Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap Negara dibelahan dunia mempunyai kebudayaan sendiri yang


menjadi karakteristik atau ciri yang membedakan dengan Negara lain.
Misalnya Negara matahari terbit yang menjunjung tinggi budaya dalam
menggunakan bahasa, mereka menerapkan bahasanya dalam segala interaksi
sehingga orang yang berkunjung ke negaranya mengharuskan untuk bisa
berbahasa jepang. Begitupun Indonesia, suatu Negara yang terdiri dari beribu
pulau, dan karenanya dijuluki sebagai Negara kepulauan. Pulau yang
terbentang dari Sabang (utara pulau sumatera) sampai Merauke (selatan
papua). Dengan banyaknya pulau – pulau di Indonesia, maka lahirlah
berbagai kebudayaan yang sangat beragam. Sehingga kata “Bhineka tunggal
ika” menjadi slogan Negara Indonesia, yang artinya berbeda tapi tetap satu.
Ada puluhan, bahkan ratusan daerah yang memiliki kebudayaan berbeda
tersebar di seluruh Indonesia. Sudah sepantasnya kita sebagai warga negara
Indonesia memelihara kekayaan dan keragaman budaya di negeri sendiri,
karena kalau bukan kita sendiri yang melestarikannya, maka dalam kurun
waktu beberapa tahun ke depan kebudayaan itu akan terhapus dan tergantikan
dengan budaya glogalisasi. Bila hal itu terjadi, maka tidak ada lagi yang
membedakan negara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia.

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi terbesar di Indonesia. Di


dalamnya terdapat banyak daerah dengan kebudayaan berbeda. Cianjur
merupakan salah satu wilayah terluas di Jawa Barat. Kebudayaan pokoknya
adalah kebudayaan Sunda, sama seperti kebanyakan daerah di Jawa Barat.
Namun ada yang membedakan budaya Sunda Cianjur dengan budaya Sunda
Jawa Barat. Ideologi dan kehidupan para leluhur di Cianjur sedikit banyak
telah melahirkan kebudayaan Sunda yang khas, yang hanya berlaku di daerah

1
Cianjur (ngaos, mamaos dan maenpo). Melalui uraian unsur budaya Cianjur,
kita bisa melihat persamaan juga perbedaan budaya Sunda daerah Cianjur
dengan budaya Sunda pada umumnya.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan unsur-unsur kebudayaan pada Kebudayaan Cianjur ?

C. Tujuan Penulisan
1. Memenuhi tugas mata kuliah pendidikan kewiraan pada Program Studi
Pendidikan Matematika Universitas Suryakancana Cianjur.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur bahasa pada kebudayaan
Cianjur.
3. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur sistem pengetahuan pada
kebudayaan Cianjur.
4. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur sistem religi pada kebudayaan
Cianjur.
5. Untuk mengetahui dan menganalisis unsur kesenian pada kebudayaan
Cianjur.

2
BAB II
KERANGKA TEORITIS

A. Wujud Hubungan Warga Negara Dengan Negara


Wujud hubungan antara warga negara dengan negara adalah berupa
peranan (role). Peranan tidak lain adalah tugas yang dilakukan dalam
kedudukan / status sebagai warga negara. Status yang dimaksud meliputi
status pasif, aktif, negative, dan positif. Dalam kaitannya dengan pelestarian
budaya maka peranan aktif lah yang menjadi landasan, yaitu aktivitas warga
negara untuk terlibat (berpartisipasi) dalam kehidupan bernegara.

B. Hak dan Kewajiban


Hak dan kewajiban WNI tercantum dalam UUD 1945 pasal 27 s/d 34.
1. Hak-hak warga negara :
Salah satu yang menjadi haknya warga negara adalah Hak untuk
mengembangkan dan memajukan kebudayaan kebudayaan nasional (ps.
32).
2. Kewajiban negara terhadap warga negara, diantaranya :
• Memajukan kebudayaan di tengah peradapan dunia dengan menjamin
kebebasan masyarakat dengan memelihara dan mengembangkan nilai-
nilai budayanya,
• Menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan
budaya nasional.

