pemilihan terhadap media massa
untuk mengetahui kebutuhannya, memenuhi kebutuhannya dan bagaimana cara memenuhinya.
Media massa dianggap sebagai hanya sebagai salah satu cara memenuhi kebutuhan individu dan
individu boleh memenuhi kebutuhan mereka melalui media massa atau dengan suatu cara lain.
Riset yang dilakukan dengan pendekatan ini pertama kali dilakukan pada tahun 1940-an oleh
Paul Lazarfeld yang meneliti alasan masyarakat terhadap acara radio berupa opera sabun dan
kuis serta alasan mereka membaca berita di surat kabar (McQuail, 2002 : 387). Kebanyakan
perempuan yang mendengarkan opera sabun di radio beralasan bahwa dengan mendengarkan
opera sabun mereka dapat memperoleh gambaran ibu rumah tangga dan istri yang ideal atau
dengan mendengarkan opera sabun mereka merasa dapat melepas segala emosi yang mereka
miliki. Sedangkan para pembaca surat kabar beralasan bahwa dengan membeca surat kabar
mereka selain mendapat informasi yang berguna, mereka juga mendapatkan rasa aman, saling
berbagai informasi dan rutinitas keseharian (McQuail, 2002 : 387).

Riset yang lebih mutakhir dilakukan oleh Dennis McQuail dan kawan-kawan dan mereka
menemukan empat tipologi motivasi khalayak yang terangkum dalam skema media – persons
interactions sebagai berikut :

 Diversion, yaitu melepaskan diri dari rutinitas dan masalah; sarana pelepasan emosi
Personal
 relationships, yaitu persahabatan; kegunaan sosial
Personal
 identity, yaitu referensi diri; eksplorasi realitas; penguatan nilai
 Surveillance (bentuk-bentuk pencarian informasi) (McQuail, 2002 : 388).

Seperti yang telah kita diskusikan di atas, uses and gratifications merupakan suatu gagasan
menarik, tetapi pendekatan ini tidak mampu melakukan eksplorasi terhadap berbagai hal secara
lebih mendalam. Untuk itu mari sekarang kita mendiskusikan beberapa perluasan dari
pendekatan yang dilakukan dengan teori uses and gratifications.

3. Teori Pengharapan Nilai (The Expectacy-Value Theory)

Phillip Palmgreen berusaha mengatasi kurangnya unsur kelekatan yang ada di dalam teori uses
and gratification dengan menciptakan suatu teori yang disebutnya sebagai expectance-value
theory (teori pengharapan nilai).
Dalam kerangka pemikiran teori ini, kepuasan yang Anda cari dari media ditentukan oleh sikap
Anda terhadap media –kepercayaan Anda tentang apa yang suatu medium dapat berikan kepada
Anda dan evaluasi Anda tentang bahan tersebut. Sebagai contoh, jika Anda percaya bahwa
situated comedy (sitcoms), seperti Bajaj Bajuri menyediakan hiburan dan Anda senang dihibur,
Anda akan mencari kepuasan terhadap kebutuhan hiburan Anda dengan menyaksikan sitcoms.
Jika, pada sisi lain, Anda percaya bahwa sitcoms menyediakan suatu pandangan hidup yang tak
realistis dan Anda tidak menyukai hal seperti ini Anda akan menghindari untuk melihatnya.

4. Teori Ketergantungan (Dependency Theory)

Teori ketergantungan terhadap media mula-mula diutarakan oleh Sandra Ball-Rokeach dan
Melvin Defleur. Seperti teori uses and gratifications, pendekatan ini juga menolak asumsi kausal
dari awal hipotesis penguatan. Untuk mengatasi kelemahan ini, pengarang ini mengambil suatu
pendekatan sistem yang lebih jauh. Di dalam model mereka mereka mengusulkan suatu relasi
yang bersifat integral antara pendengar, media. dan sistem sosial yang lebih besar.
Sejalan dengan apa yang dikatakan oleh teori uses and gratifications, teori ini memprediksikan
bahwa khalayak tergantung kepada informasi yang berasal dari media massa dalam rangka
memenuhi kebutuhan khalayak bersangkutan serta mencapai tujuan tertentu dari proses
konsumsi media massa. Namun perlu digarisbawahi bahwa khalayak tidak memiliki
ketergantungan yang sama terhadap semua media. Lalu apa yang sebenarnya melandasi
ketergantungan khalayak terhadap media massa ?

Ada dua jawaban mengenai hal ini. Pertama, khalayak akan menjadi lebih tergantung terhadap
media yang telah memenuhi berbagai kebutuhan khalayak bersangkutan dibanding pada media
yang menyediakan hanya beberapa kebutuhan saja. Jika misalnya, Anda mengikuti
perkembangan persaingan antara Manchester United, Arsenal dan Chelsea secara serius, Anda
mungkin akan menjadi tergantung pada tayangan langsung Liga Inggris di TV 7. Sedangkan
orang lain yang lebih tertarik Liga Spanyol dan tidak tertarik akan Liga Inggris mungkin akan
tidak mengetahui bahwa situs TV 7 berkaitan Liga Inggris telah di up date, atau tidak melihat
pemberitaan Liga Inggris di Harian Kompas.

Sumber ketergantungan yang kedua adalah kondisi sosial. Model ini menunjukkan sistem media
dan institusi sosial itu saling berhubungan dengan khalayak dalam menciptakan kebutuhan dan
minat. Pada gilirannya hal ini akan mempengaruhi khalayak untuk memilih berbagai media,
sehingga bukan sumber media massa yang menciptakan ketergantungan, melainkan kondisi
sosial.
Untuk mengukur efek yang ditimbulkan media massa terhadap khalayak, ada beberapa metode
yang dapat digunakan, yaitu riset eksperimen, survey dan riset etnografi.
Teori Komunikasi Massa

Posted by pepyteknokra on Januari 10, 2010 · 5 Komentar 

Macam teori komunikasi massa:


a. Teori Inokulasi/jarum suntik (Mc. Gure)
Teori ini mengasumsikan individu/kelompok yang lemah terhadap pemahaman informasi berupa
persepsi akan semakin mudah dipengaruhi. Teori Inokulasi memberi “vaksin” berupa informasi
atau persepsi untuk menghindarkan individu terpengaruhi/menangkal pengaruh.
Contoh:

b. Individual Defferences Theory (Melvin DeFleur)


Pesan-pesan yang disampaikan media massa ditangkap individu sesuai dengan kebutuhan
personal individu dan latar belakang perbedaan tingkat pendidikan, agama, budaya, ekonomi
sesuai dengan karakteristik. Efek pesan pada individu akan beragam walaupun individu
menerima pesan yang sama. Terdapat faktor psikologis dalam menerima pesan yang
disampaikan media massa. Masing-masing individu mempunyai perhatian, minat, keinginan
yang berbeda yang dipengaruhi faktor-faktor psikologis yang ada pada diri individu tersebut
sehingga mempengaruhi dalam menerima pesan yang disampaikan media massa.

c. Teori Social Category (DeFleur)


Individu yang masuk dalam kategori sosial tertentu/sama akan cenderung memiliki prilaku atau
sikap yang kurang lebih sama terhadap rangsangan-rangsangan tertentu. Pesan-pesan yang
disampaikan media massa cenderung ditanggapi sama oleh individu yang termasuk dalam
kelompok sosial tertentu. Penggolongan sosial ini berdasarkan usia, jenis kelamin, suku bangsa,
pendidikan, ekonomi, agama dsb.

Dengan adanya penggolongan sosial ini muncullah media massa yang sifatnya special atau
khusus yang diperuntukan bagi kalangan tertentu, dengan mengambil segmentasi/pangsa pasar
tertentu. Sebagai contoh:
Majalah Bobo misalnya diperuntukan untuk anak-anak, majalah Bola, Soccer, diperuntukan bagi
mereka yang senang olahraga. Begitu juga di media elektronik disajikan acara-acara tertentu
yang memang diperuntukan bagi kalangan tertentu dengan memprogramkannya sesuai dengan
waktu dan segmen khalayaknya.

d. Social Relationship Theory (DeFleur)


Pesan media disampaikan melalui perantara/tidak langsung (opinion leader). Pada dasarnya
pesan-pesan komunikasi massa lebih banyak diterima individu melalui hubungan personal
dibanding langsung dari media massa.
Informasi melalui media massa tersebar melalui hubungan-hubungan sosial di dalam masyarakat.
Teori ini berhubungan dengan teori Two Step Flow Communication.

e. Cultural Norms Theory (Norma Budaya) – (DeFleur)


Media massa menyampaikan informasi dengan cara-cara tertentu dapat menimbulkan kesan yang
oleh khalayak disesuaikan dengan norma-norma dan nilai-nilai budayanya.
Pesan media mampu mengubah norma-norma budaya yang telah ada/berlaku dalam masyarakat.
Dalam hal ini ada tiga indicator peran media terhadap budaya, yakni:
a. Memperkuat norma
b. Mengubah norma
c. Menciptakan norma baru

Penjelasan:
Media massa mempengaruhi budaya-budaya masyarakatnya dengan cara :
Pesan-pesan yang disampaikan media massa memperkuat budaya yang
ada.Ketika suatu budaya telah kehilangan tempat apresiasinya, kemudian
media massa memberi lahan atau tempat maka budaya yang pada
awalnya sudah mulai luntur menjadi hidup kembali.
Contoh : Acara pertunjukan Wayang Golek atau Wayang Kulit yang
ditayangkan Televisi terbukti telah memberi tempat pada budaya
tersebut untuk diapresiasi oleh masyarakat.

Media massa telah menciptakan pola baru tetapi tidak bertentangan


bahkan menyempurnakan budaya lama.
Contoh : Acara Ludruk Glamor misalnya memberi nuansa baru terhadap
budaya ludruk dengan tidak menghilangkan esensi budaya asalnya.

Media massa mengubah budaya lama dengan budaya baru yang berbeda
dengan budaya lama.
Contoh : Terdapat acara-acara tertentu yang bukan tak mungkin
lambat laun akan menumbuhkan budaya baru.

Menurut Paul Lazarfeld dan Robert K Merton terdapat empat sumber utama kekhawatiran
masyarakat terhadap media massa, yakitu :
Sifat Media Massa yang mampu hadir dimana-mana (Ubiquity) serta kekuatannnya yang
potensial untuk memanipulasi dengan tujuan-tujuan tertentu
Dominasi kepentingan ekonomi dari pemilik modal untuk menguasai media massa dengan
demikian media massa dapat dipergunakan untuk menjamin ketundukan masyarakat terhadap
status quo sehingga memperkecil kritik sosial dan memperlemah kemampuan khalayak untuk
berpikir kritis.
Media massa dengan jangkauan yang besar dan luas dapat membawa khalayaknya pada cita rasa
estetis dan standar budaya populer yang rendah.
Media massa dapat menghilangkan sukses sosial yang merupakan jerih payah para pembaharu
selama beberapa puluh tahun yang lalu.

f. Social Learning Theory (Teori pembelajaran social)


Pembelajaran sosial dilakukan/didapat melalui pengamatan media. Respon/tindakan individu
muncul setelah melakukan pengamatan terhadap pesan yang disampaikan media baik secara
langsung maupun tidak langsung.

Teori ini mengalahkan teori sebelumnya, yakni teori tradisional yang menyatakan respon
individu/masyarakat akan terjadi bila dilakukan secara berulang pada aktivitas tertentu hingga
mengakibatkan respon tertentu.
Teori ini dapat digambarkan sbb:
- Mencoba → berhasil → diulangi
- Mencoba → gagal → tidak akan mengulangi
Tahapan-tahapan Teori Sosial Learning
1. Attention Procces : Pembelajaran sosial dilakukan melaui perhatian individu
2. Retentional Procces: Pembelajaran sosial dilakukan melaui ingatan/merekam objek
3. Motor Retroduction : Pembelajaran sosial dilakukan melaui tindakan/aktivitas
4. Motivational Procces : Timbulnya motivasi atas adanya ganjaran terhadap proses yang
dilakukan.

