PERBANKAN
NAMA KELOMPOK :
AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS RIAU
SEJARAH
PERBANKAN,PENGERTIAN,AZAS,FUNGSI DAN
TUJUAN
Usaha perbankan dimulai dari zaman Babylonia, dilanjutkan ke zaman Yunani Kuno
dan Romawi. Pada saat itu, kegiatan utama bank hanya sebagai tempat tukar menukar
uang. Selanjutnya, kegiatan bank berkembang menjadi tempat penitipan dan
peminjaman uang. Uang yang disimpan oleh masyarakat, oleh bank dipinjamkan
kembali ke masyarakat yang membutuhkannya.
Sementara itu, mengenai sejarah perbankan di Indonesia tidak terlepas dari zaman
penjajahan Hindia Belanda. Pada saat itu terdapat beberapa bank yang memegang
peranan penting di Hindia Belanda antara lain: De Javasche NV, De Post Paar Bank,
De Algemenevolks Crediet Bank, Nederland Handles Maatscappij (NHM), Nationale
Handles Bank (NHB), dan De Escompto Bank NV.
Di samping itu, terdapat pula bank-bank milik pribumi, Cina, Jepang, dan Eropa
lainnya. Bank-Bank tersebut antara lain: Bank Nasional Indonesia, Bank Abuah
Saudagar, NV Bank Boemi, The matsui Bank, The Bank of China, dan Batavia Bank.
a. Bank Negara Indonesia yang didirikan tanggal 5 Juli 1946 kemudian menjadi BNI
1946.
b. Bank Rakyat Indonesia yang didirikan tanggal 22 Februari 1946. Bank ini berasal
dari DE ALGEMENE VOLKCREDIET bank atau Syomin Ginko.
Berdasarkan asas yang digunakan dalam perbankan, maka tujuan perbankan Indonesia
adalah menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan
pemerataan pembangunan dan hasilhasilnya, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas
nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak.
b. Sebagai penyalur dana atau pemberi kredit Bank memberikan kredit bagi
masyarakat yang membutuhkan terutama untuk usaha-usaha produktif
JENIS-JENIS BANK
Perbankan syariah
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang
dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini
didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam
dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-
usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi
makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak
dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Sejarah
Latar belakang
Masih di negara yang sama, pada tahun 1971, Nasir Social bank didirikan dan
mendeklarasikan diri sebagai bank komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta
pendiriannya tidak disebutkan rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh
negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Konferensi Islam, walaupun
utamanya bank tersebut adalah bank antar pemerintah yang bertujuan untuk
menyediakan dana untuk proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB
menyediakan jasa finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara
tersebut dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun 1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian
muncul. Di Timur Tengah antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal
Islamic Bank of Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain
Islamic Bank (1979). Dia Asia-Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun 1973
berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri Muslim Pilgrims
Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang ingin menabung untuk
menunaikan ibadah [[haji].
Saat ini keberadaan bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang
yaitu UU No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang
Perbankan.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank
Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu
bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya
merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero), Bank Rakyat
Indonesia (Persero)dan Bank swasta nasional: Bank Tabungan Pensiunan Nasional
(Tbk).
Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah
berkembang 104 BPR Syariah.
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
* Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
* Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil
usaha institusi yang meminjam dana.
* Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsik.
* Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak
harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
* Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam
islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
Produk perbankan syariah
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain: Jasa
untuk peminjam dana
* Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat
mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak
berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. [6]
* Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu
yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank
akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
Laju pertumbuhan perbankan syariah di tingkat global tak diragukan lagi. Aset
lembaga keuangan syariah di dunia diperkirakan mencapai 250 miliar dollar AS,
tumbuh rata-rata lebih dari 15 persen per tahun. Di Indonesia, volume usaha
perbankan syariah selama lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 60 persen per tahun.
Tahun 2005, perbankan syariah Indonesia membukukan laba Rp 238,6 miliar,
meningkat 47 persen dari tahun sebelumnya. Meski begitu, Indonesia yang memiliki
potensi pasar sangat luas untuk perbankan syariah, masih tertinggal jauh di belakang
Malaysia.