C. Pengertian Kebudayaan
1. Secara Etimologis
Kebudayaan berasal dari bahasa sansekerta yaitu ‘budayyah’ yang
merupakan jamak dari kata budhi yang artinya akal. Kebudayaan diartikan
sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi atau akal.

3
2. Secara Konseptual
1. Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang
didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral,
hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat
oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
2. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
3. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan
manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang
merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai
rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat
tertib dan damai.

3. Secara Operasional
Kebudayaan adalah seluruh hasil karya manusia yang melingkupi
pengetahuan, kepercayaan, adat istiadat dan kemampuan lain yang
dihasilkan manusia dengan belajar.

D. Pengertian Antropologi

1. Secara Etimologis:
Antropologi, secara etimologis berasal dari kata Antropos, yang
berarti manusia dan logos yang berarti ilmu. Jadi antropologi adalah ilmu
tentang manusia.

4
2. Secara Konseptual
1. Koentjaraningrat
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia pada
umumnya dengan mempelajari aneka warna, bentuk fisik masyarakat
serta kebudayaan yang dihasilkan.
2. William A. Haviland
Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan
perilakunya serta untuk memperoleh pengertian yang lengkap tentang
keanekaragaman manusia.

3. Secara Operasional
Antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia dan
keaneka ragaman,serta kebudayaannya.

E. Pengertian Masyarakat

1. Secara Etimologis
Masyarakat secara etimologi berasal dari bahasa Arab dengan kata
dasar syaraka (verb) atau syariek (noun) yang berarti teman. Dan dalam
bahasa Inggris kata masyarakat itu sepadan dengan kata Society yang
berasal dari kata Socius, artinya bergaul. Jadi, Masyarakat secara
kebahasaan dapat diartikan sebagai kelompok orang yang berteman dan
bergaul.

2. Secara Konseptual
1. Menurut JL Gillin (sosiolog) dan JP Gilin (antropolog)
Masyarakat adalah sekelompok orang yang satu sama lain
merasa terikat oleh kebiasaan tertentu, tradisi, perasaan, dan prilaku
yang sama.

5
2. Menurut Koentjaraningrat
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
sesuai dengan adat istiadat tertentu yang sifatnya berkesinambungan,
dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama.

3. Menurut Selo Sumarjan (1974)


Masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama yang
menghasilkan kebudayaan.

3. Secara Operasional
Masyarakat adalah sekumpulan orang yang saling berinteraksi dan
terikat oleh kebiasaan, identitas dan adat istiadat yang sama.

6
BAB III
DATA DAN METODOLOGI

Berdasarkan hasil studi pustaka melalui media cetak dan elektronik


dihasilkan data sebagai berikut :
A. Arti lambang cianjur
Simbol daerah Cianjur, memiliki arti sebagai
berikut :
 Perisai
, melambangkan ketangguhan fisik dan mental.
 W a r n
, melambangkan kehidupan yang abadi.
 G u n u
, melambangkan kesuburan.
 Hamparan warna biru menunjukkan air yang melambangkan kesetiaan
dan ketaatan.
 Dua tangkai padi bersilang masing-masing berbutir 17 melambangkan
keentraman dan dinamika kehidupan masyarakat yang dijiwai semangat
Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.
 Simpul pita berwarna kuning emas, melambangkan sufat persatuan dan
kesatuan.
 Motto Sugih Mukti, melambangkan kesejahteraan.

B. Ciri Khas Sistem Pengetahuan

Kearifan para leluhur Tatar Cianjur sangat mewarnai pandangan hidup


dan memberi arah perjalanan peradaban masyarakat Tatar Sunda pada
umumnya, serta masyarakat Cianjur khususnya. Sehingga sejak dulu
masyarakat Cianjur mempunyai filosofi yang melambangkan aspek
keparipurnaan, yaitu

 Maos (membaca)

7
 Ngaos (mengaji Al-Qur’an)

 Mamaos (menembang, bersenandung tembang Sunda/Cianjuran)

 Maenpo (silat)

 Ngibing (menari tradisional)

Namun yang lebih dikenal masyarakat pada umumnya hanyalah tiga


yaitu Ngaos, Mamaos, dan Maenpo.

