Anda di halaman 1dari 28

TUGAS PEREKONOMIAN INDONESIA

PERBANKAN

NAMA KELOMPOK :

 VINA IRMAYANI (0802134327)


 DESSY NATALIA (0802134263)
 UCI AUSTIN (0802134337)
 OKI KHUDRIANNA (0802134317)
 ALEXANDER FEMBRI BUDIAWAN (0602134487)
 NIKO DWI RAHARJO (0602134862)
 FERRY GUNAWAN HALOHO (0602134638)
 FAHRUR ROZI (0702131386)

AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
SEJARAH
PERBANKAN,PENGERTIAN,AZAS,FUNGSI DAN
TUJUAN

Usaha perbankan dimulai dari zaman Babylonia, dilanjutkan ke zaman Yunani Kuno
dan Romawi. Pada saat itu, kegiatan utama bank hanya sebagai tempat tukar menukar
uang. Selanjutnya, kegiatan bank berkembang menjadi tempat penitipan dan
peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh bank dipinjamkan
kembali ke masyarakat yang membutuhkannya.

Sementara itu, mengenai sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman
penjajahan Hindia Belanda. Pada saat itu terdapat beberapa bank yang memegang
peranan penting di Hindia Belanda antara lain: De Javasche NV, De Post Paar Bank,
De Algemenevolks Crediet Bank, Nederland Handles Maatscappij (NHM), Nationale
Handles Bank (NHB), dan De Escompto Bank NV.

Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik pribumi, Cina, Jepang, dan Eropa
lainnya. Bank-Bank tersebut antara lain: Bank Nasional Indonesia, Bank Abuah
Saudagar, NV Bank Boemi, The matsui Bank, The Bank of China, dan Batavia Bank.

Di zaman kemerdekaan perbankan di Indonesia bertambah maju dan berkembang


lagi. Beberapa bank Belanda dinasionalisir oleh pemerintah Indonesia. Bank-bank
yang ada di zaman awal kemerdekaan, antara lain:

a. Bank Negara Indonesia yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 kemudian menjadi BNI
1946.

b. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal
dari DE ALGEMENE VOLKCREDIET bank atau Syomin Ginko.

c. Bank Surakarta MAI (Maskapai Adil Makmur) tahun 1945 di Solo.

d. Bank Indonesia di Palembang tahun 1946.

e. Bank Dagang Nasional Indonesia tahun 1946 di Medan.

f. Indonesia Banking Corporation tahun 1946 di Yogyakarta, kemudian menjadi Bank


Amerta.

g. NV Bank Sulawesi di Manado tahun 1946.

h. Bank Dagang Indonesia NV di Banjarmasin tahun 1949.


Pengertian Bank

Menurut Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998


tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah “badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak”.

Berdasarkan pengertian di atas, bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam


bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang
keuangan.

Asas, Fungsi, dan Tujuan Perbankan Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, perbankan


Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan
menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi itu sendiri dilaksanakan
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Berdasarkan asas yang digunakan dalam perbankan, maka tujuan perbankan Indonesia
adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas
nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.

Berdasarkan UU No. 10 Tahun 1998, fungsi bank di Indonesia adalah:

a. Sebagai tempat menghimpun dana dari masyarakat Bank bertugas mengamankan


uang tabungan dan deposito berjangka serta simpanan dalam rekening koran atau giro.

Fungsi tersebut merupakan fungsi utama bank.

b. Sebagai penyalur dana atau pemberi kredit Bank memberikan kredit bagi
masyarakat yang membutuhkan terutama untuk usaha-usaha produktif
JENIS-JENIS BANK

1. Bank Bumi Daya (BBD)


BBD semula berasal dari Nederlandsch Indische Handle Bank. Kemudian
dalam perkembangan nya selanjutnya berubah menjadi Nationale
Handlesbank. Kemudian berubah menjadi Bank Negara Indonesia Unit IV.
Berdasarkan UU No.19 tahun 1968 menjadi Bank Bumi Daya. Tahun 1999
bank ini begabung menjadi Bank Mandiri.
2. Bank Pembangunan Indonesia (BAPINDO)
BAPINDO didirikan dengan UU No.21 tahun 1960 yang merupakan
kelanjutan dari Bank Industri Negara ( BIN) tahun 1951. Selanjutnya Bank
Pembangunan Indonesia bergabung menjadi Bank Mandiri tahun 1999.
3. Bank Pembangunan Daerah ( BPD)
Bank ini didirikan di daerah-daerah tingkat 1. dasar hukum pendiriannya
adalah UU No. 13 tahun 1962.
4. Bank Pembungunan Negara ( BTN)
BTN berasal dari De Post PaarBank yang kemudian menjadi Bank Tabungan
Pos tahun 1950. selanjutnya menjadi Bank Negara Indonesia unit V. Terakhir
menjadi Bank Tabungan Negara dengan UU No. 20 tahun 1968.
5. Bank Mandiri
Bank ini merupakan hasil merger anatar Bank Bumi Daya (BBD), Bank
Dagang Negara (BDN), Bank Pembangunan Indoenesia (BAPINDO), dan
Bank Ekspor Impor ( Bank eksim). Hasil merger keempat bank ini
dilaksanakan pada tahun 1999.