Tahun lalu, perbankan syariah Malaysia mencetak profit lebih dari satu miliar ringgit
(272 juta dollar AS). Akhir Maret 2006, aset perbankan syariah di negeri jiran ini
hampir mencapai 12 persen dari total aset perbankan nasional. Sedangkan di
Indonesia, aset perbankan syariah periode Maret 2006 baru tercatat 1,40 persen dari
total aset perbankan. Bank Indonesia memprediksi, akselerasi pertumbuhan perbankan
syariah di Indonesia baru akan dimulai tahun ini.
Sejumlah bank asing di Indonesia, seperti Citibank dan HSBC, bahkan bersiap
menyambut penerbitan sukuk dengan membuka unit usaha syariah. Sementara itu
sejumlah investor dari negara Teluk juga tengah bersiap membeli bank-bank di
Indonesia untuk dikonversi menjadi bank syariah. Kriteria bank yang dipilih
umumnya beraset relatif kecil, antara Rp 500 miliar dan Rp 2 triliun. Setelah
dikonversi, bank-bank tersebut diupayakan melakukan sindikasi pembiayaan proyek
besar, melibatkan lembaga keuangan global. [sunting] Penghimpunan dana
Selain investor asing, penghimpunan dana perbankan syariah dari dalam negeri akan
didongkrak penerapan office-channeling yang didasari Peraturan BI Nomor
8/3/PBI/2006. Aturan ini memungkinkan cabang bank umum yang mempunyai unit
usaha syariah melayani produk dan layanan syariah, khususnya pembukaan rekening,
setor, dan tarik tunai.
Sampai saat ini, office channeling baru digunakan BNI Syariah dan Permata Bank
Syariah. Sejumlah 212 kantor cabang Bank Permata di Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi, Bandung, dan Surabaya sudah dapat melayani produk dan layanan
syariah sejak awal Maret lalu. Sementara tahap awal office channeling BNI Syariah
dimulai 21 April 2006 pada 29 kantor cabang utama BNI di wilayah Jabotabek.
Ditargetkan 151 kantor cabang utama BNI di seluruh Indonesia akan menyusul.
General Manager BNI Syariah Suhardi beberapa pekan lalu menjelaskan, untuk
memudahkan masyarakat mengakses layanan syariah, diluncurkan pula BNI Syariah
Card. Kartu ini memungkinkan nasabah syariah menggunakan seluruh delivery
channel yang dipunyai BNI, seluruh ATM BNI, ATM Link, ATM Bersama, dan
jaringan ATM Cirrus International di seluruh dunia.
Hasil penelitian dan permodelan potensi serta preferensi masyarakat terhadap bank
syariah yang dilakukan BI tahun lalu menunjukkan tingginya minat masyarakat
terhadap perbankan syariah. Namun, sebagian besar responden mengeluhkan kualitas
pelayanan, termasuk keterjangkauan jaringan yang rendah. Kelemahan inilah yang
coba diatasi dengan office channeling.
Dana terhimpun juga akan meningkat terkait rencana pemerintah menyimpan biaya
ibadah haji pada perbankan syariah. Dengan kuota 200.000 calon jemaah haji, jika
masing-masing calon jemaah haji menyimpan Rp 20 juta, akan terhimpun dana Rp 4
triliun yang hanya dititipkan ke bank syariah selama sekitar empat bulan. Dana haji
yang terhimpun dalam jumlah besar dalam waktu relatif pendek akan mendorong
munculnya instrumen investasi syariah. Dana terhimpun itu bahkan cukup menarik
bagi pebisnis keuangan global untuk meluncurkan produk investasi syariah.
Di sisi lain, suku bunga perbankan konvensional diperkirakan akan turun. Menurut
Adiwarman, bagi hasil perbankan syariah yang saat ini berkisar 8-10 persen, membuat
perbankan syariah cukup kompetitif terhadap bank konvensional. "Dengan selisih
sekitar dua persen (dari tingkat bunga bank konvensional), orang masih tahan di bank
syariah, tetapi lebih dari itu, iman bisa juga tergoda untuk pindah ke bank
konvensional," kata Adiwarman menjelaskan pola perilaku nasabah yang tidak terlalu
loyal syariah.
