Anda di halaman 1dari 28

UPAYA PENINGKATAN TATA TERTIB SISWA

MELALUI PEMBERDAYAAN MASYARAKAT


SEKITAR SEKOLAH
Beberapa perubahan kinerja kepala sekolah yang dilaporkan termasuk: (i) manajemen

terbuka menjadi transparan, akuntabel dan melibatkan banyak pihak dalam

perencanaan, keuangan dan pengembangan program sekolah bersama-sama dengan

para guru dan masyarakat; (ii) menciptakan dan mengelola suasana belajar yang

ramah dan positif di sekolah; (iii) terbuka dan mendukung inovasi.


Disiplin Siswa di Sekolah
Posted on 4 April 2008 by AKHMAD SUDRAJAT
Dalam kehidupan sering kita dengar orang mengatakan bahwa si X adalah
orang yang memiliki disiplin yang tinggi, sedangkan si Y orang yang kurang
disiplin. Sebutan orang yang memiliki disiplin tinggi biasanya tertuju kepada
orang yang selalu hadir tepat waktu, taat terhadap aturan, berperilaku sesuai
dengan norma-norma yang berlaku, dan sejenisnya. Sebaliknya, sebutan
orang yang kurang disiplin biasanya ditujukan kepada orang yang kurang
atau tidak dapat mentaati peraturan dan ketentuan berlaku, baik yang
bersumber dari masyarakat (konvensi-informal), pemerintah atau peraturan
yang ditetapkan oleh suatu lembaga tertentu (organisasional-formal).
Seorang siswa dalam mengikuti kegiatan belajar di sekolah tidak akan lepas
dari berbagai peraturan dan tata tertib yang diberlakukan di sekolahnya, dan
setiap siswa dituntut untuk dapat berperilaku sesuai dengan aturan dan tata
tertib yang yang berlaku di sekolahnya. Kepatuhan dan ketaatan siswa
terhadap berbagai aturan dan tata tertib yang yang berlaku di sekolahnya itu
biasa disebut disiplin siswa. Sedangkan peraturan, tata tertib, dan berbagai
ketentuan lainnya yang berupaya mengatur perilaku siswa disebutdisiplin
sekolah. Disiplin sekolah adalah usaha sekolah untuk memelihara perilaku
siswa agar tidak menyimpang dan dapat mendorong siswa untuk
berperilaku sesuai dengan norma, peraturan dan tata tertib yang berlaku di
sekolah. Menurut Wikipedia (1993) bahwa disiplin sekolah “refers to
students complying with a code of behavior often known as the school rules”.
Yang dimaksud dengan aturan sekolah (school rule) tersebut, seperti aturan
tentang standar berpakaian (standards of clothing), ketepatan waktu,
perilaku sosial dan etika belajar/kerja. Pengertian disiplin sekolah
kadangkala diterapkan pula untuk memberikan hukuman (sanksi) sebagai
konsekuensi dari pelanggaran terhadap aturan, meski kadangkala menjadi
kontroversi dalam menerapkan metode pendisiplinannya, sehingga terjebak
dalam bentuk kesalahan perlakuan fisik (physical maltreatment) dan
kesalahan perlakuan psikologis (psychological maltreatment),sebagaimana
diungkapkan oleh Irwin A. Hyman dan Pamela A. Snock dalam bukunya
“Dangerous School” (1999).
Berkenaan dengan tujuan disiplin sekolah, Maman Rachman (1999)
mengemukakan bahwa tujuan disiplin sekolah adalah : (1) memberi
dukungan bagi terciptanya perilaku yang tidak menyimpang, (2) mendorong
siswa melakukan yang baik dan benar, (3) membantu siswa memahami dan
menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungannya dan menjauhi melakukan
hal-hal yang dilarang oleh sekolah, dan (4) siswa belajar hidup dengan
kebiasaan-kebiasaan yang baik dan bermanfaat baginya serta
lingkungannya.Sementara itu, dengan mengutip pemikiran Moles, Joan
Gaustad (1992) mengemukakan: “School discipline has two main goals: (1)
ensure the safety of staff and students, and (2) create an environment
conducive to learning”. Sedangkan Wendy Schwartz (2001) menyebutkan
bahwa “the goals of discipline, once the need for it is determined, should be
to help students accept personal responsibility for their actions, understand
why a behavior change is necessary, and commit themselves to change”. Hal
senada dikemukakan oleh Wikipedia (1993) bahwa tujuan disiplin sekolah
adalah untuk menciptakan keamanan dan lingkungan belajar yang
nyaman terutama di kelas. Di dalam kelas, jika seorang guru tidak
mampu menerapkan disiplin dengan baik maka siswa mungkin menjadi
kurang termotivasi dan memperoleh penekanan tertentu, dan suasana belajar
menjadi kurang kondusif untuk mencapai prestasi belajar siswa.
Keith Devis mengatakan, “Discipline is management action to enforce
organization standarts” dan oleh karena itu perlu dikembangkan disiplin
preventif dan korektif. Disiplin preventif, yakni upaya menggerakkan siswa
mengikuti dan mematuhi peraturan yang berlaku. Dengan hal itu pula, siswa
berdisiplin dan dapat memelihara dirinya terhadap peraturan yang ada.
Disiplin korektif, yakni upaya mengarahkan siswa untuk tetap mematuhi
peraturan. Bagi yang melanggar diberi sanksi untuk memberi pelajaran dan
memperbaiki dirinya sehingga memelihara dan mengikuti aturan yang ada.
Membicarakan tentang disiplin sekolah tidak bisa dilepaskan dengan
persoalan perilaku negatif siswa. Perilaku negatif yang terjadi di kalangan
siswa remaja pada akhir-akhir ini tampaknya sudah sangat
mengkhawarirkan, seperti: kehidupan sex bebas, keterlibatan dalam narkoba,
gang motor dan berbagai tindakan yang menjurus ke arah kriminal lainnya,
yang tidak hanya dapat merugikan diri sendiri, tetapi juga merugikan
masyarakat umum. Di lingkungan internal sekolah pun pelanggaran terhadap
berbagai aturan dan tata tertib sekolah masih sering ditemukan yang
merentang dari pelanggaran tingkat ringan sampai dengan pelanggaran
tingkat tinggi, seperti : kasus bolos, perkelahian, nyontek, pemalakan,
pencurian dan bentuk-bentuk penyimpangan perilaku lainnya.Tentu saja,
semua itu membutuhkan upaya pencegahan dan penanggulangganya, dan di
sinilah arti penting disiplin sekolah.
Perilaku siswa terbentuk dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
faktor lingkungan, keluarga dan sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa
sekolah meru

