HIPERTENSI
Disusun Oleh :
0910721004
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
CURRICULUM VITAE
NI M : 0910721004
ANGKATAN : 2009 A
RIWAYAT PENDIDIKAN :
2. SISTOLE
adalah periode kontraksi dari ventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari jantung.
Sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu kontraksi isovolumetrik dan ejeksi
ventrikel.
o Pada kontraksi isovolumetrik, kontraksi sudah dimulai tetapi katup – katup tetap
tertutup. Tekanan juga telah dihasilkan tetapi tidak dijumpai adanya pemendekan
dari otot.
o Pada ejeksi ventrikel tekanan dalam ventrikel lebih tinggi dibandingkan dengan
tekanan pada aorta dan pulmoner sehingga katup aorta dan katup pulmoner
terbuka dan akhirnya darah akan dipompa ke seluruh tubuh. Pada saat
ini terjadi pemendekan dari otot.
Sisa darah yang terdapat di ventrikel disebut End Systolic Volume.
Dua bunyi jantung utama dalam keadaan normal dapat didengar dengan
stetoskop selama siklus jantung.Bunyi jantung pertama bernada rendah, lunak, dan
relatif lama-sering dikatakan terdengar seperti “lub”. Bunyi jantung kedua memiliki nada
yang lebih tinggi, lebih singkat dan tajam sering dikatakan dengan terdengar seperti
“dup”. Bunyi jantung pertama berkaitan dengan penutupan katup AV , sedangkan bunyi
katup kedua berkaitan dengan penutupan katup semilunar. Pembukaan tidak
menimbulkan bunyi apapun. Bunyi timbul karena getaran yang terjadi di dinding
ventrikel dan arteri – arteri besar ketika katup menutup, bukan oleh derik penutupan
katup. Karena penutupan katup AV terjadi pada awal kontraksi ventrikel ketika tekanan
ventrikel pertama kali melebihi tekanan atrium, bunyi jantung pertama menandakan
awitan sistol ventrikel.Penutupan katup semilunaris terjadi pada awal relaksasi ventrikel
ketika tekanan ventrikel kiri dan kanan turun di bawah tekanan aorta dan arteri
pulmonalis. Dengan demikian bunyi jantung kedua menandakan permulaan diastol
ventrikel.
Sinus karotikus adalah bagian pembuluh darah yang paling mudah teregang.
Sinyal yang dijalarkan dari setiap sinus karotikus akan melewati saraf hering yang sangat
kecil ke saraf kranial ke-9 (glosofaringeal) dan kemudian ke nukleus traktus solitarius
(NTS) di daerah medula batang otak. Arkus aorta adalah bagian yang paling kenyal dan
teregang setiap kali terjadi ejeksi ventrikel kiri. Sinyal dari arkus aorta dijalarkan melalui
saraf kranial ke-10 (vagus) juga ke dalam area yang sama di medula oblongata. Pada
keadaan normal sinus karotikus lebih berperan dalam mengendalikan tekanan darah
dibanding arkus aorta, dimana arkus aorta memiliki ambang rangsang aktivasi statik
yang lebih tinggi dibanding sinus karotikus yaitu ~110 mmHg vs ~50 mmHg. Arkus aorta
juga memiliki ambang rangsang dinamik yang lebih tinggi dibanding sinus karotikus,
tetapi tetap berespons saat baroreseptor sinus karotikus telah jenuh.7
1
Gambar 1: Baroreseptor dan penjalaran sinyal.
5
Skema 2: Pengaturan jangka pendek terhadap peningkatan tekanan darah.
B.1.2 Perangsangan Parasimpatis pada Jantung
Sistem saraf parasimpatis sangat penting bagi sejumlah fungsi autonom pada
tubuh, namun hanya mempunyai peran kecil dalam pengendalian sirkulasi. Pengaruh
sirkulasi yang penting hanyalah pengaturan frekuensi jantung melalui serat-serat
parasimpatis yang di bawa ke jantung oleh nervus vagus, dari medula langsung ke
jantung.4
5
simpatis pada jantung dan tekanan darah.
B.1.3 Perangsangan Parasimpatis pada Pembuluh Darah
Serabut parasimpatis hanya dijumpai di beberapa daerah pada tubuh. Serabut
parasimpatis mempersarafi kelenjar air liur dan kelenjar gastrointestinal, dan
berpengaruh vasodilatasi pada organ erektil di genitalia eksterna. Serabut postganglion
pasasimpatis melepaskan asetilkolin yang menyebabkan vasodilatasi.7
Skema 4: Efek peningkatan aktivitas simpatis pada jantung dan tekanan darah.5
5
Skema 6: Efek peningkatan aktivitas simpatis pada arteri dan tekanan darah.
2.2 Mekanisme Pengaturan Tekanan Darah Jangka Menengah dan Jangka Panjang
Dopamin adalah prekursor untuk epinefrin. Kadar dopamin yang tinggi di dalam
serum dibutuhkan untuk mengaktifkan reseptor D pembuluh darah dan menyebabkan
vasokonstriksi. Norepinefrin di sintesa dalam medula adrenal, pre-ganglion simpatik,
otak, dan sel-sel saraf spinal, namun paling banyak ditemukan di dalam vesikel sinaptik
saraf otonom pasca-ganglion pada organ-organ yang kaya akan inervasi simpatis, seperti
otak, kelenjar saliva, otot polos pembuluh darah, hati, limpa, ginjal, dan otot.