Berdasarkan analisis BI, tren meningkatnya suku bunga pada triwulan ketiga tahun
2005 juga sempat membuat perbankan syariah menghadapi risiko pengalihan dana
(dari bank syariah ke bank konvensional). Diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun dana
nasabah dialihkan pada triwulan ketiga tahun lalu. Namun, kepercayaan deposan pada
perbankan syariah terbukti dapat dipulihkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga
yang mencapai Rp 2,2 triliun pada akhir tahun. Kenaikan akumulasi dana pihak ketiga
perbankan syariah merupakan peluang, sekaligus tantangan, karena tanpa pengelolaan
yang tepat justru masalah akan datang.
Peluang dan potensi perbankan syariah yang besar memang menuntut kerja keras
untuk kemaslahatan.
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan
pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau
kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain [1]:
• Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman
dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
• Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat
hasil usaha institusi yang meminjam dana.
• Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya
merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai
intrinsik.
• Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah
pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari
sebuah transaksi.
• Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan
dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh
perbankan syariah.
Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat
karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya[2].
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
• Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat
mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak
berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada
nasabah. [6]
• Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun
waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang
dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi
hasil tertentu.
Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI, dulu disebut De Javasche Bank) adalah bank sentral Republik
Indonesia. Sebagai bank sentral, BI mempunyai satu tujuan tunggal, yaitu mencapai
dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai rupiah ini mengandung dua
aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang dan jasa, serta kestabilan
terhadap mata uang negara lain.
Untuk mencapai tujuan tersebut BI didukung oleh tiga pilar yang merupakan tiga
bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan melaksanakan
kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta
mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu diintegrasi agar
tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai secara efektif
dan efisien.
BI juga menjadi satu-satunya lembaga yang memiliki hak untuk mengedarkan uang di
Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BI dipimpin oleh Dewan
Gubernur. Untuk periode 2008-2013, Boediono menjabat posisi sebagai Gubernur BI.
Babak baru dalam sejarah Bank Indonesia sebagai Bank Sentral yang independen
dimulai ketika sebuah undang-undang baru, yaitu UU No. 23/1999 tentang Bank
Indonesia, dinyatakan berlaku pada tanggal 17 Mei 1999. Undang-undang ini
memberikan status dan kedudukan sebagai suatu lembaga negara independen dan
bebas dari campur tangan pemerintah ataupun pihak lainnya. Sebagai suatu lembaga
negara yang independen, Bank Indonesia mempunyai otonomi penuh dalam
merumuskan dan melaksanakan setiap tugas dan wewenangnya sebagaimana
ditentukan dalam undang-undang tersebut.Pihak luar tidak dibenarkan mencampuri
pelaksanaan tugas Bank Indonesia, dan Bank Indonesia juga berkewajiban untuk
menolak atau mengabaikan intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga.
Untuk lebih menjamin independensi tersebut, undang-undang ini telah memberikan
kedudukan khusus kepada Bank Indonesia dalam struktur ketatanegaraan Republik
Indonesia. Sebagai Lembaga negara yang independen kedudukan Bank Indonesia
tidak sejajar dengan Lembaga Tinggi Negara. Disamping itu, kedudukan Bank
Indonesia juga tidak sama dengan Departemen, karena kedudukan Bank Indonesia
berada diluar Pemerintah. Status dan kedudukan yang khusus tersebut diperlukan agar
Bank Indonesia dapat melaksanakan peran dan fungsinya sebagai otoritas moneter
secara lebih efektif dan efisien.
Sebagai Badan Hukum
Status Bank Indonesia baik sebagai badan hukum publik maupun badan hukum
perdata ditetapkan dengan undang-undang. Sebagai badan hukum publik Bank
Indonesia berwenang menetapkan peraturan-peraturan hukum yang merupakan
pelaksanaan dari undang-undang yang mengikat seluruh masyarakat luas sesuai
dengan tugas dan wewenangnya. Sebagai badan hukum perdata, Bank Indonesia dapat
bertindak untuk dan atas nama sendiri di dalam maupun di luar pengadilan.
