Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN

BAYI DENGAN HYPERBILIRUBINEMIA


DENGAN PHOTO TERAPI

1. Pengertian
Menurut buku Ilmu Kesahatan Anak II FK Unair Surabaya, 1989 : 257 mengatakan
bahwa Hyperbilirubinemia adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang
biasanya diserta dengan ikterus. Kadar bilirubin normal adalah 0 – 1 mg/%.
Sedangkan menurut Wong Dounal and Whaley Lucille, 1990 : 1236 mengatakan
hyperbilirubiemia ( joundace) pada bayi baru lahir adalah timbunan dari serum bilirubin
melebihi batas normal ( 5 – 7 mg/100 dl)

Ikterus adalah warna kuning yang tampak pada kulit dan mukosa karena adanya
bilirubin pada jaringan tersebut akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah.
Ikterus dibedakan pada bayi menjadi 3, yaitu :
a. Ikterus Fisiologik
Disebut Ikterus fisiologik bila :
1) Timbul pada hari kedua dan ketiga
2) kedua bilirubin indirek tidak melampaui 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg % pada neonatus kurang bulan
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg % per hari
4) Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg %
5) Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
6) Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologi
b. Ikterus Patologik
Disebut ikterus patologik bila :
1) Ikterus terjadi pada 24 jam pertama
2) kedua bilirubin indirek melampaui 10 mg % pada neonatus cukup bulan dan
12,5 mg % pada neonatus kurang bulan
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin melebihi 5 mg % per hari
4) Ikterus menetap sesudah 2 pertamamg %
5) Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg %
6) Ikterus yang mempunyai hubungan dengan proses hemolitik, infeksi berat atau
keadaan patologik lain yang telah diketahuikeadaan patologi
c. kern-ikteus
adalah suatu sindroma neurologik yang timbul sebagai akibat penimbunanbilirubin tak
terkonjugasi dalam sel-sel otak. Kerusakan ini terjadi pada korpus striatus, thalamus,
nucleus subtalamus, hypokampus, nucleus merah dan nucleus pada dasar ventrikulus
ke IV.. Gejala Kern Ikterus pada permulaan kurang jelas, dapat berupa mata yang
berputar, letargi, kejang, tak mau makan, tonus otot meningkat, leher kaku dan
akhirnya epistotonus (purnawan Junaidi, dkk, 1982 : 548)

2. Etiologi
Secara garis besar etiologi ikterus neonatorum dapat dibagi sebagai berikut :
a. Produksi yang berlbihan yang melebihi kemampuan bayi untuk mengeluarkannya.
Terdapat pada hemolisis yang meningkat akibat inkompetibleitas golongan darah.
(Rh, ABO antagonis, atau defisiensi ensim G6PD)
b. Gangguan pada proses pengambilan dan kenjugasi hepar dapat disebabkan oleh
imaturasi hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi bilirubin, hypoksia, dan gangguan
fungsi hepar dan infeksi
c. Gangguan dalam transportasi. Untuk dapat diangkut ke hepar bilirubin diikat oleh
albumin terlebih dahulu. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banayak bilirubin
indirek bebas dalam darah yang mudah melekat pada otak
d. Gangguan dalam sekresi dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau diluar hepar,
akibat penyakit hepar bawaan, infeksi atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
(ngastiyah, 1997 : 199)

3. Patofisologi

 Produksi berlebihan
 Gangguan konjugasi hepar
 Gangguan transportasi
 Gangguan ekskeresi

Hyperbilirubinmia

Bil Indirek bebas dalam Ikterus pada kulit Bilirubin dalam darah
darah  terikat albumin
Gatal
Mudah melekat pada sel Defisiensi albumin
otak Resiko gangguan
integritas kulit
Kerusakan otak Defisiensi immunology
(kernikterus)

Resiko infeksi
Letargi
Kejang Resiko gangguan jalan
nafas
Tak mau m,engisap Resiko kurang nutrisi
Tonus otot 
Epistotonus Resiko aspirasi