Norepinefrin menstimulasi reseptor D1-adrenergik (terletak di jantung, otot-otot papiler,
dan otot polos) dan reseptor E1-adrenergik yang meningkatkan pemasukan kalsium ke
dalam sel-sel target, sehingga meningkatkan kontraksi dan denyut jantung dan
akibatnya meningkatkan tekanan darah. Epinefrin menstimulasi reseptor D1 dan E1-
adrenergik dengan efek yang sama seperti norepinefrin, tetapi juga menstimulasi
reseptor E2-adrenergik (terdapat dalam otot rangka, jantung, hati, dan medula adrenal)
dengan efek akhir vasodilatasi. Namun epinefrin bukanlah vasodilator sistemik, efeknya
terhadap kardiovaskuler lebih lemah dibandingkan dengan efek yang ditimbulkan
norepinefrin.3,7
Amina biogenik lainnya, serotonin dan histamin, mempunyai efek kerja yang
kuat pada otot polos pembuluh darah. Selain merupakan komponen endogen dalam
tubuh manusia, serotonin dan histamin juga terdapat di alam. Serotonin atau 5-
hidroksitriptamin adalah vasokonstriktor kuat, namun tidak terlibat langsung dalam
kontrol terhadap tekanan darah. Serotonin secara tidak langsung ikut mengatur tekanan
darah melalui perannya sebagai neurotransmiter di dalam sistem saraf pusat. Histamin,
di bentuk melalui dekarboksilasi histidin dan dijumpai pada banyak jaringan, termasuk di
ujung saraf. Histamin menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler,
tetapi belum ada bukti bahwa histamin berperan dalam kontrol terhadap tekanan
darah.8
5
Skema 7: Efek peningkatan aktivitas simpatis pada kelenjar adrenal dan tekanan darah.
B.1.7 Renin
Renin adalah protease asam, merupakan enzim yang mengkatalisis pelepasan
hidrolitik dekapeptida angiotensin I dari ujung amino terminal angiotensinogen.
Angiotensin I berfungsi semata-mata sebagai prekursor dari angiotensin II. Renin di
simpan dalam sel-sel jukstaglomerular ginjal dan dilepaskan ke dalam pembuluh darah
sebagai respons terhadap berbagai stimulus fisiologis yang membantu untuk
menggabungkan sistem renin-angiotensin menjadi proses yang kompleks dalam
homeostasis sirkulasi. Renin yang aktif mempunyai waktu paruh paling lama 80
menit di dalam sirkulasi. Renin di bantu oleh angiotensin-converting-enzyme (ACE)
membentuk angiotensin II.
B.1.8 Angiotensinogen
B.1.10 Angiotensin II
Angiotensin II adalah hormon peptida yang bekerja di kelenjar adrenal, otot
polos pembuluh darah, dan ginjal. Reseptor untuk angiotensin II berlokasi pada
membran plasma dari sel-sel target pada jaringan-jaringan tersebut. Angiotensin II
sangat cepat dimetabolisme, waktu paruhnya dalam sirkulasi sekitar 1-2 menit. Hormon
ini dimetabolisme oleh berbagai peptida. Aminopeptida mengeluarkan residu asam
aspartat dari amino terminal peptida ini, menghasilkan heptapetida yang disebut
angiotensin III. Pengambilan residu amino terminal yang kedua dari angiotensin III
menghasilkan heksapeptida yang disebut angiotensin IV. Biasanya peptida-peptida
yang terbentuk ini tidak/kurang aktif dibandingkan dengan angiotensin II.2,8
Angiotensin II yang disebut juga hipertensin atau angiotonin, menghasilkan
konstriksi arteri dan peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik. Di dalam sel
otot polos pembuluh darah, angiotensin II berikatan dengan reseptor G-protein-coupled
AT1A, mengaktifkan fosfolipase C, meningkatkan Ca2+ dan menyebabkan kontraksi.
Hormon ini merupakan salah satu vasokonstriktor kuat, empat hingga delapan kali lebih
aktif daripada norepinefrin pada individu normal, namun kadar plasma angiotensin II
tidak cukup untuk menyebabkan vasokonstriksi sistemik. Sebaliknya angiotensin II
berperan dalam kardovaskuler bila terjadi kehilangan darah, olahraga dan keadaan
serupa yang mengurangi aliran darah ke ginjal. 2,7
Efek penting dari angiotensin II terhadap pengaturan tekanan darah antara lain:7
- Meningkatkan kontraktilitas jantung
- Mengurangi aliran plasma ke ginjal, dengan demikian meningkatkan reabsorpsi Na+
di ginjal
- Bersama angiotensin III merangsang korteks adrenal melepaskan aldosteron
- Menstimulasi rasa haus dan memicu pelepasan vasokonstriktor lain yaitu arginin
vasopresin (AVP)
- Memfasilitasi pelepasan norepinefrin dari pasca-ganglion saraf simpatik.
HIPERTENSI
C. DEFINISI
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.(
Smith&Tom,1995 )
Menurut WHO, penyakit Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik
lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau
lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ).
