Anda di halaman 1dari 13

PEMERIKSAAN ENZIM ASETIL CHOLIN ESTERASE (AcHE)

Disusun Oleh:
Anisa Kartika Sari
B1J008146

LAPORAN PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2011
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam upaya meningkatkan mutu dan produktivitas hasil pertanian,

penggunaan pestisida untuk membasmi hama tanaman sering tak terhindarkan.

Pestisida yang digunakan diharapkan dapat membantu petani dalam mendapatkan

keuntungan yang maksimal. Penggunaan pestisida secara berlebihan dan tidak

terkendali seringkali memberikan risiko keracunan pestisida bagi petani. Risiko

keracunan pestisida ini terjadi karena penggunaan pestisida pada lahan pertanian

khususnya sayuran.

Penggunaan pestisida dengan dosis besar dan dilakukan secara terus

menerus akan menimbulkan beberapa kerugian, antara lain residu pestisida akan

terakumulasi pada produk-produk pertanian, pencemaran pada lingkungan pertanian,

penurunan produktivitas, keracunan pada hewan, keracunan pada manusia yang

berdampak buruk terhadap kesehatan. Manusia akan mengalami keracunan baik akut

maupun kronis yang berdampak pada kematian.

Salah satu masalah utama yang berkaitan dengan keracunan pestisida

adalah bahwa gejala dan tanda keracunan khususnya pestisida dari golongan

organofosfat umumnya tidak spesifik bahkan cenderung menyerupai gejala penyakit

biasa seperti pusing, mual, dan lemah sehingga oleh masyarakat dianggap sebagai

suatu penyakit yang tidak memerlukan terapi khusus. Pestisida organofosfat dan

karbamat menimbulkan efek pada serangga, mamalia dan manusia melalui inhibisi

asetilkolinesterase pada saraf.

Pestisida organofosfat dan karbamat menghambat enzim asetilkolinesterase

(AChE) melalui proses fosforilasi bagian ester anion. Aktivitas AChE tetap dihambat

sampai enzim baru terbentuk kembali atau suatu reaktivator kolinesterase diberikan.
Penumpukan ACh yang terjadi akibat terhambatnya enzim AChE inilah yang

menimbulkan gejala-gejala keracunan organofosfat.viii Gejala klinik baru akan

timbul bila aktivitas kolinesterase 50% dari normal atau lebih rendah. Akan tetapi

gejala dan tanda keracunan organofosfat juga tidak selamanya spesifik bahkan

cenderung menyerupai gejala penyakit biasa.

Salah satu dampak dari keracunan pestisida organofosfat dan karbamat

adalah anemia. Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin dalam darah

berkurang dari normal, yang berbeda untuk setiap jenis kelompok usia dan jenis

kelamin. x Tanda dan gejala yang sering timbul adalah gelisah, diaforesis (keringat

dingin), sesak nafas, kolaps sirkulasi yang prosesif cepat atau syok. Kejadian

keracunan akibat pestisida pada petani dapat dipengaruhi oleh banyak faktor baik

oleh faktor lingkungan maupun faktor perilaku petani itu sendiri dalam setiap kontak

dengan pestisida. Kejadian keracunan pestisida dan anemia tidak memiliki tanda dan

gejala yang spesifik. Deteksi dini mengenai keracunan pestisida dan kejadian anemia

sangat perlu dilakukan untuk mencegah timbulnya gangguan kesehatan yang kronis

dan mematikan.

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah mengetahui ada tidaknya pencemaran

akibat pestisida dari pencemaran AcHE dan mengukur enzim AcHE dengan

spektrofotometer.

C. Manfaat

Manfaat dari praktikum ini adalah dapat menambah pengetahuan praktikan

untuk mengukur kadar enzim AcHE dalam darah secara spektrofotometri. Selain itu,

juga dapat menambah ilmu pengetahuan praktikan mengenai dampak dari

penggunaan organofosfat terhadap kesehatan.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Residu pestisida dapat hilang atau terurai melalui proses dan kadang-kadang

berlangsung dengan derajat yang konstan. Residu pestisida dapat terjadi pada

tanaman (daun, buah, cabang, akar), tanah, dan air. Residu insektisida juga

dipengaruhi oleh jenis insektisida yang digunakan, antara lain daya larut dalam air,

polaritas, reaktif, dan stabilitas kimia. Residu insektisida dalam tanah sangat erat

kaitannya dengan kandungan bahan organik tanah. Makin tinggi kandungan bahan

organik tanah, makin tinggi kandungan insektisida. Insektisida cenderung menumpuk

pada lapisan tanah bagian atas pada kedalaman 10-20 cm. Hal ini karena lapisan

tersebut mengandung bahan organik sehingga insektisida mudah diabsorpsi dan

sukar untuk keluar (I Wayan, 2010)

Kandungan organophosporus sudah menarik perhatian ahli biokimia, ahli

fisiologi, agricultural dan terutama ahli kimia militer. Semua organophosphorus

yang sangat beracun merupakan agen peperangan kimia yang bisa juga disebut agen

syaraf adalah penghambat AcHE yang kuat. Seperti yang telah disebutkan, campuran

ini irreversibel dan dapat mengikat AcHE di pusat katalitik, yang menyebabkan

fosforilasi dari enzim dan penghambatan aktivitas subsekuen. Fungsi normal dari

AchE adalah menghidrolisis neurotransmitter asetilkholine (Ach) yang dilepaskan di

neural junction (Jiri et al., 2005).