Tujuan Tunggal
Dalam kapasitasnya sebagai bank sentral, Bank Indonesia mempunyai satu tujuan
tunggal, yaitu mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Kestabilan nilai
rupiah ini mengandung dua aspek, yaitu kestabilan nilai mata uang terhadap barang
dan jasa, serta kestabilan terhadap mata uang negara lain. Aspek pertama tercermin
pada perkembangan laju inflasi, sementara aspek kedua tercermin pada perkembangan
nilai tukar rupiah terhadap mata uang negara lain. Perumusan tujuan tunggal ini
dimaksudkan untuk memperjelas sasaran yang harus dicapai Bank Indonesia serta
batas-batas tanggung jawabnya. Dengan demikian, tercapai atau tidaknya tujuan Bank
Indonesia ini kelak akan dapat diukur dengan mudah.
Untuk mencapai tujuan tersebut Bank Indonesia didukung oleh tiga pilar yang
merupakan tiga bidang tugasnya. Ketiga bidang tugas ini adalah menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, serta mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia. Ketiganya perlu
diintegrasi agar tujuan mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah dapat dicapai
secara efektif dan efisien.
Sistem Pembayaran
Menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tujuan Bank Indonesia sebagaimana
diamanatkan Undang-Undang No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Untuk
menjaga stabilitas rupiah itu perlu disokong pengaturan dan pengelolaan akan
kelancaran Sistem Pembayaran Nasional (SPN). Kelancaran SPN ini juga perlu
didukung oleh infrastruktur yang handal (robust). Jadi, semakin lancar dan hadal
SPN, maka akan semakin lancar pula transmisi kebijakan moneter yang bersifat time
critical. Bila kebijakan moneter berjalan lancar maka muaranya adalah stabilitas nilai
tukar.
BI adalah lembaga yang mengatur dan menjaga kelancaran SPN. Sebagai otoritas
moneter, bank sentral berhak menetapkan dan memberlakukan kebijakan SPN. Selain
itu, BI juga memiliki kewenangan memeberikan persetujuan dan perizinan serta
melakukan pengawasan (oversight) atas SPN. Menyadari kelancaran SPN yang
bersifat penting secara sistem (systemically important), bank sentral memandang perlu
menyelenggarakan sistem settlement antar bank melalui infrastruktur BI-Real Time
Gross Settlement (BI-RTGS).
Selain itu masih ada tugas BI dalam SPN, misalnya, peran sebagai penyelenggara
sistem kliring antarbank untuk jenis alat-alat pembayaran tertentu. Bank sentral juga
adalah satu-satunya lembaga yang berhak mengeluarkan dan mengedarkan alat
pembayaran tunai seperti uang rupiah. BI juga berhak mencabut, menarik hingga
memusnahkan uang rupiah yang sudah tak berlaku dari peredaran.
Di sisi alat pembayaran tunai, Bank Indonesia merupakan satu-satunya lembaga yang
berwenang untuk mengeluarkan dan mengedarkan uang Rupiah serta mencabut,
menarik dan memusnahkan uang dari peredaran. Terkait dengan peran BI dalam
mengeluarkan dan mengedarkan uang, Bank Indonesia senantiasa berupaya untuk
dapat memenuhi kebutuhan uang kartal di masyarakat baik dalam nominal yang
cukup, jenis pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi yang layak edar
(clean money policy). Untuk mewujudkan clean money policy tersebut, pengelolaan
pengedaran uang yang dilakukan oleh Bank Indonesia dilakukan mulai dari
pengeluaran uang, pengedaran uang, pencabutan dan penarikan uang sampai dengan
pemusnahan uang.
Uang Rupiah yang telah dikeluarkan tadi kemudian didistribusikan atau diedarkan di
seluruh wilayah melalui Kantor Bank Indonesia. Kebutuhan uang Rupiah di setiap
kantor Bank Indonesia didasarkan pada jumlah persediaan, keperluan pembayaran,
penukaran dan penggantian uang selama jangka waktu tertentu. Kegitan distribusi
dilakukan melalui sarana angkutan darat, laut dan udara. Untuk menjamin keamanan
jalur distribusi senantiasa dilakukan baik melalui pengawalan yang memadai maupun
dengan peningkatan sarana sistem monitoring.