Hipertensi adalah keadaan menetap tekanan sistolik melebih dari 140 mmHg
atau tekanan diastolic lebih tinggi dari 90 mmHg. Diagnostic ini dapat dipastikan
dengan mengukur rata-rata tekanan darah pada 2 waktu yang terpisah (FKUI,
2001 : 453)
Menurut The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and
Treatment of The Blood Pressure (2004) dikatakan Hipertensi jika tekanan darah
sistolik yang lebih besar atau sama dengan 140 mmHg atau peningkatan
tekanan darah diastolik yang lebih besar atau sama dengan 90 mmHg.
Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan
sistolik 140 mmHg dan diastolic diatas 90 mmHg.
Pada populasi Lansia, Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160
mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg ( Smeltzer&Bare, 2003 )
Dapat disimpulkan bahwa Hipertensi adalah : suatu keadaan jika tekanan sistolik
≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg, sedangkan pada Lansia dengan tekanan
sistolik ≥160 mmHg dan tekanan diastolic ≥ 90 mmHg.
Umumnya tekanan darah normal seseorang 120 mmHg/80 mmHg
D. ETIOLOGI
Hipertensi berdasarkan etiologi / penyebabnya dibagi menjadi 2 :
1. Hipertensi Primer atau Esensial
Hipertensi primer atau yang disebut juga hipertensi esensial atau idiopatik
adalah hipertensi yang tidak diketahui etiologinya/penyebabnya (Shankie, 2001). Paling
sedikit 90% dari semua penyakit hipertensi dinamakan hipertensi primer (Saseen dan
Carter, 2005).
Patofisiologi hipertensi primer
Beberapa teori patogénesis hipertensi primer meliputi :
- Aktivitas yang berlebihan dari sistem saraf simpatik
- Aktivitas yang berlebihan dari sistem RAA
- Retensi Na dan air oleh ginjal
- Inhibisi hormonal pada transport Na dan K melewati dinding sel pada ginjal dan
pembuluh darah
Sebab-sebab yang mendasari hipertensi esensial masih belum diketahui. Namun
sebagian besar disebabkan oleh ketidaknormalan tertentu pada arteri. Yakni mereka
memiliki resistensi yang semakin tinggi (kekakuan atau kekurangan elastisitas) pada
arteri-arteri yang kecil yang paling jauh dari jantung (arteri periferal atau arterioles), hal
ini seringkali berkaitan dengan faktor-faktor genetik, obesitas, kurang olahraga, asupan
garam berlebih, bertambahnya usia, dll (Gardner, 2007).
2. Hipertensi sekunder
Kurang dari 10% penderita hipertensi merupakan sekunder dari penyakit
komorbid atau obat-obat tertentu yang dapat meningkatkan tekanan darah. Pada
kebanyakan kasus, disfungsi renal akibat penyakit ginjal kronis atau penyakit
renovaskular adalah penyebab sekunder yang paling sering. Obat-obat tertentu, baik
secara langsung ataupun tidak, dapat menyebabkan hipertensi atau memperberat
hipertensi dengan menaikkan tekanan darah. Apabila penyebab sekunder dapat
diidentifikasi, maka dengan menghentikan obat yang bersangkutan atau
mengobati/mengoreksi kondisi komorbid yang menyertainya sudah merupakan tahap
pertama dalam penanganan hipertensi sekunder.
Tabel 1. Obat-Obatan Penyebab hipertensi yang dapat diidentifikasi
Pil KB Steroid
Likoris, Karbenoksalon Logam berat
Tembakau (terutama dalam jumlah besar atau Penghambat MAO ditambah tiramin,
dengan kafein) guanadrel, buspiron, atau amantadin
Simpatomimetik Antidepressant trisiklik
NSAID Alkohol
Estrogen terkonjugasi atau dietylbestrol Steroid topikal atau inhaler terfluorinasi
Siklosporin Klorpromazin
Eritropoetin Depo-medroksiprogesteron
F. FAKTOR RESIKO
Secara umum faktor-faktor tersebut antara lain:
1) Factor Genetika (Riwayat keluarga)
Hipertensi merupakan suatu kondisi yang bersifat menurun dalam suatu
keluarga. Anak dengan orang tua hipertensi memiliki kemungkinan dua kali lebih besar
untuk menderita hipertensi daripada anak dengan orang tua yang tekanan darahnya
normal (Kumar dan Clark, 2004).
2) Ras
Orang-orang afro yang hidup di masyarakat barat mengalami hipertensi secara
merata yang lebih tinggi daripada orang berkulit putih. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena tubuh mereka mengolah garam secara berbeda (Beevers, 2002).
3) Usia
Hipertensi lebih umum terjadi berkaitan dengan usia, Khususnya pada
masyarakat yang banyak mengkonsumsi garam. Wanita premenopause cenderung
memiliki tekanan darah yang lebih tinggi daripada pria pada usia yang sama, meskipun
perbedaan diantara jenis kelamin kurang tampak setelah usia 50 tahun. Penyebabnya,
sebelum menopause, wanita relatif terlindungi dari penyakit jantung oleh hormon
estrogen. Kadar estrogen menurun setelah menopause dan wanita mulai menyamai pria
dalam hal penyakit jantung (Beevers, 2002).
4) Jenis kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada
wanita. Hipertensi berdasarkan jenis kelamin ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor
psikologis. Pada pria seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan
berat badan), depresi dan rendahnya status pekerjaan Sedangkan pada wanita lebih
berhubungan dengan pekerjaan yang mempengaruhi faktor psikis kuat (Hariwijaya dan
Sutanto, 2007).