Sastrautomo (1992) mengungkapkan bahwa enzim cholinesterase (EH) dalam

darah bersenyawa dengan asetilkholin (ACh) membentuk senyawa kompleks yang

dapat memberi rangsangan bolak-balik. Senyawa kompleks ini akan melepas kholin

dan terbentuk kompleks Asetilesterase. Dengan adanya penambahan air, maka

kompleks ini akan melepas enzim dan asam asetat

Acetylcholine ikut terlibat proses pengiriman sinyal di dalam sinaps. Setelah

dikirimkan oleh sinaps, acetylcholine dihidrolisis dan memberikan kholin dan grup
asetil dalam suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim acetylcholinesterase. Molekular

dasar dari obat Alzheimer telah digunakan sejauh ini, dengan mengambil

keuntungan dari reaksinya yang seperti inhibitor asetilkholinesterase (Ferreira et al.,

2006).

BAB III
MATERI DAN METODE

I. Materi
Bahan yang digunakan adalah serum darah dan reagen asetil cholin

esterase. Alat-alat yang digunakan adalah tabung reaksi ukuran 5 ml, mikropipet

ukuran 100µl, spektrofotometer, spuit, tourniquet, dan yellow type.

II. Metode

1. Diambil darah probandus dengan spuit sebanyak 3 cc, lalu dimasukkan ke

dalam tabung reaksi dan disentrifuge selama 10 menit dengan kecepatan 4000

rpm.

2. Diambil serum darah sebanyak 300 µl dan dimasukkan ke dalam 3 cc reagen

kolineesterase kemudian dipindahkan ke dalam kuvet.

3. Sampel dikur dengan spektrofotometer UV-VIS dengan panjang gelombang

490 nm tepat 20 detik (A1) dan 60 detik (A2)..

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Hasil
No Kelompok Jenis AcHE

Kelamin (unit/liter)
1 I Laki-laki 16440

2 II Laki-laki 10960

3 III Perempuan 5480

4 IV Perempuan 8220

Data Kelompok II :

∆ A1 = 0, 29

∆ A2 = 0, 28

∆ A3 = 0, 21

∆ A4 = 0, 26

Perhitungan:

Aktivitas AcHE = (∆ A2-∆ A1)-( ∆ A4-∆ A3) x FP x 68.500

= (0,28-0,29)-(0,26-0,21) x 4 x 68.500

= 2740 unit/liter

II. Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa kelompok 1 dengan darah

probandus laki-laki memiliki nilai ACHe sebesar 16440 unit/liter, sedangkan pada

kelompok 2 dengan darah probandus laki-laki juga didapatkan nilai ACHe sebesar

10960 unit/liter. Kelompok 3 dengan darah probandus perempuan didapatkan nilai

ACHe sebesar 5480 unit/liter sedangkan kelompok 4 yang probandusnya juga

perempuan didapatkan nilai sebesar 8220 unit/liter. Kadar normal ACHe pada laki-

laki berkisar 3500 – 12000 unit/liter sedangkan kadar normal ACHe pada perempuan

antara 2500 – 11000 unit/liter.


Menurut Sudarmadji (1993), mekanisme keracunan pestisida organophosphat

dan karbamat pada manusia adalah senyawa pestisida masuk ke dalam tubuh maka

akan berikatan dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur kerja saraf, yaitu

enzim kholinesterase. Akibatnya, enzim ini tidak dapat menghidrolisis asetilkholine,

sehingga zat ini akan menumpuk di bagian sinaps, dan bila hal ini akan berlangsung

terus-menerus maka pengaliran sinyal akan terganggu. Nogrady (1992) juga

menyimpulkan apabila pestisida organofosfat dan karbamat masuk ke dalam tubuh

maka akan terjadi persaingan antara asetilkholin dengan organofosfat dan karbamat.

Konsentrasi organofosfat dan karbamat lebih besar dan afinitas terhadap sisi aktifnya

juga lebih besar daripada asetilkholin maka senyawa organofosfat akan segera

mengisi sebagian atau seluruh sisi aktif molekul enzim kholinesterase sehingga

hidrolisis asetilkholin akan terhenti.

Menurut Nogrady (1992), asetilkholin adalah senyawa kimia yang berperan

dalam pengangkutan rangsangan saraf dan mempunyai rumus kimia

(CH3)3N+.CH2.CH2OCO.CH3. Tarumingkeng (1992), menambahkan bahwa

asetilkholin disintesis di dalam sitoplasma dari kholin dan asetil-CoA melalui proses

katalitik enzim asetilkholinesterase dan dilepaskan oleh serabut susunan saraf

otonom perifer, dengan reaksi sebagai berikut:

Kholin + Asetil-CoA → Asetilkholin + CoA-SH

Kholin diperoleh dari fosfatidilkholin (lesitin) dan kholin bebas. Sebagian

dari kholin ini didaurulangkan setelah asetilkholin (ACh) dihidrolisis oleh

asetilkholinesterase.

