1. Pengertian
Menurut buku Ilmu Kesahatan Anak II FK Unair Surabaya, 1989 : 257 mengatakan
bahwa Hyperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
biasanya diserta dengan ikterus. Kadar bilirubin normal adalah 0 – 1 mg/%.
Sedangkan menurut Wong Dounal and Whaley Lucille, 1990 : 1236 mengatakan
hyperbilirubiemia ( joundace) pada bayi baru lahir adalah timbunan dari serum bilirubin
melebihi batas normal ( 5 – 7 mg/100 dl)
Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya
bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
Ikterus dibedakan pada bayi menjadi 3, yaitu :
a. Ikterus Fisiologik
Disebut Ikterus fisiologik bila :
1) Timbul pada hari kedua dan ketiga
2) kedua bilirubin indirek tidak melampaui 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg % pada neonatus kurang bulan
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % per hari
4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg %
5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologi
b. Ikterus Patologik
Disebut ikterus patologik bila :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2) kedua bilirubin indirek melampaui 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg % pada neonatus kurang bulan
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin melebihi 5 mg % per hari
4) Ikterus menetap sesudah 2 pertamamg %
5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg %
6) Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi berat atau
keadaan patologik lain yang telah diketahuikeadaan patologi
c. kern-ikteus
adalah suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunanbilirubin tak
terkonjugasi dalam sel-sel otak. Kerusakan ini terjadi pada korpus striatus, thalamus,
nucleus subtalamus, hypokampus, nucleus merah dan nucleus pada dasar ventrikulus
ke IV.. Gejala Kern Ikterus pada permulaan kurang jelas, dapat berupa mata yang
berputar, letargi, kejang, tak mau makan, tonus otot meningkat, leher kaku dan
akhirnya epistotonus (purnawan Junaidi, dkk, 1982 : 548)
2. Etiologi
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi sebagai berikut :
a. Produksi yang berlbihan yang melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya.
Terdapat pada hemolisis yang meningkat akibat inkompetibleitas golongan darah.
(Rh, ABO antagonis, atau defisiensi ensim G6PD)
b. Gangguan pada proses pengambilan dan kenjugasi hepar dapat disebabkan oleh
imaturasi hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, hypoksia, dan gangguan
fungsi hepar dan infeksi
c. Gangguan dalam transportasi. Untuk dapat diangkut ke hepar bilirubin diikat oleh
albumin terlebih dahulu. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banayak bilirubin
indirek bebas dalam darah yang mudah melekat pada otak
d. Gangguan dalam sekresi dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar,
akibat penyakit hepar bawaan, infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
(ngastiyah, 1997 : 199)
3. Patofisologi
Produksi berlebihan
Gangguan konjugasi hepar
Gangguan transportasi
Gangguan ekskeresi
Hyperbilirubinmia
Bil Indirek bebas dalam Ikterus pada kulit Bilirubin dalam darah
darah terikat albumin
Gatal
Mudah melekat pada sel Defisiensi albumin
otak Resiko gangguan
integritas kulit
Kerusakan otak Defisiensi immunology
(kernikterus)
Resiko infeksi
Letargi
Kejang Resiko gangguan jalan
nafas
Tak mau m,engisap Resiko kurang nutrisi
Tonus otot
Epistotonus Resiko aspirasi
4. Penatalaksanaan
a. mempercepat proses konjugasi misalnya dengan pemberian fenobarbital.
Fenobarbitaal dapat bekerja sebagai enzim induser sehingga konjugasi dapat
dipercepat
b. menambah substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi sseperti
pemberian albumin untuk mengikat bilirubin bebas
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan terapi sinar yang dapat menurunkan
kadar bilirubin dengan cepat. Terapi sinar mengubah senyawa 4 Z, 15 Z – bilirubin
menjadi senyawa bentuk 4 Z, 15 E Bilirubin yang merupakan bentukisomer yang
mudah larut dalam plasma sehingga mudah disekresi oleh hati kedalam empedu. Dari
empedu dilepas ke usus untuk kemudian diskresi bersama faeses.
Photo terapi dilakukan pada keadaan :
1) Kenaikan bilirubin indirek yang sangat cepat ( 0,4 mg/kg/jam), atau
kadar bilirubin indirek > 10 mg/dl dan bayi dalam keadaan hemolisis ditandai
dengan ikterus pada hari I
2) Terapi sinar dilakukan sebelum dan sesudah tranfusi tukar
Photo terapi tidak dilakukan pada bayi dengan ganguan motilitas / peristaltic usus.
