MAKALAH Psdidik
MAKALAH Psdidik
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata΄ala, karena berkat rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Implikasi Pertumbuhan dan
Perkembangan Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas mata kuliah Perkembangan Peserta Didik
Saya mengucapkan terima kasih kepada Bapak pembimbing Drs.H.Moh.Badar,M.Ag
sehingga makalah ini dapat diselesaikan sesuai dengan waktunya. Makalah ini masih jauh
dari sempurna, oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi mahasiswa dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa semua.
Penyusun
DAFTAR ISI
Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Pendahuluan
Bab I
1. Perkembangan Bahasa Peserta Didik Remaja Usia Sekolah Menengah
2. Perkembangan Emosi Peserta Didik Remaja
3. Perkembamngan Nilai Moral dan Sikap Peserta Didik Remaja
4. Implikasi Pemenuhan Kebutuhan Remaja Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
Bab II
Penutup
Daftar Pustaka
Pendahuluan
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti to grow atau to grow
maturity (Golinko, 1984 dalam Rice, 1990). Banyak tokoh yang memberikan definisi tentang
remaja, seperti DeBrun (dalam Rice, 1990) mendefinisikan remaja sebagai periode
pertumbuhan antara masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Papalia dan Olds (2001) tidak
memberikan pengertian remaja (adolescent) secara eksplisit melainkan secara implisit
melalui pengertian masa remaja (adolescence).
Menurut Papalia dan Olds (2001), masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara
masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun
dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun.
Menurut Adams & Gullota (dalam Aaro, 1997), masa remaja meliputi usia antara 11 hingga
20 tahun. Sedangkan Hurlock (1990) membagi masa remaja menjadi masa remaja awal (13
hingga 16 atau 17 tahun) dan masa remaja akhir (16 atau 17 tahun hingga 18 tahun). Masa
remaja awal dan akhir dibedakan oleh Hurlock karena pada masa remaja akhir individu telah
mencapai transisi perkembangan yang lebih mendekati masa dewasa.
Papalia & Olds (2001) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa antara kanak-kanak
dan dewasa. Sedangkan Anna Freud (dalam Hurlock, 1990) berpendapat bahwa pada masa
remaja terjadi proses perkembangan meliputi perubahan-perubahan yang berhubungan
dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam hubungan dengan
orangtua dan cita-cita mereka, dimana pembentukan cita-cita merupakan proses pembentukan
orientasi masa depan.
Transisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak
masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai (Hurlock, 1990).
Bagian dari masa kanak-kanak itu antara lain proses pertumbuhan biologis misalnya tinggi
badan masih terus bertambah. Sedangkan bagian dari masa dewasa antara lain proses
kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kematangan kognitif yang
ditandai dengan mampu berpikir secara abstrak (Hurlock, 1990; Papalia & Olds, 2001).
Yang dimaksud dengan perkembangan adalah perubahan yang terjadi pada rentang
kehidupan (Papalia & Olds, 2001). Perubahan itu dapat terjadi secara kuantitatif, misalnya
pertambahan tinggi atau berat tubuh; dan kualitatif, misalnya perubahan cara berpikir secara
konkret menjadi abstrak (Papalia dan Olds, 2001). Perkembangan dalam kehidupan manusia
terjadi pada aspek-aspek yang berbeda. Ada tiga aspek perkembangan yang dikemukakan
Papalia dan Olds (2001), yaitu: (1) perkembangan fisik, (2) perkembangan kognitif, dan (3)
perkembangan kepribadian dan sosial.
Aspek-aspek perkembangan pada masa remaja
1. Perkembangan fisik
Yang dimaksud dengan perkembangan fisik adalah perubahan-perubahan pada tubuh, otak,
kapasitas sensoris dan ketrampilan motorik (Papalia & Olds, 2001). Perubahan pada tubuh
ditandai dengan pertambahan tinggi dan berat tubuh, pertumbuhan tulang dan otot, dan
kematangan organ seksual dan fungsi reproduksi. Tubuh remaja mulai beralih dari tubuh
kanak-kanak yang cirinya adalah pertumbuhan menjadi tubuh orang dewasa yang cirinya
adalah kematangan. Perubahan fisik otak sehingga strukturnya semakin sempurna
meningkatkan kemampuan kognitif (Piaget dalam Papalia dan Olds, 2001).