5) Stress psikis
Stress meningkatkan aktivitas saraf simpatis, peningkatan ini mempengaruhi
meningkatnya tekanan darah secara bertahap. Apabila stress berkepanjangan dapat
berakibat tekanan darah menjadi tetap tinggi. Secara fisiologis apabila seseorang stress
maka kelenjer pituitary otak akan menstimulus kelenjer endokrin untuk mengahasilkan
hormon adrenalin dan hidrokortison ke dalam darah sebagai bagian homeostasis tubuh.
Penelitian di AS menemukan enam penyebab utama kematian karena stress adalah PJK,
kanker, paru-paru, kecelakan, pengerasan hati dan bunuh diri (Hariwijaya dan Sutanto,
2007).
6) Obesitas
Pada orang yang obesitas terjadi peningkatan kerja pada jantung untuk
memompa darah agar dapat menggerakan beban berlebih dari tubuh tersebut. Berat
badan yang berlebihan menyebabkan bertambahnya volume darah dan perluasan
sistem sirkulasi. Bila bobot ekstra dihilangkan, TD dapat turun lebih kurang 0,7/1,5
mmHg setiap kg penurunan berat badan (Tan dan Kirana, 2003). Mereduksi berat badan
hingga 5-10% dari bobot total tubuh dapat menurunkan resiko kardiovaskular secara
signifikan (Saseen dan Carter, 2005).
7) Asupan garam Na
Ion natrium mengakibatkan retensi air, sehingga volume darah bertambah dan
menyebabkan daya tahan pembuluh meningkat. Juga memperkuat efek vasokonstriksi
noradrenalin. Secara statistika, ternyata bahwa pada kelompok penduduk yang
mengkonsumsi terlalu banyak garam terdapat lebih banyak hipertensi daripada orang-
orang yang memakan hanya sedikit garam (Tan dan Kirana, 2003).
8) Rokok
Nikotin dalam tembakau adalah penyebab tekanan darah meningkat. Hal ini
karena nikotin terserap oleh pembuluh darah yang kecil dalam paru-paru dan
disebarkan keseluruh aliran darah. Hanya dibutuhkan waktu 10 detik bagi nikotin untuk
sampai ke otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberikan sinyal kepada
kelenjer adrenal untuk melepaskan efinephrine (adrenalin). Hormon yang sangat kuat ini
menyempitkan pembuluh darah, sehingga memaksa jantung untuk memompa lebih
keras dibawah tekanan yang lebih tinggi (Gardner, 2007).
9) Konsumsi alkohol
Alkohol memiliki pengaruh terhadap tekanan darah, dan secara keseluruhan
semakin banyak alkohol yang di minum semakin tinggi tekanan darah. Tapi pada orang
yang tidak meminum minuman keras memiliki tekanan darah yang agak lebih tinggi
daripada yang meminum dengan jumlah yang sedikit (Beevers, 2002).
G. KLASIFIKASI
Pada tahun 2004, The Joint National Commitee of Prevention, Detection,
Evaluation and Treatment of The Blood Pressure (JNC-7) mengeluarkan batasan baru
untuk klasifikasi tekanan darah, <120/80 mmHg adalah batas optimal untuk risiko
penyakit kardiovaskular.
Didalamnya ada kelas baru dalam klasifikasi tekanan darah yaitu pre-hipertensi.
Kelas baru pre-hipertensi tidak digolongkan sebagai penyakit tapi hanya digunakan
untuk mengindikasikan bahwa seseorang yang masuk dalam kelas ini memiliki resiko
tinggi untuk terkena hipertensi, penyakit jantung koroner dan stroke dengan demikian
baik dokter maupun penderita dapat mengantisipasi kondisi ini lebih awal, hingga tidak
berkembang menjadi kondisi yang lebih parah. Individu dengan prehipertensi tidak
memerlukan medikasi, tapi dianjurkan untuk melakukan modifikasi hidup sehat yang
penting mencegah peningkatan tekanan darahnya. Modifikasi pola hidup sehat adalah
penurunan berat badan, diet, olahraga, mengurangi asupan garam, berhenti merokok
dan membatasi minum alkohol (Chobanian et.al, 2004).
H. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras
saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna
medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor
dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis
ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan
merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan
dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor
seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap
norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh
darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,
mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi
epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan
rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
I. MANIFESTASI KLINIS
J. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Selanjutnya, bila hipertensi tidak ditangani dengan tepat dan sesegera mungkin,
hipertensi akan mengakibatkan kerusakan organ dalam tubuh terjadi. Diantaranya
adalah:
1. Jantung
Hipertensi dapat berimplikasi kepada jantung. Baik secara tak langsung melalui
peningkatan perubahan atherosklerotis, maupun secara langsung melalui efek yang
berkaitan dengan tekanan darah. Hipertensi dapat mengakibatkan CVD (Cardio Vascular
Disease) dan meningkatan resiko kejadian iskemik, semisal angina dan MI.
Selain itu, sebagai mekanisme kompensasi dari jantung dalam merespon
naiknya tahanan pembuluh darah karena meningkatnya tekanan darah, hipertensi dapat
memperparah LVH (Left Ventricular Hypertrophy). LVH sendiri merupakan perubahan
miokardial (selular), bukan perubahan arterial. Ini patut diwaspadai karena LVH
tergolong faktor resiko berbahaya akan terjadinya CAD (Coronary Acute Disease), HF
(Heart Failure), dan arrhythmia. Sebagaimana diketahui, HF merupakan dampak negatif
hipertensi terbesar untuk jantung. Lebih jauh, HF dapat menurunkan kemampuan
kontraksi (disfungsi sistolik) atau ketidakmampuan untuk mengisi darah (disfungsi
diastolik). Hipertensi yang tidak terkontrol merupakan salah satu pemicu HF (Saseen dan
Carter, 2005).
