Sekolah Dasar
Sekolah Dasar
pada pendidikan formal di Indonesia. Sekolah dasar ditempuh dalam waktu 6 tahun,
mulai dari kelas 1 sampai kelas 6. Saat ini murid kelas 6 diwajibkan mengikuti Ujian
Nasional (dahulu Ebtanas) yang mempengaruhi kelulusan siswa. Lulusan sekolah dasar
dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menengah pertama (atau sederajat).
Pelajar sekolah dasar umumnya berusia 7-12 tahun. Di Indonesia, setiap warga negara
berusia 7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau
sederajat) 6 tahun dan sekolah menengah pertama (atau sederajat) 3 tahun.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sekolah_dasar
© UNICEF-
Indonesia_2_120104_Josh_Estey
Indonesia tetap belum berhasil memberikan jaminan hak atas pendidikan bagi semua
anak. Apalagi, masih banyak masalah yang harus dihadapi, seperti misalnya kualifikasi
guru, metode pengajaran yang efektif, manajemen sekolah dan keterlibatan masyarakat.
Sebagian besar anak usia 3 sampai 6 tahun kurang mendapat akses aktifitas
pengembangan dan pembelajaran usia dini terutama anak-anak yang tinggal di pedalaman
dan pedesaan.
Anak-anak Indonesia yang berada di daerah tertinggal dan terkena konflik sering harus
belajar di bangunan sekolah yang rusak karena alokasi anggaran dari pemerintah daerah
dan pusat yang tidak memadai. Metode pengajaran masih berorientasi pada guru dan
anak tidak diberi kesempatan memahami sendiri. Metode ini masih mendominasi
sekolah-sekolah di Indonesia. Ditambah lagi, anak-anak dari golongan ekonomi lemah
tidak termotivasi dari pengalaman belajarnya di sekolah. Apalagi biaya pendidikan sudah
relatif tak terjangkau bagi mereka.
http://www.unicef.org/indonesia/id/education.html
Level pendidikan
Dalam setiap level pendidikan sejatinya ada tujuan utama dari proses
pembelajaran, yang membedakan pendidian di setiap tingkatan. Masing-masing
tingkatan pendidikan dari SD, SMP, SMA hingga ke perguruan tinggi memiliki
paradigma pendidikan yang berbeda.
Antara satu level pendidikan dengan level yang lain berkaitan satu sama lain.
Semuanya merupakan suatu jalinan yang tak terpisahkan, atau merupakan
proses pendidikan yang holistik. Oleh kareanya proses pendidikan harus
berlangsung dalam sebuah kesefahaman bersama.
Tanpa menyadari itu maka sistim pendidikan hanya menyiapkan para siswa
untuk masuk ke jenjang perguruan tinggi dan tanpa karakter. Bobot mata
pelajaran diarahkan kepada pengembangan dimensi akademik siswa saja, yang
sering diukur dengan kemampuan logika-matematika dan abstraksi (kemampuan
bahasa, menghafal, abstraksi – atau ukuran IQ).
Maka tidak heran banyak siswa yang merasa betapa sekolah jadi membosankan
bahkan menakutkan. Para murid diberikan setumpuk PR, kekerasan terhadap
anak didik dan ekstrakulikuler yang sangat memaksa dan mengekang. Kita miris
mendengar berita bunuh diri Heryanto siswa SD di Garut, karena tidak mampu
membayar uang kegiatan ekstra sebesar Rp2500.
Pendidikan dasar
Self awareness berarti sadar tentang kelebihan dan kekurangan diri, peran,
tugas serta tanggung jawab sebagai makhluk Allah di muka bumi ini. Self
awareness ini akan membawa dampak positif dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara, terlebih saat ini sedang terjadi krisis multidimensi
yang salah satunya adalah krisis moral. Salah satu penyebab terjadinya krisis
moral adalah menipisnya self awareness dalam pribadi-pribadi masyarakat.
Para siswa diajak untuk menyadari posisi dan kedudukannya dalam sistim
kemasyarakatan yang ada di lingkungannya, tugas dan peran mereka sebagai
anggota masyarakat serta penghuni. Dengan demikian murid akan merasakan
bahwa belajar lebih bermakna dan tidak berkutat pada teori, rumus hafalan.
Setidaknya ada tiga asumsi yang mendasari pengajaran ini. Pertama, secara
implisit bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan
pengalaman dengan menekankan dimensi “di sini dan kini” (here and now)
sebagai isi pengajaran. Kedua, bermain peran memberikan kemungkinan
kepada para siswa untuk mengungkapkan perasaannya yang tak dapat mereka
kenali tanpa bercermin kepada orang lain. Ketiga, model ini mengasumsikan
bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf kesadaran untuk kemudian
ditingkatkan melalui proses kelompok.
Penutup
Model pembelajaran di atas adalah salah satu contoh saja dari proses
pembelajaran yang bertujuan untuk membangun kesadaran peserta didik di
tingkat sekolah dasar. Kajian yang komprehensif dan mendalam perlu lebih
difokuskan pada tujuan pendidikan membangun kesadaran ini pada tingkat
sekolah dasar.
Karena jika ini tidak dilakukan, maka dikhawatirkan akan terjadi suatu kondisi
yang disebut underachievement yang dapat didefinisikan sebagai
ketidakmampuan atau kegagalan untuk menampilkan tingkah laku atau prestasi
sesuai dengan usia atau bakat yang dimilikinya, dengan kata lain, potensi yang
tidak terpenuhi (unfulfilled potentials). ***** (Suwardi Lubis : Penulis adalah
Dosen USU dan STIK-P Medan )
http://waspadamedan.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=6378:sistim-pendidikan-dasar-indonesia-
&catid=59:opini&Itemid=215