4. Penatalaksanaan
a. mempercepat proses konjugasi misalnya dengan pemberian fenobarbital.
Fenobarbitaal dapat bekerja sebagai enzim induser sehingga konjugasi dapat
dipercepat
b. menambah substrat yang kurang untuk transportasi atau konjugasi sseperti
pemberian albumin untuk mengikat bilirubin bebas
c. Melakukan dekomposisi bilirubin dengan terapi sinar yang dapat menurunkan
kadar bilirubin dengan cepat. Terapi sinar mengubah senyawa 4 Z, 15 Z – bilirubin
menjadi senyawa bentuk 4 Z, 15 E Bilirubin yang merupakan bentukisomer yang
mudah larut dalam plasma sehingga mudah disekresi oleh hati kedalam empedu. Dari
empedu dilepas ke usus untuk kemudian diskresi bersama faeses.
Photo terapi dilakukan pada keadaan :
1) Kenaikan bilirubin indirek yang sangat cepat ( 0,4 mg/kg/jam), atau
kadar bilirubin indirek > 10 mg/dl dan bayi dalam keadaan hemolisis ditandai
dengan ikterus pada hari I
2) Terapi sinar dilakukan sebelum dan sesudah tranfusi tukar
Photo terapi tidak dilakukan pada bayi dengan ganguan motilitas / peristaltic usus.
(obstruksi, enteristis)
d. Tranfusi tukar dengan indikasi :
1) Pada semua keadaan dengan kadar bilirubin indirek kurang dari 20
mg %
2) Kenaikan kadar bilirubin indirek yang cepat ( 0,3 – 1 mg 5 / jam)
3) Anemia yang berat pada neonatus dengan tanda – tanda dekompensasi
jantung
4) Bayi dengan kadar Hb talipusat kurang dari 14 mg %, bilirubin lebih
dari 5 mg % dan test coombs direk yang positif

5. Pemgkajian Keperawatan
a. Anamnese orang tua/keluarga
Ibu dengan rhesus ( - ) atau golongan darah O dan anak yang mengalami
neonatal ikterus yang dini, kemungkinan adanya erytrolastosisfetalis ( Rh, ABO,
incompatibilitas lain golongan darah). Ada sudara yang menderita penyakit
hemolitik bawaan atau ikterus, kemungkinan suspec spherochytosis herediter
kelainan enzim darah merah. Minum air susu ibu , ikterus kemungkinan kaena
pengaruh pregnanediol.

b. Riwayat kelahiran
 Ketuban pecah dini, kesukaran kelahiran dengan manipulasi
berlebihan merupakn predisposisi terjadinya infeksi
 Pemberian obat anestesi, analgesik yang berlebihan akan
mengakibatkan gangguan nafas (hypoksia) , acidosis yang akan menghambat
konjugasi bilirubn.
 Bayi dengan apgar score renddah memungkinkan terjadinya
(hypoksia) , acidosis yang akan menghambat konjugasi bilirubn.
 Kelahiran Prematur berhubungan juga dengan prematuritas
organ tubuh (hepar).

c. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum tampak lemah, pucat dan ikterus dan aktivitas
menurun
2) Kepala leher
 Bisa dijumpai ikterus pada mata (sclera) dan selaput / mukosa
pada mulut. Dapat juga diidentifikasi ikterus dengan melakukan
Tekanan langsung pada daerah menonjol untuk bayi dengan kulit bersih
( kuning)
 Dapat juga dijumpai cianosis pada bayi yang hypoksia
3) Dada
 Selain akan ditemukan tanda ikterus juga dapat ditemukan tanda
peningkatan frekuensi nafas.
 Status kardiologi menunjukkan adanya tachicardia, kususnya
ikterus yang disebabkan oleh adanya infeksi
4) Perut
 Peningkatan dan penurunan bising usus /peristaltic perlu
dicermati. Hal ni berhubungan dengan indikasi penatalaksanaan photo
terapi. Gangguan Peristaltik tidak diindikasikan photo terapi.
 Perut membuncit, muntah , mencret merupakan akibat
gangguan metabolisme bilirubun enterohepatik
 Splenomegali dan hepatomegali dapat dihubungkan dengan
Sepsis bacterial, tixoplasmosis, rubella
5) Urogenital
 Urine kuning dan pekat.
 Adanya faeces yang pucat / acholis / seperti dempul atau kapur
merupakan akibat dari gangguan / atresia saluran empedu
6) Ekstremitas
Menunjukkan tonus otot yang lemah
7) Kulit
 Tanda dehidrasi titunjukkan dengan turgor tang jelek. Elastisitas
menurun.
 Perdarahan baah kulit ditunjukkan dengan ptechia, echimosis.
8) Pemriksaan Neurologis
Adanya kejang, epistotonus, lethargy dan lain – lainmenunjukkan adanya
tanda – tanda kern - ikterus
d. Pemerksaan Penunjang
1) Darah : DL, Bilirubin > 10 mg %
2) Biakan darah, CRP menunjukkan adanya infeksi
3) Sekrening enzim G6PD menunjukkan adanya penurunan
4) Screnning Ikterus melalui metode Kramer dll
5) Skreening ikterus melalui matode kremer.

6. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko terjadi injuri berhubungan dengan efek phototerapi , imaturyti hati
b. Gangguan integrritas kulit berhubungan dengan jaondase
c. Perubahan temperatur tubuh berhubunga dengan phototerapi
d. Perubahan volume cairan berhubungan dengan intake rendah dan efek
fototerapi
e. Resiko kekurangan nutrisi berhubungan dengan kemampuan menghisap
menurun

7. Rencana intervensi
a. Resiko terjadi injuri berhubungan dengan efek phototerapi, imaturyti hati
Tujuan ; Tidak mengalami komplikasi dari phototerapi
Criteria hasil
1. tidak memperlihatkan iritasi mata, dehidrasi, ketidakstabilan temperatur, dan
kerusakan kulit
2. Bayi terlindung dari sumber cahaya

Intervensi
1) Lindungi mata bayi dengan penutup mata khusus
R/ menhindari kontak langsung mata dengan sinar
2) Chek mata bayi setiap shift (drainase dan iritasi)
R/ mencegah keterlambatan penanganan
3) Letakkan bayi telanjang dibawah lampu dengan perlindungan mata dan
kemaluan
R/ Pencahayaan maksimum dan merata serta organ vital terlindungi dari
kerusakan
4) monitor temperatur aksila
R/ pemaparan panas dengan sinar memungkinkan terjadinya ketidakstabilan
suhu badan
5) pastikan intake cairan adequate
R/ Pemaparan panas meningkatkan penguapan yang harus segera diganti
dengan intake cairan
6) jaga bersihan perianal
R/ Menekan resiko ieritasi kulit

b. Resiko kekurangan nutrisi berhubungan intake tidak adequate sekunder


kemapuan menghisap turun
Tujuan : tidak terjadi gangguan pemenuhan nutrisi
Kriteria hasil
1) Porsi minum habis
2) BB naik
3) Menghisap kuat
Intervensi
1) berikan nutrisis secara adequate
2) Berikan minum tepat waktu dan sesuai ukuran dan kebutuhan
R/ menganti cairan dan nutrisi yang hilang akibat terapi sinar
3) observasi kemampuan menghisap
R/ pemasukan nutrisi adequate bila kemampuan mengisap baik
4) Kpasang Sonde bila kemampuan mengisap turun
R/ mningkatkan intake melalui sonde karena gagal melalui mulut
5) Timbang BB setiap hari
R/ memantau perkembangan kebutuhan nutrisi
6) Kolaborasi ahli gizi

Referensi
1. Abdul Bari et all. 2001. Buku acuan Nasional Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiro
hardjo. Jakarta
2. Carpenito. 2000. Diagnosa Keperawatan. EGC. Jakarta
3. Ngastiyah. 1997. Ilmu Keperawatan pada anak sakit. EGC.
Jakarta.
4. Purnawan Junaidi et al. 1982. Kapita selekta kedokteran. Edisi ke
2 . Media Aesculapius. Jakarta
5. Wongand Walley. 1990. Clinical Manual of pediatric Nursing.
Third ediion. Mosby Compani. Philapidelpia
Laporan Kasus

Nama : Muncul Wiyana


N I M : 010030174 B

Ruangan : Neonatologi No. Reg. :