(obstruksi, enteristis)
d. Tranfusi tukar dengan indikasi :
1) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek kurang dari 20
mg %
2) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat ( 0,3 – 1 mg 5 / jam)
3) Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda – tanda dekompensasi
jantung
4) Bayi dengan kadar Hb talipusat kurang dari 14 mg %, bilirubin lebih
dari 5 mg % dan test coombs direk yang positif
5. Pemgkajian Keperawatan
a. Anamnese orang tua/keluarga
Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah). Ada sudara yang menderita penyakit
hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter
kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan kaena
pengaruh pregnanediol.
b. Riwayat kelahiran
Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi
berlebihan merupakn predisposisi terjadinya infeksi
Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan
mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat
konjugasi bilirubn.
Bayi dengan apgar score renddah memungkinkan terjadinya
(hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.
Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas
organ tubuh (hepar).
c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas
menurun
2) Kepala leher
Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa
pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan
Tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih
( kuning)
Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
3) Dada
Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas.
Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya
ikterus yang disebabkan oleh adanya infeksi
4) Perut
Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu
dicermati. Hal ni berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo
terapi. Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan photo terapi.
Perut membuncit, muntah , mencret merupakan akibat
gangguan metabolisme bilirubun enterohepatik
Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan
Sepsis bacterial, tixoplasmosis, rubella
5) Urogenital
Urine kuning dan pekat.
Adanya faeces yang pucat / acholis / seperti dempul atau kapur
merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran empedu
6) Ekstremitas
Menunjukkan tonus otot yang lemah
7) Kulit
Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas
menurun.
Perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
8) Pemriksaan Neurologis
Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain – lainmenunjukkan adanya
tanda – tanda kern - ikterus
d. Pemerksaan Penunjang
1) Darah : DL, Bilirubin > 10 mg %
2) Biakan darah, CRP menunjukkan adanya infeksi
3) Sekrening enzim G6PD menunjukkan adanya penurunan
4) Screnning Ikterus melalui metode Kramer dll
5) Skreening ikterus melalui matode kremer.
6. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko terjadi injuri berhubungan dengan efek phototerapi , imaturyti hati
b. Gangguan integrritas kulit berhubungan dengan jaondase
c. Perubahan temperatur tubuh berhubunga dengan phototerapi
d. Perubahan volume cairan berhubungan dengan intake rendah dan efek
fototerapi
e. Resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan kemampuan menghisap
menurun
7. Rencana intervensi
a. Resiko terjadi injuri berhubungan dengan efek phototerapi, imaturyti hati
Tujuan ; Tidak mengalami komplikasi dari phototerapi
Criteria hasil
1. tidak memperlihatkan iritasi mata, dehidrasi, ketidakstabilan temperatur, dan
kerusakan kulit
2. Bayi terlindung dari sumber cahaya
Intervensi
1) Lindungi mata bayi dengan penutup mata khusus
R/ menhindari kontak langsung mata dengan sinar
2) Chek mata bayi setiap shift (drainase dan iritasi)
R/ mencegah keterlambatan penanganan
3) Letakkan bayi telanjang dibawah lampu dengan perlindungan mata dan
kemaluan
R/ Pencahayaan maksimum dan merata serta organ vital terlindungi dari
kerusakan
4) monitor temperatur aksila
R/ pemaparan panas dengan sinar memungkinkan terjadinya ketidakstabilan
suhu badan
5) pastikan intake cairan adequate
R/ Pemaparan panas meningkatkan penguapan yang harus segera diganti
dengan intake cairan
6) jaga bersihan perianal
R/ Menekan resiko ieritasi kulit
Referensi
1. Abdul Bari et all. 2001. Buku acuan Nasional Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro
hardjo. Jakarta
2. Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
3. Ngastiyah. 1997. Ilmu Keperawatan pada anak sakit. EGC.
Jakarta.