Lilis Yuningsih ,S.Pd says:


20 April 2010 pukul 01:13

Mengingat sangat pentingnya penerapan disiplin dalam setiap aspek


kehidupan maka upaya guru dan orangtua mengenalkan dan mengajarkan
serta menanamkan perilaku disiplin terhadap peserta didik nampaknya
menjadi “wajib” hukumnya. Dan nampaknya hal itu akan lebih mudah
dilaksanakan ketika semua komponen bekerja sama dan saling menunjang,
karena seperti kita ketahui bahwa peserta didik menerima pendidikan secara
formal di sekolah dan pendidikan informal dari lingkungan terdekatnya
termasuk tayangan2 yang tersaji di televisi karena inilah hiburan paling
murah dan mudah terjangkau oleh masyarakat, termasuk peserta didik kita
para calon manusia dewasa. Demikian curhat saya sebagai salah seorang
guru/pendidik yang kadang merasa lelah dalam upaya menerapkan disiplin
baik pada peseta didik di sekolah maupun anak2 di rumah.

Menurut Clemes (2001:47), ada beberapa pertanda yang menunjukkan bila hukuman

dan disiplin sekolah mungkin tidak sesuai untuk diterapkan, sehingga anak sulit untuk

mematuhi disiplin sekolah disebabkan oleh:

1. Seorang anak yang mempunyai citra diri yang sangat buruk


dan sangat dipengaruhi oleh kegagalannya sendiri pasti
membutuhkan penghargaan.
2. Seorang anak yang takut mencoba hal-hal yang baru, takut
menerima tantanngan dan sulit melakukan kegiatan yang
melelahkan mungkin akan lebih bersemangat bila diberikan
penghargaan.
3. Seorang anak yang sangat manja dan takut melakukan
tugasnya sendirian perlu diberikan penghargaan jika dia
ternyata mampu melaksanakan tugasnya tanpa bantuan orang
lain.
4. Seorang anak yang merasa kecewa karena selalu dibandingkan
dengan saudaranya yang lebih pintar, lebih rajin, lebih
mandiri, dan lebih aktif, perlu diberikan penghargaan agar dia
merasa mampu untuk berhasil.
5. Seorang anak yang sering meperlihatkan citra diri yang negatif
atau perasaan takut yang berlebihan dengan mengatakan hal-
hal seperti “Saya tidak dapat melakukannya,” dan “Saya selalu
gagal,” “Saya tidak akan mampu melakukannya lagi,” adalah
anak yang mungkin membutuhkan penghargaan.
6. Seorang anak yang mengalami gangguan fisik, motorik, atau
organik, dan karena kesulitan semacam itu serinng mengalami
kegagalan dibandingkan anak lainnya yang sebaya dengannya,
perlu diberikan tugas yang sesuai dengan kebutuhannya yang
khas dan juga perlu diberikan penghargaan atas
keberhasilannya dalam melaksanakan tugasnya.

Di sekolah-sekolah yang tata tertibnya tidak konsisten biasanya akan terjadi berbagai

macam masalah yang sangat menghambat proses belajar mengajar. Selain itu, tidak

terlaksananya peraturan atau tata tertib secara konsisten akan menjadi salah satu

penyebab utama terjadinya berbagai bentuk kenakalan yang dilakukan siswa, baik di

dalam maupun di luar sekolah.

Walaupun setiap sekolah telah mempunyai peraturan tersendiri bukanlah berarti

sekolah tersebut tidak menemukan berbagai bentuk pelanggaran. Pelanggaran

terhadap peraturan sekolah kerap dilakukan oleh para siswa. Dalam Buku 4 Pedoman

Tatakrama dan Tata Tertib Kehidupan Sosial bagi SMP yang diterbitkan oleh

Depdiknas (2001:1) disebutkan bahwa dunia pendidikan kita dewasa ini menghadapi

berbagai masalah yang amat kompleks yang perlu mendapatkan perhatian kita semua.

