Anda di halaman 1dari 23

Apa itu infeksi oportunistik

Dalam tubuh anda terdapat banyak kuman – bakteri, protozoa, jamur dan virus.
Saat sistim kekebalan anda bekerja dengan baik, sistim tersebut mampu
mengendalikan kuman-kuman ini. Tetapi bila sistim kekebalan dilemahkan oleh
penyakit HIV atau oleh beberapa jenis obat, kuman ini mungkin tidak terkuasai
lagi dan dapat menyebabkan masalah kesehatan. Infeksi yang mengambil manfaat
dari lemahnya pertahanan kekebalan tubuh disebut "oportunistik". Kata "infeksi
oportunistik" sering kali disingkat menjadi "IO".

Dasar IO
Anda dapat terinfeksi IO, dan "dites positif" untuk IO tersebut, walaupun anda
tidak mengalami  penyakit tersebut. Misalnya, hampir setiap orang dengan HIV
akan menerima hasil tes positif untuk sitomegalia (Cytomegalovirus atau CMV).
Tetapi penyakit CMV itu sendiri jarang dapat berkembang kecuali bila jumlah
CD4 turun di bawah 50, yang menandakan kerusakan parah terhadap sistem
kekebalan.

Untuk menentukan apakah anda terinfeksi IO, darah anda dapat dites untuk antigen
(potongan kuman yang menyebabkan IO) atau untuk antibodi (protein yang dibuat
oleh sistem kekebalan untuk memerangi antigen). Bila antigen ditemukan artinya
anda terinfeksi. Ditemukan antibodi berarti anda pernah terpajan infeksi. Anda
mungkin pernah menerima imunisasi atau vaksinasi terhadap infeksi tersebut, atau
sistem kekebalan anda mungkin telah "memberantas" infeksi dari tubuh, atau anda
mungkin terinfeksi.

Jika anda terinfeksi kuman yang menyebabkan IO, dan jika jumlah CD4 anda
cukup rendah sehingga memungkinkan IO berkembang, dokter anda akan mencari
tanda penyakit aktif. Tanda ini tergantung pada jenis IO.

IO dan AIDS

Orang yang tidak terinfeksi HIV dapat mengalami IO jika sistem kekebalannya
rusak. Misalnya, banyak obat yang dipakai untuk mengobati kanker dapat menekan
sistem kekebalan. Beberapa orang yang menjalani pengobatan kanker dapat
mengalami IO.

HIV memperlemah sistem kekebalan, sehingga IO dapat berkembang. Jika anda


terinfeksi HIV dan mengalami IO, anda mungkin AIDS.
Di Indonesia, Departemen Kesehatan bertanggung jawab untuk memutuskan siapa
yang AIDS. Depkes mengembangkan pedoman untuk menentukan IO yang apa
mendefinisikan AIDS. Jika anda HIV, dan mengalami satu atau lebih IO "resmi"
ini, maka anda AIDS.

Apa IO yang paling umum?

Pada tahun-tahun pertama epidemi AIDS, IO menyebabkan banyak penyakit dan


kematian. Namun, setelah orang mulai memakai terapi antiretroviral (ART), lebih
sedikit orang yang mengalami IO. Tidak jelas berapa banyak orang dengan HIV
akan jatuh sakit dengan IO tertentu.

Pada perempuan, masalah kesehatan di daerah vagina dapat menjadi tanda awal
infeksi HIV. Masalah ini, antara lain, termasuk penyakit radang panggul dan
vaginosis bakteri.

IO yang paling umum terlampir di sini, bersama penyakit yang biasa


disebabkannya, dan jumlah CD4 waktu penyakit menjadi aktif:

 Kandidiasis (thrush) adalah infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, atau


vagina. Rentang CD4: dapat terjadi bahkan dengan CD4 yang agak tinggi.
 Virus sitomegalia (CMV) adalah infeksi virus yang menyebabkan
penyakit mata yang dapat mengakibatkan kebutaan. Rentang CD4: di
bawah 50.
 Berbagai macam virus herpes simpleks dapat menyebabkan herpes pada
mulut atau alat kelamin. Ini adalah infeksi yang agak umum, tetapi jika
anda mengidap HIV, perjangandannya dapat jauh lebih sering dan lebih
parah. Penyakit ini dapat terjadi pada jumlah CD4 berapa pun.
 Malaria adalah umum di beberapa daerah di Indonesia. Penyakit ini lebih
umum dan lebih parah pada orang terinfeksi HIV.
 Mycobacterium avium complex (MAC atau MAI) adalah infeksi
bakteri yang dapat menyebabkan demam kambuhan, rasa sakit umum,
masalah pada pencernaan, dan kehilangan berat badan yang parah.
Rentang CD4: di bawah 75.
 Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi jamur yang dapat
menyebabkan pneumonia (radang paru) yang berbahaya. Rentang CD4: di
bawah 200. Sayangnya, IO ini masih umum terjadi pada orang yang
belum mengetahui dirinya terinfeksi HIV.
 Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi protozoa otak. Rentang CD4:
dibawah 100.
 Tuberkulosis (TB) adalah infeksi bakteri yang menyerang paru-paru, dan
dapat menyebabkan meningitis (radang selaput otak). Rentang CD4:
Setiap orang dengan HIV yang dites positif terpajan TB sebaiknya diobati.

Pencegahan IO

Sebagian besar kuman yang menyebabkan IO sangat umum, dan mungkin anda
telah membawa beberapa dari infeksi ini. Anda dapat mengurangi risiko infeksi
baru dengan tetap menjaga kebersihan dan menghindari sumber kuman yang
diketahui yang menyebabkan IO.

Meskipun anda terinfeksi beberapa IO, anda dapat memakai obat yang akan
mencegah pengembangan penyakit aktif. Pencegahan ini disebut profilaksis. Cara
terbaik untuk mencegah IO adalah untuk memakai ART.

Lihat lembaran informasi masing-masing IO untuk informasi lebih lanjut tentang


menghindari infeksi atau mencegah pengembangan penyakit aktif.

Pengobatan IO

Untuk setiap IO, ada obat, atau kombinasi obat tertentu yang sepertinya bekerja
lebih baik. Lihat lembaran informasi setiap IO untuk lebih mempelajari tentang
bagaimana IO tersebut diobati.

ART memungkinkan pemulihan sistem kekebalan yang rusak dan lebih berhasil
memerangi IO.