JENIS-JENIS BANK DITINJAU DARI SEGI ANTARA LAIN:

1. Dilihat dari segi fungsinya:


Menurut Undang-Undang Pokok Perbankan Nomor 14 Tahun 1976 jenis
perbankan menurut fungsinya adalah:
a. Bank Umum
b. Bank Pembangunan
c. Bank Tabungan
d. Bank Pasar
e. Bank Desa
f. Lumbung Desa
g. Bank Pegawai
h. Dan bank lainnya.

Namun setelah keluar UU Pokok Perbankan Nomor 7 tahun 1992 dan


ditegaskan lagi dengan keluarnya Undang-Undang RI nomor 10 tahun 1998
maka jenis perbankan berdasarkan fungsinya terdiri dari:
a. Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secar
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
b. Bnak Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan
usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah.
2. Dilihat dari segi kepemilikannya
a. Bank milik pemerintah
Merupakan bank yang akte pendirian maupun modal bank ini
sepenuhnya dimiliki oleh Pemerintah Indonesia,sehingga seluruh
keuntungan bank ini dimiliki oleh pemerintah pula.Contohnya:
● Bank Negara Indonesia 46 (BNI)
● Bak Rakyat Indonesia (bri)
● Bank Tabungan Negara (btn)
● Bank Mandiri

b. Bank milik swasta nasional


Merupakan bank yang seluruh atau sebagian besar sahamnya dimiliki
oleh swasta nasional. Kemudian akte pendiriannya didirikan oleh
swasta dan keuntungannya untuk swasta pula. Contohnya :
● Bank Bumi Putra
● Bank Central Asia
● Bank Danamon
● Bank Internasional Indonesia
● Bank Lippo
● Bank Mega
● Bank Muamalat
● Bank Niaga
● Bank Universal
c. Bank Milik koperasi
Merupakan bank yank kepemilikan saham-sahamnya dimiliki oleh
perusahaan yang berbadan hukum koperasi. Contoh Bukopin
d. Bank Milik Asing
Bank jenis ini merupakan cabang dari bank yang ada di luar negeri,
baik milik swasta asing maupun pemerintah asing. Kepemilikannya
pun dimiliki oleh pihak asing ( luar negeri ). Contoh :
● ABN AMRO bank
● American Express Bank
● Bank of America
● Bank of Tokyo
● Bangkok bank
● City bank,dll
e. Bank Milik Campuran
Kepemilikan saham bank campuran dimiliki oleh pihak asing dan
pihak swata nasional. Kepemilikannya sahamnya secara mayoritas
dipegang oleh warganegara Indonesia. Contohnya :
● Bank Finconesia
● Bank Merincorp
● Bank PDFCI
● Bank Sakura Swadarma

3. Dilihat dari segi status


a. Bank Devisa
Merupakan bank yang dapat melaksanakan transaksi keluar negeri atau
yang berhubungan dengan mata uang asing secara keseluruhan, misalnya
transfer keluar negeri,inkaso keluar negeri, travellers cheque, pembukaan
dan pembyaran Letter of Credit dan transaksi lainnya.
b. Bank non devisa
Merupakan bank yank belum mempunyai izin untuk melaksanakan
transaksi sebagai bank devisa, sehingga tidak dapat melaksanakan
transaksi seperti halnya bank devisa.
4. Dilihat dari segi cara menentukan harga
a. Bank yang berdasarkan prinsip konvensional (Barat)

b. Bank yang berdasarkan Prinsip Syariah (Isalam)

Perbankan syariah

Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini
didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam
dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-
usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak
dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.

Sejarah

Latar belakang

Perbankan syariah pertama kali muncul di Mesir tanpa menggunakan embel-embel


islam, karena adanya kekhawatiran rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya
sebagai gerakan fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar,
mengambil bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian
laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung hingga tahun
1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep serupa di Mesir. Bank-bank
ini, yang tidak memungut maupun menerima bunga, sebagian besar berinvestasi pada
usaha-usaha perdagangan dan industri secara langsung dalam bentuk partnership dan
membagi keuntungan yang didapat dengan para penabung.

Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta
pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.

Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun
utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk
menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB
menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara
tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian
muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal
Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain
Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973
berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims
Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk
menunaikan ibadah [[haji].

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri


tahun 1991, bank ini diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah
serta dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa
pengusaha muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-
an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian
memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat
bangkit dan menghasilkan laba.

Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang
yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan.

Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank
Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu
bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya
merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero), Bank Rakyat
Indonesia (Persero)dan Bank swasta nasional: Bank Tabungan Pensiunan Nasional
(Tbk).

Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah
berkembang 104 BPR Syariah.

Prinsip perbankan syariah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :

* Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
* Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil
usaha institusi yang meminjam dana.
* Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsik.
* Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak
harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
* Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam
islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Produk perbankan syariah

Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain: Jasa
untuk peminjam dana

* Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap


keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko
kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh
kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti
penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan. [3]
* Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau
joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati
sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-
masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada
campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur
tangan[4]
* Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan
membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke
pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang
ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya
angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah
margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank
100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama
waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. [5]
* Takaful (asuransi islam)

Jasa untuk penyimpan dana

* Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat
mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak
berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. [6]
* Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu
yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank
akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.

Tantangan Pengelolaan Dana

Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset
lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS,
tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha
perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun.
Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar,
meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki
potensi pasar sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang
Malaysia.

Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit
(272 juta dollar AS). Akhir Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini
hampir mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di
Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari
total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan
syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.

Implementasi kebijakan office channeling, dukungan akseleratif pemerintah berupa


pengelolaan rekening haji yang akan dipercayakan pada perbankan syariah, serta
hadirnya investor-investor baru akan mendorong pertumbuhan bisnis syariah.
Konsultan perbankan syariah, Adiwarman Azwar Karim, berpendapat, perkembangan
perbankan syariah antara lain akan ditandai penerbitan obligasi berbasis syariah atau
sukuk yang dipersiapkan pemerintah.

Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti Citibank dan HSBC, bahkan bersiap
menyambut penerbitan sukuk dengan membuka unit usaha syariah. Sementara itu
sejumlah investor dari negara Teluk juga tengah bersiap membeli bank-bank di
Indonesia untuk dikonversi menjadi bank syariah. Kriteria bank yang dipilih
umumnya beraset relatif kecil, antara Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah
dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan melakukan sindikasi pembiayaan proyek
besar, melibatkan lembaga keuangan global. [sunting] Penghimpunan dana

Selain investor asing, penghimpunan dana perbankan syariah dari dalam negeri akan
didongkrak penerapan office-channeling yang didasari Peraturan BI Nomor
8/3/PBI/2006. Aturan ini memungkinkan cabang bank umum yang mempunyai unit
usaha syariah melayani produk dan layanan syariah, khususnya pembukaan rekening,
setor, dan tarik tunai.

Sampai saat ini, office channeling baru digunakan BNI Syariah dan Permata Bank
Syariah. Sejumlah 212 kantor cabang Bank Permata di Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya sudah dapat melayani produk dan layanan
syariah sejak awal Maret lalu. Sementara tahap awal office channeling BNI Syariah
dimulai 21 April 2006 pada 29 kantor cabang utama BNI di wilayah Jabotabek.
Ditargetkan 151 kantor cabang utama BNI di seluruh Indonesia akan menyusul.

General Manager BNI Syariah Suhardi beberapa pekan lalu menjelaskan, untuk
memudahkan masyarakat mengakses layanan syariah, diluncurkan pula BNI Syariah
Card. Kartu ini memungkinkan nasabah syariah menggunakan seluruh delivery
channel yang dipunyai BNI, seluruh ATM BNI, ATM Link, ATM Bersama, dan
jaringan ATM Cirrus International di seluruh dunia.

Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank
syariah yang dilakukan BI tahun lalu menunjukkan tingginya minat masyarakat
terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas
pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang
coba diatasi dengan office channeling.

Dana terhimpun juga akan meningkat terkait rencana pemerintah menyimpan biaya
ibadah haji pada perbankan syariah. Dengan kuota 200.000 calon jemaah haji, jika
masing-masing calon jemaah haji menyimpan Rp 20 juta, akan terhimpun dana Rp 4
triliun yang hanya dititipkan ke bank syariah selama sekitar empat bulan. Dana haji
yang terhimpun dalam jumlah besar dalam waktu relatif pendek akan mendorong
munculnya instrumen investasi syariah. Dana terhimpun itu bahkan cukup menarik
bagi pebisnis keuangan global untuk meluncurkan produk investasi syariah.
Di sisi lain, suku bunga perbankan konvensional diperkirakan akan turun. Menurut
Adiwarman, bagi hasil perbankan syariah yang saat ini berkisar 8-10 persen, membuat
perbankan syariah cukup kompetitif terhadap bank konvensional. "Dengan selisih
sekitar dua persen (dari tingkat bunga bank konvensional), orang masih tahan di bank
syariah, tetapi lebih dari itu, iman bisa juga tergoda untuk pindah ke bank
konvensional," kata Adiwarman menjelaskan pola perilaku nasabah yang tidak terlalu
loyal syariah.

Berdasarkan analisis BI, tren meningkatnya suku bunga pada triwulan ketiga tahun
2005 juga sempat membuat perbankan syariah menghadapi risiko pengalihan dana
(dari bank syariah ke bank konvensional). Diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun dana
nasabah dialihkan pada triwulan ketiga tahun lalu. Namun, kepercayaan deposan pada
perbankan syariah terbukti dapat dipulihkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga
yang mencapai Rp 2,2 triliun pada akhir tahun. Kenaikan akumulasi dana pihak ketiga
perbankan syariah merupakan peluang, sekaligus tantangan, karena tanpa pengelolaan
yang tepat justru masalah akan datang.

Perbankan syariah sempat dituding "kurang gaul" dalam lingkungan pembiayaan


karena sejumlah nasabah yang dianggap bermasalah pada bank konvensional justru
memperoleh pembiayaan dari bank syariah. Akan tetapi, Ketua Umum Asosiasi Bank
Syariah Indonesia Wahyu Dwi Agung meyakini, dengan sistem informasi biro kredit
BI yang memuat data seluruh debitor, tudingan seperti itu tidak akan terjadi lagi.

Posisi rasio pembiayaan yang bermasalah (non-performing financings) pada


perbankan syariah tercatat naik dari 2,82 persen pada Desember 2005 menjadi 4,27
persen Maret lalu. Rasio ini dinilai masih terkendali.

Kemudahan bagi masyarakat untuk mengakses layanan perbankan syariah dan


ketersediaan produk investasi syariah tidak akan optimal tanpa promosi dan edukasi
yang memadai tentang lembaga keuangan syariah. Amat dibutuhkan pula jaminan
produk yang ditawarkan patuh terhadap prinsip syariah.