Salah satu masalah tersebut adalah menurunnya tatakrama kehidupan sosial dan etika

moral dalam praktik kehidupan sekolah yang mengakibatkan sejumlah ekses negatif

yang amat merisaukan masyarakat. Ekses tersebut antara lain semakin maraknya

penyimpangan berbagai norma kehidupan agama dan sosial kemasyarakatan yang

terwujud dalam bentuk: kurang hormat kepada guru dan pegawai sekolah, kurang

disiplin terhadap waktu dan tidak mengindahkan tata tertib serta peraturan sekolah,

kurang memelihara keindahan dan kebersihan lingkungan, perkelahian antar pelajar,

penggunaan obat terlarang, dan lain-lain.


Penerapan disiplin sekolah sangat bergantung pada tekniknya. Di bawah ini diuraikan

tiga teknik penerapan disiplin sekolah yang tertuang dalam bentuk peraturan sekolah,

yakni “peraturan otoritarian, peraturan permisif, peraturan demokratis.”

Peraturan Otoritarian

Dalam peraturan otoritarian, peraturan dibuat sangat ketat dan rinci. Orang yang

berada dalam lingkungn disiplin sekolah ini diminta mematuhi dan menaati peraturan

yang telah disusun dan berlaku di tempat itu. Apabila gagal menaati dan mematuhi

peraturan yang berlaku, akan menerima sanksi atau hukuman berat. Sebaliknya, bila

berhasil memenuhi peraturan, kurang mendapat penghargaan atau hal itu sudah

dianggap sebagai kewajiban. Jadi, tidak perlu mendapat penghargaan lagi. Disiplin

sekolah yang otoritarian selalu berarti pengendalian tingkah laku berdasrkan

dorongan, tekanan, pemaksaan dari luar diri seseorang.

Peraturan Permisif

Dalam peraturan ini seseorang dibiarkan bertindak menurut keinginannya. Kemudian

dibebaskan untuk mengambil keputusan sendiri dan bertindak sesuai dengan

keputusan yang diambilnya itu. Seseorang yang berbuat seseuatu, dan ternyata

membawa akibat melanggar norma atau aturan yang berlaku, tidak diberi sanksi atau

hukuman. Dampak teknik permisif ini berupa kebingunan dn kebimbangan.

Penyebabnya karena tidak tahu mana yang tidak dilarang dan mena yang dilarang

atau bahkan menjadi takut, cemas, dan dapat juga menjadi agresif serta liar tanpa

kendali.
Peraturan Demokratis

Pendekatan peraturan demokratis dilakukan dengan memberi penjelasan, diskusi dan

penalaran untuk membantu anak memahami mengapa diharapkan mematuhi dan

menaati peraturan yang ada. Teknik ini menekankan aspek edukatif bukan aspek

hukuman. Sanksi atau hukuman dapat diberikan kepada yanng menolak atau

melanggar tata tertib. Akan tetapi, hukuman dimaksud sebagai upaya menyadarkan,

mengoreksi dan mendidik. Dalam disiplin sekolah yang demokratis, kemandirian dan

tanggung jawab dapat berkembang. Siswa patuh dan taat karena didasari kesaadaran

dirinya. Mengikuti peraturan yang ada bukan karena terpaksa, melainkan atas

kesadaran bahwa hal itu baik dan ada manfaat.

Sanksi adalah hukuman yang diberikan kepada siswa atau warga sekolah lainnya

yang melanggar tata tertib atau kedisiplinan yang telah diatur oleh sekolah, yang

secara eksplisit berbentuk larangan-larangan. Hal ini menurut Depdiknas (2001:10),

“Sanksi yang diterapkan agar bersifat mendidik, tidak bersifat hukuman fisik, dan

tidak menimbulkan trauma psikologis.” Sanksi dapat diberikan secara bertahap dari

yang paling ringan sampai yang seberat-beratnya. Sanksi tersebut dapat berupa:

1. Teguran lisan atau tertulis bagi yang melakukan pelanggaran


ringan terhadap ketentuan sekolah yang ringan.
2. Hukuman pemberian tugas yang sifatnya mendidik, misalnya
membuat rangkuman buku tertentu, menterjemahkan tulisan
berbahasa Inggris dan lain-lain.
3. Melaporkan secara tertulis kepada orang tua siswa tentang
pelanggaran yang dilakukan putera-puterinya.
4. Memanggil yang bersangkutan bersama orang tuanya agar
yang bersangkutan tidak mengulangi lagi pelanggaran yang
diperbuatnya.
5. Melakukan skorsing kepada siswa apabila yang bersangkutan
melakukan pelanggaran peraturan sekolah berkali-kali dan
cukup berat.
6. Mengeluarkan yang bersangkutan dari sekolah, misalnya yang
bersangkutan tersangkut perkara pidana dan perdata yang
dibuktikan oleh pengadilan.