MAOS : bisa dijabarkan dalam tiga kategori MACA (membaca untuk


mengetahui, memaknai, mengarifi dan mengaktualisasikannya dalam perilaku
keseharian), dalam wacana Sunda ada tiga kemampuan MACA, yaitu:
 Maca Uga dina Waruga = mampu memahami kualitas diri sendiri,
kontemplasi, instropeksi diri.
 Maca Uga Waruga Jagat = mampu memahami keadaan lingkungan hidup
makro. Menafakuri aya-ayat Kauniah.
 Maca Uga dina Aksara = mampu memahami ilmu pengetahuan yang
tertulis dalam aksara/bahasa.

NGAOS : dalam idiomatika Sunda NGAOS selalu diartikan dengan


membaca Al-Qur’an atau mengaji. Setelah mampu “Ngaos” maka akan
tumbuh “Ngartos” (mengerti) dan insya-Alloh akan berujung pada “Rumaos”
(sadar diri).

MAMAOS : diartikan sebagai berkemampuan untuk bersenandung


dalam wanda tembang Sunda/Cianjuran. Bila dikaji dengan cermat, ternyata
Tembang Sunda/Cianjuran mengandung falsafah hidup yang sangat tinggi
baik dalam irama, ornamen lagunya maupun lirik susastranya. Tembang
Sunda Cianjuran telah menjadi karya seni klasik bernilai falsafah teramat
tinggi.

MAENPO : disebut pula kemampuan untuk bersilat, pencak silat,


ameng. Po berasal dari bahasa Cina poo = balas, membalas, saling balas;
sebab dalam bersilat akan “saling balas” yaitu menyerang dan

8
mempertahankan “tangtungan”. Salah satu peninggalan budaya luhur dari
masyarakat Cianjur adalah Maenpo atau pencak silat. Ilmu pencak silat sudah
diwariskan turun temurun sejak sekitar akhir abad ke 19. Sampai saat ini, ada
4 tempat utama yang merupakan tempat terpenting dalam penyebaran aliran
maenpo yang ada di Cianjur. Tempat itu adalah: Pasar Baru yang merupakan
tempat dimana aliran Cikalong banyak dipelajari dan dikembangkan, Bojong
Herang di mana Sabandar banyak dikembangkan dan dipelajari dan di antara
kedua tempat ini ada daerah kaum yang merupakan tempat tokoh tokoh yang
belajar kedua aliran ini baik Cikalong maupun Sabandar. Tempat lain adalah
Cikaret yang merupakan tempat di mana aliran Kari berkembang. Kemampuan
bersilat menjadi tanda kemampuan diri dalam menghadapi bahaya serta
melatih kesabaran, kesadaran dan keberanian.

NGIBING : atau ngigel, atau berarti menari. Kemampuan untuk


memperlihatkan keselarasan etika, melatih keindahan bahasa tubuh
(kinestetika) dengan harmoni kehidupan. Dikenal idiomatik Sunda yaitu
NGIGELAN JEUNG NGIGELKEUN JAMAN, yaitu mampu menyelaraskan
diri dengan kehidupan global-mondial tanpa kehilangan jati diri. Tidak hanya
menjadi obyek tetapi juga bisa berperan menjadi subyek dalam percaturan
kehidupan manusia lokal, nasional maupun internasional.

Apabila filosofi tersebut diresapi, pada hakekatnya merupakan symbol


rasa keber-agama-an, kebudayaan dan kerja keras. Dengan keber-agama-an
sasaran yang ingin dicapai adalah terciptanya keimanan dan ketaqwaan
masyarakat melalui pembangunan akhlak yang mulia. Dengan kebudayaan,
masyarakat cianjur ingin mempertahankan keberadaannya sebagai masyarakat
yang berbudaya, memiliki adab, tatakrama dan sopan santun dalam tata
pergaulan hidup. Dengan kerja keras sebagai implementasi dari filosofi
maenpo, masyarakat Cianjur selalu menunjukan semangat keberdayaan yang
tinggi dalam meningkatkan mutu kehidupan. Liliwatan, tidak semata-mata
permainan beladiri dalam pencak silat, tetapi juga ditafsirkan sebagai sikap
untuk menghindarkan diri dari perbuatan yang maksiat. Sedangkan peupeuhan

9
atau pukulan ditafsirkan sebagai kekuatan didalam menghadapi berbagai
tantangan dalam hidup.