Ada dua macam model inhibisi organofosfat, yaitu fosforilasi irreversibel

pada sisi aktif dan interaksi reversibel pada sisi peripheral. Pengikatan organofosfat

pada asetilkolinesterase juga dipengaruhi oleh konsentrasi organofosfat. Pada


konsentrasi rendah organofosfat menyerang sisi periperal. Ketika sisi periperal telah

jenuh, organofosfat akan menyerang sisi aktif serin (Sudarko, 2007).

Menurut Siswanto (1991), terbentuknya ikatan atau kompleks organophospat

cholinesterase akan menimbulkan akumulasi asetilkholin dalam cholinergic neuro-

effector junction, skeletal muscle myoneural junction dan autonomic ganglia, selain

itu jaga dapat mempengaruhi saraf pusat (SSP). Semua pestisida golongan

organophospat dalam tubuh (hati, dan jaringan tubuh lainnya) akan mengalami

hydrolitic degradation. Beberapa jam setelah diabsorpsi dan membentuk metabolit-

metabolit yang toksisitasnya rendah serta produk degradasi ini dikeluarkan dari

tubuh melalui air seni dan tinja. Beberapa pestisida organofosfat dalam tubuh juga

akan diubah menjadi metabolit-metabolit yang lebih toksik sebelum pestisida

tersebut dimetabolisir.

Efek keracunan pestisida organofosfat dan karbamat pada sistem saraf pusat

(SSP) termasuk pusing, ataksia, dan kebingungan. Ada beberapa cara pada responden

kardiovaskular, yaitu penurunan tekanan darah dan kelainan jantung serta hambatan

pada jantung secara kompleks dapat mungkin terjadi.

Semua jenis pestisida adalah racun, dosis semakin besar semakin

mempermudah terjadinya keracunan pada petani pengguna pestisida. Untuk dosis

penyemprotan di lapangan khususnya golongan organofosfat, dosis yang dianjurkan

0,5 – 1,5 kg/ha. Arah angin harus diperhatikan oleh penyemprot saat melakukan

penyemprotan. Penyemprotan yang baik bila searah dengan arah angin dengan

kecepatan tidak boleh melebihi 750 m per menit. Semakin sering melakukan

penyemprotan, maka semakin tinggi pula resiko keracunannya. Penyemprotan

sebaiknya dilakukan sesuai dengan ketentuan. Pestisida masuk ke dalam tubuh dapat

melalui berbagai cara, antara lain melalui pernafasan atau penetrasi kulit. Oleh
karena itu cara-cara yang paling baik untuk mencegah terjadinya keracunan adalah

memberikan perlindungan pada bagian-bagian tersebut.

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa semua

probandus memiliki nilai ACHe yang masih dalam batas normal yaitu sebesar 16440
unit/liter ,10960 unit/liter. 5480 unit/liter dan 8220 unit/liter sehingga kemungkinan

besar probandus tidak mengalami gejala keracunan organofosfat yang ditandai

dengan penurunan enzim AChe.

DAFTAR REFERENSI

Ferreira, A. Proenca, C. Serralheiro, M.L.M. Ara´ujo, M.E.M. 2006. The in vitro


screening for acetylcholinesterase inhibition and antioxidant activity of
medicinal plants from Portugal. Journal of Ethnopharmacology 108 (2006)
31–37

I Wayan Laba.2010. Analisis Empiris Penggunaan Insektisida Menuju Pertanian


Berkelanjutan. Pengembangan Inovasi Pertanian 3(2), 2010: 120-137

Nogrady, T. 1992. Kimia Medisinal Pendekatan Secara Biokimia. ITB, Bandung.

Patocka, Jiri. Cabal, Jiri . Kuca, Kamil. Jun, Daniel. 2005. Oxime reactivation of
acetylcholinesterase inhibited by toxic phosphorus esters: in vitro kinetics
and thermodynamics. J. Appl. Biomed. 3: 91.99, 2005 ISSN 1214-0287
Sudarko, Devit Suwardiyanto dan A.A Istri Ratnadewi. 2007. Modifikasi
Asetilkolinesterase dengan Mutasi Kombinasi Secara In Silico Untuk
Biosensor Organofosfat. Vol. 2 (1), 2007, h. 1-6

Sudarmadji, S.S. 1993. Pengaruh Diet Kalori Tinggi Protein Terhadap Peningkatan
Aktivitas Kholinesterase Petugas Penyemprot Dengan Fenitrothion Di
Kecamatan Kokap dan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.
Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi, FK UGM, Yogyakarta.

Tarumingkeng, R. C. 1992. Insektisida, Sifat, Mekanisme Kerja dan Dampak


Penggunaannya. UKRIDA, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai