Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN
Ikterus terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada
sebagian neonatus, ikterus ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya.
Dikemukakan bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan
dan 80% bayi urang bulan. Di RSU Dr. Soetomo Surabaya ikterus patologis 9,8%
(tahun 2002) dan 15,66% (tahun 2003).
Ikterus ini pada sebagian penderita dapat bersifat fisologis dan pada sebagian
lagi mungkin bersifat patologis yang dapat menimbulkan gangguan yang menetap
atau menyebabkan kematian. Oleh karena itu, setiap bayi dengan ikterus harus
mendapatkan perhatian, terutama apabila ikterus ditemukan dalam 24 jam pertama
kehidupan bayi atau bila kadar bilirubinnya meningkat >5 mg/dL (>86 µmol/L)
dalam 24 jam. Proses hemolisi darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih
dari 1 minggu, serta bilirubin direk > 1mg/dL juga merupakan keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologis. Dalam keadaan tersebut
penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk ikterus
dapat dihindarkan.
Walaupun pada tahun 1970-an kasus kernikterus sudah tidak ditemukan lagi
di Washington, namun pada tahun 1990-an ditemukan 31 kasus kernikterus (Data
Georgetown University Medical Centre Washington D.C, tahun 2002).
Ikterus (Jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah,
sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan.
Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin > 2 mg/dL
(>17µmol/L), sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin > 5
mg/dL (>86 µmol/L).1

II. DEFINISI

Ikterus (Jaundice) terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah,


sehingga kulit (terutama) dan atau sklera bayi (neonatus) tampak kekuningan.
Hiperbilirubinemia neonatal adalah peningkatan kadar bilirubin total pada minggu

5
pertama kelahiran. Kadar normal maksimum adalah 12-13 mg% (205-220
µmol/L).2

Sebagian besar neonatus mengalami peninggian kadar bilirubin indirek pada


hari-hari pertama kehidupan. Hal ini terjadi karena terdapatnya proses fisiologis
tertentu pada neonatus. Proses tersebut antara lain karena tingginya kadar eritrosit
neonatus, masa hidup eritrosit lebih pendek (80-90 hari) dan belum matangnya
fungsi hepar. Serum bilirubin pada ikterus fisiologis berkisar 5-6 mg/dL (86-103
µmol/L), timbul 48-120 jam setelah bayi lahir atau bayi-bayi dengan usia
kehamilan 35-37 minggu.

Peninggian kadar bilirubin ini terjadi pada hari ke 2-3 dan mencapai
puncaknya pada hari 5-7, kemudian akan menurun kembali pada hari ke 10-14.
Kadar bilirubinpun biasanya tidak >10 mg/dL (171 µmol/L) pada bayi cukup
bulan. Masalah timbul apabila produksi blilirubin ini terlau berlebihan atau
konjugasi hepar menurun sehingga terjadi akumulasi di dalam darah. Peningkatan
kadar bilirubin yang berlebihan dapat menimbulkan kerusakan sel tubuh tertentu,
misalnya kerusakan sel otak yang akan mengakibatkan gejala sisa dikemudian
hari, bahkan kematian. Karena itu bayi ikterus sebaiknya baru dianggap fisologis
apabila telah dibuktikan bukan suatu keadaan patologis. Tingginya kadar bilirubin
yang dapat menimbulkan efek patologis tersebut tidak selalu sama pada tiap
bayi.1

III. METABOLISE BILIRUBIN 1


Bilirubin merupakan produk yang bersifat toksik dan harus dikeluarkan oleh
tubuh. Sebagian besar bilirubin tersebut berasal dari degradasi hemoglobin darah
dan sebagian lagi dari hem bebas atau proses eritropoesis yang tidak efektif.
Pembentukan bilirubin tadi dimulai dengan proses oksidasi yang menghasilkan
biliverdin serta beberapa zat lain. Biliverdin inilah yang mengalami reduksi dan
menjadi bilirubin bebas atau bilirubin IX α (Gbr. 2). Zat ini sulit larut dalam air
tetapi larut dalam lemak, karenanya mempunyai sifat lipofilik yang sulit
diekskresi dan mudah melalui membran biologik seperti plasenta dan sawar darah
otak.
Bilirubin bebas tersebut kemudian bersenyawa dengan albumin dan dibawa
ke hepar. Dalam hepar terjadi mekanisme ambilan, sehingga bilirubin terikat oleh