Peluang dan potensi perbankan syariah yang besar memang menuntut kerja keras
untuk kemaslahatan.

Prinsip perbankan syariah

Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.

Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain [1]:

• Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
• Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat
hasil usaha institusi yang meminjam dana.
• Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsik.
• Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah
pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari
sebuah transaksi.
• Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan
dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh
perbankan syariah.

Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat
karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya[2].

Produk perbankan syariah

Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:

Jasa untuk peminjam dana

• Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha.


Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang
disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali
kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan
penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan
penyalahgunaan. [3]
• Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership
atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang
disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang
dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah
dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan
mudharabah tidak ada campur tangan[4]
• Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan
membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya
kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin
keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur
barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya
angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga
rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar
nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati
diawal antara Bank dan Nasabah. [5]
• Takaful (asuransi islam)

Jasa untuk penyimpan dana

• Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat
mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak
berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada
nasabah. [6]
• Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun
waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang
dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi
hasil tertentu.
Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI, dulu disebut De Javasche Bank) adalah bank sentral Republik
Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua
aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan
terhadap mata uang negara lain.

Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga
bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar
tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif
dan efisien.

BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di
Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan
Gubernur. Untuk periode 2008-2013, Boediono menjabat posisi sebagai Gubernur BI.

Status dan Kedudukan Bank Indonesia

Sebagai Lembaga Negara yang Independen

Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen
dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank
Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini
memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan
bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga
negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam
merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana
ditentukan dalam undang-undang tersebut.Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri
pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk
menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.
Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan
kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik
Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia
tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank
Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia
berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar
Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter
secara lebih efektif dan efisien.
Sebagai Badan Hukum

Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum
perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank
Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan
pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai
dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat
bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.

Tujuan dan Tugas Bank Indonesia

Tujuan Tunggal

Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan
tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai
rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang
dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin
pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan
nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini
dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta
batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank
Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.

Tiga Pilar Utama

Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang
merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu
diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai
secara efektif dan efisien.

Pengaturan dan Pengawasan Bank

Dalam rangka tugas mengatur dan mengawasi perbankan, Bank Indonesia


menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan atau
kegiatan usaha tertentu dari bank, melaksanakan pengawasan atas bank, dan
mengenakan sanksi terhadap bank sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang
berlaku.

Dalam pelaksanaan tugas ini, Bank Indonesia berwenang menetapkan ketentuan-


ketentuan perbankan dengan menjunjung tinggi prinsip kehati-hatian.

Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, selain memberikan dan mencabut


izin usaha bank, Bank Indonesia juga dapat memberikan izin pembukaan, penutupan
dan pemindahan kantor bank, memberikan persetujuan atas kepemilikan dan
kepengurusan bank, serta memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan-
kegiatan usaha tertentu.
Di bidang pengawasan, Bank Indonesia melakukan pengawasan langsung maupun
tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan baik dalam bentuk pemeriksaan
secara berkala maupun sewaktu-waktu bila diperlukan. Pengawasan tidak langsung
dilakukan melalui penelitian, analisis dan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan
oleh bank.

Upaya Restrukturisasi Perbankan

Sebagai upaya membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem


keuangan dan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia telah menempuh langkah
restrukturisasi perbankan yang komprehensif. Langkah ini mutlak diperlukan guna
memfungsikan kembali perbankan sebagai lembaga perantara yang akan mendorong
pertumbuhan ekonomi, disamping sekaligus meningkatkan efektivitas pelaksanaan
kebijakan moneter.

Restrukturisasi perbankan tersebut dilakukan melalui upaya memulihkan kepercayaan


masyarakat, program rekapitalisasi, program restrukturisasi kredit, penyempurnaan
ketentuan perbankan, dan peningkatan fungsi pengawasan bank.

Sistem Pembayaran

Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk
menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan
kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu
didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal
SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time
critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai
tukar.

BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas
moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain
itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta
melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang
bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu
menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time
Gross Settlement (BI-RTGS).

Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara
sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga
adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat
pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga
memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.

Berbekal kewenangan itu, BI pun menetapkan sejumlah kebijakan dari komponen


SPN ini. Misalnya, alat pembayaran apa yang boleh dipergunakan di Indonesia. BI
juga menentukan standar alat-alat pembayaran tadi serta pihak-pihak yang dapat
menerbitkan dan/atau memproses alat-alat pembayaran tersebut. BI juga berhak
menetapkan lembaga-lembaga yang dapat menyelenggarakan sistem pembayaran.
Ambil contoh, sistem kliring atau transfer dana, baik suatu sistem utuh atau hanya
bagian dari sistem saja. Bank sentral juga memiliki kewenangan menunjuk lembaga
yang bisa menyelenggarakan sistem settlement. Pada akhirnya BI juga mesti
menetapkan kebijakan terkait pengendalian risiko, efisiensi serta tata kelola
(governance) SPN.

Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang
berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut,
menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam
mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk
dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang
cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar
(clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan
pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari
pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan
pemusnahan uang.

