Anda di halaman 1dari 1

Mendag klaim ACFTA lebih untungkan Indonesia

 
JAKARTA: Kendati masih menuai pro dan kontra di dalam negeri, Menteri Perdagangan Mari Elka
Pangestu menilai perjanjian kerja sama perdagangan bebas Asean China (ACFTA) secara umum lebih
menguntungkan Indonesia.
Menurut Mari, dari segi jumlah penduduk, ACFTA merupakan area perdagangan bebas (free trade
agreement/FTA) yang terbesar dibandingkan dengan lainnya yang ada di dunia karena mencakup lebih
dari 1,9 miliar penduduk.

Adapun dari segi tingkat pendapatan, ACFTA merupakan perdagangan bebas kedua terbesar setelah
kerja sama sejenis di Uni Eropa.

"Ini menunjukkan bahwa ACFTA adalah sesuatu yang sangat penting karena sebetulnya ini
mencerminkan pola dan peta perdagangan Indonesia ke depan," kata Mari di sela-sela seminar
Peningkatan Daya Saing dan Kesiapan UKM Menghadapi ACFTA, kemarin.

Dia menegaskan ada kenyataan riil bahwa China kini menjadi salah satu pasar terbesar di wilayah Asia
dengan pertumbuhan sebesar 8%-9% dalam 10 tahun-15 tahun.

Ekspor Indonesia ke China pun terus mengalami peningkatan, bahkan pada 2009, ekspor nonmigas
Indonesia ke negara itu bahkan telah mencapai 9,1%. "China adalah partner keempat terbesar Indonesia
di antara negara mitra dagang lainnya."

Dari segi impor-meskipun esensi ACFTA adalah pada penurunan bea masuk yang juga bisa dinikmati
China-tetapi lonjakan impor produk China dari 2004 ke 2009 terbesar dialami oleh golongan barang
modal dan bahan baku penolong, bukan barang konsumsi.

Menurut Mari, barang dan bahan baku penolong ini justru selanjutnya dimanfaatkan oleh industri di dalam
negeri.

"Ini justru membantu daya saing kita karena kita dapat mengakses mesin atau barang modal lainnya
maupun bahan baku penolong dengan harga yang lebih murah karena ada fasilitas bea masuk yang lebih
rendah, sehingga harganya lebih murah."

Kurang dari 10%

Dia melanjutkan secara umum setelah dianalisis, produk China yang masuk ke Tanah Air dengan
menggunakan kemudahan fasilitas dengan bea masuk yang lebih rendah hanya kurang dari 10%.

"Selama ini muncul ketakutan yang luar biasa pada ACFTA tersebut. Padahal kalau dilihat dari fakta yang
terjadi, kita juga memperoleh keuntungan dari FTA tersebut," terangnya.

Dia mengatakan isu yang dihadapi saat ini adalah bagaimana bersaing dengan China, bukan ada atau
tidaknya FTA dengan China tersebut.

Pemerintah, lanjut Menteri Perdagangan, telah berupaya melakukan berbagai langkah koordinasi
terutama peningkatan daya saing, pengamanan pasar dalam negeri, membantu mempersiapkan dan
memfasilitasi sektor dan pelaku usaha yang belum siap.

Anda mungkin juga menyukai