Pengkajian : Tanggal 15 -07 - 2002 Jam : 11.00 WIB
-------------------------------------------------------------------------------------------------
I. IDENTITAS
Nama : By Temu Tgl. MRS : 12 – 7 - 2002
Umur : 12 hari Diagnosa : NA + Ikterus Neonatorum
Jenis kelamin : Laki
BB MRS : 2700 mg PB : 48 cm
Identitas orang tua
Nama Ayah : Supriandono
Umur : 32 tahun
Pekerjaan : Swasta
Nama Ibu : Ny temu
Umur : 27 Tahun
Pekerjaan :-
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Pasar Bunga Kayun 35 – 36 Surabaya

II. Riwayat Keperawatan


1. Keluhan Utama : Ikterus dan post sepsi
2. Riwayat Keperawatan Sebelumnya
a. Pre Natal : dan tidak pernah minum obat/jamu selain
yang diberikan dokter. Selama hamil tidak pernah ada keluhan yang berarti dari
kehamilannya
b. Natal : Lahir pada tanggal 12 Juli 2002 di IRD dengan
SC. Letak lintang. Ketuban pecah dini 1 jam 27 menit sebelum bayi lahir dengan
warna jernuh. Apgar Score 357, BBL = 2700 PB 48 cm, LK = 34 cm, LD = 31 cm.
Lahir dengan aspiksia berat dn ikterus
c. Post natal : bayi dikirm ke neonatology karena ikterus dan
asfiksia berat.
3. Riwaat keperawatan saat ini
Saat ini dalam perawatan diruang neonatology , sedang dalam terapi sinar. Reflek
mengisap membaik, O2 terus terpasang 1 l/mnt,.Menangis kuat. Bayi masih kelihatan
lemah. Kuning diseluruh tubuh masih kleihatan. Bayi dipasang infus D 10 % 250 cc/
24 jam. Sementara dipuasakan

III. Pemeriksaan fisik


K/u lemah, reflek menggenggam lemah, reflek mengisap kuat, reflek menangis kuat,
reflek moro ( +) Tonus otot cukup. Tanda vital : Nadi : 140 x/mnt, RR = 44 x/mnt, suhu
= 36 ,7 C
Kepala
Rambut hitam, tipis, chepal hematom (- ) Caput sedanium (-), muka bentuk oval,
simetris . Ikterus ( + )
Mata
Kemerahan (-) Iktrus (+) selama foto terapi mata ditutup dengan kaca mata hitam
Hidung
Skret ( - ) , gerakan cuping hidung ( - ), terpasang O2 pernasal
Mulut
Bibir merah, lidah bersih, cianosis ( -) . Mengisap ( minum) kuat . Menangis kuat.
Moniliasis ( - )
Telinga : Tak dijumpai kelainan
Leher: Tak ditemukan kelainan
Dada : Bentuk simetris, Rhonci / wheezing ( - / - ). Retraksi (- ) , ikterus ( + ) kulit
dada banyak mengelupas.
Abdomen
Talip usat belum kering, triplede diberikan ( + ) Kembung ( -)peristaltic ( +) gerakan
seirama nafas, hepar tak teraba, ikterus ( + )
Genetalia
Tak ditemukan kelainan. Skrotum sudah turun, selam terapi sinar selalu di tutup dengan
popok BAK kekuningan 5-6 x/hari
Rectum
Tak ditemukan kelainan.
Ekstremitas
Reflek menggenggam lemah, reflek moro ( +) Tonus otot cukup.Pergerakan lemah,
iktrus ( + ). Akral hangat
Pemeriksaan neurologis
Kejang ( - ), epistotonus ( - )
Integumen
Turgor cukup, kelelmbaban cukup, lesi ( - ) ikterus ( + ) kremer 3
IV. Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium tgl 15 Juli 2002
Bilirubin total = 22 mg mg%
GDA = 70
Hb = 18.4 mg %
Leukosit = 74000
SE = 65
Gol Darah =O
CRP = 0,6 ( negatif)
Tgl 16 Juli 2002
Bilirubin total = 18
Tgl 17 juli 2002
Bilirubin total = 14