C. Fauna Khas Cianjur

Cianjur memiliki fauna khas yaitu ayam pelung. Ke-khas-an ayam


pelung ini adalah suara kokoknya yang berirama, lebih merdu dan lebih
panjang dibanding ayam jenis lainnya. Secara genetika ayam pelung
mempunyai beberapa perbedaan, yaitu

 Badan: Besar dab kokoh (jauh lebih berat / besar dibanding ayam lokal
biasa)

 Cakar: Panjang dan besar, berwarna hitam, hijau, kuning atau putih

 Pial: Besar, bulat dan memerah

 Jengger: Besar, tebal dan tegak, sebagian miring dan miring, berwarna
merah dan berbentuk tunggal

 Warna bulu: Tidak memiliki pola khas, tapi umumnya campuran merah
dan hitam ; kuning dan putih ; dan atau campuran warna hijau mengkilat.

D. Kesenian Khas Cianjur

Di tempat kelahirannya, Cianjur, sebenarnya nama kesenian ini adalah


mamaos. Dinamakan Tembang Sunda Cianjuran sejak tahun 1930-an dan
dikukuhkan tahun 1962 ketika diadakan Musyawarah Tembang Sunda sa-
Pasundan di Bandung. Seni mamaos merupakan seni vokal Sunda dengan alat
musik kacapi indung, kacapi rincik, suling, dan atau rebab.

10
Sejarah

Mamaos terbentuk pada masa pemerintahan bupati Cianjur RAA.


Kusumaningrat (1834—1864). Bupati Kusumaningrat dalam membuat lagu
sering bertempat di sebuah bangunan bernama Pancaniti. Oleh karena itulah
dia terkenal dengan nama Kangjeng Pancaniti. Pada mulanya mamaos
dinyanyikan oleh kaum pria. Baru pada perempat pertama abad ke-20
mamaos bisa dipelajari oleh kaum wanita. Hal ituTerbukti dengan munculnya
para juru mamaos wanita, seperti Rd. Siti Sarah, Rd. Anah Ruhanah, Ibu
Imong, Ibu O’oh, Ibu Resna, dan Nyi Mas Saodah.

Bahan mamaos berasal dari berbagai seni suara Sunda, seperti pantun,
beluk (mamaca), degung, serta tembang macapat Jawa, yaitu pupuh. Lagu-
lagu mamaos yang diambil dari vokal seni pantun dinamakan lagu pantun
atau papantunan, atau disebut pula lagu Pajajaran, diambil dari nama keraton
Sunda pada masa lampau. Sedangkan lagu-lagu yang berasal dari bahan
pupuh disebut tembang. Keduanya menunjukan kepada peraturan rumpaka
(teks). Sedangkan teknik vokal keduanya menggunakan bahan-bahan olahan
vokal Sunda. Namun demikian pada akhirnya kedua teknik pembuatan
rumpaka ini ada yang digabungkan. Lagu-lagu papantunan pun banyak yang
dibuat dengan aturan pupuh.

Pada masa awal penciptaannya, Cianjuran merupakan revitalisasi dari


seni Pantun. Kacapi dan teknik memainkannya masih jelas dari seni Pantun.
Begitu pula lagu-lagunya hampir semuanya dari sajian seni Pantun. Rumpaka
lagunya pun mengambil dari cerita Pantun Mundinglaya Dikusumah.

11
Pada masa pemerintahan bupati RAA. Prawiradiredja II (1864—1910)
kesenian mamaos mulai menyebar ke daerah lain. Rd. Etje Madjid
Natawiredja (1853—1928) adalah di antara tokoh mamaos yang berperan
dalam penyebaran ini. Dia sering diundang untuk mengajarkan mamaos ke
kabupaten-kabupaten di Priangan, di antaranya oleh bupati Bandung RAA.
Martanagara (1893—1918) dan RAA. Wiranatakoesoemah (1920—1931 &
1935—1942). Ketika mamaos menyebar ke daerah lain dan lagu-lagu yang
menggunakan pola pupuh telah banyak, maka masyarakat di luar Cianjur (dan
beberapa perkumpulan di Cianjur) menyebut mamaos dengan nama tembang
Sunda atau Cianjuran, karena kesenian ini khas dan berasal dari Cianjur.
Demikian pula ketika radio NIROM Bandung tahun 1930-an menyiarkan
kesenian ini menyebutnya dengan tembang Cianjuran.