Kegiatan pengedaran uang juga dilakukan melalui pelayanan kas kepada bank umum
maupun masyarakat umum. Layanan kas kepada bank umum dilakukan melalui
penerimaan setoran dan pembayaran uang Rupiah. Sedangkan kepada masyarakat
dilakukan melalui penukaran secara langsung melalui loket-loket penukaran di
seluruh kantor Bank Indonesia atau melalui kerjasama dengan perusahaan yang
menyediakan jasa penukaran uang kecil.
Lebih lanjut, kegiatan pengelolaan uang Rupiah yang dilakukan Bank Indonesia
adalah pencabutan uang terhadap suatu pecahan dengan tahun emisi tertentu yang
tidak lagi berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Pencabutan uang dari peredaran
dimaksudkan untuk mencegah dan meminimalisasi peredaran uang palsu serta
menyederhanakan komposisi dan emisi pecahan. Uang Rupiah yang dicabut tersebut
dapat ditarik dengan cara menukarkan ke Bank Indonesia atau pihak lain yang telah
ditunjuk oleh Bank Indonesia.
Sementara itu untuk menjaga menjaga kualitas uang Rupiah dalam kondisi yang layak
edar di masyarakat, Bank Indonesia melakukan kegiatan pemusnahan uang. Uang
yang dimusnahkan tersebut adalah uang yang sudah dicabut dan ditarik dari
peredaran, uang hasil cetak kurang sempurna dan uang yang sudah tidak layak edar.
Kegiatan pemusnahan uang diatur melalui prosedur dan dilaksanakan oleh jasa pihak
ketiga yang dengan pengawasan oleh tim Bank Indonesia (BI).
Dewan Gubernur BI
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Bank Indonesia dipimpin oleh Dewan
Gubernur. Dewan ini terdiri atas seorang Gubernur sebagai pemimpin, dibantu oleh
seorang Deputi Gubernur Senior sebagai wakil, dan sekurang-kurangnya empat atau
sebanyak-banyaknya tujuh Deputi Gubernur. Masa jabatan Gubernur dan Deputi
Gubernur selama-lamanya lima tahun, dan mereka hanya dapat dipilih untuk
sebanyak-banyaknya dua kali masa tugas.
Gubernur dan Deputi Gubernur Senior diusulkan dan diangkat oleh Presiden dengan
persetujuan DPR. Sementara Deputi Gubernur diusulkan oleh Gubernur dan diangkat
oleh Presiden dengan persetujuan DPR. Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia
tidak dapat diberhentikan oleh Presiden, kecuali bila mengundurkan diri, berhalangan
tetap, atau melakukan tindak pidana kejahatan.
Pengambilan Keputusan
Sebagai suatu forum pengambilan keputusan tertinggi, Rapat Dewan Gubernur (RDG)
diselenggarakan sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan untuk menetapkan
kebijakan umum di bidang moneter, serta sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu
untuk melakukan evaluasi atas pelaksanaan kebijakan moneter atau menetapkan
kebijakan lain yang bersifat prinsipil dan strategis. Pengambilan keputusan dilakukan
dalam Rapat Dewan Gubernur, atas dasar prinsip musyawarah demi mufakat. Apabila
mufakat tidak tercapai, Gubernur menetapkan keputusan akhir.
Sejak dibentuk, orang-orang yang terpilih sebagai Gubernur BI, sebagai berikut:
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia sebagai pengakuan utang berjangka waktu pendek (1-3 bulan) dengan
sistem diskonto/bunga.
SBI merupakan salah satu mekanisme yang digunakan Bank Indonesia untuk
mengontrol kestabilan nilai Rupiah. Dengan menjual SBI, Bank Indonesia dapat
menyerap kelebihan uang primer yang beredar.
Tingkat suku bunga yang berlaku pada setiap penjualan SBI ditentukan oleh
mekanisme pasar berdasarkan sistem lelang. Sejak awal Juli 2005, BI menggunakan
mekanisme "BI rate" (suku bunga BI), yaitu BI mengumumkan target suku bunga SBI
yang diinginkan BI untuk pelelangan pada masa periode tertentu. BI rate ini kemudian
yang digunakan sebagai acuan para pelaku pasar dalam mengikuti pelelangan.