Pemberian hukuman tidak ada bedanya dengan pemberian penghargaan. Antara

pemberian hukuman dan penghargaan merupakan respons seseorang kepada orang

lain karena perbuatannya. Bedanya, pemberian penghargaan termasuk respons positif,

sedangkan pemberian hukuman termasuk respons negatif. Akan tetapi, keduanya

memiliki tujuan yang sama yaitu untuk mengubah tingkah laku seseorang. Adapun

respons positif bertujuan agar tingkah laku yang sudah baik akan lebih bertambah

frekuensinya sehingga akan lebih baik lagi di masa mendatang. Sedang respons

negatif (hukuman) bertujuan agar seseorang yang memiliki tingkah laku yang tidak

baik itu dapat berubah dan lambat laun akan mengurangi frekuensi negatifnya.

Tegaknya peraturan sekolah secara konsisten merupakan faktor pertama dan utama

yang dapat menunjang berlangsungnya proses belajar yang baik. Baik buruknya

lingkungan sekolah sebenarnya sangat ditentukan oleh peraturan atau tata tertib yang

dilaksanakan secara konsisten. Hanya di sekolah dengan peraturan yang konsistenlah

proses belajar dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan rencana yang telah

ditentukan di dalam kurikulum. Dengan adanya peraturan tersebut, sekolah dapat

berfungsi sebagai arena persaingan yang sehat bagi para siswa untuk meraih prestasi

yang semaksimal mungkin. Selain itu, yang paling penting, dengan adanya peraturan

yang dijalankan secara konsisten, sekolah dapat menjalankan perannya sebagai

lembaga pendidikan yang mampu meningkatkan kualitas tingkah laku siswa.


MENEGAKKAN DISIPLIN
DI SEKOLAH
Thursday, 18 December 2008 12:56
Oleh Rani Pardini

Documents%20and%20Settings/OK/My%20Documents/254-menegakkan-
disiplin-di-sekolah.html

Ketika di dalam sekolah terdapat ketidakadilan, aturan sekolah kehilangan


wibawa terlebih jika terhadap aturan sekolah terjadi inkonsistensi dalam hal
penerapan.

Yanto, pelajar kelas 3 SMA di salah satu sekolah swasta di Bandung pulang
ke rumah pagi itu dengan raut muka yang agak jengkel. Ketika ditanya oleh
ibunya, dengan raut muka cemberut dan penuh kesal ia menjawab, "Pintu
gerbang sekolah sudah ditutup, padahal baru telat 2 menit. Satpam tidak
mau membukakan pintu. Tapi pada saat yang sama, Aku melihat Pak Guru
yang telat lebih 5 menit dariku tetap dibukakan pintu oleh satpam," ujar
Yanto dengan nada jengkel.

Situasi ironis lain sering kita temukan ketika siswa dilarang merokok di
sekolah dan siswa yang ketahuan mendapat hukuman berat. Namun, di
tempat yang sama tidak sedikit guru memperlihatkan "kenikmatan
merokok" di hadapan para siswanya.

Padahal ketika di sekolah terdapat ketidakadilan, aturan sekolah akan


kehilangan wibawa, terlebih jika terhadap aturan sekolah terjadi
inkonsistensi dalam hal penerapan.

Penegakan disiplin di sekolah tidak hanya berkaitan dengan masalah seputar


kehadiran atau tidak, terlambat atau tidak. Hal itu lebih mengacu pada
pembentukan sebuah lingkungan yang di dalamnya ada aturan bersama
yang dihormati, dan siapa pun yang melanggar mesti berani
mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Setiap pelanggaran atas kepentingan umum di dalam sekolah mesti diganjar


dengan hukuman yang mendidik sehingga siswa mampu memahami bahwa
nilai disiplin itu bukanlah bernilai demi disiplinnya itu sendiri, melainkan
demi tujuan lain yang lebih luas, yaitu demi stabilitas dan kedamaian hidup
bersama.

Disiplin sekolah, menurut F.W. Foerster, merupakan keseluruhan ukuran


bagi tindakan-tindakan yang menjamin kondisi-kondisi moral yang
diperlukan, sehingga proses pendidikan berjalan lancar dan tidak terganggu.
Adanya kedisiplinan dapat menjadi semacam tindakan preventif dan
menyingkirkan hal-hal yang membahayakan hidup kalangan pelajar.

Sementara itu, Komensky menggambarkan pentingnya kedisiplinan di


sekolah dengan mengungkapkan, "Sekolah tanpa kedisiplinan adalah seperti
kincir tanpa air."

Paling tidak ada tiga tujuan yang berkaitan dengan kedisiplinan ini.
Pertama, kedisiplinan mesti diterapkan tanpa menunjukkan kelemahan,
tanpa menunjukkan amarah dan kebencian. Bahkan kalau perlu dengan
kelembutan agar para pelanggar kedisiplinan menyadari bahwa disiplin itu
diterapkan demi kebaikan dan kemajuan dirinya.

Kedua, kedisiplinan mesti diterapkan secara tegas, adil dan konsisten.


Aturan disiplin diterapkan tanpa pandang bulu dan berlaku bagi masyarakat
sekolah. Ketidakadilan dan inkonsistensi dalam menegakkan disiplin hanya
akan membuat ketidakjelasan dan kebingungan bagi siswa serta hilangnya
kewibawaan dan kepercayaan semua pihak terhadap sekolah. Ketiga, ketika
kedisiplinan mulai menampakkan pertumbuhannya, sama seperti biji
tanaman yang baru tumbuh, benih itu mesti dijaga dan dirawat dengan
penuh kesabaran. Sebaiknya hindari menggunakan ancaman-ancaman dan
kekerasan karena hal itu hanya akan menjadi panasnya terik matahari yang
akan menghanguskan benih yang sedang tumbuh itu. Perlu dipakai cara-
cara yang selaras dengan perkembangan dan kebutuhan siswa sehingga
mereka semakin jatuh cinta pada kegiatan belajar.

