Anda di halaman 1dari 10

Manusia Dalam Perspektif Islam

 Dimensi Raga

Manusia adalah makhluk yang paling sempurna yang Allah ciptakan. Seperti dalam
Firman Allah SWT : "Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang paling sempurna" (QS At-Tiin : 4).

Membahas tentang asal-usul manusia berarti membahas suatu kejadian. Tentang asal
usul kejadian manusia terdapat tiga teori sebagai berikut:

1. Teori evolusi saintis


Teori evolusi saintis diungkapkan oleh berbagai ilmuwan di dunia. Pada mulanya
teori ini dikemukakan oleh seorang sarjana Perancis J.B de Lamarck (1774-1829),
yang menyatakan bahwa kehidupan evolusi dari tumbuh-tumbuhan menuju
binatang, dan dari binatang menuju manusia.
Kemudian dipertegas oleh sarjana Inggris, Charles Darwin (1809-1882) yang
dalam bukunya The Origin of Man menjelaskan teori tentang perkembangan
binatang-binatang menuju manusia. Ia mengungkapkan bahwa manusia itu berasal
dari kera yang kemudian berevolusi menjadi manusia purba, dan pada akhirnya
menjadi wujud manusia sempurna.
Kemudian teori evolusi menjadi semakin populer dan berkembang terus. Sampai
akhirnya muncullah seorang sarjana Ilmu Pengetahuan Alam di Jerman, Ernest
Heinrich Hackel (1834-1919) yang berpendapat bahwa sel-sel purba diciptakan
oleh Tuhan, akan tetapi tidak dalam penciptaan sekaligus.
2. Teori revolusi atau revelasi non Al-Qur’an
Revolusi merupakan kebalikan dari evolusi. Teori ini sebenarnya adalah
pandangan penciptaan dengan kuasa Tuhan atas makhluk-Nya. Pandangan ini
merupakan hasil interpretasi umat Kristen tentang proses kejadian manusia yang
dihubungkan dengan kemahakuasaan Tuhan.
3. Teori Cendikiawan Muslim
Di kalangan umat Islam ada keyakinan bahwa proses penciptaan alam dan
manusia pertama, yaitu Nabi Adam a.s. adalah dengan cara revolusi. Akan tetapi
beberapa tokoh pemikir Islam mempunyai penafsiran yang cenderung pada teori
evolusi.

1
Supan Kusumamihardja dalam bukunya Studi al Islamica menyatakan bahwa:
“Kalaupun dalam beberapa hal teori evolusi itu kelihatannya benar, sama sekali
tidak menggoyahkan kepercayaan kepada Tuhan pencipta, malah memperkuatnya.
Karena justru evolusi itu memperlihatkan keteraturannya, . . . . bagi Tuhan yang
kuasa menciptakan partikel dasar dari tidak ada menjadi ada tentu lebih mudah
daripada sekedar mengubah partikel dasar menjadi macam-macam organisme,
baik dengan cara evolusi maupun cara pembuatan khusus satu-persatu.”

Berangkat dari ketiga teori di atas, Al-Qur’an mengungkapkan bahwa manusia


pertama yang Allah ciptakan adalah Adam as. Allah menciptakan Adam as. dari saripati
(ekstrak) tanah. Seperti Firman-Nya dalam Al-Qur’an :

“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari
tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat
yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu
segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami
jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Suci lah
Allah, Pencipta Yang Paling Baik. Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian
benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan
(dari kuburmu) di hari kiamat.” (QS Al-Mu’minun : 12-16).

Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa Adam as. diciptakan dari tanah liat secara
langsung, atau secara tidak langsung dari bahan dasar lumpur yang dikembangkan melalui
mekanisme evolusi yang terarah. Bahan-bahan yang disebutkan dalan ayat di atas hanya
merupakan petunjuk dimana sebenarnya bahan-bahan pembentuk manusia yaitu amonia,
methana dan air terdapat dalam tanah, untuk kemudian bereaksi kimiawi. Jika dinyatakan
istilah “lumpur hitam yang dibentuk” mungkin yang dimaksud adalah bahan-bahan yang
terdapat pada lumpur hitam yang kemudian diolah dalam bentuk kimia.

