Anda di halaman 1dari 9

BUDIDAYA IKAN BELUT

( Synbranchus )

1. SEJARAH SINGKAT

Belut merupakan jenis ikan konsumsi air tawar dengan bentuk tubuh bulat memanjang yang
hanya memiliki sirip punggung dan tubuhnya licin. Belut suka memakan anak-anak ikan yang
masih kecil. Biasanya hidup di sawah-sawah, di rawa-rawa/lumpur dan di kali-kali kecil. Di
Indonesia sejak tahun 1979, belut mulai dikenal dan digemari, hingga saat ini belut banyak
dibudidayakan dan menjadi salah satu komoditas ekspor.

2. SENTRA PERIKANAN

Sentra perikanan belut Internasional terpusat di Taiwan, Jepang, Hongkong, Perancis dan
Malaysia. Sedangkan sentra perikanan belut di Indonesia berada di daerah Yogyakarta dan di
daerah Jawa Barat. Di daerah lainnya baru merupakan tempat penampungan belut-belut
INTENSIFIKASI TERNAK AYAM BURAS

1. PENDAHULUAN

Perkembangan ayam buras (bukan ras) atau lebih dikenal dengan sebutan ayam kampung di
Indonesia berkembang pesat dan telah banyak dipelihara oleh peternak-peternak maupun
masyarakat umum sebagai usaha untuk pemanfaatan pekarangan, pemenuhan gizi keluarga
serta meningkatkan pendapatan.
Dikarenakan dengan pemeliharaan sistem tradisional, produksi telur ayam buras sangat
rendah, ± 60 butir/tahun/ekor. Berat badan pejantan tak lebih dari 1,9 kg dan betina ± 1,2 ~
1,5 kg, maka perlu diintensifkan. Pemeliharaan yang intensif pada ayam buras, dapat
meningkatkan produksi telur dan daging, dapat
mencegah wabah penyakit dan memudahkan tata laksana.

Sistem pemeliharaan ayam buras meliputi : bibit, pemeliharaan, perkandangan, pakan dan
pencegahan penyakit.

2. BIBIT

Ciri-ciri bibit yang baik :

a. Ayam jantan
o Badan kuat dan panjang.
o Tulang supit rapat.
o Sayap kuat dan bulu-bulunya teratur rapih.
o Paruh bersih.
o Mata jernih.
o Kaki dan kuku bersih, sisik-sisik teratur.
o Terdapat taji.
b. Ayam betina (petelur) yang baik
o Kepala halus.
o Matanya terang/jernih.
o Mukanya sedang (tidak terlalu lebar).
o Paruh pendek dan kuat.
o Jengger dan pial halus.
o Badannya cukup besar dan perutnya luas.
o Jarak antara tulang dada dan tulang belakang ± 4 jari.
o Jarak antara tulang pubis ± 3 jari.

3. PEMELIHARAAN

Ada 3 (tiga) sistem pemeliharaan :

a. Ekstensif (pemeliharaan secara tradisional = ayam dilepas dan mencari pakan


sendiri).
b. Semi intensif (ayam kadang-kadang diberi pakan tambahan).
c. Intensif (ayam dikandangkan dan diberi pakan).

Apabila dibedakan dari umurnya, ada beberapa macam pemeliharaan, yaitu :

a. Pemeliharaan anak ayam (starter) : 0 - 6 minggu, dimana anak ayam sepenuhnya


diserahkan kepada induk atau induk buatan.
b. Pemeliharaan ayam dara (grower) : 6 - 20 minggu.
c. Pemeliharaan masa bertelur (layer) : 21 minggu sampai afkir (.... 2 tahun).

Untuk memperoleh telur tetas yang baik, diperlukan 1 (satu) ekor pejantan melayani 9
(sembilan) ekor betina, sedangkan untuk menghasilkan telur konsumsi, pejantan tidak
diperlukan.

4. PERKANDANGAN

Fungsi kandang yaitu :


a. Untuk tempat berteduh dari panas dan hujan.
b. Sebagai tempat bermalam.
c. Untuk memudahkan tata laksana.

Syarat kandang yang baik, yaitu :

a. Cukup mendapat sinar matahari.


b. Cukup mendapat angin atau udara segar.
c. Jauh dari kediaman rumah sendiri.
d. Bersih.
e. Sesuai kebutuhan (umur dan keadannya).
f. Kepadatan yang sesuai.
g. Kandang dibuat dari bahan yang murah, mudah didapat dan tahan lama.