6
reseptor membran sel hepar dan masuk ke dalam hepar. Segera setelah ada dalam
sel hepar terjadi persenyawaan ligandin (protein Y), protein Z dan glutation hepar
lain yang membawanya ke retikulum endoplasma hepar, tempat terjadinya
konjugasi. Proses ini timbul berkat adanya enzim glukoronil transferase yang
kemudian menghasilkan bentuk bilirubin direk. Jenis bilirubin ini dapat larut
dalam air dan pada kadar tertentu dapat diekskresi melalui ginjal. Sebagian besar
bilirubin yang terkonjugasi ini diekskresi melalui duktus hepatikus ke dalam
saluran pencernaan dan selanjutnya menjadi urubilinogen dan keluar dengan tinja
sebagai sterkobilin. Dalam usus, sebagian di absorpsi kembali oleh mukosa usus
dan terbentuklah proses absorpsi entero hepatik.

Gambar 1. Metabolisme Bilirubin pada Neonatus. (Dikutip dari Rennie J.M and Roberton NRC.
Neonatal Jaundice In : A Manual of Neonatal Intensive Care 4th Ed, Arnorld, 2002 : 414-432)

IV. ETIOLOGI1
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan:
A. Penyebab yang sering:
1. Hiperbilirubinemia fisiologis
2. Inkompatibilitas golongan darah ABO
3. ‘Breast Milk Jaundice’

7
4. Inkompatibilitas golongan darah rhesus
5. Infeksi
6. Hematoma sefal, hematoma subdural, ‘excessive bruising’
7. IDM (‘Infant of Diabetic Mother’)
8. Polisitemia / hiperviskositas
9. Prematuritas / BBLR
10. Asfiksia (hipoksia, anoksia), dehidrasi – asidosis, hipoglikemia
11. Lain-lain
B. Penyebab yang jarang:
1. Defisiensi G6PD (Glucose 6 – Phosphat Dehydrogenase)
2. Defisiensi piruvat kinase
3. Sferositosis kongenital
4. Lucey – Driscoll syndrome (ikterus neonatorum familial)
5. Hipotiroidism
6. Hemoglobinopathy

V. DIAGNOSIS1
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium terdapat
beberapa faktor risiko terjadinya hiperbilirubinemia berat.
A. Resiko Tinggi
1. Ikterus yang timbul dalam 24 jam pertama (usia bayi < 24 jam)
2. Inkompatibilitas golongan darah (dengan ‘Coombs test’ positip)
3 Usia kehamilan < 38 minggu
4. Penyakit-penyakit hemolitik (G6PD, ‘end tidal’ CO↑)

5. Ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya


6. Hematoma sefal, ‘bruising’
7. ASI eksklusif (bila berat badan turun > 12 % BB lahir)
8. Ras Asia Timur, jenis kelamin laki-laki, usia ibu < 25 tahun
9. Ikterus sebelum bayi dipulangkan
10. ‘Infant Diabetic Mother’, makrosomia
11. Polisitemia

8
B. Anamnesis

1. Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin,


malnutrisi intra uterin, infeksi intranatal)
2. Riwayat persalinan dengan tindakan / komplikasi
3. Riwayat ikterus / terapi sinar / transfusi tukar pada bayi sebelumnya
4. Riwayat inkompatibilitas darah
5. Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa

C. Pemeriksaan Fisik
 Umum : keadaan umum (gangguan nafas, apnea, instabilitas suhu, dll)
 Khusus : Dengan cara menekan kulit ringan dengan memakai jari tangan dan
dilakukan pada pencahayaan yang memadai.
 Berdasarkan kriteria Kramer dibagi :

Derajat Daerah Ikterus Perkiraan Kadar Bilirubin


Ikterus
I Kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas (di atas umbilikus) 9,0 mg%
III Sampai badan bawah (di bawah 11,4 mg/dl
umbilikus) hingga tungkai atas (di
atas lutut)
IV Sampai lengan, tungkai bawah lutut 12,4 mg/dl
V Sampai telapak tangan dan kaki 16,0 mg/dl

 Klasifikasi Ikterus

Tanya dan Lihat Tanda/ Gejala Klasifikasi

Mulai kapan? Ikterus segera setelah lahir Ikterus


Ikterus pada 2 hr pertama Patologis
Ikterus pada usia >14 hr
Daerah mana? Ikterus lutut/siku/lebih
Bayi krg bln? Bayi kurang bulan
Warna tinja? Tinja Pucat
Ikterus usia 3-13 hari Ikterus
Tanda Patologis (-) Fisiologis
(Dikutip dari Depkes RI. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku
Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna untuk Paramedis,
Bidan dan Dokter. Depkes RI, 2001)

9
Secara klinis ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
beberapa hari kemudian. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang
cukup. Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat
dengan penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang kulitnya gelap.
Penilaian ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan
terapi sinar.
Tekan kulit yang ringan memakai jari tangan untuk memastikan warna kulit
dan jaringan subkutan2 :
 Pada hari pertama, tekan pada ujung hidung atau dahi
 Pada hari ke 2, tekan pada lengan atau tungkai
 Pada hari ke 3 dst., tekan pada tangan dan kaki

D. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan serumbilirubin (bilirubin total dan direk) harus dilakukan pada
neonatus yang mengalami ikterus. Terutama pada bayi yang tampak sakit atau
bayi-bayi yang tergolong risiko tinggi terserang hiperbilirubinemia berat. Namun
pada bayi yang mengalami ikterus berat, lakukan terapi sinar sesegera mungkin,
jangan menunda terapi sinar dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar
serumbilirubin.

‘Transcutaneous bilirubin (TcB)’ dapat digunakan untuk menentukan kadar


serum bilirubin total, tanpa harus mengambil sampel darah. Namun alat ini hanya
valid untuk kadar bilirubin total < 15 mg/dL (<257 μmol/L), dan tidak ‘reliable’
pada kasus ikterus yang sedang mendapat terapi sinar.
Pemeriksaan tambahan yang sering dilakukan untuk evaluasi menentukan
penyebab ikterus antara lain :
• Golongan darah dan ‘Coombs test’
• Darah lengkap dan hapusan darah
• Hitung retikulosit, skrining G6PD atau ETCOc

• Bilirubin direk

10
Pemeriksaan serum bilirubin total harus diulang setiap 4-24 jam tergantung
usia bayi dan tingginya kadar bilirubin. Kadar serum albumin juga perlu diukur
untuk menentukan pilihan terapi sinar ataukah tranfusi tukar.

VI. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dalam penatalaksanaan ikterus neonatorum adalah untuk
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menbimbulkan kern-ikterus/ensefalopati bilirubin, serta mengobati penyebab
langsung ikterus tadi. Pengendalian kadar bilirubin dapat dilakukan dengan
mengusahakan agar konjugasi bilirubin dapat lebih cepat berlangsung. Hal ini
dapat dilakukan dengan merangsang terbentuknya glukoronil transferase dengan
pemberian obat-obatan (luminal).
Pemberian substrat yang dapat menghambat metabolisme bilirubin (plasma atau
albumin), mengurangi sirkulasi enterohepatik (pemberian kolesteramin), terapi
sinar atau transfusi tukar, merupakan tindakan yang juga dapat mengendalikan
kenaikan kadar bilirubin. Dikemukakan pula bahwa obat-obatan (IVIG : Intra
Venous Immuno Globulin dan Metalloporphyrins) dipakai dengan maksud
menghambat hemolisis, meningkatkan konjugasi dan ekskresi bilirubin.

Penanganan ikterus berdasarkan kadar serum bilirubin

Usia Terapi Sinar Transfusi Tukar


Bayi sehat Faktor resiko Bayi sehat Faktor resiko
Mg/dL µmol/L Mg/dL µmol/L Mg/dL µmol/L Mg/dL µmol/L
Hari 1 setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220
Hari 2 15 260 13 220 25 425 15 260
Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340
Hari 4 20 340 17 290 30 510 20 340
dst.

11
(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of
hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 294)

a. Terapi Sinar

Pengaruh sinar terhadap ikterus telah diperkenalkan oleh Cremer sejak 1958.
Banyak teori yang dikemukakan mengenai pengaruh sinar tersebut. Teori terbaru
mengemukakan bahwa terapi sinar menyebabkan terjadinya isomerisasi bilirubin.
Energi sinar mengubah senyawa yang berbentuk 4Z, 15Z-bilirubin menjadi senyawa
berbentuk 4Z, 15E-bilirubin yang merupakan bentuk isomernya. Bentuk isomer ini
mudah larut dalam plasma dan lebih mudah diekskresi oleh hepar ke dalam saluran
empedu. Peningkatan bilirubin isomer dalam empedu menyebabkan bertambahnya
pengeluaran cairan empedu ke dalam usus, sehingga peristaltik usus meningkat dan
bilirubin akan lebih cepat meninggalkan usus halus.
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya terapi sinar dilakukan pada semua penderita
dengan kadar bilirubin indirek >12 mg/dL dan pada bayi-bayi dengan proses
hemolisis yang ditandai dengan adanya ikterus pada hari pertama kelahiran. Pada
penderita yang direncanakan transfusi tukar, terapi sinar dilakukan pula sebelum dan
sesudah transfusi dikerjakan Peralatan yang digunakan dalam terapi sinar terdiri dari
beberapa buah lampu neon yang diletakkan secara pararel dan dipasang dalam kotak
yang berfentilasi. Agar bayi mendapatkan energi cahaya yang optimal (380-470 nm)
lampu diletakkan pada jarak tertentu dan bagian bawah kotak lampu dipasang
pleksiglass biru yang berfungsi untuk menahan sinar ultraviolet yang tidak bermanfaat
untuk penyinaran. Gantilah lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan
walau lampu masih menyala. Gunakan kain pada boks bayi atau inkubator dan pasang
tirai mengelilingi area sekeliling alat tersebut berada untuk memantulkan kembali
sinar sebanyak mungkin ke arah bayi.

12
Pada saat penyinaran diusahakan agar bagian tubuh yang terpapar dapat seluas-
luasnya, yaitu dengan membuka bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
Kedua mata ditutup namun gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar
bilirubin dan hemoglobin bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila
kadar bilirubin <10 mg/dL (<171 μmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak
melebihi 100 jam. pakaian bayi. Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 6-8 jam
agar bagian tubuh yang terkena cahaya dapat menyeluruh. Kedua mata ditutup namun
gonad tidak perlu ditutup lagi, selama penyinaran kadar bilirubin dan hemoglobin
bayi di pantau secara berkala dan terapi dihentikan apabila kadar bilirubin <10 mg/dL
(<171 μmol/L). Lamanya penyinaran biasanya tidak melebihi 100 jam. Penghentian
atau peninjauan kembali penyinaran juga dilakukan apabila ditemukan efek samping
terapi sinar. Beberapa efek samping yang perlu diperhatikan antara lain : enteritis,
hipertermia, dehidrasi, kelainan kulit, gangguan minum, letargi dan iritabilitas. Efek
samping ini biasanya bersifat sementara dan kadang-kadang penyinaran dapat
diteruskan sementara keadaan yang menyertainya diperbaiki.1

Terapi sinar selama 72 jam diberikan pada 3 :


 Bayi cukup bulan : kadar bilirubin total 2-20 mg/dL; bilirubin bebas >0,7 g%
 Bayi kurang bulan :
Berat lahir 1500 – 2500 gram : kadar bilirubin total 15 mg/dL; bilirubin bebas
0,5µg%
Berat lahir <1500 gram : kadar bilirubin total 10 mg/dL;bilirubin bebas 0,3 µg%
Perlu pengawasan ketat bayi dengan penyulit anoksia, asidosis, sepsis, bayi kurang
bulan dan bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) yang mempunyai resiko terjadinya
kernikterus atau hiperbilirubinemia encepalopathy.
Jika tidak tersedia pemeriksaan untuk bilirubin bebas, dipakai tatalaksana sbb:

13
Berat badan (gr) Konsentrasi biliriubin indirek (mg/dL)
<1000
5-7 7-9 9-12 12-15 15-20 >20
<1000 FT TT
1000-1500 Obs.ulang FT TT
Bil
1500-2000 Obs.ulang FT TT
Bil
2000-2500 Obs. Obs.ulang FT TT
bil
>2500 Obs.bil TT TT

Tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus cukup bulan yang sehat


(American Academy of Pediatric)

BAGAN I

BAGAN II

KadarBilirubinTotal
Umu Dipertimbangkan Fototerapi Fototerapi jk gagal Transfusi
r dilanjutkan transfusi tukar
(jam) bersama
fototerapi
<24 Neonatus cukup bulan dgn ikterus pasca umur ≤4jam, buka neonatus sehat dan
perlu evaluasi
≤ 24 ≥ 12 ≥15 ≥20 ≥25
14
25-45 ≥15 ≥18 ≥25 ≥30
≥73 ≥17 ≥20 ≥25 ≥30
K

Keterangan :
Obs : Observasi TT : Transfusi tukar
FT : Fototerapi Bil : Bilirubin