Segi ragawi manusia sama dengan organisme fisik-biologis binatang. Tetapi ada
beberapa hal yang membedakannya. Pertama, dilihat dari sisi kulit, manusia konon paling
lembut dagingnya dan paling mudah luka kulitnya. Bulu-bulu tebal seperi beruang kutub,
tidak terdapat dalam tubuh manusia, demikian juga kulit sekeras kura-kura atau duri-duri
tajam seperti landak.

2
Kedua, dari sisi proses perkembangan, manusia untuk mencapai perkembangan yang
optimal memerlukan waktu dan proses belajar yang cukup panjang. Bayi manusia tidak
begitu saja mampu berdiri dan berjalan, makan sendiri dan berbicara. Tidak serupa bayi kera
yang memerlukan waktu relatif singkat untuk dapat mampu berayun-ayun sambil mencari
makan sendiri.

Ketiga, dari sisi proses adaptasi, manusia tidak mengadaptasikan tubuhnya terhadap
berbagai perubahan lingkungan, tetapi justru berupaya mengolah lingkungan. Volume otak
manusia yang cukup besar dengan sistem syaraf dan otot yang lengkap, memberikan
kemampuan untuk berfikir, bergerak, berputar-putar, berdiri tegak, dan sebagainya.

Ini menandakan bahwa proses mental dan fisik manusia jauh lebih tinggi, canggih,
dan bervariasi yang semuanya terungkap dalam kemampuan, keterampilan dan berbagai pola
prilaku yang hampir tak terbatas jumlah dan ragamnya.

Ragawi manusia memaksa atau mendorong manusia agar ia bisa bertahan hidup
ataupun berkreasi. Ragawi manusia ini menghasilkan dua bibit potensi, yaitu bibit potensi
positif dan juga bibit potensi negatif. Bibit potensi ini nantinya akan dikendalikan oleh
“nafs”.

 Dimensi Jiwa

Jiwa/nafs adalah inti bagi manusia. Itulah sebabnya mengapa manusia dikatakan
makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Nafs ini hanya diberikan Allah kepada
makhluk manusia saja, sedangkan makhluk lain ciptaan Allah tidak diberikan nafs. Kata nafs
dengan segala bentuknya terulang l33 kali di dalam Al-Qur'an. Dalam pandangan Al-Qur'an
nafs ini diciptakan Allah dalam keadaan sempurna, berfungsi untuk menampung serta
mendorong manusia berbuat kebaikan dan keburukan. Inilah salah satu ciri spesifik manusia
yang membedakannya dari makhluk-makhluk lainnya. Sehingga manusia dikatakan sebagai
makhluk alternatif, artinya ia bisa menjadi baik dan tinggi derajatnya di hadapan Allah.
Sebaliknya, ia pun bisa menjadi jahat dan jatuh terperosok pada posisi yang rendah dan
buruk. Ia bisa bagai hewan, bahkan lebih jelek lagi.

Nafs juga merupakan sebuah wadah (QS. 13:11), tempat menampung


kemauan/gagasan. Dari sisi ini nafs merupakan organ rohani yang besar pengaruhnya dalam

3
mendorong anggota jasmani untuk berbuat dan bertindak . Sehingga muncul aktivitas
manusia seperti emosi (takut, khusu', benci, menyesal, dan sebagainya), serakah, tergesa-gesa
(lapar, seks, perlindungan, bebas, dan sebagainya) . Dalam kaitan ini, manusia diberikan oleh
Allah kekuatan ikhtiar atau usaha untuk bebas menggunakan potensi positif dan negatifnya.
Namun ia tak boleh melupakan, bahwa semua pilihan dan tindakannya akan dipertanggung
jawabkan di hadapan pengadilan tinggi Allah Yang Maha Adil, kelak di akhirat. Lantaran itu,
bukanlah pada tempatnya manakala manusia menjadikan takdir sebagai alasan dan kambing
hitam bila ia melakukan perbuatan negatif, dengan mengatakan bahwa segala sesuatunya
telah ditakdirkan Allah SWT. Seakan manusia itu wayang yang tak bisa berperan kecuali bila
diperankan sang dalang. Padahal Allah tak akan merubah keadaan suatu kaum kalau mereka
tidak berusaha merubahnya.