Peralatan

Peralatan musik yang digunakan dalam mamaos cianjuran adalah:


kacapi, suling dan rebab. Kacapi terbuat dari kayu yang keras dan kawat
tembaga. Bagian-bagiannya terdiri atas: papalayu, yaitu papan bagian atas;
pureut yaitu alat untuk menyetem (nyurupkeun) yang dipasang di bagian
depan; dan inang yaitu alat yang berbentuk kerucut atau limas yang
ditempatkan pada papalayu. Alat ini gunanya untuk merentangkan kawat
(dawai) dengan bagian tumpangsari yang berfungsi untuk menyetem
(melaras). Sedangkan, suling terbuat dari bambu tamiang. Bagian-bagiannya
terdiri atas: sumber (lubang suling bagian atas); suliwer (sutas tali yang
dilitkan pada bagian atas suling); lubang nada (lubang untuk menghasilkan
nada). Sementara, bagian-bagian rebab yang terbuat dari kayu dan kawat
terdiri atas: pucuk (bagian paling atas rebab); pureut (alat untuk menyetem
yang juga terdapat di bagian atas rebab); wangkis yang berfungsi sebagai
resonater; beuti cariang (bagian bawah wangkis); soko 9bagian paling bawah
rebab; dan tumpangsari (alat yang diikatkan pada dua buah kawat yang

12
direntengkan). Kemudian, bagian penggesek terdiri atas pucuk, gandar, dan
bulu-bulu pengesat.

Pemain dan Busana

Pemain kesenian yang disebut sebagai mamaos cianjuran terdiri atas:


seorang pemain kacapi indung yang tugasnya adalah memberi pasieup,
narangtang, pangkat lagu, dan memngiri lagu baik mamaos mamupun
panambih; satu atau dua orang pemain kacapi rincik yang bertugas membuat
hiasan pada iringan kacapi indung ketika penembang membawakan wanda
panambih; sementara yang satunya lagi bertugas sebagai anggeran wilatan
(memberi batasan-batasan ketukan); seorang pemain suling yang bertugas
membuat hiasan-hiasan lagu di sela-sela kekosongan sekaran (vokal) dan
memberi lelemah sore (dasar nada); dan penembang yang membawakan
berbagai jenis lagu mamaos cianjuran. Sebagai catatan, lagu panambih hanya
dilantunkan oleh penembang wanita. Adapun busana yang dikenakan oleh
pemain laki-laki adalah baju taqwa, sinjang (dodot), dengan benggol sebagai
aksesorisnya. Sedangkan, pakaian yang dikenakan oleh para pemain
wanitanya adalah: kebaya, sinjang, dan selendang.

13
BAB IV
PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Pudarnya Kebudayaan Asli Cianjur

Cianjur pada masa lalu diingat orang karena tiga pilar budayanya,
yaitu ngaos, mamaos, dan maenpo. Ngaos adalah tradisi mengaji, mamaos
adalah tradisi mengisahkan petuah-petuah para leluhur yang diiringi alat
musik kecapi, dan maenpo seni tradisional pencak silat.

Ketiga pilar budaya itu hidup dan menjadi napas yang dihidupi
masyarakat Sunda di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, selama berabad-abad.
Ketiga pilar itu saling melengkapi dan menuntun masyarakat menjadi
bijaksana.

Ngaos mengajarkan keutamaan hidup dan mengedapankan watak baik


melalui penghayatan agama. Budaya ngaos ini terutama bisa dilihat di

14
pesantren-pesantren dan kelompok pengajian yang jumlahnya tak terhitung di
Cianjur.

Mamaos memberikan pendidikan melalui kisah-kisah adiluhung


nenek moyang, sedangkan maenpo mengajarkan masyarakat Sunda-Cianjur
untuk menjadi ksatria, sekaligus kuat secara fisik. Kedua pilar budaya ini
pada zaman dulu dilestarikan di padepokan-padepokan.