2. Otak
Gejala kerusakan pada organ ini yaitu terjadinya transcient ischamic attacks,
stroke iskemik, infark serebral, dan perdarahan otak. Peningkatan tekanan darah sistolik
yang berkepanjangan dapat menyebabkan hypertensive enchephalopathy (Saseen dan
Carter, 2005).
Uji klinis membuktikan, terapi hipertensi dapat menurunkan resiko stroke
kambuhan maupun stroke yang baru dialami pertama kali (Chobanian et.al, 2004).
3. Ginjal
GFR (Glomerulus Filtration Rate/Laju Filtrasi Glomerulus) digunakan untuk
mengetahui fungsi ginjal. GFR menurun seiring bertambahnya usia, namun penurunan
itu dapat dipercepat oleh hipertensi. Hipertensi berhubungan dengan nephrosclerosis,
yang mana menyebabkan peningkatan tekanan intraglomerular (Saseen dan Carter,
2005).
4. Mata
Hipertensi dapat menyebabkan retinopati yang berimplikasi pada kebutaan.
Keparahannya diklasifikasikan menjadi empat, yakni: Tingkat 1 yang ditandai dengan
menebalnya diameter arteri, yang menyebabkan vasokonstriksi; tingkat 2 yang ditandai
dengan nicking pada arteriovenous (AV), yang menyebabkan atherosklerosis; tingkat 3
yang terjadi jika hipertensi tidak kunjung diobati yang dapat menyebabkan cotton wool
exudates dan flame hemorrhage; terakhir tingkat 4 muncul sebagai akibat dari kasus
yang semakin parah, yang ditandai dengan papilledema (Saseen dan Carter, 2005).
Risiko Penyakit
Salah satu alasan mengapa kita perlu mengobati tekanan darah tinggi adalah
untuk mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi yang dapat timbul jika penyakit ini
tidak disembuhkan (Gardner, 2007). Beberapa komplikasi hipertensi yang umum terjadi
sebagai berikut :
1. Stroke
Hipertensi adalah faktor resiko yang penting dari stroke dan serangan transient
iskemik. Pada penderita hipertensi 80% stroke yang terjadi merupakan stroke
iskemik,yang disebabkan karena trombosis intra-arterial atau embolisasi dari jantung
dan arteri besar. Sisanya 20% disebabkan oleh pendarahan (haemorrhage), yang juga
berhubungan dengan nilai tekanan darah yang sangat tinggi. Penderita hipertensi yang
berusia lanjut cenderung menderita stroke dan pada beberapa episode menderita
iskemia serebral yang mengakibatkan hilangnya fungsi intelektual secara progresif dan
dementia. Studi populasi menunjukan bahwa penurunan tekanan darah sebesar 5
mmHg menurunkan resiko terjadinya stroke (Shankie, 2001).
2. Penyakit jantung koroner
Nilai tekanan darah menunjukan hubungan yang positif dengan resiko terjadinya
penyakit jantung koroner (angina, infark miokard atau kematian mendadak), meskipun
kekuatan hubungan ini lebih rendah daripada hubungan antara nilai tekanan darah dan
stroke. Kekuatan yang lebih rendah ini menunjukan adanya faktor-faktor resiko lain yang
dapat menyebabkan penyakit jantung koroner. Meskipun demikian, suatu percobaan
klinis yang melibatkan sejumlah besar subyek penelitian (menggunakan β-Blocer dan
tiazid) menyatakan bahwa terapi hipertensi yang adequate dapat menurunkan resiko
terjadinya infark miokard sebesar 20% (Shankie, 2001).
3. Gagal jantung
Bukti dari suatu studi epidemiologik yang bersifat retrospektif menyatakan
bahwa penderita dengan riwayat hipertensi memiliki resiko enam kali lebih besar untuk
menderita gagal jantung daripada penderita tanpa riwayat hipertensi. Data yang ada
menunjukan bahwa pengobatan hipertensi, meskipun tidak dapat secara pasti
mencegah terjadinya gagal jantung, namun dapat menunda terjadinya gagal jantung
selama beberapa dekade (Shankie, 2001).
4. Hipertrofi ventrikel kiri
Hipertrofi ventrikel kiri terjadi sebagai respon kompensasi terhadap peningkatan
afterload terhadap jantung yang disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi. Pada
akhirnya peningkatan massa otot melebihi suplai oksigen, dan hal ini bersamaan dengan
penurunan cadangan pembuluh darah koroner yang sering dijumpai pada penderita
hipertensi, dapat menyebabkan terjadinya iskemik miokard. Penderita hipertensi
dengan hipertrofi ventrikel kiri memiliki peningkatan resiko terjadinya cardiac aritmia
(fibrilasi atrial dan aritmia ventrikular) dan penyakit atherosklerosis vaskular (penyakit
koroner dan penyakit arteri perifer) (Shankie, 2001).