“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka


mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” (QS Ar-Ra’d: 11)

Dua dimensi jiwa manusia senantiasa saling menyaingi, mempengaruhi dan


berperang. Kemungkinan jiwa positif manusia menguasai dirinya selalu terbuka. Dan jiwa
negatif pun tak tertutup kemungkinan untuk mengontrol diri manusia. Tataplah sosok seorang
Mush’ab bin Umair ra yang hidup di masa Rasulullah SAW. Ia putera seorang konglomerat
Makkah. Namanya menjadi buah bibir masyarakat, terutama kaum mudanya. Sebelum masuk
Islam ia dikenal dalam lingkaran pergaulan jet set. Namun, suatu hari mereka tak lagi melihat
sosoknya. Mereka kaget ketika mendengarnya sudah menjadi pribadi lain. Benar, ia sudah
bersentuhan dengan dakwah Rasulullah SAW dan hidup dalam kemanisan iman dan
kedamaian risalahnya. Sehingga cobaan beratpun ia terima dengan senyuman dan kesabaran.
Kehidupan glamour ia lepaskan. Bahkan dialah yang terpilih sebagai juru dakwah kepada
penduduk Madinah. Disisi lain, tengoklah pribadi Musailamah Al-Khadzdzab. Setelah
mengikuti kafilah dakwah Rasulullah SAW, jiwa negatifnya masih menonjol, ketamakan
akan kedudukan dan kehormatan membawanya pada pengakuan diri sebagai nabi palsu.
Akhrinya ia mati terbunuh dalam kondisi tak beriman di tangan Wahsyi dalam suatu
peperangan.

Manusia tentu saja memiliki harapan agar jiwa positifnya bisa menguasai dan
membimbing dirinya. Sehingga ia bisa berjalan pada garis-garis yang benar dan haq. Akan
tetapi seringkali harapan ini tak kunjung tercapai, bahkan bisa jadi justru kondisi sebaliknya
yang muncul. Ia terperosok ke dalam kubangan kebatilan. Disinilah betapa besar peranan
4
lingkungan yang mengelilingi diri manusia baik keluarga kawan, tetangga, guru kerabat
kerja, bacaan, penglihatan, pendengaran, makanan, minuman, ataupun lainnya. Semua itu
memberikan andil dan pengaruh dalam mewarnai jiwa manusia.

Islam, sebagai Din yang haq, memberikan tuntunan ke pada manusia agar ia
menggunakan potensi ikhtiarnya untuk memilih dan menciptakan lingkungan yang positif
sebagai salah satu upaya pengarahan, pemeliharaan , tazkiyah atau pembersihan jiwa dan
sebagai tindakan preventif dari hal-hal yang bisa mengotori jiwanya. Disamping itu,
diperlukan pendalaman terhadap tuntunan dan ajaran Islam serta peningkatan pengalamnnya.
Evaluasi diri dan introspeksi harian terhadap perjalanan hidupnya, tak kalah pentingnya
dalam tazkiyah jiwa. Manakala jalan ini ditempuh dan jiwanya menjadi bersih dan suci, maka
ia termasuk orang yang beruntung dalam pandangan Allah SWT. Sebaliknya, apabila jiwanya
terkotori oeh berbagai polusi haram dan kebatilan, maka ia termasuk orang yang merugi
menurut kriteria Allah SWT.