Pilar budaya itu benar-benar menjadi panutan ketika masyarakat


Cianjur masih hidup tradisional. Kini, ketika modernisasi sudah sedemikian
masif, ketiga pilar budaya itu makin tergerus, hal ini dapat dilihat dari :

1. Semakin banyak pesantren yang jumlah santrinya terus berkurang.


2. Tiadak ada lagi padepokan maenpo yang namanya melegenda seperti
dulu. Saat ini seni bela diri dari Negara lain terlihat lebih populer
dikalangan kaum muda dibandingkan dengan seni bela diri asli Cianjur.
3. Tidak banyak lagi kaum muda yang menguasai seni mamaos. Dan juga
sulit mengharapkan ada penyelenggara pesta perkawinan yang
menampilkan mamaos, banyak yang lebih memilih dangdut atau
kesenian modern lainnya.

Penggalian, pelestarian, pembinaan, dan pengembangan seni budaya


di Kab. Cianjur belum ada konsep yang jelas. Kondisi itu membuat
perkembangan kegiatan seni budaya menjadi terseret oleh gempuran budaya
asing. Padahal dulu Cianjur sudah banyak melahirkan pelaku seni budaya
besar, sehingga perlu ada sinergi antara seniman, budayawan, pemerintah dan
berbagai pihal lainnya.

Saat ini belum terbangun sinergi antara berbagai pihak terkait


termasuk pemerintah dan para pelaku seni. Itu terjadi karena kurang
terbangunnya komunikasi antara berbagai pihak terkait.

15
Produk seni budaya perlu ada proteksi, dan dukungan dari berbagai
kalangan, melalui komunikasi lintas sektor diharapkan bisa terbangun sinergi.

Sebab banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan seni budaya,


dan paling menentukan adalah kreatifitas para pelaku seni. Fasilitas atau
tempat berkumpul para pelaku seni, tempat itu perannya sangat penting untuk
membangun komunikasi, atau aktivitas lainnya.

B. Upaya untuk melestarikan kebudayaan Cianjur


1. Upaya yang dilakukan oleh Universitas Suryakancana Cianjur
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Suryakancana
Cianjur, Jawa Barat , melestarikan budaya Sunda dengan cara setiap
mahasiswa wajib mengambil mata kuliah seni budayaan sastra Sunda
dengan bobot dua SKS.

Selain itu, dalam upaya melestarikan buaya Sunda, dengan


dilaksanakan pula "Pagelaran Budaya Sastra Sunda Mangrupa Tarekah
Pikeun Ngaronjatkeun Kamampuh Mahasiswa Dina Widang Kasundaan".

Dalam pagelaran upaya melestarikan budaya dan sastra Sunda ini,


diantaranya ditampilkan kesenian Sunda berupa Sandiwara Sunda,
Layeutan, Mamaos Cianjuran, Sisindiran.

Kegiatan ini dengan tujuan sebagai bentuk evaluasi mata kuliah


seni budaya dan sastra Sunda, agar mahasiswa lebih memahami,
mengenal, mencintai seni budaya dan sastra Sunda, memiliki sikap,
tingkah laku, kepribadian sebagai calon guru yang memiliki nilai-nilai
sesuai dengan adat istiadat yang ada di masyarakat Sunda.

Hal ini pun sebagai bentuk implementasi Undang-undang No 19


Tahun 2005, Perda (Peraturan Daerah) Pemprov Jabar No. 5 Tahun 2003,
Perda Pemprov No 6 Tahun 2003 yang mengatur tentang Pelestarian dan
Pemeliharaan Budaya Sunda.