V. Terapi yang diperoleh


Infus D 10 % 250 cc/24 jam
Sementara dipuasakan
O2 terpasang 1 ltr/mnt
Head up kepala
Fdoto terpi 24 jam
Termoregulasi
Meronem 3 x 30 mg iv

Tanda Tangan Mahasiswa

Muncul Wiyana
NIM.: 01003 0174 B
ANALISA DATA

N DATA KEMUNGKINAN MASALAH


O PENYEBAB
Foto terapi
1. S:- Resiko tinggi
O : Ikterus ( + ) Bil total 22 mg% Pemajanan perubahan suhu
mulai jam 00 WIB dilakukan foto langsungpanas/sinar badan
terapi. Posisi terlentang. Suhu badan
36.5 0 C. turgor cukup. BB 2650 gr. Resiko Panas tubuh
meningkat
Melebihi batas normal
Foto terapi
2 S:- Resiko injury
O : Ikterus ( + ) Bil total 22 mg% Pemajanan
mulai jam 00.00 WIB dilakukan foto langsungpanas/sinar
terapi. Posisi terlentang. Kedua mata
ditutup dengan kaca mata hitam serta Cedera mata/genetlia
kemaluan di kenakan popok. Suhu
badan 36.5 0 C. turgor cukup. BB 2650
gr. Posisi tidakpernah dirubah selama
foto terapi
Ikterus
3 S;- Resiko
Phototerapi
O : : Ikterus ( + ) Bil total 22 mg% kerusakan
(bil. Kult  ) intgeritas kulit
Suhu badan 36.5 0 C. turgor cukup. BB
2650 gr. Kulit dada tampak banyak Gatal kulit
mengelupas kering

Integritas berubah/rusak

Foto terapi
4 S:- Resiko devisit
Pemajanan volume cairan
O : Sementara dipuasakan. Infus d10%
langsungpanas/sinar tubuh
250 cc/24 jam. Turgor cukup. Tx
Photo terapi I sedang berjalan
dimulai jam 00.00 . Suhu badan Peningkatan Penguapan
36.7 C. Nadi 120 x/mnt
Kehilangan volume cairan
berlebihan

Intake tidak seimbang (puasa)

Devisit volume cairan


Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadi injuri berhubungan dengan efek phototerapi, imaturyti hati
2. Resiko devisit volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
penguapan sekunder foto terapi
3. Resiko perubahan suhu badan (Peningkatan suhu badan) berhubungan
dengan pemajanan sinar yang lama seknder foto terapi
4. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan denga peningkatan
bilirubin dikulit dan efek foto terapi

Rencana Keperawatan
Resiko terjadi injuri berhubungan dengan efek phototerapi, imaturyti hati
Tujuan ; Tidak mengalami komplikasi dari phototerapi
Criteria hasil
1. tidak memperlihatkan iritasi mata, dehidrasi, ketidakstabilan
temperatur, dan kerusakan kulit
2. Organ vital bayi terlindung dari sumber cahaya

Intervensi
1) Pertahankan proteksi mata dan genetalia dengan fiksasi yang
memadai
R/ kontak langsung mata dangenetalia dengan sinar ultra violet dalam jangka panjang
berakibat fatal
2) Chek mata bayi setiap shift (drainase dan iritasi)
R/ mencegah keterlambatan penanganan
3) Pastikan lampu dalam kondisi siap pakai
R/ Keruakan lampu (pecah, strum meneybar ke box) dapat menimbulkan cedera baru
pda bayi
4) Observasi tadna vital klien, tanda dehidrasi, tanda hypertermi
R/ peningkatan penguapan akibat pemaparan panas terus menerus dapat berakibat
dehidrasi dan hypertermi

Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pemajanan sinar (panas) yang
lama sekunder foto terapi
Tujuan : selama tindakan foto terapi tidak terjadi kekurangan cairan
Kriteria hasil
Tidak ada tanda dehidrasi
 Turgor baik
 Kelembaban kulit baik
 Mata tidak cwong
 Mukosa tidak kering

Rencana intervensi
1. Observasi tanda dehidrasi setiap jam selama fototerapi
2. Observasi tanda vital
3. berikan minum PASI 8 x 40 cc/ 24 jam 9 k/p ekstra
4. Observasi intake cairan dar infus. Pertahankan kelancaranannya
5. Observasi output urine