5. Penyakit vaskular
Penyakit vaskular meliputi abdominal aortic aneurysm dan penyakit vaskular
perifer. Kedua penyakit ini menunjukan adanya atherosklerosis yang
diperbesar oleh hipertensi. Hipertensi juga meningkatkan terjadinya lesi
atherosklerosis pada arteri carotid, dimana lesi atherosklerosis yang berat seringkali
merupakan penyebab terjadinya stroke (Shankie, 2001).
6. Retinopati
Hipertensi dapat menimbulkan perubahan vaskular pada mata, yang disebut
retinopati hipersensitif. Perubahan tersebut meliputi bilateral retinal falmshaped
haemorrhages, cotton woll spots, hard exudates dan papiloedema (Shankie, 2001).
Pada tekanan yang sangat tinggi (diastolic >120 mmHg, kadang-kadang setinggi
180 mmHg atau bahkan lebih) cairan mulai bocor dari arteriol-arteriol kedalam retina,
sehingga menyebabkan padangan kabur, dan bukti nyata pendarahan otak yang sangat
serius, gagal ginjal atau kebutaan permanent karena rusaknya retina (Gardner, 2007).
7. Kerusakan ginjal
Ginjal merupakan organ penting yang sering rusak akibat hipertensi. Dalam
waktu beberapa tahun hipertensi parah dapat menyebabkan insufiensi ginjal,
kebanyakan sebagai akibat nekrosis febrinoid insufisiensi arteri-ginjal kecil. Pada
hipertensi yang tidak parah, kerusakan ginjal akibat arteriosklerosis yang biasanya agak
ringan dan berkembang lebih lambat. Perkembangan kerusakan ginjal akibat hipertensi
biasanya ditandai oleh proteinuria. Proteinuria merupakan faktor resiko bebas untuk
kematian akibat semua penyebab, dan kematian akibat penyakit kardiovaskular.
Proteinuria dapat dikurangi dengan menurunkan tekanan darah secara efektif
(Padmawinata, 2001).
L. PENATALAKSANAAN
- Diperlukan dosis obat yang lebih tinggi - Dosis rendah untuk masing – masing
- Kurang efektif obat sudah cukup
- Efek samping lebih banyak - Lebih efektif
- Efek samping lebih sedikit
Stratifikasi Faktor Risiko dan Rencana Penanggulangan
Hipertensi Tekanan Risiko Grup A Risiko Grup B (Faktor Risiko Grup C(≥ 3 faktor
Darah (mmHg) (tidak ada faktor risiko paling sedikit 1 risiko atau Diabetes
risiko dan risiko selain diabetes dan dan/KOT/KKT)
KOT/KOD) tidak ada KOT/KKT)
High normal (130- Perubahan Pola Perubahan Pola Hidup Perubahan Pola Hidup +
139/85-89) H id u p Obat
Tingkat 1 (140- Perubahan Pola Perubahan Pola Hidup + Perubahan Pola Hidup +
159/90-99) Hidup + Obat Obat Obat
2. α-Bloker
Contoh obat
Yang tergolong di dalamnya ialah: Doxazosin, Prazosin, Terazosin, dan
Indoramin (Mehta, 2007).
Indikasi
α-bloker merupakan antihipertensi alternatif pilihan pertama apabila diuretik
atau β-bloker dikonraindikasikan atau tidak ditoleransi dengan baik. α-bloker
terutama diindikasikan untuk penderita benign prostatic hyperplasia. α-bloker tidak
berpengaruh terhadap profil lipid dan glukosa sehingga berguna pada penderita
dengan dislipidemia atau intoleransi glukosa (Shankie, 2001).
Mekanisme kerja
α-bloker menyebabkan vasodilatasi dan menghambat aksi noradrenalin pada
post sinaptic adrenoseptor α1 baik pada arteriol maupun vena, dimana hal ini
mengakibatkan penurunan tahanan perifer dan tekanan darah (Shankie, 2001).
Perhatian
Jarang digunakan sebagai pilihan utama karena mempunyai efek samping
yang sering menganggu yaitu hipotensi postural, palpitasi dan sakit kepala (Soemantri
dan Nugroho, 2006).
2.3 β-blocker
Contoh obat
Terbagi menjadi 2 sub class yaitu β-bloker cardioselektif (selektif reseptor β-1)
yaitu atenolol, acebutolol, metoprolol, bisoprolol, betaxolol, celiprolol dan β-bloker non-
cardioselektif (reseptor β- dan β- ) yaitu carvedilol, propanolol dan pindolol (Opie dan
1 2
Wilson, 2005).
Indikasi
Beta bloker pertama kali direkomendasikan oleh JNC-7 sebagai terapi ’first line’
alternatif dari diuretik. Pilihan terapi pada semua bentuk iskemik heart disease kecuali
pada angina varian vasospastic prinzmetal. Beta bloker merupakan pilihan terapi pada
angina, baik angina stabil maupun angina tidak stabil, dapat menurunkan resiko
mortalitas pada fase akut infark miokard dan setelah periode infark dan juga pilihan
terapi untuk kondisi lainnya seperti hipertensi, arrhythmia’s serius dan cardiomyopathy.
Pada peningkatan titrasi dosis secara hati-hati diketahui memiliki efek mengurangi
resiko mortalitas pada pasien gagal jantung.