Dengan cara ini, kedisiplinan yang merupakan locus educationis (momen


pendidikan) akan disadari oleh semua pihak di sekolah. Dari situlah setiap
individu di dalam lembaga pendidikan itu belajar hidup bersama dan belajar
mengasah kepekaan moral mereka.***
SKRIPSI Jurusan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan - Fakultas
Ilmu Sosial UM, 2010

• HALAMAN AWAL

• TENTANG

• MASUK

• DAFTAR

• CARI

• TERKINI

• ARSIP

Halaman Awal > 2010 > Ardiani


Ukuran Huruf:

Efektifitas Tata Tertib Sekolah dalam Rangka Penegakan


Disiplin Siswa SMA Negeri di Kota Malang
Tika Ardiani

Abstrak

ABSTRAK

Ardiani, Tika. 2010. Efektivitas Tata Tertib Sekolah dalam rangka Penegakan Disiplin Siswa
SMA Negeri di Kota Malang. Skripsi, Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Fakultas
Ilmu Sosial, Universitas Negeri Malang. Pembimbing: (1) Drs. H. Suparlan M. Si; (2)
Drs. Nur Wahyu Rochmadi, M.Pd, M. Si.

Kata Kunci: tata tertib, disiplin, efektivitas.

Sekolah adalah salah satu lembaga yang bertugas untuk membentuk kepribadian siswa.
Sekolah merupakan tempat terjadinya proses pendidikan untuk menciptakan sumber daya
manusia yang diharapkan, manusia yang berkualitas. Sekolah juga bertugas membentuk
kepribadian siswa agar mempunyai kepribadian yang luhur, mulia serta berdisiplin tinggi.
Sekolah Menengah Atas sebagai salah satu lembaga pendidikan formal merupakan sekolah yan
g sangat berpengaruh terhadap pembentukan pribadi siswa. Dalam kenyataan sehari-
hari dijumpai siswa yang tidak disiplin dan menyimpang dari norma. Permasalahan-
permasalahan tersebut tentu mengganggu proses belajar-mengajar. Untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan tersebut dibentuklah suatu peraturan yang berfungsi untuk
membentuk
kedisiplinan yaitu tata tertib sekolah. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah apakah
peraturan tersebut sudah efektif untuk di terapkan di sekolah tersebut ataukah belum.
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan tentang latar belakang dibentuknya tata
tertib sekolah, bentuk-bentuk pelanggaran tata tertib sekolah, sebab-sebab siswa melanggar ta
ta tertib sekolah, upaya penegakan tata tertib sekolah, dan efektivitas
tata tertib dalam membentuk disiplin siswa di sekolah.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif deskriptif. Sumber
data penelitian ini adalah dari penanggung jawab tata tertib di lokasi penelitian. Lokasi penelitia
n ini dilakukan di SMA Negeri 4, SMA Negeri 9, dan SMA Negeri 6.Teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Prosedur analisis dat
a
yang dilakukan adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, mengambil kesimpulan
dan verifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa (1) Latar belakang dibentuknya tata tertib
sekolah antara lain adalah: (a) untuk memberikan kenyamanan dalam lingkungan sekolah, (b)
agar siswa tidak bertindak semaunya sendiri, (c) agar siswa disiplin terutama di lingkungan
sekolah, (d) mengatur ketertiban siswa dalam proses belajar mengajar guna mencapai mutu
pembelajaran yang optimal; (2) Bentuk-bentuk pelanggaran yang dilakukan siswa adalah aspek
kerajinan, aspek kerapian, aspek kelakuan, (3) Alasan mengapa siswa melanggar tata tertib ini
antara lain (a) pengaruh dari teman, (b) bangun kesiangan, (c) macet, (d) pengaruh dari media
massa (televisi), (e) masalah keluarga, (f) kurangnya dukungan dari orang tua siswa, (g)
pemberian sanksi yang belum sesuai dengan ketentuan yang ada, (h) sanksi pada pelanggaran
ini
dianggap kecil oleh siswa; (4) Upaya yang dilakukan oleh sekolah untuk menegakkan tata terti
b sekolah antara lain (a) memberikan poin pelanggaran setiap pelanggaran yang dilakukan oleh
siswa dengan tertib, (b) memberikan pembinaan kepada siswa secara klasikal, (c) mengadakan
sidak ke kelas-kelas, (d) pemanggilan orang tua/wali murid, (e) mengadakan upacara bendera,
(f) meminta siswa ikut dalam kegiatan ekstra kurikuler, (5) tata tertib sekolah efektif untuk
membentuk kedisiplinan siswa. Hal ini dapat dilihat dari menurunnya jumlah siswa yang
melanggar tata tertib sekolah.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disarankan agar pendidik dan orangtua dapat
menjalin kerjasama dalam memberikan contoh yang baik dalam membimbing siswa untuk
meningkatkan kedisiplinan dan mentaati peraturan yang ada di sekolah maupun masyarakat.
AKHMAD SUDRAJAT: TENTANG
PENDIDIKAN
isu, trend, opini, dan teori pendidikan