Kepadatan kandang :

a. Anak ayam beserta induk : 1 - 2 m 2 untuk 20 - 25 ekor anak ayam dan 1 - 2 induk.
b. Ayam dara 1 m 2 untuk 14 - 16 ekor.
c. Ayam masa bertelur, 1 - 2 m 2 untuk 6 ekor dan pejantan 1 ekor.

5. PAKAN

Zat-zat makanan yang dibutuhkan terdiri dari : protein, energi, vitamin, mineral dan air.
Adapun konsumsi pakan adalah sebagai berikut :

 Anak ayam dara 15 gram/hari


 Minggu I-III 30 gram/hari
 Minggu III-V 60 gram/hari
 Minggu VI sampai menjelang bertelur 80 gram/hari
 Induk 100 gram/hari

Pemberian pakan adalah sehari dua kali, yaitu pagi dan sore, sedangkan air minum diberikan
setiap saat.

6. PENYAKIT DAN PENCEGAHAN

1. ND = Necastle Desease = Tetelo


Pencegahan: lakukan vaksinasi ND secara teratur pada umur 4 hari, 4 minggu dan 4
bulan diulangi lagi setiap 4 bulan sekali.
2. Cacingan
Pencegahan : hindarkan pemeliharaan tradisional.
3. CRD (pernafasan)
Pengobatan : Chlortetacyclin (dosis 100-200 gr/ton ransum) atau tylosin (dosis 800
-1000 gr/ton ransum).
4. Berak Darah
Pengobatan : Prepara Sulfa atau anyrolium dilarutkan dalam air minum, dosis 0,012
-0,024% untuk 3 - 5 hari.
5. Pilek
Pengobatan : sulfadimetoxine 0,05% dilarutkan dalam air minum selama 5 -7 hari.
6. Cacar
Pencegahannya : vaksinasi 1 kali setelah lepas induk.

7. ANALISA USAHA AYAM BURAS

1. Pengeluaran
a. Bibit: 100 ekr x Rp. 12.000,- -----------------------------> Rp. 1.200.000,-
b. Pakan100 ekr x 360 hr x 100 gr x Rp. 491,- / 1000 ------> Rp. 1.767.600,-
c. Penyusutan kandang/th Rp. 500.000: Rp. 50.000/2 th -----> Rp. 225.000,-
d. Tenaga kerja: 12 x Rp. 150.000,- /bulan ------------------> Rp. 1.800.000,-
e. Vaksin dan Obat: 100 ekr x 4 kali x Rp. 50,- -------------> Rp. 20.000,-
Total ------------------------------------------------------> Rp. 5.012.600,-
2. Pendapatan
a. Penjualan telur/th 95%x100 ek x 25% x 360 hr x Rp. 300,- -----> Rp
2.565.000,-
b. Penjualan kotoran ayam/th 25 grx95 ekrx360 x Rp. 2.000,- -----> Rp.
34.200,-
c. Penjualan ayam afkir: 95 ekr x Rp. 13.500,- ---------------------> Rp.
1.282.500,-
Total ------------------------------------------------------------> Rp. 3.881.700,-
3. Penghasilan/tahun: pendapatan - pengeluaran - Rp. 1.130.900,-
Karena keuntungannya negatif, maka sebaiknya untuk pemeliharaan 100 ekor ayam,
tenaga kerja cukup ditangani oleh peternak, sehingga biaya untuk tenaga kerja Rp.
0,-. Dengan kata lain, untuk pemeliharaan 100 ekor ayam :
a. Pengeluaran Rp. 3.212.600,-
b. Pendapatan Rp. 3.881.700,-
c. Keuntungan Rp. 669.100,-
keuntungan/bln Rp. 55.758,-

Asumsi harga pasaran bulan Februari 1996

1. Harga bibit siap telur/ekor Rp. 12.000,-


2. Harga telur/butir Rp. 300,-
3. Harga pakan, dengan susunan:
o 30 kg pakan Rp. 300,- /kg
o 50 kg pakan layer (441) Rp. 605,- /kg
o 1 kg mineral Rp. 500,- /kg
4. Harga ayam apkir Rp. 13.500,-
5. Harga kotoran ayam 1 karung (50 kg) Rp. 2.000,-
6. Mortalitas (kematian) 5%
7. Produktivitas telur 25%
8. Biaya kandang ayam perekor Rp . 5.000,-
9. Biaya vaksin & obat perekor Rp. 50,-

8. SUMBER

Brosur Intensifikasi Ternak Ayam Buras, Dinas Peternakan, Pemerintah Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, Jakarta (tahun 1996).