Oleh karenya manusia harus mengembangkan nafs-nya dengan sebaik mungkin.


Karena apabila nafs-nya baik, maka akan baik pula manusia dalam bertindak. Sehingga ia
mampu membuat berbagai sarana dan prasarana serta menciptakan peradaban dan
mengembangkan sains mengenai berbagai hal. Dalam bahasa lain satu-satunya mahluk yang
mampu mewujudkan bagian tertinggi dari kehendak Tuhan dan menjadi pelaku sejarah
adalah manusia . Sehingga wajar jika di dalam Al-Qur'an dikatakan bahwa manusia memiliki
derajat yang paling tinggi dibanding makhluk lain.

 Dimensi Ruh

Dimensi psikis manusia yang bersumber secara langsung dari Tuhan adalah dimensi
al-ruh. Dimensi al-ruh ini membawa sifat-sifat dan daya-daya yang dimiliki oleh sumbernya,
yaitu Allah. Perwujudan dari sifat-sifat dan daya-daya itu pada gilirannya memberikan
potensi secara internal di dalam dirinya untuk menjadi khalifah Allah, atau wakil Allah.
Khalifah Allah dapat berarti mewujudkan sifat-sifat Allah secara nyata dalam kehidupannya
di bumi untuk mengelola dan memanfaatkan bumi Allah. Tegasnya bahwa dimensi al-ruh
merupakan daya potensialitas internal dalam diri manusia yang akan mewujud secara aktual
sebagai khalifah Allah.

5
Ruh itu suci. Allah meniupkan ruh-Nya kepada setiap makhluk ciptaan-Nya. Ruh
tidak takluk dengan pemeriksaan dan ukuran manusia. Oleh sebab itu, manusia tidak
mungkin dapat memberikan kepadanya apa-apa yang akan memperbaikinya. Allah SWT
mengingatkan kita dengan firman-Nya:

"Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah ruh adalah urusan
Tuhanku, kamu tidak diberi ilmu kecuali sedikit" (QS Al-Israa : 85).

Dalam al-Qur’an dijelaskan kata al-ruh berhubungan dengan aspek atau dimensi
psikis manusia. Berikut dijelaskan bahwa Allah “meniup”-kan ruh-Nya ke dalam jiwa dan
jasad manusia. Sebagaimana yang terdapat dalam ayat berikut ini :

“Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan ke
dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”. (QS.
Al-Hijr : 29)

Berdasarkan ayat di atas, kata ruh dihubungkan dengan Allah. Istilah yang digunakan
untuk menyatakan hubungan itu juga beragam, seperti al-ruh minhu ruhina, ruhihi, al-ruhiy,
ruh min amri rabbi. Selanjutnya, ruh Allah itu diciptakan kepada manusia melalui proses al-
nafakh. Berbeda dengan al-nafs, sebab nafs telah ada sejak nutfan dalam proses konsepsi,
sedangkan ruh baru diciptakan setelah nutfah mencapai kondisi istimewa. Karena itu
merupakan dimensi jiwa yang khusus bagi manusia.

Di samping itu kata ruh dalam Al-Qur'an terulang sebanyak 24 kali, dengan berbagai
konteks dan makna. Adakalanya juga ruh dianugerahkan Allah SWT sebagai pemberian
hidup kepada manusia. Semua pengertian tersebut tidak satu pun memunculkan badan atau
badan ruh. Walau bagaimanapun sulitnya untuk memberikan makna terhadap ruh, tetapi ruh
itu sendiri mempunyai sifat yang cenderung sebagai substansi dari badan manusia, bukan
materi dan ia adalah hal yang halus dan ghaib. Di samping sebagai substansi, ruh pun sebagai
sumber penghidup aktivitas manusia. Perbuatan baik ataupun buruk yang ada pada qalbu
manusia, atas dorongan nafs kemudian dihidupkan oleh ruh, maka akan muncul pada diri
manusia.