Metode perhitungan
Dalam penelitian, tingkat suku bunga SBI yang digunakan adalah dalam periode
bulanan. Oleh karena itu, data tingkat suku bunga SBI yang diperoleh dalam periode
harian akan diubah menjadi periode bulanan dengan rumus sebagai berikut:
Hingga Juli 1997 itu, hampir semua pihak mengamini bahwa Indonesia sangat kecil
kemungkinannya untuk terimbas krisis. Bayangkan saja, waktu itu fundamental
ekonomi Indonesia menunjukkan tingkat inflasi yang rendah, surplus perdagangan
mencapai lebih dari USD900 juta, cadangan devisa yang sangat besar, lebih dari
USD20 milyar, dan sektor perbankan dengan kinerja yang sangat baik.
Tapi siapa sangka sebulan setelah itu ekonomi kita terkena imbasnya juga. Gejolak
diawali dengan kejatuhan nilai tukar rupiah terhadap USD. Akibatnya, banyak bank
mulai ditimpa kerugian, terutama bank yang punya pinjaman dalam mata uang asing
dan tidak melakukan lindung nilai atas pinjamannya. Gejolak kurs yang ditambah
dengan pemburukan arus kas bank-bank menyebabkan bank menghadapi kesulitan
likuiditas. Masalah likuiditas ini mengakibatkan bank kehilangan kepercayaan
sehingga masyarakat ramai-ramai menarik uangnya secara besar-besaran dari bank.
Puluhan bank harus ditutup dengan konsekuensi perekonomian bisa lumpuh total.
Oleh karena itu, upaya penyelamatan adalah pilihan yang diambil ketika itu. Namun
ongkos yang harus dibayar juga tidak sedikit karena jumlah bank yang harus
diselamatkan juga banyak.
Berangkat dari pengalaman krisis 1997 itulah, manakala krisis global melanda
Amerika Serikat dan negara-negara Eropa, Pemerintah dan BI proaktif melakukan
tindakan pencegahan. Beberapa ketentuan perbankan direlaksasi untuk menghindari
runtuhnya sistem keuangan dan perbankan. Tindakan ini dilakukan agar dana nasabah
di bank aman sehingga masyarakat tidak perlu benbondong-bongdong ke bank
menarik dananya. Hasilnya, rush tidak terjadi, sistem perbankan tetap aman dan
perekonomian bisa terbebas dari ancaman krisis. Memang ada ongkos dari tindakan
itu, namun pastinya tidak akan sebesar bila krisis global sampai menghantam ekonomi
Indonesia.
Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib
menjadi peserta penjaminan LPS.
Latar belakang
Krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun 1998 ditandai
dengan dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan
masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah
mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh
kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal
ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang "Jaminan
Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum" dan Keputusan Presiden Nomor 193
Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan
Rakyat".
Fungsi LPS
LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga
stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.
Sejak tanggal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin LPS
maksimum sebesar Rp 100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan
bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki
simpanan lebih dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari hasil
likuidasi bank tersebut.
Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi simpanan
nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember 2006,
rekening bersaldo sama atau kurang dari Rp 100 juta mencakup lebih dari 98%
rekening simpanan.
Sejak terjadi krisis global pada tahun 2008, Pemerintah kemudian mengeluarkan
Perpu No. 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang mengubah nilai simpanan yang
dijamin oleh LPS menjadi Rp2.000.000.000 (dua milyar rupiah). Perpu ini dapat
disesuaikan kembali, apabila krisis global meluas atau mereda.
Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank
Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem
keuangan (perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam
menjaga stabilitas moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan
banyak artinya dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Stabilitas moneter dan stabilitas keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki dampak yang signifikan terhadap stabilitas
keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas keuangan merupakan pilar yang mendasari
efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan merupakan salah satu alur transmisi
kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan sistem keuangan maka
transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal. Sebaliknya,
ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem
keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar
belakang mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan
tanggung jawab Bank Indonesia.