2. Perkembangan Kognitif
Menurut Piaget (dalam Santrock, 2001), seorang remaja termotivasi untuk memahami dunia
karena perilaku adaptasi secara biologis mereka. Dalam pandangan Piaget, remaja secara
aktif membangun dunia kognitif mereka, di mana informasi yang didapatkan tidak langsung
diterima begitu saja ke dalam skema kognitif mereka. Remaja sudah mampu membedakan
antara hal-hal atau ide-ide yang lebih penting dibanding ide lainnya, lalu remaja juga
menghubungkan ide-ide tersebut. Seorang remaja tidak saja mengorganisasikan apa yang
dialami dan diamati, tetapi remaja mampu mengolah cara berpikir mereka sehingga
memunculkan suatu ide baru.
Perkembangan kognitif adalah perubahan kemampuan mental seperti belajar, memori,
menalar, berpikir, dan bahasa. Piaget (dalam Papalia & Olds, 2001) mengemukakan bahwa
pada masa remaja terjadi kematangan kognitif, yaitu interaksi dari struktur otak yang telah
sempurna dan lingkungan sosial yang semakin luas untuk eksperimentasi memungkinkan
remaja untuk berpikir abstrak. Piaget menyebut tahap perkembangan kognitif ini sebagai
tahap operasi formal (dalam Papalia & Olds, 2001).
Tahap formal operations adalah suatu tahap dimana seseorang sudah mampu berpikir secara
abstrak. Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman yang
benar-benar terjadi. Dengan mencapai tahap operasi formal remaja dapat berpikir dengan
fleksibel dan kompleks. Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau
penjelasan tentang suatu hal. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai tahap operasi
konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk suatu hal. Hal ini
memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja sudah mampu memikirkan suatu
situasi yang masih berupa rencana atau suatu bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat
memahami bahwa tindakan yang dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang
akan datang. Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari
tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan dirinya.
Pada tahap ini, remaja juga sudah mulai mampu berspekulasi tentang sesuatu, dimana mereka
sudah mulai membayangkan sesuatu yang diinginkan di masa depan. Perkembangan kognitif
yang terjadi pada remaja juga dapat dilihat dari kemampuan seorang remaja untuk berpikir
lebih logis. Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka
mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa depan (Santrock,
2001).
Salah satu bagian perkembangan kognitif masa kanak-kanak yang belum sepenuhnya
ditinggalkan oleh remaja adalah kecenderungan cara berpikir egosentrisme (Piaget dalam
Papalia & Olds, 2001). Yang dimaksud dengan egosentrisme di sini adalah “ketidakmampuan
melihat suatu hal dari sudut pandang orang lain” (Papalia dan Olds, 2001). Elkind (dalam
Beyth-Marom et al., 1993; dalam Papalia & Olds, 2001) mengungkapkan salah satu bentuk
cara berpikir egosentrisme yang dikenal dengan istilah personal fabel.
Personal fabel adalah “suatu cerita yang kita katakan pada diri kita sendiri mengenai diri kita
sendiri, tetapi [cerita] itu tidaklah benar” . Kata fabel berarti cerita rekaan yang tidak
berdasarkan fakta, biasanya dengan tokoh-tokoh hewan. Personal fabel biasanya berisi
keyakinan bahwa diri seseorang adalah unik dan memiliki karakteristik khusus yang hebat,
yang diyakini benar adanya tanpa menyadari sudut pandang orang lain dan fakta sebenarnya.
Papalia dan Olds (2001) dengan mengutip Elkind menjelaskan “personal fable” sebagai
berikut :
“Personal fable adalah keyakinan remaja bahwa diri mereka unik dan tidak terpengaruh oleh
hukum alam. Belief egosentrik ini mendorong perilaku merusak diri [self-destructive] oleh
remaja yang berpikir bahwa diri mereka secara magis terlindung dari bahaya. Misalnya
seorang remaja putri berpikir bahwa dirinya tidak mungkin hamil [karena perilaku seksual
yang dilakukannya], atau seorang remaja pria berpikir bahwa ia tidak akan sampai meninggal
dunia di jalan raya [saat mengendarai mobil], atau remaja yang mencoba-coba obat terlarang
[drugs] berpikir bahwa ia tidak akan mengalami kecanduan. Remaja biasanya menganggap
bahwa hal-hal itu hanya terjadi pada orang lain, bukan pada dirinya”.
Pendapat Elkind bahwa remaja memiliki semacam perasaan invulnerability yaitu keyakinan
bahwa diri mereka tidak mungkin mengalami kejadian yang membahayakan diri, merupakan
kutipan yang populer dalam penjelasan berkaitan perilaku berisiko yang dilakukan remaja
(Beyth-Marom, dkk., 1993). Umumnya dikemukakan bahwa remaja biasanya dipandang
memiliki keyakinan yang tidak realistis yaitu bahwa mereka dapat melakukan perilaku yang
dipandang berbahaya tanpa kemungkinan mengalami bahaya itu.
Beyth-Marom, dkk (1993) kemudian membuktikan bahwa ternyata baik remaja maupun
orang dewasa memiliki kemungkinan yang sama untuk melakukan atau tidak melakukan
perilaku yang berisiko merusak diri (self-destructive). Mereka juga mengemukakan adanya
derajat yang sama antara remaja dan orang dewasa dalam mempersepsi self-invulnerability.
Dengan demikian, kecenderungan melakukan perilaku berisiko dan kecenderungan
mempersepsi diri invulnerable menurut Beyth-Marom, dkk., pada remaja dan orang dewasa
adalah sama.
3. Perkembangan kepribadian dan sosial
Yang dimaksud dengan perkembangan kepribadian adalah perubahan cara individu
berhubungan dengan dunia dan menyatakan emosi secara unik; sedangkan perkembangan
sosial berarti perubahan dalam berhubungan dengan orang lain (Papalia & Olds, 2001).
Perkembangan kepribadian yang penting pada masa remaja adalah pencarian identitas diri.
Yang dimaksud dengan pencarian identitas diri adalah proses menjadi seorang yang unik
dengan peran yang penting dalam hidup (Erikson dalam Papalia & Olds, 2001).
Perkembangan sosial pada masa remaja lebih melibatkan kelompok teman sebaya dibanding
orang tua (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dibanding pada masa kanak-kanak, remaja
lebih banyak melakukan kegiatan di luar rumah seperti kegiatan sekolah, ekstra kurikuler dan
bermain dengan teman (Conger, 1991; Papalia & Olds, 2001). Dengan demikian, pada masa
remaja peran kelompok teman sebaya adalah besar.
Pada diri remaja, pengaruh lingkungan dalam menentukan perilaku diakui cukup kuat.
Walaupun remaja telah mencapai tahap perkembangan kognitif yang memadai untuk
menentukan tindakannya sendiri, namun penentuan diri remaja dalam berperilaku banyak
dipengaruhi oleh tekanan dari kelompok teman sebaya (Conger, 1991).
Kelompok teman sebaya diakui dapat mempengaruhi pertimbangan dan keputusan seorang
remaja tentang perilakunya (Beyth-Marom, et al., 1993; Conger, 1991; Deaux, et al, 1993;
Papalia & Olds, 2001). Conger (1991) dan Papalia & Olds (2001) mengemukakan bahwa
kelompok teman sebaya merupakan sumber referensi utama bagi remaja dalam hal persepsi
dan sikap yang berkaitan dengan gaya hidup. Bagi remaja, teman-teman menjadi sumber
informasi misalnya mengenai bagaimana cara berpakaian yang menarik, musik atau film apa
yang bagus, dan sebagainya (Conger, 1991).
Ciri-ciri Masa Remaja
Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan yang cepat
baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa
remaja.
1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal
dengan sebagai masa storm & stress. Peningkatan emosional ini merupakan hasil dari
perubahan fisik terutama hormon yang terjadi pada masa remaja. Dari segi kondisi sosial,
peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang
berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini banyak tuntutan dan tekanan yang ditujukan
pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak lagi bertingkah seperti anak-anak,
mereka harus lebih mandiri dan bertanggung jawab. Kemandirian dan tanggung jawab ini
akan terbentuk seiring berjalannya waktu, dan akan nampak jelas pada remaja akhir yang
duduk di awal-awal masa kuliah.
2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai kematangan seksual. Terkadang
perubahan ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri.
Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi,
pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eksternal seperti tinggi badan, berat
badan, dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain. Selama
masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa dari masa kanak-kanak
digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih matang. Hal ini juga dikarenakan adanya
tanggung jawab yang lebih besar pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat
mengarahkan ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi
dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya dengan individu
dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis, dan dengan orang dewasa.
4. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi
kurang penting karena sudah mendekati dewasa.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Statemen ini sudah dikemukakan
jauh pada masa lalu yaitu di awal abad ke-20 oleh Bapak Psikologi Remaja yaitu Stanley
Hall. Pendapat Stanley Hall pada saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai
dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang.
Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian
identitas diri. Gagasan Erickson ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa
ada empat status identitas diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium,
foreclosure, dan identity achieved (Santrock, 2003, Papalia, dkk, 2001, Monks, dkk, 2000,
Muss, 1988). Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga
sering menimbulkan masalah pada diri remaja.
Gunarsa (1989) merangkum beberapa karakteristik remaja yang dapat menimbulkan berbagai
permasalahan pada diri remaja, yaitu:
Definisi Nilai
Nilai-nilai kehidupan adalah norma-normayang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat
kebiasaan dansopansantun (Sutikna,1988: 5). Sopansantun, adat, dan kebiasaanserta nilai-
nilaiyang terkandung dalam Pancasila adalah nilai-nilai hidupyang menjadi
peganganseseorang dalam kedudukannyasebagai warga negara Indonesia.
Nilai-nilaiyang terkandung dalam Pancasilayang termasuk dalamsila
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab,antara lain:
1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban
antarasesama manusia
2. Mengembangkan sikap tenggang rasa
3. Tidak semena-mena terhadap orang lain, berani membela kebenaran dan
keadilan dsb.
Definisi Moral
Moral adalah ajaran tentang baik dan buruk perbuatandan kelakuan, akhlak, kewajiban
dansebagainya (Purwadarminto, 1957: 957). Dalam moral diatursegala perbuatanyang dinilai
baik dan perlu dilakukan, dansuatu perbuatanyang dinilai tidak baik dan perlu dihindari.
Moral berkaitan dengan kemampuan untuk membedakan antara perbuatanyang baik
danyangsalah. Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku.
Definisi Sikap
Menurut Gerung,Si k apsecara umum dapat diartikansebagai kesediaan bereaksi individu
terhadapsesuatu hal (Mappiare, 1982: 58). Sikap berkaitan dengan motif dan mendasari
tingkah lakuseseorang. Tingkah lakuseseorang dapat diramalkan jikasudah
mengetahuisikapnya. Tetapisikap belum merupakansuatu tindakan atau aktivitas, tetapi masih
berupa kecenderungan tingkah laku.
Hubungan antara Nilai, Moral dan Sikap
Dalam pengamalan Pancasila, moral merupakan control dalam bersikap dan bertingkah
lakusesuai dengan nilai-nilai hidupyang ada dalam Pancasila. Nilai-nilai kehidupansebagai
norma dalam masyarakatsenantiasa menyangkut persoalan antara baik dan buruk, jadi
berkaitan dengan moral.
Dengan demikian, keterkaitan antara nilai, moral,sikap dan tingkah laku akan tampak dalam
pengamalan nilai-nilai. Dengan kata lain, nilai-nilai perlu diketahui terlebih dahulu,
kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuksikap tertentu terhadap nilai-
nilai tersebut dan pada akhirnya terwujudlah tingkah lakuyangsesuai dengan nilai-nilaiyang
dimaksud.
Karakteristik Nilai, oral dan ikap Remaja
Nilai-nilai kehidupanyang harus dikuasai remaja tidak hanyasebatas pada adat kebiasaan dan
tingkah lakusaja, tetapiseperangkat nilai-nilaiyangsecara keseluruhan terkandung dalam
Pancasila. Seorang remaja dalam tugas perkembangannya dituntut untuk dapat mempelajari
dan membentuk perilakunya agarsesuai dengan harapan lingkungannya tanpa harus
dibimbing, diawasi, didorong, dan diancam dengan hukumanseperti pada waktu anak -anak.
Michel meringkaskan lima perubahan dasar dalam moralyang harus
dilakukan oleh remaja,sebagai berikut:
1. Pandangan individu semakin lama semakin abstrak
2. Keyakinan moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa
yang salah. Keadilan muncul sebagai kekuatan yang dominan
5. Penilaian moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa
penilaian moral merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan
emosi
Menurut Furter (1965) (dalam Monks, 1984: 252), kehidupan moral merupakan
problematicyang pokok dalam masa remaja. Maka perkembangan moral perlu
diperhatikansejakseseorang dilahirkan.
Dari hasil penyelidikannya Kohlberg mengemukakan enam tahap perkembangan moralyang
berlakusecara universal dan dalam urutan tertentu. Ada tiga tingkat perkembangan
moral,yaitu:
1. Tingkat 1 : Pra-konvensional
Padastadium1, anak berorientasi pada kepatuhan dan hukuman. Anak
hanya mengetahui bahwa aturan-aturan ditentukan oleh adanya kekuasaan
yang tidak dapat diganggu gugat. Ia harus menurut kalau tidak akan
memperoleh hukuman.
Pada Stadium2, berlaku prinsip Relativistik Hedonism artinya bergantung
pada kebutuhan dan kesanggupanseseorang (hedonistic). Dalam tahap ini,
seorang anak sadar bahwa setiapkejadian mempunyai beberapa segi.
2. Tingkat 2 : Konvensional
Stadium3, menyangkut orientasi mengenai anakyang baik. Anak mulai memasuki umur
belasan tahun, dimanaanak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatanyang dapat dinilai
baik atau tidak baik oleh orang lain. Mereka melakukan perbuatan atas dasar kritik dari
masyarakat.
Stadium4,yaitu tahap mempertahankan norma-normasocial dan otoritas. Perbuatan baikyang
diperlihatkanseseorang merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan aturan-aturanyang
ada, agar tidak timbul kekacauan.
3. Tingkat 3 : Pasca-konvensional
Stadium5, merupakan tahap orientasi terhadap perjanjian antara dirinya dengan
lingkungansocial. Pada tahap ini,seseorang harus memperlihatkan kewajibannya kepada
masyarakat karena lingkungansocial akan memberikan perlindungan kepadanya. Originalitas
remaja juga masih tampak pada tahap ini. Remaja masih mau diatursecara ketat oleh hukum-
hukumyang lebih tinggi, walaupun kata hatisudah mulai berbicara.
Stadium6, tahaini disebut Prinsip Universal. Pada tahap ini ada norma etika disamping norma
pribadi dansubjektif. Unsur etika disiniyang akan menentukan apayang boleh dan baik
dilakukan dansebaliknya. Remaja mengadakan tingka laku-tingkah laku moralyang
dikemudikan oleh tanggung jawab batinsendiri.
Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti mnegrti nilai-nilai (Monks,
1984: 257). Mengerti nilai -nilai ini tidak berarti hanya memperoleh pengertian saja
tetapi juga dapat menjalankannya. Jikasudah, berarti remajasudah dapat menginternalisasikan
penilaian-panilaian moral, menjadikannyasebagai nilai-nilai pribadi,yang kemudian akan
tercermin dalamsikap dan tingkah lakunya.
4. Implikasi Pemenuhan Kebutuhan Remaja Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan
2. Kebutuhan sekunder yaitu kebutuhan yang timbul oleh motif dipelajari (kebutuhan sosial–
psikologis) seperti kebutuhan untuk mencari pengetahuan, mengikuti pola hidup
bermasyarakat, hiburan dan lainnya.
Remaja sebagai individu pada umumnya mempunyai kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar
seorang individu oleh Lindgren (Sunarto, 1994:53) dideskripsikan sebagai berikut.
Deskripsi Karakteristik
Keempat macam kebutuhan tersebut bersifat hirarki dari kebutuhan yang bertingkat rendah
yaitu kebutuhan jasmaniah sampai pada kebutuhan yang bertingkat tinggi yaitu kebutuhan
aktualisasi diri.
Hirarki kebutuhan tersebut sejalan dengan teori kebutuhan Maslow (Sunarto dan Hartono,
1994:54) yaitu:
kebutuhan aktualisasi diri
kebutuhan kognitif
kebutuhan penghargaan
kebutuhan cinta kasih
kebutuhan keamanan
kebutuhan jasmaniah (fisiologis)
Menurut Lewis dan Lewis (Sunarto dan Hartono, 1994:55) kegiatan remaja didorong oleh
berbagai kebutuhan yaitu:
a. kebutuhan jasmaniah
b. kebutuhan psikologis
c. kebutuhan ekonomi
d. kebutuhan sosial
e. kebutuhan politik
f. kebutuhan penghargaan; dan
g. kebutuhan aktualisasi diri
Prescott (Oxendine, 1984:224) mengklasifikasikan kebutuhan remaja sebagai berikut:
1. Kebutuhan psikologis seperti melakukan kegiatan, beristirahat dan kegiatan seksual;
2. Kebutuhan sosial (status) seperti menerima, diterima, menyukai orang lain;
3. Kebutuhan Ego atau interaktif seperti kontak dengan kenyataan, harmonisasi dengan
kenyataan, dan meningkatkan kematangan diri sendiri.
Maslow mengungkapkan bahwa kebutuhan psikologis akan muncul setelah kebutuhan-
kebutuhan fisiologis terpenuhi. Ia mengklasifikasikan kebutuhan sebagai berikut:
1. Kebutuhan akan keselamatan (Safety needs);
2. Kebutuhan memiliki dan mencintai (belonging and love needs);
3. Kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan (esteem needs);
4. Kebutuhan untuk menonjolkan diri (self–actualizing needs)
Perumusan kebutuhan tersebut berjalan secara hirarkis dan sistematis. Suatau kebutuhan baru
akan terpuaskan setelah kebutuhan sebelumnya terpenuhi. Pada akhirnya seseorang akan
berusaha untuk mendapatkan kepuasan atas kebutuhan tertinggi yaitu kebutuhan self–
actualizing
Dari uraian di atas, kebutuhan remaja diklasifikasikan menjadi 4 kelompok kebutuhan yaitu:
1. kebutuhan organik yaitu makan, minum, bernapas, seks;
2. kebutuhan emosional yaitu kebutuhan untuk mendapatkan simpati dan pengakuan dari
pihak lain dikenal dengan n’Aff;
3. kebutuhan berprestasi atau need of achievement dikenal dengan n’Ach yang berkembang
karena dorongan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan sekaligus menunjukkan
kemampuan psikofisis; dan
4. kebutuhan untuk mempertahankan diri dan mengembangkan jenis.
Sejalan dengan pemikiran Maslow tentang Teori Hierarki Kebutuhan Individu yang sudah
dikenal luas, namun aplikasinya untuk kepentingan pendidikan siswa di sekolah tampaknya
belum mendapat perhatian penuh. Secara ideal, dalam rangka pencapaian perkembangan diri
siswa, sekolah seyogyanya dapat menyediakan dan memenuhi berbagai kebutuhan siswanya.
Berikut ini beberapa kemungkinan yang bisa dilakukan di sekolah dalam mengaplikasikan
teori kebutuhan Maslow:
DAFTAR PUSTAKA
Hamalik, Oemar, 2007. Dasar–dasar Pengembangan Kurikulum. Bandung:Remaja Rosda
Karya
Diposkan oleh Aag Syu Gimbal di 10:53
Kirimkan Ini lewat Email BlogThis! Berbagi ke Twitter Berbagi ke Facebook Berbagi ke
Google Buzz
Reaksi:
0 komentar:
Poskan Komentar
▼ 2011 (64)
▼ Februari (64)
► Feb 12 (22)
▼ Feb 09 (42)
Kabupaten Tuban
MAKALAH ASPEK HUKUM DALAM EKONOMI
Tugas Perkembangan Remaja
Tingkah laku kemarahan anak
Teori perkembangan kognitif
REMAJA SEBAGAI PESERTA DIDIK PERTUMBUHAN DAN PERKE...
MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
Proses Perkembagan
PERBEDAAN PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN PESERTA DID...
PERBEDAAN PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK
KARAKTERISTIK INDIVIDU SEBAGAI PESERTA DIDIK
Implikasi Pertumbuhan/Perkembangan/Kematangan Pese...
Hakikat Pertumbuhan Dan Perkembangan
SILABUS MATA KULIAH PENGANTAR PENDIDIKAN
Pengembangan Strategi Pengajaran Konsep Dalam Pemb...
Rangkuman IPS
PENGEMBANGAN PENDIDIKAN IPS SD
Merapi
Kurnia Geografi
GEOPOLITIK INDONESIA
Pengaruh Revolusi terhadap Bumi Permusiman di Indo...
HAKIKAT IPA DAN PEMBELAJARAN IPA SD
PENGGUNAAN PERALATAN DARI LINGKUNGAN SEKITAR UNTUK...
DARI TEORI SKEMA KE TEORI KURIKULUM:
TEORI SKEMA
Teori IVAN PAVLOV
TEORI GENDER
Meningkatkan Keterampilan Berkomunikasi Melalui Me...
LANDASAN TEORI
PEMBELAJARAN SAINS
MEMBEDAH KEKUATAN DAN KELEMAHAN KTSP
Belajar dan Pembelajaran
SISTEM BUNYI (FONOLOGI)
Kemampuan Bicara Dan Bahasa Anak Anda
Sejarah Perkembangan Bahasa Sakai
Jenis Kata
Gangguan Perkembangan Bahasa
Perkembangan BI
Pemerolehan Bahasa Anak
Makalah BI ( Konsep di SD )
Jenis-jenis kata
Sistem Bentuk ( Morfologi ) dan Kata ( Leksision )...
Mengenai Saya
Foto Saya
Aag Syu
Gak perlu bamyak bicara cukup sepatah dua patah kata yang penting berarti dan mengena
pada sasarannya. Diam itu emas tapi tak selamanya juga diam itu bisa jadi emas.