“When two people love each other, nothing is more imperative and delightful than giving”
(Guy de Maupasant)
KONSEP MIKRO
Untuk tumbuh dan berkembang, cinta membutuhkan waktu. Jadi, sangat tidak
mungkin kita mencintai seseorang dengan begitu saja yang tidak ketahuan asal-usulnya.
Cinta tidak pernah menyerang tiba-tiba, tidak juga jatuh dari langit. Cinta datang
hanya ketika dua individu telah berhasil melakukan orientasi ulang terhadap
hidup dan memutuskan untuk memilih orang lain sebagai titik fokus baru. Yang
mungkin terjadi dalam fenomena “cinta pada pandangan pertama” adalah pasangan
terserang perasaan saling tertarik yang sangat kuat-bahkan sampai tergila-gila.
Kemudian perasaan kompulsif itu berkembang jadi cinta tanpa menempuh masa jedah.
Dalam kasus “cinta pada pandangan pertama”, banyak orang tidak benar-benar
mencintai pasangannya, melainkan jatuh cinta pada konsep cinta itu sendiri.
Sebaliknya dengan orang-orang yang benar-benar mencintai, mereka mencintai
pasangan sebagai seorang manusia dan karakter yang utuh, baik kelebihan dan
kekurangan.
Cinta tidak memiliki untuk mengontrol, pun cinta bukan mengalah. cinta itu
memberi, tapi bukan memberi namanya bila kita berkehendak mengontrol pasangan.
Juga bukan cinta bila kita bersedia mengalah demi kepuasan kekasih. Orang yang
mencintai tidak menganggap kekasih sebagai atasan atau bawahan, tapi sebagai
pasangan untuk berbagi satu sama lain, juga untuk mengenal diri sendiri dari
pandangan kekasih. Bila kita berkeinginan memiliki untuk menguasai kekasih
(membatasi pergaulannya, melarangnya beraktivitas positif, mengatur seleranya
berbusana) atau melulu mengalah (tidak protes bila kekasih berbuat buruk, tidak
keberatan dinomorsekiankan), berarti kita belum siap memberi dan menerima
cinta.
Dalam hubungan cinta, daya tarik fisik penting. Tapi bahaya bila kita menyukai
kekasih hanya sebatas fisik dan membencinya untuk banyak faktor lainnya. Saat jatuh
cinta, kita menikmati dan memberi makna penting bagi setiap kontak fisik. Ketahuilah,
kontak fisik hanya terasa menyenangkan tanpa makna apa-apa. Dalam cinta sehat,
kontak fisik terwujud belakangan saat hubungan kian dalam. Sedang nafsu
menuntut pemuasan fisik sedari permulaan.
Cinta itu buta? Tidak sama sekali. Orang yang mencintai melihat dan mengetahui
dan menyadari sisi buruk kekasih. Karena besarnya cinta, dia berusaha menerima
dan mentolelir. Tentu ada keinginan agar sisi buruk itu membaik. Namun keinginan itu
haruslah didasari perhatian dan maksud baik. Tidak ada kritik kasar, penolakan,
kegeraman, atau rasa jijik. Nafsulah yang buta. Meski pasangan sangat buruk, orang
yang menjalin hubungan dengan penuh nafsu menerima tanpa keinginan
memperbaiki. Juga meninggalkan pasangan saat keinginannya terpuaskan, hanya
karena pasangan punya secuil keburukan yang sangat mungkin bisa diperbaiki.