6
Mengenai ruh ada beberapa karakteristik, antara lain :

1. Ruh berasal dari Tuhan, dan bukan berasal dari tanah / bumi

2. Ruh adalah unik, tak sama dengan akal budi, jasmani dan jiwa manusia. Ruh yang
berasal dari Allah itu merupakan sarana pokok untuk munajat kehadirat-Nya

3. Ruh tetap hidup sekalipun kita tidur / tak sadar.

4. Ruh dapat menjadi kotor dengan dosa dan noda, tapi dapat pula dibersihkan dan
menjadi suci.

5. Ruh karena sangat lembut dan halusnya mengambil “wujud” serupa “wadah”-nya,
parallel dengan zat cair, gas dan cahaya yang “bentuk”-nya serupa tempat ia berada.

6. Tasawuf mengikutsertakan ruh kita beribadah kepada Tuhan

7. Tasawuf melatih untuk menyebut kalimat Allah tidak saja sampai pada taraf
kesadaran lahiriah, tapi juga tembus ke dalam alam rohaniah. Kalimat Allah yang
termuat dalam ruh itu pada gilirannya dapat membawa ruh itu sendiri ke alam
ketuhanan.

Menurut psikologi transpersonal, ada dua hal penting dalam diri manusia, yaitu
potensi-potensi luhur batin manusia (human highest potentials) dan fenomena kesadaran
manusia (human states of consciousness). Yang menjadi perhatian bagi psikologi
transpersonal yaitu dalam wilayah aspek ruhaniah. Telaahnya berbeda dengan psikologi
humanistic, bahwa psikologi humanistic lebih menekankan pada pemanfaatan potensi-potensi
luhur manusia untuk meningkatkan kualitas hubungan antar manusia. Sedangkan psikologi
transpersonal menekankan pada pengalaman subjektif spiritual transcendental.

Tasawuf Islam mengajarkan metode dan teknik-teknik munajat dan shalat khusyuk
guna meningkatkan derajat ruh mencapai taraf al-nafs al-muthmainnah atau lebih tinggi lagi.
Sehingga diharapkan manusia dapat mengembangkan diri mencapai kualitas insan kamil.
Adapun ruh diciptakan jauh sebelum manusia dilahirkan, berfungsi semasa hidup dan setelah
meninggal ruh akan pindah ke alam baqa untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya ke
dalam hadirat Ilahi. Jadi ruh itu ada dalam diri manusia, tapi tak kasat mat (invisible) karena

7
sangat halus, gaib serta dimensinya yang jauh lebih tinggi dari alam pikiran, serta tahapannya
pun di atas alam sadar. Ruh dengan demikian merupakan salah satu dimensi yang ada pada
manusia di samping dimensi ragawi dan dimensi kejiwaan, yang ada sebelum dan sesudah
masa kehidupan manusia.

Ruh juga menunjukkan kelembutan Ilahi, dan seperti halnya si “hati”, ia juga berada
di dalam hati badaniah. Ruh dimasukkan ke dalam tubuh melalui “saringan yang halus”.
Pengaruhnya terhadap tubuh ialah seperti lilin di dalam kamar, tanpa meninggalkan
tempatnya, cahayanya memancarkan sinar kehidupan bagi seluruh tubuh.

Pada dasarnya ruh merupakan lathifah dan oleh karenanya ia merupakan suatu unsur
Ilahi. Sebagai sesuatu yang halus, ia merupakan kelengkapan pengetahuan yang tertinggi dari
manusia yang bertanggung jawab terhadap sinar dari penglihatan yang murni, apabila
manusia bebas seluruhnya dari kesadaran fenomenal.

Tingkat perkembangan ruh yang sempurna dihiasi dengan sifat-sifat ketuhanan dan
berhak menjadi wakil Allah. Salah satu aliran berpendapat bahwa nafs harus dibersihkan agar
ruh dapat dihiasi. Beberapa aliran yang lain beranggapan bahwa jika ruh tidak dihias maka
nafs tidak dapat dibersihkan.