[Sumber: Lembaran Informasi Spiritia LI 500]

Trackback URL for this post:


http://www.odhaindonesia.org/trackback/24

Kandidiasis (Thrush)
Kandidiasis adalah infeksi oportunistik yang sangat umum pada orang dengan
HIV. Infeksi ini disebabkan oleh sejenis jamur yang umum, yang disebut kandida.
Jamur ini, semacam ragi, ditemukan di tubuh kebanyakan orang. Sistim kekebalan
tubuh yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Jamur ini biasa menyebabkan
penyakit pada mulut, tenggorokan dan vagina. Infeksi oportunistik ini dapat terjadi
beberapa bulan atau tahun sebelum infeksi oportunistik lain yang lebih berat.
Pada mulut, penyakit ini disebut thrush. Bila infeksi menyebar lebih dalam pada
tenggorokan, penyakit yang timbul disebut esofagitis. Gejalanya adalah gumpalan
putih kecil seperti busa, atau bintik merah. Penyakit ini dapat menyebabkan sakit
tenggorokan, sulit menelan, mual, dan hilang nafsu makan.

Kandidiasis berbeda dengan sariawan, walaupun orang awan sering menyebutnya


sebagai sariawan.

Kandidiasis pada vagina disebut vaginitis. Penyakit ini sangat umum ditemukan.
Gejala vaginitis termasuk gatal, rasa bakar dan keluarnya cairan kental putih.

Apakah kandidiasis dapat dicegah?

Tidak ada cara untuk mencegah terpajan kandida. Obat-obatan tidak biasa dipakai
untuk mencegah kandidiasis. Ada beberapa alasan:

 Penyakit tersebut tidak begitu berbahaya


 Ada obat-obatan yang efektif untuk mengobati penyakit tersebut
 Ragi dapat menjadi kebal (resisten) terhadap obat-obatan

Memperkuat sistem kekebalan tubuh dengan terapi antiretroviral (ART) adalah


cara terbaik untuk mencegah terjadinya kandidiasis.

Bagaimana cara mengobati kandidiasis?

Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat menjaga supaya kandida tetap seimbang.
Bakteri yang biasa ada di tubuh juga dapat membantu mengendalikan kandida.
Beberapa antibiotik membunuh bakteri pengendali ini dan dapat menyebabkan
kandidiasis. Mengobati kandidiasis tidak dapat memberantas raginya. Pengobatan
akan mengendalikan jamur agar tidak berlebihan.

Pengobatan dapat lokal atau sistemik. Pengobatan lokal diberikan pada tempat
infeksi. Pengobatan sistemik mempengaruhi seluruh tubuh. Banyak dokter lebih
senang memakai pengobatan lokal terlebih dahulu. Ini menimbulkan lebih sedikit
efek samping dibanding pengobatan sistemik. Selain itu risiko kandida menjadi
resistan terhadap obat lebih rendah.

Obat-obatan yang dipakai untuk memerangi kandida adalah obat antijamur.


Hampir semua namanya diakhiri dengan '-azol'.

Pengobatan lokal termasuk:


 olesan
 supositoria yang dipakai untuk mengobati vaginitis
 cairan lozenge yang dilarutkan dalam mulut

Pengobatan lokal dapat menyebabkan rasa pedas atau gangguan setempat.

Pengobatan yang paling murah untuk kandidiasis mulut adalah gentian violet; obat
ini dioleskan di tempat ada lesi (jamur) tiga kali sehari selama 14 hari. Obat yang
sangat murah ini dapat diperoleh dari puskesmas atau apotek tanpa resep.

Pengobatan sistemik diperlukan jika pengobatan lokal tidak berhasil, atau jika
infeksi menyebar pada tenggorokan (esofagitis). Beberapa obat sistemik tersedia
dalam bentuk pil.

Efek samping yang paling umum adalah mual, muntah dan sakit perut. Kurang dari
20 persen orang mengalami efek samping ini.

Kandidiasis dapat kambuhan. Beberapa dokter meresepkan obat anti-jamur jangka


panjang. Ini dapat menyebabkan resistansi. Ragi dapat bermutasi sehingga obat
tersebut tidak lagi berhasil.

Beberapa kasus parah tidak menanggapi obat-obatan lain. Amfoterisin B mungkin


dipakai. Obat ini yang sangat manjur dan beracun, dan diberi secara intravena
(disuntik). Efek samping utama obat ini adalah masalah ginjal dan anemia (kurang
darah merah). Reaksi lain termasuk demam, panas dingin, mual, muntah dan sakit
kepala. Reaksi ini biasa membaik setelah beberapa dosis pertama.

Terapi Alamiah

Beberapa terapi non-obat tampaknya membantu. Terapi tersebut belum diteliti


dengan hati-hati untuk membuktikan hasilnya.

 Mengurangi penggunaan gula.


 Minum teh Pau d'Arco. Ini dibuat dari kulit pohon Amerika Selatan.
 Mengkonsumsi bawang putih mentah atau suplemen bawang putih.
Bawang putih diketahui mempunyai efek anti-jamur dan antibakteri.
Namun bawang putih dapat mengganggu obat protease inhibitor.
 Kumur dengan minyak pohon teh (tea tree oil) yang dilarutkan dengan air.
 Mengkonsumsi kapsul laktobasilus (asidofilus), atau makan yoghurt
dengan bakteri ini. Mungkin ada manfaatnya setelah mengkonsumsi
antibiotik.
 Mengkonsumsi suplemen gamma-linoleic acid (GLA) dan biotin. Dua
suplemen ini tampaknya membantu memperlambat penyebaran kandida.
GLA ditemukan pada beberapa minyak yang dipres dingin. Biotin adalah
jenis vitamin B.

Kesimpulan

Kandidiasis adalah penyakit jamur (ragi) yang sangat umum. Jamur ini biasa hidup
dalam tubuh. Jamur tersebut tidak dapat diberantas. Cara terbaik untuk
menghindari terjadinya kandidiasis adalah dengan memperkuat sistem kekebalan
tubuh melalui penggunaan terapi antiretroviral.

Sebagian besar penyakit kandidiasis dapat diobati secara mudah dengan terapi
lokal. Pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, penyakit ini menjadi
lebih sering terjadi. Obat-obatan antijamur sistemik dapat dipakai, tetapi kandida
mungkin menjadi resistan terhadapnya. Obat anti-jamur yang paling manjur,
amfoterisin B, dapat menimbulkan efek samping yang parah.

Beberapa terapi alam tampaknya memberi manfaat untuk mengendalikan infeksi


kandida.

[Sumber: Lembaran Informasi Spiritia LI516]

Trackback URL for this post:


http://www.odhaindonesia.org/trackback/23

Virus Sitomegalia (CMV)


Virus sitomegalia (cytomegalovirus/CMV) adalah infeksi oportunistik. Virus ini
sangat umum. Antara 50 persen sampai 85 persen masyarakat Amerika Serikat
adalah CMV-positif waktu mereka berusia 40 tahun. Statistik untuk Indonesia
belum diketahui. Sistem kekebalan tubuh yang sehat menahan virus ini agar tidak
mengakibatkan penyakit.

