Anda di halaman 1dari 9

1

ANALISIS KARYOTIP

Karyotip merupakan teknik untuk memvisualisasikan kromosom di bawah


mikroskop. Kromosom dapat terlihat dengan proses ekstraksi yang tepat dan
teknik pewarnaan sewaktu berada dalam tahap metafase dalam siklus sel.
Pendeteksian kelainan kromosom sangat penting untuk diagnosis prenatal, deteksi
status “carrier” untuk beberapa penyakit atau sifat genetik, dan untuk tujuan
diagnostik umum.
Analisis karyotip dapat dilakukan hampir pada semua populasi sel yang
memiliki kecepatan membelah dengan cepat baik yang ditumbuhkan pada kultur
sel maupun diekstraksi dari tumor. Kromosom yang berasal dari limfosit darah
perifer adalah yang paling ideal karena dapat dianalisa 3 hari setelah dikultur.
Limfosit dapat diinduksi untuk berproliferasi dengan menggunakan mitogen (obat
yang menginduksi mitosis) seperti fitohemagglutinin.
Sel fibroblas kulit, sel sumsum tulang, sel dinding plasenta, sel tumor atau
amniosit juga dapat digunakan tetapi memerlukan waktu 2 minggu untuk
memperoleh jumlah sel yang cukup untuk dianalisis. Kultur sel diberi colcemid,
yaitu obat yang menghambat pemisahan benang spindel untuk mencegah
penyelesaian mitosis dan menahan sel pada tahap metafase. Sel yang diperoleh
dimasukkan ke dalam larutan hipotonis selama beberapa saat sehingga nukleus
mengembang dan masing-masing kromosom lebih mudah diidentifikasi. Sel ini
kemudian difiksasi, ditempatkan pada kaca objek, dikeringkan dan diwarnai.
Pewarnaan yang umum digunakan adalah pewarna Giemsa. Marka floresen juga
dapat digunakan.
Sebaran kromosom dapat difoto, dipisahkan dan disusun sesuai dengan
urutannya atau dapat didokumentasikan secara digital menggunakan computer.
Berdasarkan ukuran dan posisi sentromer maka kromosom autosomal pada
manusia dapat dikelompokkan dalam 7 kelompok yaitu kelompok A hingga G :
• Kelompok A
Kromosom terbesar dengan posisi sentromer di bagian median (kromosom
1-3).
2

• Kelompok B
Kromosom ini berukuran sedikit lebih kecil dari kelompok A dengan
posisi sentromer pada bagian sub median (kromosom 4-5).
• Kelompok C
Merupakan kromosom dengan ukuran menengah dan posisi sentromer
pada bagian sub median (kromosom 6-12 dan kromosom X).
• Kelompok D
Kromosom berukuran menengah dan posisi sentromer akrosentrik
(kromosom 13-15).
• Kelompok E
Kromosom ini berukuran pendek dan posisi sentromer median atau sub
median (kromosom 16-18).
• Kelompok F
Kromosom berukuran pendek dan posisi sentromer pada bagian median
(kromosom 19-20).
• Kelompok G
Kromosom yang berukuran sangat pendek dan posisi sentromer
akrosentrik (kromosom 21-22 dan kromosom Y) (Hein, et al. 1999).