Lompat ke isi

 Beranda
 [ Admin ]
 Opini Anda
 [ Daftar Isi ]
 Forum Pengawas
 [ Links Sahabat ]
 Links Pendidikan
 [ Downloads ]
 [ Bimbingan-Konseling ]
 [ Instrumen Supervisi ]
 [ Manajemen Pendidikan ]
 [ Regulasi Pendidikan ]
 [ Seputar KTSP ]
 Konsultasi Perkuliahan

Hubungan Iklim Sekolah dengan Hasil Akademik


dan Non Akademik Siswa
Posted on 29 Maret 2008 by AKHMAD SUDRAJAT
Iklim sekolah didefinisikan orang secara beragam dan dalam
penggunaanya kerapkali dipertukarkan dengan istilah budaya sekolah. Iklim sekolah
sering dianalogikan dengan kepribadian individu dan dipandang sebagai bagian dari
lingkungan sekolah yang berkaitan dengan aspek-aspek psikologis serta direfleksikan
melalui interaksi di dalam maupun di luar kelas. Halpin dan Croft (1963)
menyebutkan bahwa iklim sekolah adalah sesuatu yang bersifat intangible tetapi
memiliki konsekuensi terhadap organisasi.

Tagiuri (1968) mengetengahkan tentang taksonomi iklim sekolah yang mencakup empat
dimensi, yaitu: (1) ekologi; aspek-aspek fisik-materil, seperti bangunan sekolah,
ruang perpustakaan, ruang kepala sekolah, ruang guru, ruang BK dan sejenisnya (2)
milieu: karateristik individu di sekolah pada umumnya, seperti: moral kerja guru, latar
belakang siswa, stabilitas staf dan sebagainya: (3) sistem sosial: struktur formal
maupun informal atau berbagai peraturan untuk mengendalikan interaksi individu dan
kelompok di sekolah, mencakup komunikasi kepala sekolah-guru, partispasi staf
dalam pengenbilan keputusan, keterlibatan siswa dalam pengambilan keputusan,
kolegialitas, hubungan guru-siswa; dan (4) budaya: sistem nilai dan keyakinan,
seperti: norma pergaulan siswa, ekspektasi keberhasilan, disiplin sekolah.

Berdasarkan berbagai studi yang dilakukan, iklim sekolah telah terbukti memberikan
pengaruh yang kuat terhadap pencapaian hasil-hasil akademik siswa. Hasil tinjauan
ulang yang dilakukan Anderson (1982) terhadap 40 studi tentang iklim sekolah
sepanjang tahun 1964 sampai dengan 1980, hampir lebih dari setengahnya
menunjukkan bahwa komitmen guru yang tinggi, norma hubungan kelompok sebaya
yang positif, kerja sama team, ekspektasi yang tinggi dari guru dan adminstrator,
konsistensi dan pengaturan tentang hukuman dan ganjaran, konsensus tentang
kurikulum dan pembelajaran, serta kejelasan tujuan dan sasaran telah memberikan
sumbangan yang berharga terhadap pencapaian hasil akademik siswa.

Hubungan sosial antara siswa dengan guru yang mutualistik merupakan unsur penting dalam
kehidupan sekolah. Guru yang memiliki interes, peduli, adil, demokratis, dan respek
terhadap siswanya ternyata telah mampu mengurangi tingkat drop out siswa, tinggal
kelas, dan perilaku salah suai di kalangan siswa (Farrell, 1990; Fine, 1989; Wehlage
& Rutter, 1986; Bryk & Driscoll, 1988). Studi yang dilakukan oleh Wentzel (1997)
mengungkapkan bahwa iklim sekolah memiliki hubungan yang positif dengan
motivasi belajar siswa. Sementara itu, studi longitudional yang dilakukan oleh Roeser
& Eccles (1998) membuktikan bahwa guru yang bersikap adil dan jujur memiliki
dampak ke depannya bagi penguasaan kompetensi akademik dan nilai-nilai (values)
akademik. Studi yang dilakukan Stockard dan Mayberry (1992) menyimpulkan
bahwa iklim sekolah, yang mencakup : ekspektasi prestasi siswa yang tinggi,
lingkungan sekolah yang teratur, moral yang tinggi, perlakuan terhadap siswa yang
positif, penyertaan aktivitas siswa yang tinggi dan hubungan sosial yang positif
ternyata memiliki korelasi yang kuat dengan hasil-hasil akademik siswa.

Selain berdampak positif pada pencapaian hasil akademik siswa, iklim sekolah pun memiliki
kontribusi positif terhadap pencapaian hasil non akademik, seperti pembentukan
konsep diri, keyakinan diri, dan aspirasi (Brookover et al., 1979; McDill & Rigsby,
1973; Mitchell, 1968; Anderson, 1982). Studi yang dilakukan Battistich dan Hom
(1997) mengungkapkan bahwa adanya perasaan akan komunitas (sense of
community) dapat mengurangi secara signifikan terhadap munculnya perilaku
bermasalah seperti, keterlibatan narkoba, kenakalan remaja dan tindak kekerasan.
Iklim sekolah yang positif juga dapat menurunkan tingkat depresi (Roeser & Eccles
1998). Studi yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun
1983 yang menguji tentang kesehatan perilaku, gaya hidup dan konteks sosial pada
kalangan anak muda di 28 negara menunjukkan bahwa keterlibatan peran dalam
pengambilan keputusan di sekolah, perasaan memperoleh dukungan dari guru dan
siswa lainnya ternyata berkorelasi dengan semakin berkurangnya kebiasaan merokok,
tingginya aktivitas fisik, serta tingkat kesehatan dan kualitas hidup yang baik (Currie
et al. 2000). Iklim sekolah juga berpengaruh terhadap pembentukan nilai-nilai
kewarganegaraan (civic values). Sebagai contoh: hubungan guru-siswa yang saling
menghormati, adanya kebebasan untuk menyatakan tidak setuju, mau mendengarkan
siswa meski dalam perspektif yang berbeda telah memberikan dampak terhadap
tingkat kekritisan siswa tentang berbagai isu yang terkait dengan kewarganegaraan
(Newmann, 1990). Selain itu, siswa juga lebih toleran terhadap perbedaan (Ehman,
1980) dan lebih mengenal terhadap berbagai hubungan internasional (Torney-Purta &
Lansdale, 1986).

Adaptasi dan disarikan dari : Les Gallay and Suet-ling Pong. 2004. School Climate and
Students’ Intervention Strategies on line www.pop.psy.edu

Konsep tentang sekolah berkesan di Malaysia mula diperkenalkan oleh Kemen-

terian Pelajaran pada tahun 1995 dalam Seminar Sekolah Efektif yang telah

dianjurkan oleh Institut Aminuddin Baki. Salah seorang pembentang kertas

kerja di seminar tersebut ialah Peter Mortimore (1995) dari Universiti London.

Beliau telah membentangkan kertas kerja yang berjudul Key Characteristics of

Effective Schools. Dalam kertas kerja beliau, Mortimore menyenaraikan 11 ciri

sekolah berkesan seperti berikut: (1) kepimpinan profesional, (2) perkongsian

visi dan matlamat, (3) kewujudan budaya pembelajaran, (4) penumpuan terhadap
pengajaran dan pembelajaran, (5) pengajaran bermatlamat, (6) pengharapan yang

tinggi, (7) pengukuhan yang positif, (8) pemantauan terhadap perkembangan,

(9) hak dan tanggungjawab murid, (10) permuafakatan rumah-sekolah, dan

(11) organisasi dinamik.

Sementara itu, Abdul Shukor (1995) menyenaraikan ciri sekolah yang

berkesan seperti berikut : (1) mempunyai kepimpinan pengetua yang kuat den-

gan tumpuan pengurusan adalah terhadap peningkatan kualiti pengajaran, (2)

membina iklim persekolahan di mana tiap-tiap murid berada dalam satu tahap

pencapaian yang ditetapkan terlebih dahulu dan tidak lebih rendah daripada

itu, (3) mempunyai suasana disiplin yang teratur tanpa perlunya membina

peraturan ketat, tenang dan tanpa penindasan, tetapi selesa untuk suasana

proses pengajaran, (4) memberi keutamaan terhadap proses pengajaran di mana

sekolah berusaha bersungguh-sungguh bagi memastikan matlamat pengajaran

dilaksanakan secara teratur dan memberi faedah, serta (5) mengesan kemajuan

murid secara sistematik, iaitu pengetua dan guru-guru mengawas kemajuan

murid berpandukan kepada kehendak dan objektif pengajaran.


Materi Terkait:

 14 Cara Menumbuhkan Semangat Kerjasama di Sekolah


 Enam Mithos tentang Kreativitas
 Sepuluh Cara Meningkatkan Inovasi
 Budaya Organisasi di Sekolah
 Pengembangan Budaya Sekolah
 Sekolah Sehat dan Sekolah Sakit
 Konsep Disiplin Kerja

 Terima kasih atas kunjungan dan kesediaan Anda untuk


berbagi pemikiran tentang tulisan di atas. Semoga
bermanfaat……

 Facebook

 Digg

Tentang AKHMAD SUDRAJAT


Education for a Better Lfe... Better Education, Better Life...
View all posts by AKHMAD SUDRAJAT →
This entry was posted in Manajemen Pendidikan, Pembelajaran, Psikologi Pendidikan and tagged Artikel,
Pendidikan, Sains, Umum. Bookmark the permalink.
← Manajemen Sekolah dalam Upaya Mengantisipasi Perubahan
Memupuk Institusi Lokal dan Modal Sosial dalam Kehidupan Bermasyarakat →
7 Responses to Hubungan Iklim Sekolah dengan Hasil
Akademik dan Non Akademik Siswa

1. budi santosa says:


24 Mei 2010 pukul 07:46

ass.warahmatullah.. kepada pak akhmad sudrajat…saya sedang membuat proposal


penelitian tesis tentang iklim sosial madrasah dan pengaruhnya terhadap
hasil belajar siswa.. saya mengalami kesulitan mencari referensi/buku yang
berkaitan dengan iklim madrasah/sekolah. mungkin pak sudrajat bisa
memberikan saya informasi buku-buku yang berkaitan dengan iklim
sekolah/madrasah baik yang berbahasa indonesia maupun berbahasa inggris.
atas perhatiannya diucapkan terima kasih.

nb: ini email saya : budihumairo@ yahoo.co.id

Balas

2. Darrel says:

7 November 2009 pukul 21:02

Sangat Bagus!!!

Balas

3. Deky Suprianto says:

5 November 2009 pukul 22:51

Tulisan bapak membantuku nyusun tugas hingga dapat A, sekarang aku publish
hasil karyaku dan temanku agar bisa lebih bermanfaat.http://coretan-
catatan.blogspot.com/

Balas
4. Adianti says:

15 Juni 2009 pukul 13:57

Duh bgus bgt tlsanna boleh mnta dapusna ga, penting bgt wat skripsi

Balas

5. usman says:

18 Mei 2009 pukul 10:51

bner banget tu…..iklim emng sngat menentukan……jd shrsnya sekolah2


meningkatkan penghijauan agr iklimnya dpt bertmbh baik

Balas

6. toto says:

30 Maret 2009 pukul 23:44

ya iayalah, kalau lingkungan baik, yang ada di dalamnya baik pula. tapi bagus
tulisannya, ilmiah dan 100

Balas

7. suhadinet says:

29 Maret 2008 pukul 15:17

Bener banget iklim sekolah sangat menentukan hasil akademik dan non akademik
siswa. Saya adalah guru SMP di Danau Panggang. Sebuah sekolah baru
denganiklim sekolah yang menurut saya kurang kondusif bagi peningkatan
hasil akademik dan non akademik siswa. Sekolah kami berada di tengah
masyarakat yang menganggap pendidikan adalah kebutuhan yang berada di
urutan kesekian di atas kebutuhan-kebutuhan yang lain.
Tulisan Anda bagus-bagus!! Salam hangat!

Balas

Tinggalkan Balasan

Alamat surel anda tidak akan ditampilkan. Required fields are marked *

Nama *
Email *
Situs web

Komentar
You may use these HTML tags and attributes: <a href="" title=""> <abbr title=""> <acronym
title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite> <code> <pre> <del datetime=""> <em> <i> <q
cite=""> <strike> <strong>

Komentar tulisan

Beritahu saya tulisan-tulisan baru melalui surel.


Cari
Pencarian untuk:

Tulisan Terbaru
 Peran Kepala Sekolah dalam Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling
 [Download] Silabus dan RPP Bernuansa Karakter
 Indikator Keberhasilan Program Pendidikan Karakter
 Instrumen Supervisi dan Kinerja Sekolah Berdasarkan Standar Nasional Pendidikan
 Konsep Pendidikan Karakter
 Tips Memotivasi Siswa untuk Belajar
 Sekilas tentang Program Induksi Bagi Guru Pemula
 Tentang Hipnosis
 Tentang Pendidikan Karakter
 Inilah Ciri-Ciri Manusia Merdeka
Berlangganan Blog ini

via e-mail
Masukkan e-mail Anda dalam kolom, lalu klik "DAFTAR".

DAFTAR !

 via Twitter

via FaceBook

Diskusi dan Respons Bijak


 abdul munip pada SlideShare.net untuk Pembelajaran
 rajul pada Media Pembelajaran
 M Mushthafa pada Kode Etik Guru Indonesia (KEGI)
 KONSEP DISIPLIN KERJA | Mohammadsholeh’s Blog pada Konsep Disiplin Kerja
 Leny Isnalita pada [Download] Silabus dan RPP Bernuansa Karakter
Site Info
Site Stat
 4,723,050 hits
Mitra Diskusi
 Nourma F. Sabila
 DR.Uhar Suharsaputa
 MathPress
 Deep Yudha
 Amir BK
 Mursyid PW
 Sri Rahayu
 Teguh Sasmito
 Triyono
 Budies
 Guru Pembaharu
 Blogger Kampus
 Dedekusn
 Mumun
 Mang Eka
 Suyono
 Subagio
 IndonesiaMatters

Ruang Lingkup Tulisan


 Bimbingan dan Konseling
 Filsafat Pendidikan
 Manajemen Pendidikan
 Pembelajaran
 Psikologi Pendidikan
 Sosiologi Pendidikan
Koleksi Tulisan
 Oktober 2010 (2)
 September 2010 (5)
 Agustus 2010 (3)
 Juli 2010 (5)
 Juni 2010 (6)
 Mei 2010 (8)
 April 2010 (6)
 Maret 2010 (7)
 Februari 2010 (12)
 Januari 2010 (13)
 Desember 2009 (6)
 November 2009 (11)
 Oktober 2009 (3)
 September 2009 (12)
 Agustus 2009 (7)
 Juli 2009 (10)
 Juni 2009 (10)
 Mei 2009 (10)
 April 2009 (7)
 Maret 2009 (12)
 Februari 2009 (7)
 Januari 2009 (11)
 Desember 2008 (8)
 November 2008 (16)
 Oktober 2008 (6)
 September 2008 (16)
 Agustus 2008 (23)
 Juli 2008 (23)
 Juni 2008 (11)
 Mei 2008 (12)
 April 2008 (18)
 Maret 2008 (26)
 Februari 2008 (45)
 Januari 2008 (72)

AKHMAD SUDRAJAT: TENTANG PENDIDIKAN

Blog pada WordPress.com.

Anda mungkin juga menyukai