Waktu pertahanan kekebalan menjadi lemah, CMV dapat menyerang beberapa


bagian tubuh. Kelemahan tersebut dapat disebabkan oleh bebagai penyakit
termasuk HIV. Terapi antiretroviral (ART) sudah mengurangi angka penyakit
CMV pada Odha sampai dengan 75 persen. Namun, kurang-lebih 5 persen Odha
masih mengembangkan CMV.

Penyakit yang paling lazim disebabkan CMV adalah retinitis. Penyakit ini adalah
kematian sel pada retina, bagian belakang mata. Ini secara cepat dapat
menyebabkan kebutaan jika tidak diobati. CMV dapat menyebar ke seluruh tubuh
dan menginfeksikan beberapa organ sekaligus. Risiko CMV tertinggi waktu
jumlah CD4 di bawah 50. CMV jarang terjadi dengan jumlah CD4 di atas 100.

Tanda pertama retinitis CMV adalahmasalah penglihatan seperti titik hitam yang
bergerak. Ini disebut 'floater' (katung-katung) dan mungkin menunjukkan adanya
radang pada retina. Anda juga mungkin akan melihat cahaya kilat, penglihatan
yang kurang atau terdistorsi, atau titik buta. Beberapa dokter mengusulkan
pemeriksaan mata untuk mengetahui adanya retinitis CMV. Pemeriksaan ini
dilaksanakan oleh ahli mata. Jika jumlah CD4 anda dibawah 200 dan anda
mengalami masalah penglihatan apa saja, sebaiknya anda langsung menghubungi
dokter.

Beberapa Odha yang baru saja mulai memakai ART dapat mengalami radang
dalam mata, yang menyebabkan kehilangan penglihatan. Masalah ini disebabkan
oleh sindrom pemulihan kekebalan.

Sebuah penelitian baru beranggapan bahwa orang dengan CMV aktif lebih mudah
menularkan HIV-nya pada orang lain.

Bagaimana CMV diobati?

Pengobatan pertama untuk CMV meliputi infus setiap hari. Karena harus diinfus
setiap hari, sebagian besar orang memasang 'keran' atau buluh obat yang dipasang
secara permanen pada dada atau lengan. Dulu orang dengan penyakit CMV
diperkirakan harus tetap memakai obat anti-CMV seumur hidup.

Pengobatan CMV mengalami kemajuan dramatis selama beberapa tahun terakhir


ini. Saat ini ada tujuh jenis pengobatan CMV yang telah disetujui oleh FDA di AS.

ART dapat memperbaiki sistem kekebalan tubuh. Pasien dapat berhenti memakai
obat CMV jika jumlah CD4-nya di atas 100 hingga 150 dan tetap begitu selama
tiga bulan. Namun ada dua keadaan yang khusus:

1. Sindrom pemulihan kekebalan dapat menyebabkan radang yang parah


pada mata Odha walaupun mereka tidak mempunyai penyakit CMV
sebelumnya. Dalam hal ini, biasanya pasien diberikan obat anti-CMV
bersama dengan ART-nya.
2. Bila jumlah CD4 turun di bawah 50, risiko penyakit CMV meningkat.

Apakah CMV dapat dicegah?


Gansiklovir disetujui untuk mencegah (profilaksis) CMV, tetapi banyak dokter
enggan meresepkannya. Mereka tidak ingin menambahkan hingga 12 kapsul lagi
untuk dikonsumsi pasien dalam sehari. Lagi pula, belum jelas profilaksis ini
bermanfaat. Dua penelitian besar menghasilkan kesimpulan yang berbeda. Pada
akhirnya, ART dapat menahan jumlah CD4 pada tingkat yang cukup tinggi
sehingga yang memakainya tidak akan berpenyakit CMV.

Bagaimana anda dapat memilih pengobatan CMV?

Ada beberapa masalah yang sebaiknya dipertimbangkan dalam memilih


pengobatan penyakit CMV aktif:

Apakah ada risiko pada penglihatan?

Anda sebaiknya bertindak cepat agar anda tidak menjadi buta.

Bagaimana efektivitas pengobatan?

Gansiklovir suntikan pengobatan CMV yang paling efektif secara keseluruhan.


Bentuk implan sangat baik untuk menghentikan retinitis. Namun implan tersebut
hanya bekerja pada mata tempat ditanamnya.

Bagaimana obat diberikan?

Pil paling mudah ditangani. Pengobatan intravena meliputi suntikan atau buluh
obat yang mungkin menimbulkan infeksi. Suntikan pada mata berarti menyuntik
jarum langsung pada mata. Bentuk tanam, yang bertahan enam sampai delapan
bulan, membutuhkan seandar satu jam rawat jalan.

Apakah terapinya lokal atau sistemik?

Terapi lokal hanya mempengaruhi mata. Retinitis CMV dapat cepat menyebar dan
mengakibatkan kebutaan. Karena itu, penyakit ini harus diobati secara agresif
waktu pertama diketahui. Obat baru dalam bentuk suntikan dan tanam
menempatkan obat langsung dalam mata, dan menimbulkan dampak terbesar pada
retinitis.

CMV juga dapat ditemukan pada bagian tubuh lain. Untuk menanggulangi di
bagian tubuh lain, anda membutuhkan terapi sistemik (seluruh tubuh). Pengobatan
suntikan atau infus, atau pil valgansiklovir, dapat dipakai.

Apa efek sampingnya?


Beberapa obat CMV dapat merusak sumsum tulang atau ginjal. Ini mungkin
membutuhkan obat tambahan. Obat lain meliputi infus selama waktu yang lama.
Membahas efek samping pengobatan CMV dengan dokter.

Apa kata pedoman?

Baru-baru ini ada beberapa pedoman profesional yang menyarankan penggunaan


valgansiklovir sebagai pengobatan pilihan untuk pasien yang tidak berisiko
kehilangan penglihatannya dengan segera.

Kesimpulan

Penggunaan ART adalah cara terbaik untuk mencegah CMV. Jika jumlah CD4
anda rendah, dan anda mengalami gangguan penglihatan APA PUN, anda harus
langsung periksa ke dokter!

Pengobatan langsung pada mata memungkinkan pengendalian retinitis CMV.


Dengan obat CMV baru, anda dapat menghindari buluh obat yang dipasang pada
tubuh anda dan infus harian.

Sebagian besar orang dapat menghentikan penggunaan obat CMV jika jumlah
CD4-nya naik dan tetap di atas 100–150 waktu memakai ART.

[Sumber: Lembaran Informasi Spiritia LI501]

Trackback URL for this post:


http://www.odhaindonesia.org/trackback/22

MAC (Mycobacterium Avium Complex)


Mycobacterium Avium Complex (MAC) adalah penyakit berat yang disebabkan
oleh bakteri umum. MAC juga dikenal sebagai MAI (Mycobacterium Avium
Intracellulare). Infeksi MAC bisa lokal (terbatas pada satu bagian tubuh) atau
tersebar luas pada seluruh tubuh (DMAC). Infeksi MAC sering terjadi pada paru,
usus, sumsum tulang, hati dan limpa.

Bakteri yang menyebabkan MAC sangat lazim. Kuman ini ditemukan di air, tanah,
debu dan makanan. Hampir setiap orang memiliki bakteri ini dalam tubuhnya.
Sistem kekebalan tubuh yang sehat dapat mengendalikan MAC, tetapi orang
dengan sistem kekebalan yang lemah dapat mengembangkan penyakit MAC.
Hingga 50 persen Odha mengalami penyakit MAC, terutama jika jumlah CD4 di
bawah 50. MAC hampir tidak pernah menyebabkan penyakit pada orang dengan
jumlah CD4 di atas 100.

Bagaimana tahu anda terkena MAC?

Gejala MAC dapat meliputi demam tinggi, panas dingin, diare, kehilangan berat
badan, sakit perut, kelelahan, dan anemia (kurang sel darah merah). Jika MAC
menyebar dalam tubuh, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi darah, hepatitis,
pneumonia, dan masalah berat lain.

Gejala seperti ini juga merupakan gejala banyak infeksi oportunistik lain. Jadi,
dokter kemungkinan akan memeriksa darah, air seni, atau air ludah untuk mencari
bakteri MAC. Contoh cairan tersebut dites untuk mengetahui bakteri apa yang
tumbuh padanya. Proses ini, yang disebut pembiakan, perlu beberapa minggu.
Bahkan jika anda terinfeksi MAC, sulit menemukan bakteri MAC.

Jika jumlah CD4 anda di bawah 50, dokter mungkin mengobati anda seolah-olah
anda MAC, walaupun tidak ada diagnosis yang tepat. Ini karena infeksi MAC
sangat umum terjadi tetapi sulit didiagnosis.

Bagaimana MAC diobati?

Bakteri MAC dapat bermutasi dan menjadi resisten terhadap beberapa obat yang
dipakai untuk mengobatinya. Dokter memakai kombinasi obat antibakteri
(antibiotik) untuk mengobati MAC. Sedikitnya dua obat dipakai: biasanya
azitromisin atau klaritromisin ditambah hingga tiga obat lain. Pengobatan MAC
harus diteruskan seumur hidup, agar penyakit tidak kembali (kambuh).

Orang akan bereaksi secara berbeda terhadap obat anti-MAC. anda dan dokter
mungkin harus mencoba berbagai kombinasi sebelum anda menemukan satu
kombinasi yang berhasil untuk anda dan menyebabkan efek samping sedikit
mungkin.

Obat MAC yang paling umum dan efek sampingnya adalah:

 Amikasin: masalah ginjal dan telinga; disuntikkan.


 Azitromisin: Mual, sakit kepala, diare; bentuk kapsul atau diinfus.
 Siprofloksasin: mual, muntah, diare; bentuk tablet atau diinfus;
 Klaritromisin: mual, sakit kepala, muntah, diare; bentuk kapsul atau
diinfus. Catatan: Dosis maksimum 500mg per hari.
 Etambutol: mual, muntah, masalah penglihatan; bentuk tablet.
 Rifabutin: ruam, mual, anemia; bentuk tablet. Banyak interaksi obat.
 Rifampisin: demam, panas dingin, sakit tulang atau otot; dapat menyebab
air seni, keringat dan air ludah menjadi berwarna merah-oranye (dapat
mewarnai lensa kontak); dapat mengganggu pil KB. Banyak interaksi
obat.

Dapatkah MAC dicegah?

Bakteri yang menyebabkan MAC sangat umum. Mustahil infeksinya dihindari.


Cara terbaik untuk mencegah penyakit MAC adalah memakai terapi antiretroviral
(ART). Bahkan jika jumlah CD4 anda sangat rendah, ada obat yang dapat
mencegah perkembangan penyakit MAC pada hingga 50 persen orang.

Obat antibiotik azitromisin dan klaritromisin dipakai untuk mencegah penyakit


MAC. Obat ini biasa diresepkan untuk orang dengan jumlah CD4 di bawah 75.

ART dapat meningkatkan jumlah CD4. Jika jumlah CD4 naik di atas 100 dan
tahan pada tingkat ini selama tiga bulan, berhenti memakai obat pencegahan MAC
mungkin aman. Tentukan dengan berdiskusi dengan dokter sebelum berhenti
memakai obat apa pun yang diresep.

Masalah interaksi obat

Sebagian besar obat yang dipakai untuk mengobati MAC berinteraksi dengan
banyak obat lain, termasuk obat antiretroviral (ARV), obat antijamur dan pil KB.
Hal ini dapat menjadi masalah besar dengan rifampisin, rifabutin dan rifapentin.
Pastikan dokter mengetahui semua obat-obatan yang dipakai agar semua interaksi
yang mungkin dapat dipertimbangkan.

Kesimpulan

MAC adalah penyakit berat yang disebabkan bakteri yang lazim. MAC dapat
menyebabkan kehilangan berat badan yang parah, diare dan gejala lain. Jika anda
MAC, kemungkinan anda akan diobati dengan azitromisin atau klaritromisin
ditambah satu hingga tiga antibiotik lain. anda harus memakai obat ini terus-
menerus seumur hidup untuk menghindari kambuhnya MAC.
Orang dengan jumlah CD4 di bawah 75 sebaiknya bicara dengan dokter mengenai
obat untuk mencegah penyakit MAC.

[Sumber: Lembaran Informasi Spiritia LI510]

Trackback URL for this post:


http://www.odhaindonesia.org/trackback/21

PCP (Pneumonia Pneumocystis)


Pneumonia Pneumocystis (PCP) adalah infeksi oportunistik (IO) paling umum
terjadi pada orang HIV-positif. Tanpa pengobatan, lebih dari 85 persen orang
dengan HIV pada akhirnya akan mengembangkan penyakit PCP. PCP menjadi
salah satu pembunuh utama Odha. Namun, saat ini hampir semua penyakit PCP
dapat dicegah dan diobati.

PCP disebabkan oleh jamur yang ada dalam tubuh hampir setiap orang. Dahulu
jamur tersebut disebut Pneumocystis carinii, tetapi para ilmuwan kini
menggunakan nama Pneumocystis jiroveci, namun penyakit masih disingkatkan
sebagai PCP.

Sistim kekebalan yang sehat dapat mengendalikan jamur ini. Namun, PCP
menyebabkan penyakit pada anak dan pada orang dewasa dengan sistim kekebalan
yang lemah.

Jamur Pneumocystis hampir selalu mempengaruhi paru, menyebabkan bentuk


pneumonia (radang paru). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 mempunyai
risiko paling tinggi mengalami penyakit PCP. Orang dengan jumlah CD4 di bawah
300 yang telah mengalami IO lain juga berisiko. Sebagian besar orang yang
mengalami penyakit PCP menjadi jauh lebih lemah, kehilangan berat badan, dan
kemungkinan akan kembali mengalami penyakit PCP lagi.

Tanda pertama PCP adalah sesak napas, demam, dan batuk tanpa dahak. Siapa pun
dengan gejala ini sebaiknya segera periksa ke dokter. Namun, semua Odha dengan
jumlah CD4 di bawah 300 sebaiknya membahas pencegahan PCP dengan dokter,
sebelum mengalami gejala apa pun.

Bagaimana cara mengobati PCP?

Selama bertahun-tahun, antibiotik dipakai untuk mencegah PCP pada pasien


kanker dengan sistim kekebalan yang lemah. Tetapi pada 1985 sebuah penelitian
kecil menunjukkan bahwa antibiotik juga dapat mencegah PCP pada Odha.
Keberhasilan dalam pencegahan dan pengobatan PCP sangat dramatis. Persentase
Odha yang mengalami PCP sebagai penyakit yang mendefinisikan AIDS dipotong
kurang lebih separoh, seperti juga PCP sebagai penyebab kematian Odha.

Sayang, PCP masih umum pada orang yang terlambat mencari pengobatan atau
belum mengetahui dirinya terinfeksi.

Sebenarnya, 30-40 persen Odha akan mengembangkan PCP bila mereka


menunggu sampai jumlah CD4-nya kurang lebih 50.

Obat yang dipakai untuk mengobati PCP mencakup kotrimoksazol, dapson,


pentamidin, dan atovakuon.

 Kotrimoksazol (TMP/SMX) adalah obat anti-PCP yang paling efektif. Ini


adalah kombinasi dua antibiotik: trimetoprim (TMP) dan sulfametoksazol
(SMX).
 Dapson serupa dengan kotrimoksazol. Dapson kelihatan hampir seefektif
kotrimoksazol melawan PCP.
 Pentamidin adalah obat hirup yang berbentuk aerosol untuk mencegah
PCP. Pentamidin juga dipakai secara intravena (IV) untuk mengobati PCP
aktif.
 Atovakuon adalah obat yang dipakai orang pada kasus PCP ringan atau
sedang yang tidak dapat memakai kotrimoksazol atau pentamidin.

Dapatkah PCP dicegah?

Cara terbaik untuk mencegah PCP adalah dengan memakai terapi antiretroviral
(ART). Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 dapat mencegah PCP dengan
memakai obat yang juga dipakai untuk mengobati PCP.

ART dapat meningkatkan jumlah CD4 anda. Jika jumlah ini melebihi 200 dan
bertahan begitu selama tiga bulan, mungkin anda dapat berhenti memakai obat
pencegah PCP tanpa risiko. Namun, karena pengobatan PCP murah dan
mempunyai efek samping yang ringan, beberapa peneliti mengusulkan pengobatan
sebaiknya diteruskan hingga jumlah CD4 di atas 300. Anda harus berbicara dengan
dokter anda sebelum anda berhenti memakai obat apa pun yang diresepkan.

Obat apa yang paling baik?


Kotrimoksazol adalah obat yang paling efektif melawan PCP. Obat ini juga murah,
dan dipakai dalam bentuk pil, tidak lebih dari satu pil sehari.

Namun, bagian SMX dari kotrimoksazol merupakan obat sulfa dan hampir separo
orang yang memakainya mengalami reaksi alergi, biasanya ruam kulit, kadang-
kadang demam. Sering kali, bila penggunaan kotrimoksazol dihentikan sampai
gejala alergi hilang, lalu penggunaan dimulai kembali, masalah alergi tidak muncul
lagi. Reaksi alergi yang berat dapat diatasi dengan cara desensitisasi. Pasien mulai
dengan dosis obat yang sangat rendah dan kemudian meningkatkan dosisnya
hingga dosis penuh dapat ditahan. Mengurangi dosis dari satu pil sehari menjadi
tiga pil seminggu mengurangi masalah alergi kotrimoksazol, dan tampak sama
berhasilnya.

Karena masalah alergi yang disebabkan oleh kotrimoksazol serupa dengan efek
samping dari beberapa obat antiretroviral, sebaiknya penggunaan kotrimoksazol
dimulai seminggu atau lebih sebelum mulai ART. Dengan cara ini, bila alergi
muncul, penyebabnya dapat lebih mudah diketahui.

Dapson menyebabkan lebih sedikit reaksi alergi dibanding kotrimoksazol, dan


harganya juga agak murah. Biasanya dapson dipakai dalam bentuk pil tidak lebih
dari satu pil sehari. Namun dapson kadang kala lebih sulit diperoleh di Indonesia.

Pentamidin memerlukan kunjungan bulanan ke klinik dengan nebulizer, mesin


yang membuat kabut obat yang sangat halus. Kabut ini dihirup secara langsung ke
dalam paru. Prosedur ini memakan waktu kurang lebih 30-45 menit. anda dibebani
harga obat tersebut ditambah biaya klinik. Pasien yang memakai pentamidin
aerosol akan mengalami PCP lebih sering dibanding orang yang memakai pil
antibiotik.

Kesimpulan

Hampir semua peristiwa PCP, salah satu penyakit pembunuh utama para Odha,
dapat diobati dan dapat dicegah dengan obat murah yang mudah dipakai. ART
dapat menahan jumlah CD4 anda tetap tinggi. Jika jumlah CD4 anda turun di
bawah 300, anda sebaiknya membahas penggunaan obat untuk mencegah PCP
dengan dokter anda. Setiap orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 seharusnya
memakai obat anti-PCP.

[Sumber: Lembaran Informasi Spiritia LS512]

Trackback URL for this post:


http://www.odhaindonesia.org/trackback/20
Toksoplasmosis
Toksoplasmosis (tokso) adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma
gondii. Parasit hidup dalam organisme hidup lain (induknya) dan mengambil
semua nutrisi dari induknya.

Parasit tokso sangat umum ditemukan pada tinja kucing, sayuran mentah dan
tanah. Kuman ini juga umumnya ditemu dalam daging mentah, terutama daging
babi, kambing dan rusa. Parasit tersebut dapat masuk ke tubuh waktu anda
menghirup debu. Hingga 50 persen penduduk terinfeksi tokso. Sistim kekebalan
tubuh yang sehat dapat mencegah agar tokso tidak mengakibatkan penyakit ini.
Tokso tampaknya tidak menular dari manusia ke manusia.