Gambar 1. Perbandingan panjang total dan posisi sentromer pada kromosom


manusia (Hein, et al. 1999).
3

Nomenklatur standar untuk menggambarkan karyotip dibuat berdasarkan


ISCN (International System for Human Cytogenetic Nomenclature). Pertama
seluruh kromosom ditulis diikuti dengan tanda koma, kemudian diikuti penulisan
kromosom seks dan jika ada kelainan ditulis dalam tanda kurung.
Tipe-tipe kelainan kromosom yang dapat diamati dengan karyotip:
a. Trisomi
Terdapat kromosom ekstra. Duplikasi sebahagian kromosom tetap
menempel atau menjadi fragmen yang terpisah.
Beberapa contoh kasus trisomi pada manusia adalah sindrom Edwards,
sindrom patau dan Down Syndrome.
b. Monosomi
Monosomi adalah kelainan kromosom dimana kromosom diploid
kehilangan kromosom homolognya.
Contoh dari monosomi adalah sindrom Turners.
c. Translokasi
Disebabkan oleh kerusakan kromosom namun segmen yang rusak
bergabung dengan segmen pada kromosom lain yang juga mengalami
kerusakan.
Contoh dari translokasi adalah sindrom Robertsonian (kromosom 13-14)
dan Philadelphia (kromosom 9-22).
d. Delesi
Kerusakan kromosom yang menyebabkan hilangnya sebahagian
kromosom.
Contohnya adalah sindrom Wolf Hirshhorn (delesi pada kromosom 4) dan
sindrom CriDuChat (delesi pada kromosom 5).
e. Inversi
Potongan kromosom yang tersusun terbalik pada kromosom yang sama.
Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis karyotip adalah:
• Koleksi sampel
Sampel yang digunakan dapat berupa darah (yang mengandung sel darah
merah, sel darah putih, serum dan cairan lain), cairan amniotik (yang
mengandung sel kulit fetus) dan plasenta.
4

• Pemisahan sel
Untuk dapat melakukan analisis kromosom, sampel harus mengandung sel
yang aktif membelah (mitosis). Dalam darah, sel darah putih merupakan
sel yang aktif membelah. Untuk memisahkan sel yang membelah dengan
sel lain yang tidak membelah maka dapat digunakan bahan kimia tertentu.
• Kultur sel
Untuk memperoleh jumlah sel yang cukup untuk dianalisis, sel yang aktif
membelah tersebut dikultur dalam medium khusus. Medium ini
mengandung bahan kimia dan hormon yang mendukung proses
pembelahan sel. Kultur sel darah membutuhkan waktu 3 sampai 4 hari,
sedangkan untuk sel fetus membutuhkan waktu hingga satu minggu.
• Sinkronisasi sel
Supaya dapat diamati di bawah mikroskop, kromosom harus membentuk
struktur paling kompak. Struktur ini dapat ditemukan pada tahap metafase
pembelahan mitosis. Colcemid adalah salah satu bahan yang dapat
digunakan untuk menahan sel tetap berada pada tahap metafase yaitu
dengan menghentikan proses pembelahan berlanjut ke tahap berikutnya.
• Pelepasan kromosom dari dalam sel
Setelah sinkronisasi, kromosom harus dikeluarkan dari sel. Proses ini
dilakukan dengan menggunakan larutan tertentu yang bersifat hipotonis
terhadap sel sehingga dapat membuat sel menjadi pecah. Sisa pecahan sel
dicuci dan kromosom difiksasi pada kaca objek.
• Pewarnaan kromosom
Pada dasarnya kromosom tidak berwarna. Pewarnaan kromosom bertujuan
untuk dapat membedakan antara satu kromosom dengan yang lainnya.
Pewarnaan yang umum digunakan adalah pewarnaan Giemsa. Pewarna ini
mewarnai bagian kromosom yang kaya akan basa adenin (A) dan timin
(T), sehingga kromosom akan terlihat seperti rangkaian pita gelap dan
terang. Setiap kromosom memiliki pola komposisi gelap-terang yang unik.
Setiap pita gelap atau terang merupakan kumpulan dari ratusan gen yang
berbeda.
5

• Penghitungan kromosom
Setelah diwarnai, preparat kromosom diamati d bawah mikroskop dan
difoto. Analisis pertama yang dapat dilakukan pada foto kromosom adalah
penghitungan jumlah kromosom. Jika jumlah total kromosom melebihi
atau berkurang dari jumlah kromosom normal suatu spesies, maka terdapat
kondisi abnormal pada individu tersebut.
• Penyortiran kromosom
Proses penyortiran kromosom dilakukan berdasarkan panjang kromosom,
posisi sentromer, lokasi dan ukuran pita G (G band) pada kromosom. Pita
G adalah pita yang bewarna gelap akibat pewarnaan Giemsa. Pasangan
kromosom diurutkan dari ukuran terbesar sampai ukuran terkecil dan
pasangan kromosom seks terletak pada urutan terakhir.
• Pengamatan struktur
Pengamatan struktur dilakukan untuk mengetahui adanya kehilangan atau
penambahan materi kromosom. Kehilangan atau penambahan materi
kromosom merupakan suatu keadaan abnormal.
• Hasil akhir
Hasil akhir dari analisis karyotip adalah jumlah total kromosom, jenis
kelamin individu dan abnormalitas kromosom (Fergus 2009).