16
2. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat

Salah satu upaya yang dilakuakn oleh masyarakat Cianjur untuk


melestarikan kebudayaa asli Cianjur yakni didirikannya Padepokan
Maenpo Bojongherang yang melakukan latihan, serta demonstrasi seni
maenpo diikuti oleh sejumlah siswa SD dan SMP. Pementasan seni
tradisional maenpo ini dimaksudkan untuk pengenalan seni tradisional
masyarakat Sunda. Pendirian Padepokan ini diharapkan bisa menarik
minat masyarakat Cianjur. Khususnya kalangan muda untuk ikut
melestarikan budaya Cianjur. Karena, kesenian suatu daerah akan bertahan
lama, jika generasi mudanya peduli dan mau menjaga kelestarian kesenian
ini. Kesenian tradisional akan berkembang tergantung dari minat generasi
mudanya, jika anak muda sekarang mau mencintai dan mempelajari
budaya sendiri, maka budaya tersebut tidak akan punah.
3. Upaya yang dilakukan oleh media masa
Insan pers diharapkan bisa lebih aktif menjalin kerjasama dengan
masyarakat dalam upaya melestarikan Seni Budaya Tradisional Daerah. Pers
dapat menggali potensi dan melestarikan seni budaya, termasuk yang ada di
Kabupaten Cianjur. Selain itu, pers dapat pula menginformasikan secara apik
dan menarik mengenai kebudayaan asli Cianjur melalui media masa, yang
kemungkinan seluruh masyarakat Cianjur dapat mengetahuinya dan
masyarakatpun tertarik untuk ikut serta secara langsung melestarikan
kebudayaan asli Cianjur. Diluar dari masyarakat Cianjur, pers dapat
menginformasikan kebudayaan Cianjur ini keluar daerah dan mungkin
sampai keluar negeri.

Kemampuan pers yang berada ditengah tengah masyarakat harus bisa


menjaga martabatnya sebagai insan pers dengan menyiarkan aktualitas
informasi dan komunikasi yang berkualitas.

4. Upaya yang dilakukan Pemerintah

17
1. Mewadahi komunitas-komunitas kebudaya khususnya di Cianjur agar
lebih mengenal kebudayaanya sebagai upaya melestarikan
kebudayaan asli Cianjur.

2. Meningkatkan setiap potensi individu, rekonstruksi karakter


berbudaya dan mengajak secara bersama-sama dalam menjaga
kebudayaan asli Cianjur.

3. Mensosialisasikan keunggulan budaya Cianjur dalam rangka


memproteksi atau memfilter budaya asing yang negative,

4. Memberikan fasilitas atau tempat berkumpul para pelaku seni untuk


melestarika kebudayaan Cianjur, karena tempat itu perannya sangat
penting untuk membangun komunikasi, atau aktivitas lainnya.

5. Berbagai agenda seni budaya harus rutin dilaksanakan supaya dapat


memicu perkembangan seni budaya Cianjur.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Kebudayaan di Cianjur memiliki beberapa ciri khas yaitu : a) Unsur
bahasa, dimana masyarakat Cianjur menggunakan bahasa sunda yang
halus dalam kesehariannya ; b) Cianjur juga memiliki makanan khas
seperti beras Pandan Wangi, manisan Cianjur dan tauco ; c) Sistem
pengetahuan, dimana masyarakat Cianjur telah mewarisi pandangan hidup
para leluhurnya, yaitu Ngaos, Maos, Mamaos, Maenpo, dan Ngibing ;
d)Kesenian, Kota Cianjur memiliki banyak kesenian dan tradisi yang
masih sering dijumpai pada zaman modern ini salah satunya yaitu
Cianjuran.
2. Saat ini kebudayaan di Cianjur sedang mengalami krisis, karena semakin
majunya perkembangan jaman, semakin tergerus pula kebudayaan asli
oleh kebudayaan yang berasal dari luar. Hal ini dapat terlihat dengan

18
kurangnya minat generasi muda untuk mempelajari kebudayaan asli
Cianjur, mereka lebih tertarik pada kebudayaan luar.

B. Saran
1. Kebudayaan yang dimiliki Cianjur sangatlah beragam dan potensial.
Sudah selayaknya generasi muda mulai mencintai dan melestarikan segala
kekayaan dan potensi yang tersedia di Cianjur.
2. Saat ini pemerintah Cianjur sudah melakukan upaya yang cukup untuk
melestarikan budaya Cianjur, hendaknya lebih ditingkatkan lagi
intensitasnya, sehingga rasa cinta generasi muda pada daerahnya tidak
akan mudah luntur.
3. Untuk melestarikan kebudayaan asli Cianjur semua pihak antara lain :
pemerintah, masyarakat, dan pelaku seni itu sendiri hendaknya
bekerjasama dalam melestarikan kebudayaan ini agar generasi muda saat
ini tertarik untuk mempelajari kebudayaan asli Cianjur karena generasi
muda merupakan penerus untuk melestarikan kebudayaan asli Cianjur.

19

Anda mungkin juga menyukai