Resiko Perubahan suhu tubuh ( Peningkatan suhu badan) berhubungan dengan


pemajanan panas yang lama sekunder foto terapi
Tujuan ; Perubahan suhu dalam batas normal
Criteria hasil
Suhu badan dalam batas 36.5 0 C – 37.5 0 C

Intervensi
1) Kontrol / obsevasi suhu badan setiap jam selama foto terapi berlangsung
R/ Perubahan suhu dapat terjadi dengan cepat akibat pemaparan sinar yang juga sebagi
sumber panas.
2) Ubah posisi bayi setiap 2 jam
R/ Pemajanan yang merata dan bergantian mengurangi resiko tidak efektifnya pusat
suhu badan
3) Hentikan/istirahatkan foto terapi bilashu diatas 38 C.
R/ Semakin lama pemajanan semakin tinggi kemungkinan perubahan suhu banan
4) Kompres basah bila suhu meningkat
R/ Pemberian kompres mengurangi / sebagai media konduksi pembuangan panas
5) Kolaborasi dokter bila panas tidak / sulit turun/ terlalu tinngi untuk
mendapatkanantipiretik
IMPLEMENTASI

Dx Tgl Jam Kegiatan


1,2 16/7/02 08.00 - Mengkaji gejala kardinal ( suhu 36 20 C, Nadi 124 x/mnt)
- Menyiapkan pemeriksaan bilirubin total ( H v/d B)
10.00 - Memberikan susu perspeen 40 cc habis
- Memberikan posisi terlentang
1,2,3 12.00 - Mengobservasi tanda dehidrasi
- Mempertahankan foto terapi
- Memperhatikan kelancaran cairan infus ( mengobservasi
tetes infus)
- Mengobservasi tanda vital ( suhu 370 C, Nadi 128 x/mnt)

1.,2 17/7/02 13.30 - Mengkaji gejala kardinal ( suhu 37 20 C, Nadi 120 x/mnt)
- Memberikan susu perspeen
- Mengatur posisi klien tengkurap
15.00 - Memperhatikan dan menjaga kelancaran cairan infus
- Memandikan bayi
- Memberikan injeksi meronem
18/7/02 15.00 Memandikan bayi dan mengganti baju
Observasi gejala kardinal
Membrikan susu per sepeen
Melepas infus
Sementara foto terapi stop/istirahat
Catatan perkembangan ( Evaluasi )
Tgl 17/7/02
S :-
O : Suhu : 36. 8 0C Nadi 124 x/mnt
A : Tidak terjadi peningkatan suhu badan diatas normal
P : planing dipertahankan

Tgl 17/7/02
S :-
O : suhu 36. 8 0C Nadi 124 x/mnt, tanda iritasi mata dan perubahan /tanda injury tak
ada
A : Tidak terjadi injury selama foto terapi
P : planing dipertahankan

Tgl 17/7/02
S :-
 Tak ditemukan tanda dehidrasi
 Mukosa basah
 Turgor cukup baik
 Kelembaban cukup
 BAK lancar 5 – 6 x/24 jam, tidak pekat, warna masih kuning
A : Tidak terjadi dehidrasi selama foto terapi
P : planing dipertahankan

Tgl 18/7/02
S :-
O : Suhu : 36. 8 0C Nadi 124 x/mnt
A : Tidak terjadi peningkatan suhu badan diatas normal
P : planing dipertahankan
Tgl 18/7/02
S :-
O : suhu 36. 8 0C Nadi 124 x/mnt, tanda iritasi mata dan perubahan /tanda injury tak
ada
A : Tidak terjadi injury selama foto terapi
P : planing dipertahankan

Tgl 18/7/02
S :-
 Tak ditemukan tanda dehidrasi
 Mukosa basah
 Turgor cukup baik
 Kelembaban cukup
 BAK lancar 5 – 6 x/24 jam, tidak pekat, warna masih kuning
A : Tidak terjadi dehidrasi selama foto terapi
P : planing dipertahankan

Anda mungkin juga menyukai