Pandangan lain adalah bahwa sekalipun seseorang menghabiskan seluruh hidupnya


untuk berjuang membersihkan nafs, nafs tersebut masih belum bisa dibersihkan seluruhnya
dan dia bahkan mungkin tidak memiliki kesempatan untuk bekerja dengan ruh. Namun jika
seseorang bisa menempatkan nafs tetap berada dalam etika thariqat, yang memusatkan
perhatian pada pembersihan hati dan menghias ruh, maka kemuliaan ketuhanan akan muncul
silih berganti melalui pengaruh daya tarik kemurahan dan kemuliaan Allah.

8
KESIMPULAN

Manusia teridiri dari tiga dimensi, yakni dimensi ragawi/jasmani, dimensi jiiwa dan
dimensi rohani. Aspek ragawi adalah merupakan tempat bersemayamnya aspek potensi,
karena itu bersifat material. Aspek ragawi bisa bergerak/berkembang bila diisi aspek rohani.

Aspek rohani adalah potensi dasar kehidupan manusia yang sangat halus dan bersifat
ghaib. Bagi aspek rohani, ia akan muncul sebagai potensi dasar kehidupan bagi manusia
apabila telah bergabung dengan aspek ragawi. Ketika la belum bergabung dengan aspek
ragawi, ia belum menjadi potensi dasar manusia. Karena aspek rohani itu adalah potensi
dasar, maka tanpa bergabung dengan aspek ragawi pun bisa bergerak (tentu saja sebelum
bergabung dengan aspek ragawi manusia, bergeraknya aspek rohani belum/tidak berwujud
materi) 

Kedua unsur manusia itu, merupakan sumber inspirasi bagi muncunya dua alternatif
perbuatan atau tingkahlaku (perbuatan manusia) antara yang baik dan yang buruk (menjadi
potensi dasar manusia.). Setelah mati, aspek rohani manusia kembali kepada yang
memilikinya (Allah).

Sementara, dimensi jiwa (nafs) menentukan manusia itu sendiri dalam bersikap.
Manusia bisa berperilaku positif ataupun negatif, itu tergantung dari nafs nya. Nafs ini
diberikan oleh Allah sebagai suatu anugerah yang luar biasa. Karena nafs ini hanya Allah
berikan kepada makhluk manusia saja, sedangkan makhluk lain ciotaan Allah tidak diberikan
nafs.

Dari sisi ini nafs merupakan organ rohani yang besar pengaruhnya dalam mendorong
anggota jasmani untuk berbuat dan bertindak . Sehingga muncul aktivitas manusia seperti
emosi (takut, khusu', benci, menyesal, dan sebagainya), serakah, tergesa-gesa (lapar, seks,
perlindungan, bebas, dan sebagainya) . Dalam kaitan ini, manusia diberikan oleh Allah
kekuatan ikhtiar atau usaha untuk bebas menggunakan potensi positif dan negatifnya.

9
Ketiga dimensi ini sangat erat kaitannya dalam kehidupan sehari hari. Misalnya saja
apabila nafsnya kotor, maka itu akan sangat berpengaruh terhadap raga dan ruhnya. Oleh
karena itu raga, jiwa dan ruh manusia haruslah selalu dibersihkan dengan cara selalu
beribadah kepada Allah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an

Guru Pendidikan Agama Islam Karawang. Pendidikan Agama Islam SMA KELAS XII
SEMESTER 1. Karawang.

Azzam, Abdullah Dr. Islam dan Masa Depan Umat Manusia. Dayan press.

Tim Dosen IKIP Jakarta. 1993. Studi Islam (Rangsangan Afeksi Bagi Mahasiswa). Jakarta:
Ikhwan Jakarta.

Baharuddin. 2004. Paradigma Psikologi Islam Studi tentang Elemen Psikologi dari Al-Qur’an.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

www.google.com

10

Anda mungkin juga menyukai