Pertama, Bank Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter antara lain
melalui instrumen suku bunga dalam operasi pasar terbuka. Bank Indonesia dituntut
untuk mampu menetapkan kebijakan moneter secara tepat dan berimbang. Hal ini
mengingat gangguan stabilitas moneter memiliki dampak langsung terhadap berbagai
aspek ekonomi. Kebijakan moneter melalui penerapan suku bunga yang terlalu ketat,
akan cenderung bersifat mematikan kegiatan ekonomi. Begitu pula sebaliknya. Oleh
karena itu, untuk menciptakan stabilitas moneter, Bank Indonesia telah menerapkan
suatu kebijakan yang disebut inflation targeting framework.
Kedua, Bank Indonesia memiliki peran vital dalam menciptakan kinerja lembaga
keuangan yang sehat, khususnya perbankan. Penciptaan kinerja lembaga perbankan
seperti itu dilakukan melalui mekanisme pengawasan dan regulasi. Seperti halnya di
negara-negara lain, sektor perbankan memiliki pangsa yang dominan dalam sistem
keuangan. Oleh sebab itu, kegagalan di sektor ini dapat menimbulkan ketidakstabilan
keuangan dan mengganggu perekonomian. Untuk mencegah terjadinya kegagalan
tersebut, sistem pengawasan dan kebijakan perbankan yang efektif haruslah
ditegakkan. Selain itu, disiplin pasar melalui kewenangan dalam pengawasan dan
pembuat kebijakan serta penegakan hukum (law enforcement) harus dijalankan. Bukti
yang ada menunjukkan bahwa negara-negara yang menerapkan disiplin pasar,
memiliki stabilitas sistem keuangan yang kokoh. Sementara itu, upaya penegakan
hukum (law enforcement) dimaksudkan untuk melindungi perbankan dan stakeholder
serta sekaligus mendorong kepercayaan terhadap sistem keuangan. Untuk
menciptakan stabilitas di sektor perbankan secara berkelanjutan, Bank Indonesia telah
menyusun Arsitektur Perbankan Indonesia dan rencana implementasi Basel II.
Keempat, melalui fungsinya dalam riset dan pemantauan, Bank Indonesia dapat
mengakses informasi-informasi yang dinilai mengancam stabilitas keuangan. Melalui
pemantauan secara macroprudential, Bank Indonesia dapat memonitor kerentanan
sektor keuangan dan mendeteksi potensi kejutan (potential shock) yang berdampak
pada stabilitas sistem keuangan. Melalui riset, Bank Indonesia dapat mengembangkan
instrumen dan indikator macroprudential untuk mendeteksi kerentanan sektor
keuangan. Hasil riset dan pemantauan tersebut, selanjutnya akan menjadi
rekomendasi bagi otoritas terkait dalam mengambil langkah-langkah yang tepat untuk
meredam gangguan dalam sektor keuangan.
Kelima, Bank Indonesia memiliki fungsi sebagai jaring pengaman sistim keuangan
melalui fungsi bank sentral sebagai lender of the last resort (LoLR). Fungsi LoLR
merupakan peran tradisional Bank Indonesia sebagai bank sentral dalam mengelola
krisis guna menghindari terjadinya ketidakstabilan sistem keuangan. Fungsi sebagai
LoLR mencakup penyediaan likuiditas pada kondisi normal maupun krisis. Fungsi ini
hanya diberikan kepada bank yang menghadapi masalah likuiditas dan berpotensi
memicu terjadinya krisis yang bersifat sistemik. Pada kondisi normal, fungsi LoLR
dapat diterapkan pada bank yang mengalami kesulitan likuiditas temporer namun
masih memiliki kemampuan untuk membayar kembali. Dalam menjalankan fungsinya
sebagai LoLR, Bank Indonesia harus menghindari terjadinya moral hazard. Oleh
karena itu, pertimbangan risiko sistemik dan persyaratan yang ketat harus diterapkan
dalam penyediaan likuiditas tersebut.
Tahun Undang-Undang/PERPU
2009 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2009 Tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008
Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999
Tentang Bank Indonesia Menjadi Undang-Undang
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
2008 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004 Tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999
2004 Tentang Bank Indonesia
Undang-Undang Terkait
Dalam dunia perbankan banyak istilah-istilah yang kadang tak di mengerti oleh orang
kebanyakan. Agar kita tak buta financial, berikut adalah kamus dari A-Z tentang
dunia keuangan.