Banyak kelainan genetik tidak dapat dideteksi dengan analisis karyotip,


diantaranya kromosom kecil, mutasi titik, mutasi pada satu lokus, atau
polimorfisme nukleotida tunggal. Beberapa variasi prosedur karyotip dapat
digunakan untuk mendeteksi penyusunan ulang kromosom dan kromosom
penanda pada diagnosis prenatal, kultur sel darah perifer, leukemia, tumor dan
khususnya pada kasus pita G tidak mencukupi (Henegariu, et al. 2001). Variasi
prosedur yang dimaksud antara lain :
• M-FISH (Multiplex Fluorencence in situ Hibridization)
Dapat melabel kromosom secara keseluruhan, memperjelas bagian-bagian
kromosom dan dilanjutkan dengan lokalisasi gen dengan penanda tunggal.
Memungkinkan terdeteksinya sekuens DNA pada kromosom metafase
(Raff & Schwanitz 2001).
6

• SKY (Spectral Karyotyping)


Berdasarkan hibridisasi dari kombinasi penanda kromosom dengan
pewarna floresen khusus pada preparat kromosom tahap metafase. Gambar
yang diperoleh dianalisis dengan sistem khusus untuk merekonstruksi
spektrum dari setiap pixelnya (Nash, et al. 2007).
• CCK (Colour-Changing Karyotyping)
Memisahkan kromosom melalui perbedaan antara kekuatan sinyal floresen
secara lansung dengan kromosom yang terdeteksi oleh antibodi.
Hanya menggunakan 3 pewarna floresen (Henegariu, et al. 1999).
7

APLIKASI KARYOTIP DALAM PENELITIAN DIABETES

Pengaruh Streptozotocin Terhadap Karyotip Sel Hewan Model Diabetes


Hewan model diabetes yang sering digunakan dalam penelitian para ahli
adalah mencit ataupun tikus yang diinduksi dengan aloksan atau streptozotocin.
Kedua zat ini diketahui memiliki efek sitotoksik pada sel β pankreas mencit
maupun tikus. Aloksan dapat mereduksi sehingga menghasilkan asam dialurat.
Asam dialurat ini akan membentuk radikal superoksida pada sel β. Streptozotocin
dapat mengalkilasi DNA sehingga terjadi kerusakan DNA (Szkudelski 2001).
Hasil analisis karyotip pada hewan yang diinduksi dengan streptozotocin
menunjukkkan bahwa streptozotocin dapat menyebabkan terjadinya abnormalitas
pada kromosom mencit. Kelainan yang tampak pada karyotip adalah terjadinya
fusi kromosom 16 dan 19. Penyatuan kedua kromosom tersebut mengakibatkan
terbentuknya satu kromosom submetasentrik (Gruys, et al. 2001).

Identifikasi Karakter Biologis Hasil Cloning Sel Punca Pankreas


Salah satu upaya pengobatan diabetes mellitus yang berkembang dewasa
ini adalah melalui transplantasi pulau Langerhans, namun menghadapi kendala
jumlah pulau Langerhans yang tidak memadai. Untuk mengatasi permasalahan ini
maka dilakukan upaya cloning terhadap sel punca yang terdapat pada pankreas
individu dewasa. Sel hasil cloning ini kemudian diinduksi dan berdiferensiasi
menjadi pulau langerhans fungsional.
Salah satu analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik
biologis sel hasil cloning ini adalah analisis karyotip. Setelah mengalami beberapa
kali pasase, analisis karyotip dilakukan dengan menggunakan colchicin sebagai
mitotic blocking agent. Selanjutnya sel direndam dalam larutan KCl dan difiksasi
menggunakan methanol-asam asetat glasial.
Analisis karyotip pada hasil cloning sel punca pankreas ini menunjukkan
susunan kromosom normal diploid. 5 pasang kromosom merupakan kromosom
metasentrik, 7 pasang kromosom submetasentrik, 6 pasang kromosom
akrosentrik, 4 pasang kromosom kecil dan sepasang kromosom seks (XY). Dari
8

eksperimen transplantasi sel hasil cloning ini terhadap tikus model diabetes hasil
induksi Streptozotocin terlihat bahwa kondisi hiperglisemia dapat diturunkan dari
(18.93 - 25.78) mmol/L menjadi (6.32 - 11.47) mmol/L dan bertahan hidup
selama 54-67 hari (Xiao, et al. 2008).

CM Cell Line Sebagai Model Dalam Studi Patologi Diabetes mellitus


(Gragnoli 2008)
Pada penelitian ini analisis karyotip dilakukan untuk mengkonfirmasi
kelayakan CM cell line sebagai model untuk mempelajari patologi pada penyakit
diabetes. CM cell line berasal dari insulinoma pankreas manusia. Pada kondisi in
vitro sel ini cenderung tumbuh menjadi pulau Langerhans dan hasil analisis
imunohistokimia menunjukkan adanya antigen spesifik sel β pada sel ini. Hasil
analisis molekuler menunjukkan adanya ekspresi insulin, glukosa transporter I,
glukosa transporter II dan glukokinase yang bersifat responsif terhadap perubahan
kadar glukosa.
Dari hasil analisis karyotip pasase awal dapat dikonfirmasi bahwa CM cell
line memang berasal dari manusia, namun demikian ditemukan juga beberapa
kelainan pada kromosom tersebut. Kromosom 11 memiliki dua homolog, salah
satunya normal sedangkan yang lainnya abnormal. Pada homolog kromosom 11
abnormal terjadi translokasi materi genetik, sehingga penggunaan sel ini sebagai
model untuk mempelajari penyakit diabetes perlu dikaji ulang.
9

DAFTAR PUSTAKA

Fergus, K. 2009. How is a Karyotype test Done?. http://downsyndrome.about.


com/od/diagnosingdownsyndrome/ht/Howkaryotype_ro.htm [17 Maret
2011].

Gragnoli, C. 2008. The CM Cell Line Derived From Liver Metastasis of


Malignant Human Insulinoma is not a Valid Beta Cell Model for In
Vitro Studies. Journal of Cellular Physiology, 216: 569–570.

Gruys, ME. Back, TC. Subleski, J. 2001. Induction of Transplantable Mouse


Renal Cell Cancers by Streptozotocin. Cancer Research 2001;61.
6255-6263.

Hein, N. Hawley, HS. Hawley, TX. 1999. Cytogenetic Lab-Karyotyping.


http://www.pathology.washington.edu/Cyto_gallery/cytogallery.html
[10 November 2010].

Henegariu, O. Heerema, NA. Ward, PB. Ward, DC. 1999. Colour-Changing


Karyotyping: an Alternative to M-FISH/SKY. Nature Genetics.
Volume 23. November 1999

Henegariu, O. Ward, PB. Artan, S. Vance, GH. Qumsyieh, M. Ward, DC. 2001.
Small Marker Chromosome Identification in Metaphase and Interphase
Using Centromeric Multiplex FISH (CM-FISH). Laboratory
Investigation. Vol. 81 : 4. 475.

Nash, HMP. Stapleton, LB. Difilippantonio, MJ. Ried, T. 2007. Spectral


Karyotyping Analysis of Human and Mouse Chromosome. Nature
Protocols. Vol. 1 : 6. 3129.

Raff, R. Schwanitz, G. 2001. Fluorencence in situ Hybridization General


Principles and Clinical Application with Special Emphasis. IJHG 1:1.
65-75 (2001).

Szkudelski, T. 2001. The Mechanism of Alloxan and Streptozotocin Action in B


Cells of the rat Pancreas. Physiological Research Vol.50.536-546.

Xiao, M. et al. 2008. Establishing a Human Pancreatic Stem Cell Line and
Transplanting Induced Pancreatic Islets to Reverse Experimental
Diabetes in Rats. Sci. China Ser C-Life Sci 51:9 Sep.2008.779-788

Anda mungkin juga menyukai