9. KONTAK HUBUNGAN

Dinas Peternakan, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jl. Gunung Sahari Raya No. 11
Jakarta Pusat, Tel. (021) 626 7276, 639 3771 atau 600 7252 Pes. 202.

PEMILIHAN BIBIT AYAM BURAS

1. KELUARAN
Teknik pembibitan bibit ayam buras yang baik
2. PEDOMAN TEKNIS
1. Calon induk betina:
 sehat dan tidak cacat
 lincah dan gesit
 mata bening dan bulat
 rongga perut elastis
 tidak mempunyai sifat kanibal
 bebas dari penyakit
 umur 5 - 12 bulan.
2. Calon pejantan:
 sehat dan tidak cacat
 penampilan tegap
 bulu halus dan mengkilap
 tidak mempunyai sifat kanibal
 umur 8 - 24 bulan.
Jumlah induk dan pejantan disesuaikan dengan kondisi dan umurnya
antara 8 - 10 : 1
3. SUMBER
Hompage Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001
4. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Jalan Harsono RM No. 3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta
12550 - Indonesia

PENETASAN ALAMI AYAM BURAS

1. KELUARAN
Sangkar tetas dengan hasil daya tetas tinggi.
2. BAHAN
Bambu, kawat, paku, rumput kering.
3. ALAT
Gergaji, pisau serut, palu, tang, dll.
4. PEDOMAN TEKNIS
1. Sangkar penetasan dibuat dari bambu berbentuk kerucut dengan suhu
penetasan dalam sangkar pengeraman cukup baik.
2. Cara pembuatan
a. Potong bambu berdiameter 25 - 50 cm sepanjang 125 cm, 1/3 bagian
harus berada di atas ruas sedangkan yang 2/3 bagiannya sebagai
tiang
penyangga.
b. satu pertiga dari bambu bagian atas dibelah-belah kecil ( 1-1,5 cm),
dihaluskan, kemudian dianyam dengan belahan bambu tipis, dimulai
dari
bagian ujung bawah belahan bambu, sehingga berbentuk kerucut.
c. Bagian ujung paling atas diikat dengan kawat tali, agar ayaman tidak
lepas.
d. Sangkar diletakkan di tempat yang aman dan jauh dari keramaian dan
terhindar dari gangguan hewan liar.
e. Bagian bawah sangkar dialasi dengan rumput kering, yang merupakan
alas/tempat diletakkannya telur dan sekaligus sebagai tempat
penetasan.
3. Sangkar penetasan kerucut ini menghasilkan daya tetas telur 77,37 %,
kematian embriyo 16,64 %, suhu maksimum 102,3°C dan suhu minimum
83,5°C.
5. SUMBER
Departemen Pertanian, http://www.deptan.go.id, Maret 2001
6. KONTAK HUBUNGAN
Departemen Pertanian RI, Kantor Pusat Departemen Pertanian - Jalan Harsono RM No.
3, Ragunan - Pasar Minggu, Jakarta 12550 - Indonesia
tangkapan dari alam atau sebagai pos penampungan.

3. JENIS

Klasifikasi belut adalah sebagai berikut:


Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Synbranchoidae
Famili : Synbranchidae
Genus : Synbranchus
Species : Synbranchus bengalensis Mc clell (belut rawa); Monopterus albus Zuieuw (belut
sawah); Macrotema caligans Cant (belut kali/laut)

Jadi jenis belut ada 3 (tiga) macam yaitu belut rawa, belut sawah dan belut kali/laut. Namun
demikian jenis belut yang sering dijumpai adalah jenis belut sawah.

4. MANFAAT

Manfaat dari budidaya belut adalah:

1. Sebagai penyediaan sumber protein hewani.


2. Sebagai pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
3. Sebagai obat penambah darah.

5. PERSYARATAN LOKASI

1. Secara klimatologis ikan belut tidak membutuhkan kondisi iklim dan geografis yang
spesifik. Ketinggian tempat budidaya ikan belut dapat berada di dataran rendah
sampai dataran tinggi. Begitu pula dengan kelembaban dan curah hujan tidak ada
batasan yang spesifik.
2. Kualitas air untuk pemeliharaan belut harus bersih, tidak terlalu keruh dan tidak
tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kondisi tanah dasar
kolam tidak beracun.
3. Suhu udara/temperatur optimal untukpertumbuhan belut yaitu berkisar antara 25-31
derajat C.
4. Pada prinsipnya kondisi perairan adalah air yang harus bersih dan kaya akan osigen
terutama untuk bibit/benih yang masih kecil yaitu ukuran 1-2 cm. Sedangkan untuk
perkembangan selanjutnya belut dewasa tidak memilih kualitas air dan dapat hidup di
air yang keruh.

6. PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA

1. Penyiapan Sarana dan Peralatan


1. Perlu diketahui bahwa jenis kolam budidaya ikan belut harus dibedakan antara
lain: kolam induk/kolam pemijahan, kolam pendederan (untuk benih belut
berukuran 1-2 cm), kolam belut remaja (untuk belut ukuran 3-5 cm) dan
kolam pemeliharaan belut konsumsi (terbagi menjadi 2 tahapan yang masing-
masing dibutuhkan waktu 2 bulan) yaitu untuk pemeliharaan belut ukuran 5-8
cm sampai menjadi ukuran 15-20 cm dan untuk pemeliharan belut dengan
ukuran 15-20 cm sampai menjadi ukuran 30-40 cm.
2. Bangunan jenis-jenis kolam belut secara umum relatif sama hanya dibedakan
oleh ukuran, kapasitas dan daya tampung belut itu sendiri.
3. Ukuran kolam induk kapasitasnya 6 ekor/m 2 . Untuk kolam pendederan
(ukuran belut 1-2 cm) daya tampungnya 500 ekor/m 2 . Untuk kolam belut
remaja (ukuran 2-5 cm) daya tampungnya 250 ekor/m 2 . Dan untuk kolam
belut konsumsi tahap pertama (ukuran 5-8 cm) daya tampungnya 100 ekor/m
2 . Serta kolam belut konsumsi tahap kedua (ukuran 15-20cm) daya
tampungnya 50 ekor/m 2 , hingga panjang belut pemanenan kelak berukuran
3-50 cm.
4. Pembuatan kolam belut dengan bahan bak dinding tembok/disemen dan dasar
bak tidak perlu diplester.
5. Peralatan lainnya berupa media dasar kolam, sumber air yang selalu ada, alat
penangkapan yang diperlukan, ember plastik dan peralatan-peralatan lainnya.
6. Media dasar kolam terdiri dari bahan-bahan organik seperti pupuk kandang,
sekam padi dan jerami padi. Caranya kolam yang masih kosong untuk lapisan
pertama diberi sekam padi setebal 10 cm, diatasnya ditimbun dengan pupuk
kandang setebal 10 cm, lalu diatasnya lagi ditimbun dengan ikatan-ikatan
merang atau jerami kering. Setelah tumpukan-tumpukan bahan organik
selesai dibuat (tebal seluruhnya sekitar 30 cm), berulah air dialirkan kedalam
kolam secara perlahan-lahan sampai setinggi 50 cm (bahan organik + air).
Dengan demikian media dasar kolam sudah selesai, tinggal media tersebut
dibiarkan beberapa saat agar sampai menjadi lumpur sawah. Setelah itu
belut-belut diluncurkan ke dalam kolam.
2. Penyiapan Bibit
1. Menyiapkan Bibit
1. Anak belut yang sudah siap dipelihara secara intensif adalah yang
berukuran 5-8 cm. Di pelihara selama 4 bulan dalam 2 tahapan
dengan masing-masing tahapannya selama 2 bulan.
2. Bibit bisa diperoleh dari bak/kolam pembibitan atau bisa juga bibit
diperoleh dari sarang-sarang bibit yang ada di alam.
3. Pemilihan bibit bisa diperoleh dari kolam peternakan atau pemijahan.
Biasanya belut yang dipijahkan adalah belut betina berukuran ± 30 cm
dan belut jantan berukuran ± 40 cm.
4. Pemijahan dilakukan di kolam pemijahan dengan kapasitas satu ekor
pejantan dengan dua ekor betina untuk kolam seluas 1 m 2 . Waktu
pemijahan kira-kira berlangsung 10 hari baru telur-telur ikan belut
menetas. Dan setelah menetas umur 5-8 hari dengan ukuran anak
belut berkisar 1,5–2,5 cm. Dalam ukuran ini belut segera diambil
untuk ditempatkan di kolam pendederan calon benih/calon bibit. Anak
belut dengan ukuran sedemikian tersebut diatas segera ditempatkan di
kolam pendederan calon bibit selama ± 1 (satu) bulan sampai anak
belut tersebut berukuran 5-8 cm. Dengan ukuran ini anak belut sudah
bisa diperlihara dalam kolam belut untuk konsumsi selama dua bulan
atau empat bulan.
2. Perlakuan dan Perawatan Bibit
Dari hasil pemijahan anak belut ditampung di kolam pendederan calon benih
selama 1 bulan. Dalam hal ini benih diperlakukan dengan secermat mungkin
agar tidak banyak yang hilang. Dengan perairan yang bersih dan lebih baik
lagi apabila di air yang mengalir.
3. Pemeliharaan Pembesaran
1. Pemupukan
Jerami yang sudah lapuk diperlukan untuk membentuk pelumpuran yang
subur dan pupuk kandang juga diperlukan sebagai salah satu bahan organik
utama.
2. Pemberian Pakan
Bila diperlukan bisa diberi makanan tambahan berupa cacing, kecoa, ulat
besar(belatung) yang diberikan setiap 10 hari sekali.
3. Pemberian Vaksinasi
4. Pemeliharaan Kolam dan Tambak
Yang perlu diperhatikan pada pemeliharaan belut adalah menjaga kolam agar
tidak ada gangguan dari luar dan dalam kolam tidak beracun.

