Anda di halaman 1dari 3

Falsafah Cinta

“When two people love each other, nothing is more imperative and delightful than giving”
(Guy de Maupasant)
KONSEP MIKRO

Cinta berpijak pada perasaan sekaligus akal sehat. Mikrokonsepsi pertama


yang ditentang Bowman adalah manusia jatuh cinta dengan menggunakan perasaan
belaka. Betul, kita jatuh cinta dengan hati. Tapi agar tidak menimbulkan kekacauan di
kemudian hari, kita diharapkan untuk bisa menggunakan akal sehat. Bohong besar
kalau kita bisa jatuh cinta dengan begitu saja. Yang sesungguhnya terjadi, proses jatuh
cinta dipengaruhi tradisi, kebiasaan, standar, gagasan, dan deal kelompok darimana kita
berasal. Bohong besar pula kalau kita merasa boleh berbuat apa saja saat jatuh cinta,
dan bisa tidak dimintai pertanggung-jawaban bila perbuatan-perbuatan implusif itu
berakibat buruk suatu saat nanti. Kehilangan perspektif bukanlah pertanda kita jatuh
cinta, melainkan, sinyal kebodohan. Cinta membutuhkan proses, Bowman juga
menolak anggapan cinta bisa berasal dari pandangan pertama. “Cinta itu tumbuh
dan berkembang dan merupakan emosi yang kompleks,” katanya.

CINTA MEMBUTUHKAN WAKTU

Untuk tumbuh dan berkembang, cinta membutuhkan waktu. Jadi, sangat tidak
mungkin kita mencintai seseorang dengan begitu saja yang tidak ketahuan asal-usulnya.
Cinta tidak pernah menyerang tiba-tiba, tidak juga jatuh dari langit. Cinta datang
hanya ketika dua individu telah berhasil melakukan orientasi ulang terhadap
hidup dan memutuskan untuk memilih orang lain sebagai titik fokus baru. Yang
mungkin terjadi dalam fenomena “cinta pada pandangan pertama” adalah pasangan
terserang perasaan saling tertarik yang sangat kuat-bahkan sampai tergila-gila.
Kemudian perasaan kompulsif itu berkembang jadi cinta tanpa menempuh masa jedah.
Dalam kasus “cinta pada pandangan pertama”, banyak orang tidak benar-benar
mencintai pasangannya, melainkan jatuh cinta pada konsep cinta itu sendiri.
Sebaliknya dengan orang-orang yang benar-benar mencintai, mereka mencintai
pasangan sebagai seorang manusia dan karakter yang utuh, baik kelebihan dan
kekurangan.

CINTA BERARTI MEMBERI BUKAN MEMILIKI

Cinta tidak memiliki untuk mengontrol, pun cinta bukan mengalah. cinta itu
memberi, tapi bukan memberi namanya bila kita berkehendak mengontrol pasangan.
Juga bukan cinta bila kita bersedia mengalah demi kepuasan kekasih. Orang yang
mencintai tidak menganggap kekasih sebagai atasan atau bawahan, tapi sebagai
pasangan untuk berbagi satu sama lain, juga untuk mengenal diri sendiri dari
pandangan kekasih. Bila kita berkeinginan memiliki untuk menguasai kekasih
(membatasi pergaulannya, melarangnya beraktivitas positif, mengatur seleranya
berbusana) atau melulu mengalah (tidak protes bila kekasih berbuat buruk, tidak
keberatan dinomorsekiankan), berarti kita belum siap memberi dan menerima
cinta.

BUATLAH CINTA ITU KONSTRUKTIF

Individu yang mencinta berbuat sebaik-baiknya demi kepentingan sendiri


sekaligus demi (kebanggaan) pasangan. Dia berani berambisi, bercita-cita, bermimpi
konstruktif, dan merencanakan masa depan. Sebaliknya dengan yang jatuh cinta
impulsif, bukannya berpikir dan bertindak konstruktif, dia kehilangan ambisi, nafsu
makan, dan minat terhadap masalah sehari-hari. Yang dipikirkan hanya kesengsaraan
pribadi. Impiannya pun tak mungkin tercapai. Bahkan impian itu menjadi subtitusi
kenyataan.

CINTA TIDAK MELENYAPKAN SEMUA MASALAH

Penganut paham romantisme percaya cinta bisa mangatasi masalah. Seakan-akan


cinta itu obat bagi segala penyakit (panacea). Kemiskinan dan banyak problem lain
diyakini bisa diatasi dengan berbekal cinta belaka. Faktanya, cinta tidaklah seajaib itu.
Cinta hanya bisa membuat sepasang kekasih berani menghadapi masalah.
Permasalahan seberat apapun jika mungkin didekati dengan jernih pasti bisa
dicarikan jalan keluar. Orang yang tengah mabuk kepayang (tidak berarti benar-benar
mencinta) cenderung membutakan mata saat tercegah masalah. Alih-alih bertindak
dengan akal sehat, dia menghindari problem. Membuatnya menjadi hantu.

CINTA TIDAK BERTUMPU PADA DAYA TARIK FISIK

Dalam hubungan cinta, daya tarik fisik penting. Tapi bahaya bila kita menyukai
kekasih hanya sebatas fisik dan membencinya untuk banyak faktor lainnya. Saat jatuh
cinta, kita menikmati dan memberi makna penting bagi setiap kontak fisik. Ketahuilah,
kontak fisik hanya terasa menyenangkan tanpa makna apa-apa. Dalam cinta sehat,
kontak fisik terwujud belakangan saat hubungan kian dalam. Sedang nafsu
menuntut pemuasan fisik sedari permulaan.

CINTA TIDAK BUTA

Cinta itu buta? Tidak sama sekali. Orang yang mencintai melihat dan mengetahui
dan menyadari sisi buruk kekasih. Karena besarnya cinta, dia berusaha menerima
dan mentolelir. Tentu ada keinginan agar sisi buruk itu membaik. Namun keinginan itu
haruslah didasari perhatian dan maksud baik. Tidak ada kritik kasar, penolakan,
kegeraman, atau rasa jijik. Nafsulah yang buta. Meski pasangan sangat buruk, orang
yang menjalin hubungan dengan penuh nafsu menerima tanpa keinginan
memperbaiki. Juga meninggalkan pasangan saat keinginannya terpuaskan, hanya
karena pasangan punya secuil keburukan yang sangat mungkin bisa diperbaiki.

CINTA MEMPERHATIKAN KELANJUTAN HUBUNGAN

Orang yang benar-benar mencintai dengan sehat memperhatikan perkembangan


hubungan dengan kekasih. Dia menghindari segala hal yang mungkin merusak
hubungan dan sebisa mungkin tidak mengalami hal buruk untuk kedua kali.
Orang yang sedang tergila-gila mungkin saja berusaha keras menyenangkan kekasih.
Namun usaha itu semata-mata dilakukan agar kekasih menerimanya, sehingga
tercapailah kepuasan yang diincar. Orang yang benar benar mencintai
menyenangkan pasangan untuk memperkuat hubungan.

CINTA BERANI MENYATAKAN YANG TIDAK DISUKAI

Selain berusaha menyenangkan kekasih, orang yang sungguh-sungguh


mencintai memiliki perhatian, keprihatinan, pengorbanan, pengertian, dan
keberanian untuk melakukan hal yang tidak disukai demi kebaikan. Seperti
seorang ibu yang berkata ”tidak” saat anaknya minta es krim, karena anaknya sedang
flu.

Anda mungkin juga menyukai