Pada dosis kecil β-bloker cardioselektif dapat digunakan pada pasien
bronkospasme atau chronic lung disease. Pada angina dan hipertensi penggunaan β-
bloker cardioselektif lebih efektif dibandingkan dengan noncardioselektif, sedangkan β-
bloker noncardioselektif memiliki efek antiarrhytmics yang lebih baik dibandingkan
dengan cardioselektif. Bisoprolol merupakan agent β1 yang selektif, tidak memiliki ISA
(Intrinsik Sympathomimetic Activity) dan bekerja lama, dipakai secara luas dan berhasil
dalam studi besar pada populasi gagal jantung dimana terjadi penurunan yang besar
yang tidak hanya pada mortalitas namun juga sudden cardiac death. (Opie dan Wilson,
2005).
β-bloker direkomendasikan untuk penderita hipertensi dengan infark miokard
karena obat ini mempunyai keuntungan sebagai anti hipertensi, anti iskemia, anti
aritmia dan mampu mengurangi remodelling ventrikel.
Dosis awal dari beta bloker umumnya kecil dan pelan-pelan dinaikkan sampai
dosis target (berdasarkan trial klinis yang besar), peningkatan ini tergantung pada
individual. Kontraindikasi harus diawasi, seperti asma bronkial, severe bronkial disease,
bradikardia simptomatik dan hipotensi (Hadi, 2007).
Mekanisme kerja
Secara umum β-bloker menghambat aksi noradrenalin pada reseptor adrenergik
β-1 di jantung dan jaringan lain sehingga menyebabkan penurunan cardiac output
melalui penurunan denyut jantung dan kontraktilitas. β-bloker juga menghambat sekresi
renin dari sel-sel juxtaglomerular ginjal yang mengakibatkan penurunan pembentukan
angiotensin II dan rilis aldosteron (Shankie, 2001).
Perhatian
Penghentian mendadak terapi beta blocker menyebabkan gejala putus obat (withdrawl)
yang dapat memperburuk PJK. Dapat dilakukan tindakan preventif dengan pengurangan
bertahap dosis beta blocker sebelum terapi dihentikan.
Penggunaan beta blocker bersamaan dengan verapamil menyebabkan risiko hipotensi
dan asystole yang dapat meningkatkan risiko gagal jantung pada penderita penyakit
jantung koroner (Mehta, 2007).
PENGKAJIAN
Identitas Pasien
Nama : Tn. Bang Toyib
Umur : 52 tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status Pernikahan : Menikah
Pekerjaan : Juragan Ayam
Tanggal MRS : 1 M ei 2 0 1 1
Tanggal Pengkajian : 1 M ei 2 0 1 1
Dx Medis : Hipertensi
Penanggung Jawab
Nama : Ny. Y
Jenis Kelamin : Wanita
Hubungan dgn Pasien : Istri
Keluhan Utama
Kx mengatakan mengeluh nyeri kepala yang sangat seperti berputar.
Riwayat Psikososial
Kx sangat sibuk karena pekerjaannya dan, sering kelelahan dan stress.
Kx memiliki kebiasaan merokok dan minum kopi sejak lama dan kini semakin meningkat.
Pola Kebiasaan Sehari-Hari
a. Pola Nutrisi :
Frekuensi makan : 4-5 kali sehari
Jumlah makan : 2x porsi
Jenis makanan : gulai kambing atau makanan yang gurih
Nafsu makan : meningkat
BB = 90 kg TB= 170 cm
b. Pola Eliminasi
BAB : frekuensi, konsistensi, BAB terakhir, penggunaan pencahar
BAK : frekuensi, warna, bau,
(Gangguan ginjal saat ini atau (seperti obstruksi atau riwayat penyakit ginjal pada masa
yang lalu).
c. Pola Aktivitas
Olahraga :
Sebelum Sakit = Jenis : jogging , frekuensi : 2x/hari
Saat Sakit = tidak pernah olahraga
d. Pola Istirahat dan Tidur
Sebelum Sakit = tidak ada masalah
Saat Sakit = sulit tidur
e. Pola Kebersihan Diri
Frekuensi : mandi, keramas, ganti pakaian, sikat gigi, memotong kuku.
Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Compos Mentis , GCS : 456
b. TTV
TD : 200/110 mmHg HR : 120 x/menit
RR : 27x/menit
c. Head to Toe
1. Kepala dan Rambut
Kepala : bentuk=bulat, ubun-ubun=normal, kulit kepala=normal
Rambut : penyebaran=merata, bau (-), warna=hitam
Wajah : warna=coklat, struktur=bulat
( nyeri kepala yang sangat seperti berputar )
2. Mata :simetris, lengkap, konjungtiva: anemis(-), sklera: ikterus(-), pupil :isokor,
alat bantu (-)
( pandangan kabur)
3. Hidung : tulang normal, posisi septum nasi normal, lubang normal, cuping
normal,
alat bantu (-)
4. Telinga : bentuk normal, lubang normal, ketajaman endengaran normal, alat
bantu (-)
5. Mulut, Gigi, Lidah, Tonsil dan Pharing
Keadaan bibir, gigi, gusi = baik : keadaan lidah, pharing, tonsil = baik
6. Leher dan Tenggorokan
Posisi trakea, tyroid, kelenjar limfe, vena jugularis, denyut nadi karotis = normal
7. Dada atau thorax
Inspeksi = bentuk thorax simetris ka/ki, pernapasan tidak teratur (dispnea)
Palpasi = vokal fremitus seimbang ka/ki, nyeri tekan (-)
Perkusi = sonor
Auskultasi = vesikuler
Jantung
Inspeksi = ictus cordis tidak nampak
Palpasi = pulsasi kuat, ictus cordis tidak teraba
Perkusi = batas jantung jelas
Auskultasi = bunyi jantung 2 mengeras
8. Abdomen
Inspeksi = bentuk bulat, massa(-), bayangan pembuluh daran (-), umbilicus normal
Auskultasi = timpani
Palpasi = nyeri tekan (-), massa (-), ascites (-); hepar,lien, Titik Mc Burney = normal
Perkusi = suara timpani, ascites (-)
9. Ekstremitas/Musculoskeletal
Pergerakan sendi bebas, kekuatan otot 5, kelainan (-)
10. Genetalia dan Anus
Genetalia = Rambut Pubis normal, lubang utetra normal
Anus = lubang normal, kelainan (-), perinium normal
11. Integument
Kulit = pucat, akral dingin, turgor baik, kelainan = CRT 3 detik
12. Neurologi
Tingkat kesadaran: GCS 456 Compos Mentis, meningeal sign (-)
Status mental : emosi = sering marah-marah, stres
12 syaraf kranial normal, fungsi motorik normal, fungsi sensorik normal, reflek normal
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Lab Darah
Kimia Darah
Elekrolit
Urine
ANALISA DATA
No Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1 Ds: Faktor Resiko Penurunan Curah
-Kx mengatakan ( Nutrisi ↑,genetik,kopi) (rokok) (stres) Jantung
sesak (dispnea) ↓ ↓
-Kx mengatakan Ateroskerosis nikotin
dada berdebar ↓ ↘
-Kx mengeluh Tahanan perifer Katekolamin
sering kelelahan berkurang ↓
- Kx sering marah aktivasi saraf
Do: simpatis
-CRT 3 detik
-warna kulit penurunan tekanan arteri
pucat ↓
-TD Renin
200/110mmHg ↓
-S2 mengeras Angiotensin 1
↓ACE
Angiotensin 2
↓
Aldostreron
↓
retensi Na & H2O
↓
Vasokontriksi perifer
↓
Tekanan Darah meningkat
↓
Penurunan Curah Jantung
2 Ds: Faktor Resiko Genetik Ketidakseimbangan
-Kx mengatakan ↓ Nutrisi: Lebih dari
senang makan Resiko Tekanan Darah meningkat Kebutuhan Tubuh
gulai kambing ↓
/makanan guruh Pola hidup beresiko Hipertensi
-setiap makan 2x (kolesterol, lemak jenuh)
porsi makan ↓
-4-5x/hari Konsumsi lemak jenuh dan kolesterol berlebih
Do: ↓
-TB 170cm, BB Obesitas
90kg ↓
Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan
3 Ds: Faktor Resiko Genetik Defisiensi
-Kx sebelumnya ↓ Pengetahuan
rutin jogging Resiko Tekanan Darah meningkat
2x/hari, sekarang ↓
tidak Pola hidup beresiko Hipertensi
-Kx kebiasaan ( Rokok, Kopi, Stres, kolesterol, lemak jenuh)
merokok dan ↓
minum kopi Pola Hidup tidak tepat berkaitan dg adanya faktor
meningkat resiko
-Senang makan ↓
gulai kambing Hipertensi
/makanan gurih ↓
-Porsi 2x makan, Defisiensi Pengetahuan
4-5 x/hari
-Riwayat
hipertensi dan
meninggal krn PJ
DO:
BB 90 kg , Tb
170cm
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung b.d takikardi, palpitasi, dispnea , crt memanjang,
variasi tekanan darah, kulit pucat
2. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan b.d obesitas
3. Defisiensi Pengetahuan b.d perilaku tidak tepat terfadap adanya faktor resiko
RENCANA INTERVENSI PADA KLIEN DENGAN HIPERTENSI
INTERVENSI RASIONAL
Kaji tanda-tanda gangguan fungsi ventrikel Mengindikasikan kemungkinan penyakit
: fatique, nafas lain yang menyertai, ex: serangan jantung
Kaji perubahan warna kulit, kelembapan, Warna pucat, dingin dan CRT 3 detik
temperature dan CRT mengindikasikan vasokontriksi perifer dan
penurunan saturasi oksigen
Pantau jumlah pengeluaran urin, catat Ginjal berespons untuk menurunkan curah
konsentrasi urin. jantung dgn menahan Na dan H20 b.d
ketdakefektifan perfusi pada ginjal
INTERVENSI RASIONAL
Kaji pemahaman klien tentang hubungan Kegemukan adalah resiko tambahan pada
langsung antara hipertensi dan hipertensi karena curah jantung berkauta
kegemukan dengan massa tubuh
Hitung BMI
Normal 23-25 ; Obesitas 30 ; Obesitas Menghindari makanan tinggi lemak jenuh
resiko tinggi penyakit 40 dan kolesterol penting dalam mencegah
perkembangan aterogenesis
Instruksikan dan bantu memilih makanan
yang tepat, hindari makanan dengan
kejenuhan lemak tinggi dan kolesterol
Diskusika untuk modifikasi pencapaian BB
sehat Menyesuaikan dengan kebutuhan
berdasarkan factor fisik dan aktivitas
Jelaskan tentang hipertensi dan efeknya Memberikan dasar untuk pemahaman ttg
pada jantung, pembuluh darah, ginjal dan peningkatan TD
otak