PENGERTIAN KOMUNIKASI MASSA (MT KOMASSA)

Komunikasi massa berasal dari istilah bahasa Inggris, mass communication, sebagai kependekan dari
mass media communication. Artinya, komunikasi yang menggunakan media massa atau komunikasi yang
mass mediated. Istilah mass communication atau communications diartikan sebagai salurannya, yaitu
media massa (mass media) sebagai kependekan dari media of mass communication. Massa mengandung
pengertian orang banyak, mereka tidak harus berada di lokasi tertentu yang sama, mereka dapat tersebar
atau terpencar di berbagai lokasi, yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan dapat memperoleh
pesan-pesan komunikasi yang sama. Berlo (dalam Wiryanto, 2005) mengartikan massa sebagai meliputi
semua orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa atau orang-orang pada ujung lain dari
saluran.

A. Unsur-Unsur Komunikasi Massa

Harold D. Lasswell (dalam Wiryanto, 2005) memformulasikan unsur-unsur komunikasi dalam bentuk
pertanyaan sebagai berikut ”Who Says What in Which Channelto Whom With What Effect?”

1. Unsur who (sumber atau komunikator). Sumber utama dalam komunikasi massa adalah lembaga
atau organisasi atau orang yang bekerja dengan fasilitas lembaga atau organisasi
(institutionalized person). Yang dimaksud dimaksud dengan lembaga dalam hal ini adalah
perusahaan surat kabar, stasiun radio, televisi, majalah, dan sebagainya. Sedangkan yang
dimaksud institutionalized person adalah redaktur surat kabar (sebagai contoh). Melalui tajuk
rencana menyatakan pendapatnya dengan fasilitas lembaga. Oleh karena itu, ia memiliki
kelebihan dalam suara atau wibawa dibandingkan berbicara tanpa fasilitas lembaga.

Pers adalah suatu suatu lembaga sosial. Dalam UU RI no 40 tahun 1999 tentang pers, pasal 1 ayat
(1) menyatakan: ”Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan
kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, megolah, dan
menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data
dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik,
dan segala jenis saluran yang tersedia.” bentuk institusi media massa dipertegas lagi pada pasal 1
ayat (2) yang menyatakan: ” Perusahaan pers adalah badan hukum Indonesia yang
menyelenggarakan usaha pers meliputi perusahaan media cetak, media elektronik, dan kantor
berita, serta perusahaan media lainnya yang secara khusus menyelenggarakan, menyiarkan atau
menyalurkan informasi.”

McQuail (1987) menyebutkan ciri-ciri khusus institusi (lembaga) media massa sebagai berikut:

a. Memproduksi dan mendistribusikan pengetahuan dalam wujud informasi, pandangan, dan


budaya. Upaya tersebut merupakan respon terhadap kebutuhan sosial kolektif dan
permintaan individu.

b. Menyediakan saluran untuk menghubungkan orang tertentu dengan orang lain: dari
pengirim ke penerima, dari anggota audien ke anggota audien lainnya, dari seseorang ke
masyarakat dan institusi masyarakat terkait. Semua itu bukan sekedar saluran fisik
jaringan komunikasi, melainkan juga merupakan saluran tatacara dan pengetahuan yang
menentukan siapakah sebenarnya yang patut atau berkemungkinan untuk mendengar
sesuatu dan kepada siapa ia harus mendengarnya.

c. Media menyelenggarakan sebagian besar kegiatannya dalam lingkungan publik, dan


merupakan institusi yang terbuka bagi semua orang untuk peran serta sebagai penerima
(atau dalam kondisi tertentu sebagai pengirim). Institusi media juga mewakili kondisi
publik, seperti yang tampak bilamana media massa menghadapi masalah yang berkaitan
dengan pendapat publik (opini publik) dan ikut berperan membentuknya (bukan masalah
pribadi, pandangan ahli, atau penilaian ilmiah).

d. Partisipasi anggota audien dalam institusi pada hakikatnya bersifat sukarela, tanpa adanya
keharusan atau kewajiban sosial. Bahkan lebih bersifat suka rela daripada beberapa
institusi lainnya, misalnya pendidikan, agama atau politik. Partisipasi anggota audien
lebih mengacu pada mengisi waktu senggang dan santai, bukannya berkenaan dengan
pekerjaan dan tugas. Hal tersebut dikaitkan juga dengan ketidakberdayaan formal institusi
media: media tidak dapat mengandalkan otoritasnya sendiri dalam masyarakat, serta tidak
mempunyai organisasi yang menghubungkan pemeran-serta ”lapisan atas” (produsen
pesan) dan pemeran-serta ”lapisan bawah” (audien).

e. Industri media dikaitkan dengan industri dan pasar karena ketergantungannya pada imbalan
kerja, teknologi, dan kebutuhan pembiayaan.

f. Meskipun institusi media itu sendiri tidak memiliki kekuasaan, namun institusi ini selalu
berkaitan dengan kekuasaan negara karena adanya kesinambungan pemakaian media,
mekanisme hukum, dan pandangan-pandangan menentukan yang berbeda antara negara
yang satu dengan lainnya.

Komunikator dalam proses komunikasi massa selain merupakan sumber pesan, mereka juga
berperan sebagai gate keeper (lihat McQuail, 1987; Nurudin, 2003). Yaitu berperan untuk
menambah, mengurangi, menyederhanakan, mengemas agar semua informasi yang disebarkan
lebih mudah dipahami oleh audien-nya. Bitner (dalam Tubbs, 1996) menyatakan bahwa
pelaksanaan peran gate keeper dipengaruhi oleh: ekonomi; pembatasan legal; batas waktu; etika
pribadi dan profesionalitas; kompetisi diantara media; dan nilai berita.
2. Unsur says what (pesan). Pesan-pesan komunikasi massa dapat diproduksi dalam jumlah yang
sangat besar dan dapat menjangkau audien yang sangat banyak. Pesan-pesan itu berupa berita,
pendapat, lagu, iklan, dan sebagainya. Charles Wright (1977) memberikan karakteristik pesan-
pesan komunikasi massa sebagai berikut:
a. publicly. Pesan-pesan komunikasi massa pada umumnya tidak ditujukan kepada orang
perorang secara eksklusif, melainkan bersifat terbuka, untuk umum atau publik.
b. rapid. Pesan-pesan komunikasi massa dirancang untuk mencapai audien yang luas dalam
waktu yang singkat serta simultan.
c. transient. Pesan-pesan komunikasi massa untuk memenuhi kebutuhan segera, dikonsumsi
sekali pakai dan bukan untuk tujuan yang bersifat permanen. Pada umumnya, pesan-
pesan komunikasi massa cenderung dirancang secara timely, supervisial, dan kadang-
kadang bersifat sensasional.
3. Unsur in which channel (saluran atau media). Unsur ini menyangkut semua peralatan yang
digunakan untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi massa. Media yang mempunyai
kemampuan tersebut adalah surat kabar, majalah, radio, televisi, internet, dan sebagainya.
4. Unsur to whom (penerima; khalayak; audien). Penerima pesan-pesan komunikasi massa biasa
disebut audien atau khalayak. Orang yang membaca surat kabar, mendengarkan radio, menonton
televisi, browsing internet merupakan beberapa contoh dari audien.