Asuransi
Perjanjian yang menyebutkan seorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang
tertanggung dengan menerima premi sebagai pengganti apabila terjadi kerugian,
kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang kemungkinan akan
dideritanya apabila terjadi suatu peristiwa yang menimpanya.
Bea
Pajak tidak langsung atas barang impor dan ekspor dengan surat-surat sebagai bukti,
dan lain-lain menurut peraturannya masing-masing.
Cek
Surat perintah tidak bersyarat kepada bank untuk membayar sejumlah uang tertentu,
pada waktu surat tersebut diserahkan kepadanya, dan agar surat perintah itu berlaku
sebagai cek, isinya harus memenuhi syarat yang ditetapkan dalam undang-undang,
antara lain memuat perkataan "cek".
Dividen
Bagian laba yang dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai pembagian
keuntungan.
Fidusia
Orang atau badan yang mendapat kepercayaan menguasai barang untuk
mengelolanya, misalnya administratur, direktur, dan lain-lain.
Giro
Simpanan pada bank, yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
mempergunakan cek, surat perintah pembayaran yang lainnya, atau dengan cara
pemindah bukuan.
Harga Pasar
Nilai pasaran sekuritas atau komoditas lainnya yang ditentukan berdasarkan
permintaan dan penawaran pasar.
Junior Security
Obligasi atau hipotek yang dijamin dengan harta benda yang telah dibebani satu atau
lebih obligasi yang telah diterbitkan lebih dahulu
Klausula Akselerasi
Pasal dalam kontrak yang menyatakan bahwa penjual dapat menuntut pembayaran
penuh dengan segera dari sisa yang belum dibayar jika pembeli gagal membayar
angsuran yang masih terhutang
Likuiditas
Kemampuan seseorang atau perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau utang yang
segera harus dibayar dengan harta lancarnya
Modal
Harta yang dipergunakan untuk menghasilkan tambahan kekayaan
Nota Kontrak
Catatan atau memorandum yang diberikan pialang kepada orang yang menjual atau
membeli saham
Obligasi
Surat utang yang berjangka waktu lebih dari satu tahun dan bersuku bunga tertentu,
yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik dana dari masyarakat, guna
pembiayaan perusahaan atau oleh pemerintah untuk keperluan anggaran belanjanya
Pialang
Perantara dalam perdagangan yang diangkat dan disumpah; dalam mengadakan
perjanjian-perjanjian, perantara ini bertindak untuk dan atas nama pengamanat dengan
menerima provisi. Dengan pengamanat ia tidak mempunyai hubungan kerja yang
tetap atau biasa disebut broker.
Reksa Dana
Wadah investasi yang berisi dana dari sejumlah investor dimana uang didalamnya
diinvestasikan ke dalam berbagai produk investasi oleh sebuah Perusahaan
Manajemen Investasi
Saham
Surat bukti pemilikan bagain modal perseroan terbatas yang memberikan berbagai
hak menurut ketentuan anggaran dasar
Uang Muka
Pembayaran sebagian dari harga oleh pembeli kepada penjual sebagai tanda bahwa
perjanjian jual beli yang diadakan telah meningkat
Valuta Asing
Alat pembayaran dan alat-alat likuid luar negeri lainnya
Warkat Berharga
Warkat dengan nilai nominal tertentu yang berfungsi sebagai uang, seperti Sertifikat
Bank Indonesia, Surat Berharga Pasar Uang, giro, cek, dan sebagainya
Yield
Penerimaan yang dinyatakan dengan persen yang diperoleh dari hasil investasi
(FKW)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah yang diberikan oleh Dosen dan
diberi judul ”PERBANKAN”. Akhirnya makalah ini dapat dikumpulkan sesuai
dengan waktu yang telah ditetapkan.
Mengutip kata pepatah ”Tak ada gading yang tak retak”, sehingga pada
kesempatan ini juga, penulis mohon maaf jika penulisan makalah ini masih memiliki
kekurangan dan kesalahan. Baik itu kesalahan yang sangat fatal dari opsi pemikiran
pembaca. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Tidak lupa juga kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca dan penulus
harapkan, agar dapat penulis jadikan evaluasi di dalam penulisan kedepannya. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis