Anda di halaman 1dari 2

Budaya Sebagai Media Memahami Islam

Sinta Samtica, 0806458605


Kesehatan Masyarakat

Hubungan antara agama dan budaya kadang kala masih sulit untuk disatukan dan
cenderung menimbulkan kekhawatiran. Pada hakikatnya agama adalah ciptaan Allah
s.w.t yang permanen dan universal, sedangkan kebudayaan adalah buatan manusia yang
temporal dan spatial (M.Amin Abdullah). Penggabungan agama dengan berbagai bentuk
budaya lokal di Indonesia dapat dilihat dari keberagamanan budaya nasional. Kita akan
mendapatkan sejumlah pola budaya yang berbeda sesuai dengan kebaikan dan keburukan
yang dimilki masing-masing masyarakat.
Sebelum datangnya Islam ke Indonesia, masyarakat Indonesia telah memiliki
kebudayaan yang kuat hasil warisan dari nenek moyang terdahulu dan sampai sekarang
ada yang masih teguh menjalankan kebiasaan budaya lokal tersebut. Pada dasarnya
tradisi turun-temurun tidak bernilai kecuali sesuai dengan hakikat ajaran islam yaitu
tauhid. Dalam surat Luqman ayat 21 ” Dan apabila dikatakan pada mereka,”ikutilah apa
yang diturunkan Allah!” mereka menjawab ”tidak, tetapi kami hanya mengikuti
kebiasaan yang kami dapati dari nenek moyang kami.” Apakah mereka akan mengikuti
nenek moyang mereka walaupun sebenarnya setan menyeru mereka kedalam azab api
yang menyala-nyala (neraka)?” Dari ayat di atas jelas menggambarkan bahwa kita harus
selektif dalam menerima dan menjalankan suatu kebudayaan. Jangan sampai terjerumus
ke dalam neraka akibat kemusyrikan sendiri.
Sebagian budaya di Indonesia bisa diterima dan disesuaikan dengan ajaran Islam.
Contohnya, budaya sunat dalam ajaran Islam adalah wajib. Dengan adanya budaya
seperti ini maka Islam mengajarkan bahwa laki-laki yang sudah mulai baligh wajib
disunat. Selain itu, budaya tahlilan untuk mendoakan orang yang sudah meninggal telah
dijalankan oleh masyarakat sejak Islam datang ke Indonesia. Ada sebagian orang yang
menilai bahwa itu bid’ah, tetapi selama tidak menimbulkan kemusyrikan dan tidak
memberatkan secara ekonomi, hal tersebut boleh saja dilakukan.
Setiap bangsa pasti memiliki budaya lokal masing-masing yang kadang sulit
untuk ditinggalkan. Akan tetapi, Islam bersifat akomodif artinya Islam akan
menggabungkan unsur budaya lokal setempat dengan ajaran Islam yang sesuai yaitu
mengesakan Allah s.w.t. Dalam konteks budaya sebagai media memahami Islam, tidak
dipungkiri harus ada toleransi terhadap budaya lokal setempat. Pada dasarnya islam bisa
masuk ke Indonesia karena dapat menyesuaikan dengan kebiasaan masyarakat setempat.
Akan tetapi, kadang masih muncul kebiasaan dan mitos zaman dahulu yang masih
dipegang teguh oleh masyarakat.
Indonesia dikenal dengan keberagaman budayanya. Begitu banyak budaya
masyarakat Indonesia yang telah dimodifikasi dan disesuaikan dengan budaya asli bangsa
Indonesia sendiri. Hal inilah yang menimbulkan pluralitas budaya lokal setempat yang
kadang disalah-artikan dalam memahami agama Islam. Pada kasus ponari ”dukun cilik”
misalnya. Ini menunjukan bahwa masih sangat kuat budaya masyarakat dalam
memandang hal-hal mistik dan mitos zaman dahulu. Padahal dalam Islam, percaya
kepada selain Allah dalam kasus ini ”batu ajaib” adalah syirik, yang berbuah siksa
neraka.
Pada intinya budaya setempat tidak mudah untuk ditukar dengan budaya baru. Di
zaman semodern ini saja, sebagian masyarakat masih percaya dengan hal-hal gaib dan
mitos seperti kasus ponari, pada umumnya adalah masyarakat yang berpendidikan dan
berpenghasilan rendah. Akan tetapi, sebagian masyarakat yang sudah mengenal Islam
dengan baik telah meninggalkan budaya setempat yang dipandang sudah tidak logis
sehingga pola pikir mereka lebih maju dibanding yang masih percaya takhayul.
Islam tidak pernah mengikis habis kebudayaan yang telah ada dimasyarakat
setempat bahkan Islam berusaha memperbaiki hal-hal yang bertentangan dengan fitrah
manusia sebagai makhluk yang sempurna diciptakan oleh Allah s.w.t. Budaya adalah
ciptaan manusia sehingga kedudukannya tidak bisa tergantikan dengan ajaran agama.
Sesungguhnya budaya bisa diaplikasikan sebagai sarana untuk meningkatkan dan
memahami Islam lebih mendalam lagi.

Daftar Pustaka
Baidhawy, Zakiyudin dan Muthhharun Jinan. 2003. Agama dan Pluralitas Budaya Lokal.
Surakarta: Muhammadiyah University Press
Al-Faruqi, Ismail R. 1984. Islam dan Cultural. Bandung: Mizan

Anda mungkin juga menyukai