Sebelum melakukan pengeluaran uang Rupiah, terlebih dahulu dilakukan perencanaan


agar uang yang dikeluarkan memiliki kualitas yang baik sehingga kepercayaan
masyarakat tetap terjaga. Perencanaan yang dilakukan Bank Indonesia meliputi
perencanaan pengeluaran emisi baru dengan mempertimbangkan tingkat pemalsuan,
nilai intrinsik serta masa edar uang. Selain itu dilakukan pula perencanaan terhadap
jumlah serta komposisi pecahan uang yang akan dicetak selama satu tahun kedepan.
Berdasarkan perencanaan tersebut kemudian dilakukan pengadaan uang baik untuk
pengeluaran uang emisi baru maupun pencetakan rutin terhadap uang emisi lama yang
telah dikeluarkan.

Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di
seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap
kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran,
penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi
dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan
jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai maupun
dengan peningkatan sarana sistem monitoring.

Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum
maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui
penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat
dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di
seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang
menyediakan jasa penukaran uang kecil.

Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia
adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang
tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran
dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta
menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut
dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain yang telah
ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak
edar di masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang
yang dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari
peredaran, uang hasil cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar.
Kegiatan pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak
ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).

Dewan Gubernur BI

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan
Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh
seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau
sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi
Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk
sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.

Pengangkatan dan Pemberhentian Dewan Gubernur

Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan
persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat
oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia
tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan
tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan.

Pengambilan Keputusan

Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG)
diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan
kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu
untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan
kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan
dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah demi mufakat. Apabila
mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.

Para Gubernur Bank Indonesia

Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai Gubernur BI, sebagai berikut:

• 2009-sekarang Darmin Nasution (Pelaksana tugas)


• 2009 Miranda Gultom (Pelaksana tugas)
• 2008-2009 Boediono
• 2003-2008 Burhanuddin Abdullah
• 1998-2003 Syahril Sabirin
• 1993-1998 Sudrajad Djiwandono
• 1988-1993 Adrianus Mooy
• 1983-1988 Arifin Siregar
• 1973-1983 Rachmat Saleh
• 1966-1973 Radius Prawiro
• 1963-1966 T. Jusuf Muda Dalam
• 1960-1963 Mr. Soemarno
• 1959-1960 Mr. Soetikno Slamet
• 1958-1959 Mr. Loekman Hakim
• 1953-1958 Mr. Sjafruddin Prawiranegara

Sertifikat Bank Indonesia

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan
sistem diskonto/bunga.

SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk
mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat
menyerap kelebihan uang primer yang beredar.

Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh
mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan
mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI
yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian
yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.

Metode perhitungan

Dalam penelitian, tingkat suku bunga SBI yang digunakan adalah dalam periode
bulanan. Oleh karena itu, data tingkat suku bunga SBI yang diperoleh dalam periode
harian akan diubah menjadi periode bulanan dengan rumus sebagai berikut:

INSTITUSI PERBANKAN DI INDONESIA

Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan prinsip kehati-hatian.


Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana
masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional
dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya,
pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat
banyak.

Berdasarkan undang-undang, struktur perbankan di Indonesia, terdiri atas bank umum


dan BPR. Perbedaan utama bank umum dan BPR adalah dalam hal kegiatan
operasionalnya. BPR tidak dapat menciptakan uang giral, dan memiliki jangkauan dan
kegiatan operasional yang terbatas. Selanjutnya, dalam kegiatan usahanya dianut dual
bank system, yaitu bank umum dapat melaksanakan kegiatan usaha bank
konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah. Sementara prinsip kegiatan BPR
dibatasi pada hanya dapat melakukan kegiatan usaha bank konvensional atau
berdasarkan prinsip syariah

LAPORAN HARIAN BANK UMUM (LHBU)


Sebagai tahap awal penyempurnaan sistem laporan bank dimulai dengan pembenahan
laporan bank yang berbasis harian yang dikembangkan dari Pusat Informasi Pasar
Uang (PIPU) yang merupakan satu-satunya laporan bank berbasis harian.
Berdasarkan hasil pemetaan kebutuhan data, khususnya dalam rangka pelaksanaan
tugas pengawasan bank berbasis risiko dan penerapan kebijakan moneter oleh Bank
Indonesia, serta pemberian informasi bagi para pelaku pasar (bank dan pengguna
lainnya), maka kandungan data pada sistem PIPU semakin diperkaya, sehingga
menjadi sistem LHBU. Berbeda dengan sistem PIPU, mekanisme penyampaian
LHBU dilakukan secara langsung oleh setiap kantor pusat bank kepada kantor pusat
Bank Indonesia di Jakarta. Feed-back informasi yang diperoleh pengguna melalui
sistem PIPU, masih dapat dimanfaatkan melalui sistem LHBU dan tentunya dengan
kandungan informasi yang lebih lengkap serta ketersediaannya yang lebih cepat.

Untuk meningkatkan pemahaman tata cara penyusunan dan penyampaian laporan,


kandungan, dan pemanfaatan sistem LHBU, tersedia media informasi
berupa ketentuan dan pedoman pelaporan, serta Frequently Asked Questions yang
terutama bersumber dari bank pelapor mengenai seluruh aspek Pelaporan LHBU.
FAQ ini tersusun secara lengkap dengan sistematika isi antara lain pengertian, ruang
lingkup/kandungan, dan teknologi LHBU, sehingga diharapkan dapat menjadi alat
bantu bagi semua pihak untuk memahami sistem LHBU secara lebih menyeluruh.