4. Purnawan Junaidi et al. 1982. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke
2 . Media Aesculapius. Jakarta
5. Wongand Walley. 1990. Clinical Manual of pediatric Nursing.
Third ediion. Mosby Compani. Philapidelpia
Laporan Kasus
Muncul Wiyana
NIM.: 01003 0174 B
ANALISA DATA
Integritas berubah/rusak
Foto terapi
4 S:- Resiko devisit
Pemajanan volume cairan
O : Sementara dipuasakan. Infus d10%
langsungpanas/sinar tubuh
250 cc/24 jam. Turgor cukup. Tx
Photo terapi I sedang berjalan
dimulai jam 00.00 . Suhu badan Peningkatan Penguapan
36.7 C. Nadi 120 x/mnt
Kehilangan volume cairan
berlebihan
Rencana Keperawatan
Resiko terjadi injuri berhubungan dengan efek phototerapi, imaturyti hati
Tujuan ; Tidak mengalami komplikasi dari phototerapi
Criteria hasil
1. tidak memperlihatkan iritasi mata, dehidrasi, ketidakstabilan
temperatur, dan kerusakan kulit
2. Organ vital bayi terlindung dari sumber cahaya
Intervensi
1) Pertahankan proteksi mata dan genetalia dengan fiksasi yang
memadai
R/ kontak langsung mata dangenetalia dengan sinar ultra violet dalam jangka panjang
berakibat fatal
2) Chek mata bayi setiap shift (drainase dan iritasi)
R/ mencegah keterlambatan penanganan
3) Pastikan lampu dalam kondisi siap pakai
R/ Keruakan lampu (pecah, strum meneybar ke box) dapat menimbulkan cedera baru
pda bayi
4) Observasi tadna vital klien, tanda dehidrasi, tanda hypertermi
R/ peningkatan penguapan akibat pemaparan panas terus menerus dapat berakibat
dehidrasi dan hypertermi
Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemajanan sinar (panas) yang
lama sekunder foto terapi
Tujuan : selama tindakan foto terapi tidak terjadi kekurangan cairan
Kriteria hasil
Tidak ada tanda dehidrasi
Turgor baik
Kelembaban kulit baik
Mata tidak cwong
Mukosa tidak kering
Rencana intervensi
1. Observasi tanda dehidrasi setiap jam selama fototerapi
2. Observasi tanda vital
3. berikan minum PASI 8 x 40 cc/ 24 jam 9 k/p ekstra
4. Observasi intake cairan dar infus. Pertahankan kelancaranannya
5. Observasi output urine
Intervensi
1) Kontrol / obsevasi suhu badan setiap jam selama foto terapi berlangsung
R/ Perubahan suhu dapat terjadi dengan cepat akibat pemaparan sinar yang juga sebagi
sumber panas.
2) Ubah posisi bayi setiap 2 jam
R/ Pemajanan yang merata dan bergantian mengurangi resiko tidak efektifnya pusat
suhu badan
3) Hentikan/istirahatkan foto terapi bilashu diatas 38 C.
R/ Semakin lama pemajanan semakin tinggi kemungkinan perubahan suhu banan
4) Kompres basah bila suhu meningkat
R/ Pemberian kompres mengurangi / sebagai media konduksi pembuangan panas
5) Kolaborasi dokter bila panas tidak / sulit turun/ terlalu tinngi untuk
mendapatkanantipiretik
IMPLEMENTASI
1.,2 17/7/02 13.30 - Mengkaji gejala kardinal ( suhu 37 20 C, Nadi 120 x/mnt)
- Memberikan susu perspeen
- Mengatur posisi klien tengkurap
15.00 - Memperhatikan dan menjaga kelancaran cairan infus
- Memandikan bayi
- Memberikan injeksi meronem
18/7/02 15.00 Memandikan bayi dan mengganti baju
Observasi gejala kardinal
Membrikan susu per sepeen
Melepas infus
Sementara foto terapi stop/istirahat
Catatan perkembangan ( Evaluasi )
Tgl 17/7/02
S :-
O : Suhu : 36. 8 0C Nadi 124 x/mnt
A : Tidak terjadi peningkatan suhu badan diatas normal
P : planing dipertahankan
Tgl 17/7/02
S :-
O : suhu 36. 8 0C Nadi 124 x/mnt, tanda iritasi mata dan perubahan /tanda injury tak
ada
A : Tidak terjadi injury selama foto terapi
P : planing dipertahankan
Tgl 17/7/02
S :-
Tak ditemukan tanda dehidrasi
Mukosa basah
Turgor cukup baik
Kelembaban cukup
BAK lancar 5 – 6 x/24 jam, tidak pekat, warna masih kuning
A : Tidak terjadi dehidrasi selama foto terapi
P : planing dipertahankan
Tgl 18/7/02
S :-
O : Suhu : 36. 8 0C Nadi 124 x/mnt
A : Tidak terjadi peningkatan suhu badan diatas normal
P : planing dipertahankan
Tgl 18/7/02
S :-
O : suhu 36. 8 0C Nadi 124 x/mnt, tanda iritasi mata dan perubahan /tanda injury tak
ada
A : Tidak terjadi injury selama foto terapi
P : planing dipertahankan
Tgl 18/7/02
S :-
Tak ditemukan tanda dehidrasi
Mukosa basah
Turgor cukup baik
Kelembaban cukup
BAK lancar 5 – 6 x/24 jam, tidak pekat, warna masih kuning
A : Tidak terjadi dehidrasi selama foto terapi
P : planing dipertahankan