Penyakit yang paling umum diakibatkan tokso adalah infeksi pada otak
(ensefalitis). Tokso juga dapat menginfeksikan bagian tubuh lain. Tokso dapat
menyebabkan koma dan kematian. Risiko tokso paling tinggi waktu jumlah CD4 di
bawah 100.

Gejala pertama tokso termasuk demam, kekacauan, kepala nyeri, disorientasi,


perubahan pada kepribadian, gemetaran dan kejang-kejang. Tokso biasanya
didiagnosis dengan tes antibodi terhadap T. gondii.

Perempuan hamil dengan infeksi tokso juga dapat menularkannya pada bayinya.

Tes antibodi tokso menunjukkan apakah anda terinfeksi tokso. Hasil positif bukan
berarti anda menderita penyakit ensefalitis tokso. Namun, hasil tes negatif berarti
anda tidak terinfeksi tokso.

Pengamatan otak (brain scan) dengan computerized tomography (CT scan) atau
magnetic resonance imaging (MRI scan) juga dipakai untuk mendiagnosis tokso.
CT scan untuk tokso dapat mirip dengan pengamatan untuk infeksi oportunistik
yang lain. MRI scan lebih peka dan mempermudah diagnosis tokso.

Bagaimana cara mengobati tokso?

Tokso diobati dengan kombinasi pirimetamin dan sulfadiazin. Kedua obat ini dapat
melalui sawar-darah otak. Parasit tokso membutuhkan vitamin B untuk hidup.
Pirimetamin menghambat pemerolehan vitamin B oleh tokso. Sulfadiazin
menghambat pemakaiannya. Dosis normal obat ini adalah 50-75mg pirimetamin
dan 2-5g sulfadiazin per hari.
Kedua obat ini mengganggu ketersediaan vitamin B dan dapat mengakibatkan
anemia. Orang dengan tokso biasanya memakai kalsium folinat (semacam vitamin
B) untuk mencegah anemia.

Kombinasi obat ini sangat efektif terhadap tokso. Lebih dari 80 persen orang
menunjukkan perbaikan dalam 2-3 minggu.

Tokso biasanya kambuh setelah peristiwa pertama. Orang yang pulih dari tokso
seharusnya terus memakai obat antitokso dengan dosis pemeliharaan yang lebih
rendah. Jelas orang yang mengalami tokso sebaiknya mulai terapi antiretroviral
(ART) secepatnya, dan bila CD4 naik di atas 200 lebih dari enam minggu, terapi
tokso sudah diselesaikan dan bila tidak ada gejala tokso lagi, terapi pemeliharaan
tokso dapat dihentikan.

Bagaimana cara memilih pengobatan tokso?

Jika anda didiagnosis tokso, dokter anda kemungkinan akan meresepkan


pirimetamin dan sulfadiazin. Kombinasi ini dapat menyebabkan penurunan pada
jumlah sel darah putih, dan masalah ginjal. Juga sulfadiazin adalah obat sulfa.
Hampir separo orang yang memakainya mengalami reaksi alergi. Ini biasanya
ruam kulit, kadang-kadang demam.

Reaksi alergi dapat ditangani dengan proses desensitisasi. Pasien mulai dengan
dosis obat yang sangat rendah, dan dosis ditingkatkan berangsur-angsur sehingga
mereka dapat menahan dosis penuh.

Orang yang tidak tahan terhadap obat sulfa dapat memakai klindamisin untuk
mengganti sulfdiazin dalam kombinasi.

Apakah tokso dapat dicegah?

Cara terbaik untuk mencegah tokso adalah dengan menggunakan obat anti-HIV
yang manjur.

Kita dapat dites untuk mengetahui apakah anda terinfeksi tokso. Jika belum
terinfeksi, anda dapat mengurangi risiko infeksi dengan menghindari memakan
daging atau ikan mentah, dan memakai sarung tangan dan masker jika anda
membersihkan kandang kucing, dan cuci tangan dengan sempurna setelahnya.

Jika jumlah CD4 anda di bawah 100, anda sebaiknya memakai obat untuk
mencegah penyakit tokso aktif. Orang dengan jumlah CD4 di bawah 200 biasanya
memakai kotrimoksazol untuk mencegah PCP. Obat ini juga melindungi anda dari
tokso. Jika anda tidak tahan memakai kotrimoksazol, dokter anda dapat
meresepkan obat lain.

Kesimpulan

Toksoplasmosis merupakan infeksi oportunistik yang serius. Jika anda belum


terinfeksi tokso, anda dapat menghindari risiko terpajan infeksi dengan tidak
memakan daging atau ikan mentah, dan ambil kewaspadaan lebih lanjut jika anda
membersihkan kandang kucing.

Anda dapat memakai obat anti-HIV yang manjur untuk menahan jumlah CD4. Ini
kemungkinan akan mencegah masalah kesehatan diakibatkan tokso. Jika jumlah
CD4 anda turun di bawah 100, anda sebaiknya bicara dengan dokter tentang
pemakaian obat untuk mencegah penyakit tokso.

Jika anda mengalami kepala nyeri, disorientasi, kejang-kejang, atau gejala tokso
lain, anda harus langsung menghubungi dokter. Dengan diagnosis dan pengobatan
dini, tokso dapat diobati secara efektif.

Jika anda mengalami penyakit tokso, sebaiknya anda terus memakai obat antitokso
untuk mencegah penyakitnya kambuh.

[Sumber: Lembaran Informasi Spiritia LI517]

Trackback URL for this post:


http://www.odhaindonesia.org/trackback/19

Tuberkulosis (TB)
Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri. TB biasanya
mempengaruhi paru-paru, tapi kadang-kadang dapat juga mempengaruhi organ
tubuh lain, terutama pada Odha dengan jumlah CD4 di bawah 200.

TB adalah penyakit yang sangat parah di seluruh dunia. Hampir sepertiga


penduduk dunia terinfeksi TB, tetapi sistem kekebalan tubuh yang sehat biasanya
dapat mencegah penyakit aktif.

Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel. Tuberkel adalah tonjolan kecil dan keras
yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri
TB dalam paru.
Ada dua jenis TB aktif. TB primer baru terjadi setelah anda terinfeksi TB untuk
pertama kali. Keaktifan kembali TB terjadi pada orang yang sebelumnya terinfeksi
TB. Jika sistem kekebalan tubuhnya melemah, TB dapat lolos dari tuberkel dan
mengakibatkan penyakit aktif. Kebanyakan kasus TB pada orang dengan HIV
diakibatkan keaktifan kembali infeksi TB sebelumnya.

TB aktif dapat menyebabkan gejala berikut: batuk lebih dari tiga minggu; hilang
berat badan; kelelahan terus menerus; keringat basah kuyup pada malam hari; dan
demam, terutama pada sore hari. Gejala ini mirip dengan gejala yang disebabkan
PCP, tetapi TB dapat terjadi pada jumlah CD4 yang tinggi.

TB ditularkan melalui udara, waktu seseorang dengan TB aktif batuk atau bersin.
Anda dapat mengembangkan TB secara mudah jika anda pada tahap infeksi HIV
lanjut. Anda dapat terinfeksi TB pada jumlah CD4 berapa pun.

TB dan HIV: pasangan yang buruk

Banyak jenis virus dan bakteri hidup di tubuh anda. Sistem kekebalan tubuh yang
sehat dapat mengendalikan kuman ini agar mereka tidak menyebabkan penyakit.
Jika HIV melemahkan sistem kekebalan, kuman ini dapat mengakibatkan infeksi
oportunistik (IO).

Angka TB pada Odha sering kali 40 kali lebih tinggi dibanding angka untuk orang
yang tidak terinfeksi HIV. Angka TB di seluruh dunia meningkat karena HIV. TB
dapat merangsang HIV agar lebih cepat menggandakan diri, dan memperburuk
infeksi HIV. Karena itu, penting bagi orang dengan HIV untuk mencegah dan
mengobati TB.

Bagaimana cara mendiagnosis TB?

Ada tes kulit yang sederhana untuk TB. Sebuah protein yang ditemukan pada
bakteri TB disuntik pada kulit lengan. Jika kulit anda bereaksi dengan bengkak, itu
berarti anda kemungkinan terinfeksi bakteri TB.

Jika HIV atau penyakit lain sudah merusak sistem kekebalan anda, anda mungkin
tidak menunjukkan reaksi pada tes kulit, walaupun anda terinfeksi TB. Kondisi ini
disebut 'anergi'. Oleh karena masalah ini, dan karena kebanyakan orang di
Indonesia sudah terinfeksi TB, jadi tes kulit sekarang jarang dipakai di sini. Jika
anda anergi, pembiakan bakteri dari dahak (lihat alinea berikut) adalah cara terbaik
untuk diagnosis TB aktif.
Bila anda mempunyai gejala yang mungkin disebabkan oleh TB, dokter akan minta
anda menyediakan tiga contoh dahak untuk diperiksa, termasuk satu yang anda
diminta keluarkan dari paru pada pagi hari. Dokter juga mungkin melakukan x-ray
paru, dan mencoba membiakkan bakteri TB dari contoh dahak anda. Tes ini
mungkin memerlukan waktu empat minggu.

Sulit untuk mendiagnosis TB aktif, terutama pada Odha, karena gejalanya mirip
dengan pneumonia, masalah paru lain, atau infeksi lain.

Bagaimana TB diobati?

Jika anda terinfeksi TB, tetapi tidak mengalami penyakit aktif, kemungkinananda
diobati dengan isoniazid (INH) untuk sedikitnya enam bulan, atau dengan INH
plus satu atau dua obat lain untuk tiga bulan.

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada 2001 menunjukkan bahwa terapi


kombinasi lebih efektif dibandingkan INH sendiri. INH dapat menyebabkan
masalah hati, terutama pada perempuan.

Jika anda mengalami TB aktif, anda diobati dengan antibiotik. Karena bakteri TB
dapat menjadi kebal (resisten) terhadap obat tunggal, anda akan diberi kombinasi
antibiotik. Juga, TB sulit disembuhkan, dan obat tersebut harus dipakai untuk
sedikitnya enam bulan. Jika anda tidak memakai semua obat, TB dalam tubuh anda
mungkin jadi resistan dan obat tersebut akan menjadi tidak efektif lagi.

Ada jenis TB yang sudah resistan pada beberapa antibiotik. Ini disebut TB yang
resistan terhadap beberapa obat atau MDR-TB. Hingga saat ini, Prevalensi MDR-
TB di Indonesia belum jelas; surveillans akan segera dilakukan oleh Depkes.
Kendati masalah ini, lebih dari 90 persen kasus TB dapat disembuhkan dengan
antibiotik.

Masalah obat

Beberapa antibiotik yang dipakai untuk mengobati TB dapat merusak hati atau
ginjal. Begitu juga beberapa obat antiretroviral yang dipakai untuk memerangi
HIV. Bisa jadi sulit untuk memakai obat untuk TB dan HIV sekaligus. INH dapat
menyebabkan neuropati perifer, seperti juga beberapa ARV, jadi dapat terjadi
masalah bila obat ini dipakai bersamaan.

Juga, banyak obat anti-HIV berinteraksi dengan obat yang dipakai untuk
memerangi TB. Rifampisin atau rifabutin umumnya dipakai untuk mengobati TB.
Obat ini dapat mengurangi kadar ARV dalam darah anda di bawah tingkat yang
diperlukan untuk mengendalikan HIV.

ARV dapat meningkatkan kadar obat TB ini pada tingkat yang mengakibatkan efek
samping yang berat. Rifampisin tidak boleh dipakai jika anda memakai protease
inhibitor (PI). Rifabutin dapat dipakai dalam beberapa kasus, tetapi mungkin
dosisnya harus diubah. Ada pedoman khusus untuk dokter jika anda memakai obat
untuk memerangi TB dan HIV sekaligus. Juga, jika jumlah CD4 anda di bawah
100, anda sebaiknya memakai rifabutin sedikitnya tiga kali seminggu. Ini
mengurangi risiko TB-nya menjadi resistan terhadap rifabutin.

Untuk alasan ini, TB biasanya disembuhkan sebelum ART dimulai. Namun


mungkin ini mustahil bila jumlah CD4 sangat rendah.

Kesimpulan

TB adalah penyakit parah dan membunuh lebih banyak orang dengan HIV
dibanding dengan semua penyakit lain. TB dan HIV saling memperburuk.

Ada pengobatan efektif untuk infeksi TB, dan untuk penyakit TB aktif. Jika anda
pernah dekat dengan orang TB aktif, atau mempuyai gejala TB, sebaiknya anda
dites dan diobati.

Pengobatan untuk TB perlu jangka waktu yang lama, dan dapat sulit dipakai
sekaligus dengan ARV, tetapi obat tersebut dapat menyembuhkan TB. Beberapa
obat TB dapat berinteraksi dengan ARV, jadi pengobatan harus direncanakan
dengan hati-hati jika anda TB dan HIV sekaligus.

[Sumber: Lembaran Informasi Spiritia LI515]

Trackback URL for this post:


http://www.odhaindonesia.org/trackback/18

Menghentikan profilaksis untuk infeksi


oportunistik
Sebelumnya pengobatan preventif yang disebut profilaksis merupakan standar bagi
orang-orang yang berisiko terhadap beberapa jenis infeksi oportunistik tertentu.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengobatan dengan kombinasi HAART
(Highly Active Anti-Retroviral Therapy) dapat meningkatkan jumlah sel CD4 dan
memperbaiki fungsi kekebalan tubuh.
Karena tidak pasti bahwa peningkatan dalam jumlah sel CD4 berarti sistim
kekebalan tubuh mampu melawan infeksi-infeksi seperti PCP, para dokter berhati-
hati dalam menghentikan pengobatan preventif seperti Bactrim. Beberapa
penelitian baru kini mengatakan bahwa bila peningkatan jumlah sel CD4 dapat
dipertahankan selama 3-6 bulan, beberapa jenis pengobatan preventif dapat dengan
aman dihentikan. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian baru ini, beberapa bagian
Panduan Pelayanan Kesehatan Publik (PHS) tentang Pencegahan Infeksi
Oportunistik kini diperbarui.

Menghentikan profilaksis untuk PCP

Rekomendasi untuk memulai profilaksis PCP tidak berubah: mulai profilaksis PCP
bila jumlah sel CD4 kurang dari 200 atau bila ada sejarah thrush. Sebuah bagian
baru kini telah ditambahkan dalam panduan tentang menghentikan profilaksis PCP.
Bagian ini mengatakan bahwa penyedia layanan dapat menghentikan profilaksis
PCP ketia jumlah CD4 seseorang tetap berada di atas 200 selama 3 bulan berturut-
turut. Hal yang sama berlaku bagi orang yang pernah mengalami PCP. Sementara
untuk memulai kembali profilaksis PCP, panduan menggunakan aturan yang sama
dengan waktu memulai: ulangi kembali pengobatan pencegahan bila jumlah sel
CD4 turun di bawah 200.

Menghentikan profilaksis untuk Toksoplasmosis

Sebuah rekomendasi baru ditambahkan pada update tahun 2001 tentang panduan
untuk menghentikan profilaksis untuk Toksoplasmosis. Panduan tersebut sama
dengan panduan untuk profilaksis PCP: ketika jumlah sel CD4 seseorang tetap
berada di atas 200 selama paling tidak 3 bulan berturut-turut.

Bagi mereka yang pernah mengalami infeksi Tokso, diharuskan untuk


menjalankan pengobatan untuk mencegah infeksi berulang (ini disebut pengobatan
pemeliharaan). Panduan tahun 2001 mengatakan bahwa menghentikan profilaksis
Tokso dapat dilakukan bila jumlah sel CD4 meningkat lebih dari 200 sel selama
paling tidak 6 bulan, bila individu tersebut telah menyelesaikan terapi awal Tokso
dan tidak menunjukkan gejala penyakit tersebut.

Menghentikan profilaksis untuk MAC

Rekomendasi untuk pencegahan MAC juga telah berubah. Dulu MAC merupakan
infeksi oportunistik umum bagi orang dengan jumlah sel CD4 rendah. Gejala MAC
termasuk kehilangan berat badan, demam, keringat malam, pembengkakan
kelenjar, sakit perut, diare dan badan lemah. Risiko mengalami MAC paling tinggi
pada orang dengan jumlah sel CD4 kurang dari 50. Panduan PHS
merekomendasikan terapi pencegahan untuk MAC bila jumlah sel CD4 serendah
ini. Obat-obatan yang direkomendasikan adalah antara clarithromycin (Biaxin)
atau azithromycin (Zithromax).

Panduan PHS yang telah diperbarui mengandung rekomendasi baru untuk


penghentian profilaksis MAC. Panduan tersebut mengatakan bahwa patut untuk
menghentikan profilaksis MAC bila jumlah sel CD4 meningkat menjadi lebih dari
100 sel selama paling tidak 3 bulan. Panduan tersebut menganjurkan memulai
kembali pengobatan pencegahan MAC bila jumlah sel CD4 kembali turun menjadi
kurang dari 50.

Orang yang pernah mengalami infeksi MAC perlu menjalani pengobatan untuk
mencegah infeksi berulang (ini disebut pengobatan pemeliharaan). Panduan tahun
2001 menyebutkan anda dapat menghentikan profilaksis MAC bila jumlah sel CD4
meningkat menjadi lebih dari 100 selama paling tidak 6 bulan, setelah orang
tersebut telah menyelesaikan terapi MAC selama 12 bulan dan tidak mengalami
gejala penyakit.

Menghentikan pengobatan pemeliharaan untuk CMV

Perubahan lain yang berkenaan dengan HAART dalam Panduan PHS adalah untuk
infeksi sitomegalovirus (CMV). CMV merupakan virus herpes yang umumnya
mengakibatkan sakit ketika jumlah T-sel kurang dari 50. CMV dapat menyebabkan
retititis, sejenis infeksi mata yang dapat mengakibatkan kebutaan. Pengobatan
standar untuk CMV termasuk obat-obatan yang diberikan lewat infus. Begitu
seseorang terinfeksi CMV, pengobatan pemeliharaan dibutuhkan untuk mencegah
infeksi tersebut menjadi aktif kembali. Beberapa penelitian baru kini menunjukkan
bahwa ketika jumlah sel CD4 meningkat hingga lebih dari 100-150 sel, pengobatan
pemeliharaan untuk CMV mungkin tidak lagi mendesak.

Panduan PHS sangat berhati-hati mengenai informasi ini, karena penyakit CMV
aktif dapat sangat serius. Panduan yang terbaru menyebutkan bahwa menghentikan
pengobatan pemeliharaan dapat dipertimbangkan bila terdapat peningkatan jumlah
CD4 yang berkelanjutan hingga lebih dari 100-150 sel. Keputusan apapun untk
menghentikan terapi pemeliharaan CMV harus dilakukan dengan konsultasi dokter
mata, atau ahli mata (ophthalmologist) yang biasa merawat CMV. Ahli mata
tersebut akan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk seberapa besar
ancaman infeksi CMV terhadap penglihatan seseorang.

 
Menghentikan pengobatan pemeliharaan untuk Kriptokokus

Untuk orang yang pernah menderita infeksi Kriptokokus penting untuk menjalani
pengobatan untuk mencegah infeksi berulang (ini disebut pengobatan
pemeliharaan). Panduan tahun 2001 menyebutkan penghentian profilaksis Kripto
dapat dipertimbangkan bila jumlah sel CD4 meningkat lebih dari 100-200 sel
selama paling tidak 6 bulan, dan bila orang tersebut telah menyelesaikan
pengobatan awal terapi Kripto dan tidak mengalami gejala penyakit.

Panduan PHS yang baru untuk Pencegahan Infeksi Oportunistik dapat diperoleh
di http://www.hivatis.org/trtgdlns.html .

Anda mungkin juga menyukai