Ketentuan dan Panduan LHBU

1. Peraturan Bank Indonesia No. 9/2/PBI/2007, tanggal 5 Maret 2007 tentang


Laporan Harian Bank Umum
2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/3/DPM tanggal 5 Maret 2007 tentang
Biaya Laporan Harian Bank Umum dan Biaya Pusat Informasi Pasar Uang
3. Surat Edaran Bank Indonesia No. 9/2/DPM tanggal 5 Maret 2007 tentang
Laporan Harian Bank Umum, Lampiran 1 dan Lampiran 2
4. Pedoman dan Petunjuk Teknis Laporan Harian Bank Umum
5. Petunjuk Teknis Aplikasi Enhancement LHBU
6. Buku Panduan Pengguna untuk Bank Pelapor (Bagian 1 dan Bagian 2)

Ketentuan Lain yang Terkait

1. Peraturan Bank Indonesia No. 9/5/PBI/2007 tanggal 30 Maret 2007 tentang


Pasar Uang Antar Bank Berdasarkan Prinsip Syariah
2. Peraturan Bank Indonesia No. 7/31/PBI/2005 tanggal 13 September 2005
tentang Transaksi Derivatif
3. Peraturan Bank Indonesia No. 7/14/PBI/2005 tanggal 14 Juni 2005 tentang
Pembatasan Transaksi Rupiah dan Pemberian Kredit Valuta Asing oleh Bank
4. Peraturan Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2005 tanggal 30 September 2005
tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor
5/13/PBI/2003 tentang Posisi Devisa Bank Umum

Krisis Global dan Penyelamatan Sistem


Perbankan Indonesia
Belum lepas dari ingatan kita ketika krisis 1997 memporakporandakan hampir seluruh
sendi perekonomian Indonesia. Krisis keuangan Asia atau di Indonesia lebih dikenal
dengan nama Krisis Moneter (krismon) itu, berawal di Thailand pada bulan Juli.
Krisis ini membawa dampak yang sangat besar terhadap nilai tukar, bursa saham, dan
harga aset lainnya di beberapa negara Asia.

Hingga Juli 1997 itu, hampir semua pihak mengamini bahwa Indonesia sangat kecil
kemungkinannya untuk terimbas krisis. Bayangkan saja, waktu itu fundamental
ekonomi Indonesia menunjukkan tingkat inflasi yang rendah, surplus perdagangan
mencapai lebih dari USD900 juta, cadangan devisa yang sangat besar, lebih dari
USD20 milyar, dan sektor perbankan dengan kinerja yang sangat baik.

Tapi siapa sangka sebulan setelah itu ekonomi kita terkena imbasnya juga. Gejolak
diawali dengan kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap USD. Akibatnya, banyak bank
mulai ditimpa kerugian, terutama bank yang punya pinjaman dalam mata uang asing
dan tidak melakukan lindung nilai atas pinjamannya. Gejolak kurs yang ditambah
dengan pemburukan arus kas bank-bank menyebabkan bank menghadapi kesulitan
likuiditas. Masalah likuiditas ini mengakibatkan bank kehilangan kepercayaan
sehingga masyarakat ramai-ramai menarik uangnya secara besar-besaran dari bank.
Puluhan bank harus ditutup dengan konsekuensi perekonomian bisa lumpuh total.
Oleh karena itu, upaya penyelamatan adalah pilihan yang diambil ketika itu. Namun
ongkos yang harus dibayar juga tidak sedikit karena jumlah bank yang harus
diselamatkan juga banyak.

Berangkat dari pengalaman krisis 1997 itulah, manakala krisis global melanda
Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, Pemerintah dan BI proaktif melakukan
tindakan pencegahan. Beberapa ketentuan perbankan direlaksasi untuk menghindari
runtuhnya sistem keuangan dan perbankan. Tindakan ini dilakukan agar dana nasabah
di bank aman sehingga masyarakat tidak perlu benbondong-bongdong ke bank
menarik dananya. Hasilnya, rush tidak terjadi, sistem perbankan tetap aman dan
perekonomian bisa terbebas dari ancaman krisis. Memang ada ongkos dari tindakan
itu, namun pastinya tidak akan sebesar bila krisis global sampai menghantam ekonomi
Indonesia.

Penerbitan buku “Krisis Global dan Penyelamatan Sistem Perbankan” ini


dimaksudkan untuk memberikan gambaran kepada masyarakat mengenai duduk soal
diambilnya kebijakan penyelamatan perbankan ketika terjadi krisis global 2008 lalu.
Latar belakang, kronologi kebijakan hingga upaya penyelamatan sistem perbankan
diangkat dalam buku ini.

Dilandasi komitmen untuk memberikan informasi kepada masyarakat, buku ini


diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai upaya
penyelamatan sistem perbankan ketika itu.

Lembaga Penjamin Simpanan


Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang
berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk
berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga
Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September 2004. Undang-undang ini
mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional
LPS dimulai pada 22 September 2005.

Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib
menjadi peserta penjaminan LPS.

Latar belakang

Krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun 1998 ditandai
dengan dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan
masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah
mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh
kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal
ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang "Jaminan
Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum" dan Keputusan Presiden Nomor 193
Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan
Rakyat".

Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali


kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup
penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi
pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap
menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem
perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu
digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan


pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana
penjaminan dana masyarakat. Oleh karena itu maka UU LPS ditetapkan pada 22
September 2004.

Fungsi LPS

LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga
stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.

Sejak tanggal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin LPS
maksimum sebesar Rp 100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan
bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki
simpanan lebih dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari hasil
likuidasi bank tersebut.

Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi simpanan
nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember 2006,
rekening bersaldo sama atau kurang dari Rp 100 juta mencakup lebih dari 98%
rekening simpanan.

Sejak terjadi krisis global pada tahun 2008, Pemerintah kemudian mengeluarkan
Perpu No. 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang mengubah nilai simpanan yang
dijamin oleh LPS menjadi Rp2.000.000.000 (dua milyar rupiah). Perpu ini dapat
disesuaikan kembali, apabila krisis global meluas atau mereda.

PERAN BANK INDONESIA DALAM STABILITAS KEUANGAN

Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank
Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem
keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam
menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan
banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas
keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari
efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi
kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka
transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya,
ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem
keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar
belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan
tanggung jawab Bank Indonesia.

Pertanyaannya, bagaimana peranan Bank Indonesia dalam memelihara stabilitas


sistem keuangan? Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki lima peran utama
dalam menjaga stabilitas sistem keuangan. Kelima peran utama yang mencakup
kebijakan dan instrumen dalam menjaga stabilitas sistem keuangan itu adalah:

Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain
melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut
untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini
mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai
aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat,
akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh
karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan
suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.

Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan
seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di
negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem
keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan
keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan
tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah
ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan
pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti
yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar,
memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan
hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder
serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk
menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah
menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.

Ketiga, Bank Indonesia memiliki kewenangan untuk mengatur dan menjaga


kelancaran sistem pembayaran. Bila terjadi gagal bayar (failure to settle) pada salah
satu peserta dalam sistem sistem pembayaran, maka akan timbul risiko potensial yang
cukup serius dan mengganggu kelancaran sistem pembayaran. Kegagalan tersebut
dapat menimbulkan risiko yang bersifat menular (contagion risk) sehingga
menimbulkan gangguan yang bersifat sistemik. Bank Indonesia mengembangkan
mekanisme dan pengaturan untuk mengurangi risiko dalam sistem pembayaran yang
cenderung semakin meningkat. Antara lain dengan menerapkan sistem pembayaran
yang bersifat real time atau dikenal dengan nama sistem RTGS (Real Time Gross
Settlement) yang dapat lebih meningkatkan keamanan dan kecepatan sistem
pembayaran. Sebagai otoritas dalam sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki
informasi dan keahlian untuk mengidentifikasi risiko potensial dalam sistem
pembayaran.

Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat
mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui
pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan
sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak
pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan
instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor
keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi
rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
meredam gangguan dalam sektor keuangan.

Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan
melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR
merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola
krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai
LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini
hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi
memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR
dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun
masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya
sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh
karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan
dalam penyediaan likuiditas tersebut.

UNDANG-UNDANG BANK INDONESIA

1. Undang-Undang tentang Bank Indonesia

Tahun Undang-Undang/PERPU
2009 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
2008 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999
2004 Tentang Bank Indonesia

Penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia

Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999


1999
tentang Bank Indonesia

Ikhtisar Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 tentang


Bank Indonesia

2. Undang-Undang No. 21 Tahun 2008

• Undang-Undang Republik Indonesia No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan


Syariah
• Ikhtisar Undang-undang Republik Indonesia No.21 Tahun 2008 Tentang
Perbankan Syariah

3. Undang-Undang No. 24 Tahun 1999

• Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas


Devisa dan Sistem Nilai Tukar

4. Undang-Undang No. 7 Tahun 1992

• Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 tahun 1992 Tentang Perbankan


Sebagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998::

Undang-Undang Terkait

1. Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang


• Undang-undang Republik Indonesia No.15 tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-
undang No. 25 tahun 2003
• Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2002 Tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang
• Penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun
2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
2. Undang-Undang No.24 Tahun 2002 Tentang Surat Utang Negara
• Undang-Undang Republik Indonesia No.24 Tahun 2002 Tentang Surat
Utang Negara
3. Undang-Undang No.25 Tahun 2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
• Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2003 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang
• Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Tahun
2003 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 15 Tahun 2002
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
4. Undang-Undang No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
• Undang-Undang Republik Indonesia No.24 Tahun 2004 Tentang
Lembaga Penjamin Simpanan
• Penjelasan atas Undang-Undang Republik Indonesia No.24 Tahun
2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan
5. Undang-Undang No.25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Pasar Modal
• Undang-Undang Republik Indonesia No.25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Pasar Modal
6. Undang-Undang No.20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah
• Undang-Undang Republik Indonesia No.20 Tahun 2008 Tentang
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
7. Undang-Undang No.19 Tahun 2008 Tentang Surat Berharga Syariah Negara
• Undang-Undang Republik Indonesia No.19 Tahun 2008 Tentang Surat
Berharga Syariah Negara

:: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

1. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.3 tahun 2008 tentang


Perubahan atas Undang-Undang No.24 tahun 2004 Tentang Lembaga
Penjamin Simpanan
• Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.3 tahun 2008
tentang Perubahan atas Undang-Undang No.24 tahun 2004 Tentang
Lembaga Penjamin Simpanan
2. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.4 tahun 2008 tentang
Jaring Pengaman Sistem Keuangan
• Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.4 tahun 2008
tentang Jaring Pengaman Sistem Keuangan

Istilah Umum Perbankan

Dalam dunia perbankan banyak istilah-istilah yang kadang tak di mengerti oleh orang
kebanyakan. Agar kita tak buta financial, berikut adalah kamus dari A-Z tentang
dunia keuangan.
Asuransi
Perjanjian yang menyebutkan seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung dengan menerima premi sebagai pengganti apabila terjadi kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang kemungkinan akan
dideritanya apabila terjadi suatu peristiwa yang menimpanya.

Bea
Pajak tidak langsung atas barang impor dan ekspor dengan surat-surat sebagai bukti,
dan lain-lain menurut peraturannya masing-masing.

Cek
Surat perintah tidak bersyarat kepada bank untuk membayar sejumlah uang tertentu,
pada waktu surat tersebut diserahkan kepadanya, dan agar surat perintah itu berlaku
sebagai cek, isinya harus memenuhi syarat yang ditetapkan dalam undang-undang,
antara lain memuat perkataan "cek".

Dividen
Bagian laba yang dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai pembagian
keuntungan.

Endosemen Pinjam Nama


Endosemen yang dilakukan endosan dengan sekedar mengizinkan penggunaan
namanya untuk membantu pihak lain memperoleh dana melalui penjualan surat wesel,
walaupun tidak berkepentingan atas surat wesel tersebut, endosan tetap bertanggung
jawab menurut hukum.

Fidusia
Orang atau badan yang mendapat kepercayaan menguasai barang untuk
mengelolanya, misalnya administratur, direktur, dan lain-lain.

Giro
Simpanan pada bank, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
mempergunakan cek, surat perintah pembayaran yang lainnya, atau dengan cara
pemindah bukuan.

Harga Pasar
Nilai pasaran sekuritas atau komoditas lainnya yang ditentukan berdasarkan
permintaan dan penawaran pasar.

Irrevocable Credit; Irrevocable-Letter of Credit


Surat kredit yang tidak dapat diubah atau ditarik kembali atau dibatalkan tanpa
persetujuan dari semua pihak yang berkepentingan.

Junior Security
Obligasi atau hipotek yang dijamin dengan harta benda yang telah dibebani satu atau
lebih obligasi yang telah diterbitkan lebih dahulu

Klausula Akselerasi
Pasal dalam kontrak yang menyatakan bahwa penjual dapat menuntut pembayaran
penuh dengan segera dari sisa yang belum dibayar jika pembeli gagal membayar
angsuran yang masih terhutang

Likuiditas
Kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang
segera harus dibayar dengan harta lancarnya

Modal
Harta yang dipergunakan untuk menghasilkan tambahan kekayaan

Nota Kontrak
Catatan atau memorandum yang diberikan pialang kepada orang yang menjual atau
membeli saham

Obligasi
Surat utang yang berjangka waktu lebih dari satu tahun dan bersuku bunga tertentu,
yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik dana dari masyarakat, guna
pembiayaan perusahaan atau oleh pemerintah untuk keperluan anggaran belanjanya

Pialang
Perantara dalam perdagangan yang diangkat dan disumpah; dalam mengadakan
perjanjian-perjanjian, perantara ini bertindak untuk dan atas nama pengamanat dengan
menerima provisi. Dengan pengamanat ia tidak mempunyai hubungan kerja yang
tetap atau biasa disebut broker.

Reksa Dana
Wadah investasi yang berisi dana dari sejumlah investor dimana uang didalamnya
diinvestasikan ke dalam berbagai produk investasi oleh sebuah Perusahaan
Manajemen Investasi

Saham
Surat bukti pemilikan bagain modal perseroan terbatas yang memberikan berbagai
hak menurut ketentuan anggaran dasar

Tingkat Bunga Efektif


Tingkat bunga yang sesungguhnya dibebankan dalam setahun, jika suku dibebankan
sekali setahun, maka tingkat bunga nominal sama dengan suku bunga efektif

Uang Muka
Pembayaran sebagian dari harga oleh pembeli kepada penjual sebagai tanda bahwa
perjanjian jual beli yang diadakan telah meningkat

Valuta Asing
Alat pembayaran dan alat-alat likuid luar negeri lainnya

Warkat Berharga
Warkat dengan nilai nominal tertentu yang berfungsi sebagai uang, seperti Sertifikat
Bank Indonesia, Surat Berharga Pasar Uang, giro, cek, dan sebagainya

Yield
Penerimaan yang dinyatakan dengan persen yang diperoleh dari hasil investasi
(FKW)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang diberikan oleh Dosen dan
diberi judul ”PERBANKAN”. Akhirnya makalah ini dapat dikumpulkan sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan.
Mengutip kata pepatah ”Tak ada gading yang tak retak”, sehingga pada
kesempatan ini juga, penulis mohon maaf jika penulisan makalah ini masih memiliki
kekurangan dan kesalahan. Baik itu kesalahan yang sangat fatal dari opsi pemikiran
pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Tidak lupa juga kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca dan penulus
harapkan, agar dapat penulis jadikan evaluasi di dalam penulisan kedepannya. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.

Pekanbaru, 9 April 2010

Penulis

Anda mungkin juga menyukai