7. HAMA DAN PENYAKIT


1. Hama
1. Hama pada belut adalah binatang tingkat tinggi yang langsung mengganggu
kehidupan belut.
2. Di alam bebas dan di kolam terbuka, hama yang sering menyerang belut
antara lain: berang-berang, ular, katak, burung, serangga, musang air dan
ikan gabus.
3. Di pekarangan, terutama yang ada di perkotaan, hama yang sering
menyerang hanya katak dan kucing. Pemeliharaan belut secara intensif tidak
banyak diserang hama.
2. Penyakit
Penyakit yang umum menyerang adalah penyakit yang disebabkan oleh organisme
tingkat rendah seperti virus, bakteri, jamur, dan protozoa yang berukuran kecil.

8. PANEN

Pemanenan belut berupa 2 jenis yaitu :

1. Berupa benih/bibit yang dijual untuk diternak/dibudidayakan.


2. Berupa hasil akhir pemeliharaan belut yang siap dijual untuk konsumsi
(besarnya/panjangnya sesuai dengan permintaan pasar/konsumen). Cara
Penangkapan belut sama seperti menangkap ikan lainnya dengan peralatan antara
lain: bubu/posong, jaring/jala bermata lembut, dengan pancing atau kail dan
pengeringan air kolam sehingga belut tinggal diambil saja.

9. PASCAPANEN

Pada pemeliharaan belut secara komersial dan dalam jumlah yang besar, penanganan pasca
panen perlu mendapat perhatian yang serius. Hal ini agar belut dapat diterima oleh konsumen
dalam kualitas yang baik, sehingga mempunyai jaringan pemasaran yang luas.

10. ANALISIS EKONOMI BUDIDAYA

1. Analisis Usaha Budidaya


Perkiraan analisis budidaya belut selama 3 bulan di daerah Jawa Barat pada tahun
1999 adalah sebagai berikut:
1. Biaya Produksi
1. Pembuatan kolam tanah 2 x 3 x 1, 4 HOK @ Rp.7.000,- Rp. 28.000,-
2. Bibit 3.000 ekor x @ Rp. 750,- Rp. 225.000,-
3. Makanan tambahan (daging kelinci 3 ekor) @ Rp.15.000,-Rp. 45.000,-
4. Lain-lain Rp. 30.000,-
Jumlah Biaya Produksi Rp. 328.000,-
2. Pendapatan: 3000 ekor = 300 kg x @ Rp. 2.500,- Rp. 750.000,-
3. Keuntungan Rp. 422.000,-
4. Parameter Kelayakan Usaha 2,28

10.2. Gambaran Peluang Agribisnis

Budidaya ikan belut, baik dalam bentuk pembenihan maupun pembesaran mempunyai
prospek yang cukup baik. Permintaan konsumen akan keberadaan ikan belut semakin
meningkat. Dengan teknik pemeliharaan yang baik, maka akan diperoleh hasil budidaya yang
memuaskan dan diminati konsumen.

11. DAFTAR PUSTAKA

1. Satwono, B. 1999. Budidaya Belut dan Tidar. Penerbit Penebar Swadaya (Anggota
IKAPI). Jakarta.
2. Ronni Hendrik S. 1999. Budidaya Belut. Penerbit Bhratara, Jakarta

12. KONTAK HUBUNGAN

Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – BAPPENAS; Jl.Sunda Kelapa No. 7


Jakarta, Tel. 021 390 9829 , Fax. 021 390 9829 Jakarta, Maret 2000

Sumber : Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan, Bappenas

Anda mungkin juga menyukai