Prosedur :
1. Diusahakan permukaan tubuh seluas0luasya terpapar dengan sinar
2. Posisi tubuh diubah setiap 2-3 jam
3. Monitor suhu bayi setiap 4 jam. Untuk bayi dalam inkubator, thermistor probe harus
dilindungi dari sinar.
4. Awasi masukan cairan : ASI tetap diteruskan, jika tidak ada atau tidak cukup,
ditambah susu formula. Pemberian dengan menetek, sendok/cangkir dan kip sonde.
5. Kebutuhan cairan ditambah 10-15% dari kebutuhan, mungkin sampai 25%. Jika
masukan cairan tidak mencukupi, diberi cairan per infus.
6. Timbang bayi setiap hari dan awasi penurunan BB akibat kehilangan air secara
evaporasi atau diare, terutama bayi prematur.
7. Melindungi mata dan gonade dari sumber cahaya.
8. Memeriksa konsentrasi bilirubin serum secara teratur, jangan menggunakan warna
kulit bayi untuk menilai derajat ikterus.
9. Menghentikan fototerapi saat orang tua mengunjungi bayinya dan membuka
pelindung mata untuk memudahkan interaksi alami antara orangtua dengan anak.
10. Memonitor konsentrasi bilirubin sehari sesudah fototerapi dihentikan untuk
mendeteksi adanya kenaikan bilirubin kembali.

15
Komplikasi Fototerapi
Kelainan Mekanisme
Tanning (perub.wrn kulit) Induksi sintesis melanin
Sindrom bayi bronze ↓ekskresi hepatik dr foto produk bilirubin
Diare Bilirubin menginduksi sekresi usus
Intoleransi laktosa Trauma mukosa epitel villi
Hemolisis Traua fotosensitif pada eritrosit sirkulasi
Kulit terbakar Paparan berlebihan karena emisi gelombang
pendek lampu fluoresesn
Dehidrasi ↑ kehilangan air yang tak disadari krn energi
foto yang diabsorpsi
Ruam kulit Trauma fotosensitif pada sel mast kulit
dengan pelepasan histamin

b. Transfusi Tukar
Transfusi tukar merupakan tindakan utama yang dapat menurunkan dengan
cepat bilirubin indirek dalam tubuh selain itu juga bermanfaat dalam mengganti
eritrosit yang telah terhemolisis dan membuang pula antibodi yang menimbulkan
hemolisis. Walaupun transfusi tukar ini sangat bermanfaat, tetapi efek samping
dan komplikasinya yang mungkin timbul perlu di perhatikan dan karenanya
tindakan hanya dilakukan bila ada indikasi (lihat tabel 3). Kriteria melakukan
transfusi tukar selain melihat kadar bilirubin, juga dapat memakai rasio bilirubin
terhadap albumin

Kriteria Transfusi Tukar Bedasarkan Berat Bayi dan Komplikasi


Berat Tidak Komplikasi Rasio Ada Rasio
Bayi(gr) (mg/dL) Bili/Al Komplikasi Bili/Alb
b (mg/dL)
<1250 13 5,2 10 4
1250-1499 15 6 13 5,2
1500-1999 17 6,8 15 6
2000-2499 18 7,2 17 6,8
≥2500 20 8 18 7,2
(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of
hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004 ; 114 : 29

Yang dimaksud ada komplikasi apabila :


1. Nilai APGAR < 3 pada menit ke 5
2. PaO2 < 40 torr selama 1 jam

16
3. pH < 7,15 selama 1 jam

4. Suhu rektal ≤ 35 O C
5. Serum Albumin < 2,5 g/dL
6. Gejala neurologis yang memburuk terbukti
7. Terbukti sepsis atau terbukti meningitis
8. Anemia hemolitik
9. Berat bayi ≤1000 g

Dalam melakukan transfusi tukar perlu pula diperhatikan macam darah yang akan
diberikan dan teknik serta penatalaksanaan pemberian. Apabila hiperbilirubinemia yang
terjadi disebabkan oleh inkompatibilitas golongan darah ABO, darah yang dipakai
adalah darah golongan O rhesus positip. Pada keadaan lain yang tidak berkaitan dengan
proses aloimunisasi, sebaiknya digunakan darah yang bergolongan sama dengan bayi.
Bila keadaan ini tidak memungkinkan, dapat dipakai darah golongan O yang
kompatibel dengan serum ibu. Apabila hal inipun tidak ada, maka dapat dimintakan
darah O dengan titer anti A atau anti B yang rendah. Jumlah darah yang dipakai untuk

transfusi tukar berkisar antara 140-180 cc/kgBB.12,13,14


Macam Transfusi Tukar:
1. ‘Double Volume’ artinya dibutuhkan dua kali volume darah, diharapkan dapat
mengganti kurang lebih 90 % dari sirkulasi darah bayi dan 88 % mengganti Hb bayi.
2. ‘Iso Volume’ artinya hanya dibutuhkan sebanyak volume darah bayi, dapat mengganti
65 % Hb bayi.
3. ‘Partial Exchange’ artinya memberikan cairan koloid atau kristaloid pada kasus
polisitemia atau darah pada anemia.