Menurut Charles Wright (dalam Wiryanto, 2005), mass audien memiliki karakteristik-
karakteristik sebagai berikut:

a. Large yaitu penerima-penerima pesan komunikasi massa berjumlah banyak, merupakan


individu-individu yang tersebar dalam berbagai lokasi;
b. Heterogen yaitu penerima-penerima pesan komunikasi massa terdiri dari berbagai lapisan
masyarakat, beragam dalam hal pekerjaan, umur, jenis kelamin, agama, etnis, dan
sebagainya;
c. Anonim yaitu anggota-anggota dari mass audien umumnya tidak saling mengenal secara
pribadi dengan komunikatornya.
5. Unsur with what effect (dampak). Dampak dalam hal ini adalah perubahan-perubahan yang terjadi
di dalam diri audien sebagai akibat dari keterpaan pesan-pesan media. David Berlo (dalam
Wiryanto, 2005) mengklasifikasikan dampak atau perubahan ini ke dalam tiga kategori, yaitu:
perubahan dalam ranah pengetahuan; sikap; dan perilaku nyata. Perubahan ini biasanya
berlangsung secara berurutan.
B. Ciri-ciri komunikasi massa

Sedangkan ciri-ciri komunikasi massa, menurut Elizabeth Noelle Neumann (dalam Jalaluddin
Rakhmat, 1994) adalah sebagai berikut:

1. Bersifat tidak langsung, artinya harus melalui media teknis;

2. Bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi;

3. Bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim;

4. Mempunyai publik yang secara tersebar.

Pesan-pesan media tidak dapat dilakukan secara langsung artinya jika kita berkomunikasi melalui
surat kabar, maka komunike kita tadi harus diformat sebagai berita atau artikel, kemudian dicetak,
didistribusikan, baru kemudian sampai ke audien. Antara kita dan audien tidak bisa berkomunikasi secara
langsung, sebagaimana dalam komunikasi tatap muka. Istilah yang sering digunakan adalah interposed.
Konsekuensinya adalah, karakteristik yang kedua, tidak terjadi interaksi antara komunikator dengan
audien. Komunikasi berlangsung satu arah, dari komunikator ke audien, dan hubungan antara keduanya
impersonal.

Karakteristik pokok ketiga adalah pesan-pesan komunikasi massa bersifat terbuka, artinya pesan-
pesan dalam komunikasi massa bisa dan boleh dibaca, didengar, dan ditonton oleh semua orang.
Karakteristik keempat adalah adanya intervensi pengaturan secara institusional antara si pengirim dengan
si penerima. Dalam berkomunikasi melalui media massa, ada aturan, norma, dan nilai-nilai yang harus
dipatuhi. Beberapa aturan perilaku normatif ada dalam kode etik, yang dibuat oleh organisasi-organisasi
jurnalis atau media.

Dengan demikian, komunikasi massa dapat didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi yang
ditujukan kepada sejumlah audien yang tersebar, heterogen, dan anonim melalui media massa cetak atau
elektrolit sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

Daftar Pustaka:

McQuail, 1987, Teori Komunikasi Massa ed. 2, Jakarta: Erlangga

Nurudin, 2003, Komunikasi Massa, Malang: CESPUR.


Warsito, 2005, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.

Jalaluddin Rakhmat, 1994, Psikologi Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya.

Shoemaker & Reese, 1996, Mediating the Message: Theories of Influences on Mass Media Content,
USA:Longman.

McQuil (1987) dalam Teori Komunikasi Massa meyakini bahwa pengertian komunikasi massa
terutama dipengaruhi oleh kemampuan media massa untuk membuat produksi massa dan untuk
menjangkau khalayak dalam jumlah besar. Di samping itu, ada pula makna lain _yang dianggap
makna asli_ dari kata massa, yaitu makna yang mengacu pada kolektivitas tanpa bentuk, yang
komponen-komponennya sulit dibedakan satu sama. Kamus bahasa Inggris memberikan definisi
massa sebagai suatu kumpulan orang banyak yang tidak mengenal keberadaan individualitas.
Definisi ini ini hampir menyerupai pengertian massa yang digunakan oleh para ahli sosiologi,
khususnya bila dipakai dalam kaitannya dengan audien media.

Anda mungkin juga menyukai