Volume Darah pada Transfusi Tukar


Kebutuhan Rumus
‘Double Volume’ BB x volume darah x 2
‘Single Volume’ BB x volume darah
Polisitemia BB x volume darah x (Hct sekarang-Hct yang diinginkan)
(Hb donor- Hbsekarang)
Anemia BB x volume darah x (PCV sekarang-PCV yang diinginkan)
(PCV donor)
* Volume darah bayi cukup bulan 85 cc / kg BB
* Volume darah bayi kurang bulan 100 cc /kg BB

17
(Dikutip dari American Academy of Pediatrics. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management of
hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pediatrics 2004; 114 : 294)

Dalam melaksanakan transfusi tukar tempat dan peralatan yang diperlukan harus
dipersiapkan dengan teliti. Sebaiknya transfusi dilakukan di ruangan yang aseptik yang
dilengkapi peralatan yang dapat memantau tanda vital bayi disertai dengan alat yang dapat
mengatur suhu lingkungan. Perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya komplikasi
transfusi tukar seperti asidosis, bradikardia, aritmia, ataupun henti jantung.
Untuk penatalaksanaan hiperbilirubinemia berat dimana fasilitas sarana dan tenaga tidak
memungkinkan dilakukan terapi sinar atau transfusi tukar, penderita dapat dirujuk ke pusat
rujukan neonatal setelah kondisi bayi stabil (‘transportable’) dengan memperhatikan
syarat-syarat rujukan bayi baru lahir risiko tinggi.

18
BAB III
PEMBAHASAN

Berdasarkan dari penjelasan diatas, pada kasus ini bayi mengalamu kuning
atau ikterik pada derajat II, karena daerah ikterik pada mata, wajah, leher dan kedua
lengan bagian atas. Terjadinya ikterik pada bayi ini dimungkinkan karena faktor resiko
dari riwayat persalinannya yaitu kurang bulan (35 minggu) dan sebelumnya ibu
mengalami KPD.
Prematuritas merupakan salah satu faktor resiko terjadinya ikterik
neonatorum, dikarenakan salah satunya faktor kematangan organ. Khususnya organ
hepar sebagai tempat terjadinya metabolisme bilirubin. Selain belum matangnya organ
hepar, faktor destruksi sel darah merah pada bayi yang meningkat. Sehingga bisa terjadi
penumpukkan bilirubin yang belum terkonjugasi.
Dari hasil laboratorium hasil pemeriksaan serum bilirubinya menunjukkan
peningkatan yaitu Bilirubin Total 8,5, Bilirubin Direct: 0,4 dan Bilirubin Indirect: 8,1.
Terapi yang diberikanpun sudah sesuai yaitu memberikan obat yang membantu
pembentukkan enzim glukoronil transferase, sehingga diharapkan dapat mengurangi
bilirubin yang belum terkonjugasi. Terapi sinar belum dibutuhkan karena bilirubin
total masih dibawah < 12.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusepno hasan, alatas Husein. Buku kuliah 2 ilmu kesehatan anak, edisi 11 bab
infeksi. Bagian ilmu kesehatan anak, Fakultas kedokteran universitas Indonesia,
Jakarta, 2007
2. Hardiono D. pusponegoro, sri rezeki S.adinegoro, dkk. Buku standar pelayanan
medis kesehatan anak edisi 1, ikatan dokter Indonesia, Jakarta, 2003
3. Sumarno S.Poorwo soedarmo. Herry Garna. Sri rezeki S.Hadinegoro. hindra
Irawan Satari. Buku Ajar Infeksi & pediatric tropis, edisi kedua, infeksi dengue
(hal 155-181) bagian Ilmu kesehatan anak FKUI, Jakarta, 2010
4. Sutaryo, dr dkk. Buku Standar Pelayanan Media RS. Sardjito, Edisi III, Cetakan I.
2005, Jilid 2. Medika Fakultas Kedokteran UGM, Sekip, Yogyakarta, 2005

20

Anda mungkin juga menyukai