ketaatan kepada-Nya. Taubat ada dua macam: taubat mutlak dan taubat muqayyad (terikat).
Taubat mutlak ialah bertaubat dari segala perbuatan dosa. Sedangkan taubat muqayyad ialah
bertaubat dari salah satu dosa tertentu yang pernah dilakukan.
Syarat-syarat taubat meliputi: beragama Islam, berniat ikhlas, mengakui dosa, menyesali dosa,
meninggalkan perbuatan dosa, bertekad untuk tidak mengulanginya, mengembalikan hak orang
yang dizalimi, bertaubat sebelum nyawa berada di tenggorokan atau matahari terbit dari arah
barat. Taubat adalah kewajiban seluruh kaum beriman, bukan kewajiban orang yang baru saja
berbuat dosa. Karena Allah berfirman,
“Dan bertaubatlah kalian semua wahai orang-orang yang beriman supaya kalian beruntung.”
(QS. An Nuur: 31) (lihat Syarh Ushul min Ilmil Ushul Syaikh Al ‘Utsaimin rahimahullah,
tentang pembahasan isi khutbatul hajah).
Allah menyifati diri-Nya di dalam Al Quran bahwa Dia Maha pengampun lagi Maha
Penyayang hampir mendekati 100 kali. Allah berjanji mengaruniakan nikmat taubat kepada
hamba-hambaNya di dalam sekian banyak ayat yang mulia. Allah ta’ala berfirman,
َولَوْ اَل فَضْ ُل هَّللا ِ َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمتُهُ َوأَ َّن هَّللا َ تَوَّابٌ َح ِكي ٌم
“Dan seandainya bukan karena keutamaan dari Allah kepada kalian dan kasih sayang-Nya
(niscaya kalian akan binasa). Dan sesungguhnya Allah Maha penerima taubat lagi Maha
bijaksana.” (QS. An Nuur: 10)
Pintu taubat ada di hadapanmu terbuka lebar, ia menanti kedatanganmu… Jalan orang-orang
yang bertaubat telah dihamparkan. Ia merindukan pijakan kakimu… Maka ketuklah pintunya
dan tempuhlah jalannya. Mintalah taufik dan pertolongan kepada Tuhanmu… Bersungguh-
sungguhlah dalam menaklukkan dirimu, paksalah ia untuk tunduk dan taat kepada Tuhannya.
Dan apabila engkau telah benar-benar bertaubat kepada Tuhanmu kemudian sesudah itu
engkau terjatuh lagi di dalam maksiat, sehingga memupus taubatmu yang terdahulu, janganlah
malu untuk memperbaharui taubatmu untuk kesekian kalinya. Selama maksiat itu masih
berulang padamu maka teruslah bertaubat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Seandainya kalian berbuat dosa
sehingga tumpukan dosa itu setinggi langit kemudian kalian benar-benar bertaubat, niscaya
Allah akan menerima taubat kalian.” (Shahih Ibnu Majah)
Maka di manakah orang-orang yang bertaubat dan menyesali dosanya? Di manakah orang-
orang yang kembali taat dan merasa takut siksa? Di manakah orang-orang yang ruku’ dan
sujud?
Pada hakikatnya taubat itulah isi ajaran Islam dan fase-fase persinggahan iman. Setiap insan
selalu membutuhkannya dalam menjalani setiap tahapan kehidupan. Maka orang yang benar-
benar berbahagia ialah yang menjadikan taubat sebagai sahabat dekat dalam perjalanannya
menuju Allah dan negeri akhirat. Sedangkan orang yang binasa adalah yang menelantarkan dan
mencampakkan taubat di belakang punggungnya. Beberapa di antara keutamaan taubat ialah:
Pertama: Taubat adalah sebab untuk meraih kecintaan Allah ‘azza wa jalla.
َإِ َّن هّللا َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّرين
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang
suka membersihkan diri.” (QS. Al Baqarah: 222)
“Dan bertaubatlah kepada Allah wahai semua orang yang beriman, supaya kalian beruntung.”
(QS. An Nuur: 31)
Ketiga: Taubat menjadi sebab diterimanya amal-amal hamba dan turunnya ampunan atas
kesalahan-kesalahannya.
ِ َوهُ َو الَّ ِذي يَ ْقبَ ُل التَّوْ بَةَ ع َْن ِعبَا ِد ِه َويَ ْعفُو ع َِن ال َّسيِّئَا
ت
“Dialah Allah yang menerima taubat dari hamba-hambaNya dan Maha mengampuni berbagai
kesalahan.” (QS. Asy Syuura: 25)
“Dan barang siapa yang bertaubat dan beramal saleh maka sesungguhnya Allah akan menerima
taubatnya.” (QS. Al Furqaan: 71) artinya taubatnya diterima
Keempat: Taubat merupakan sebab masuk surga dan keselamatan dari siksa neraka.
“Dan orang-orang yang mengerjakan dosa-dosa kemudian bertaubat sesudahnya dan beriman
maka sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Maha Pengampun dan Penyayang.” (QS. Al A’raaf:
153)
Keenam: Taubat merupakan sebab berbagai kejelekan diganti dengan berbagai kebaikan.
ُ صالِحا ً فَأُوْ لَئِكَ يُبَ ِّد ُل هَّللا َ َف لَهُ ْال َع َذابُ يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َويَ ْخلُ ْد فِي ِه ُمهَانا ً إِاَّل َمن ت
َ ًَاب َوآ َمنَ َو َع ِم َل َع َمال َ ُق أَثَاما ً ي
ْ ضاع َ ك يَ ْل
َ َِو َمن يَ ْف َعلْ َذل
ً َّحيما ً ُ
ِ ت َو َكانَ ُ َغفورا ر هَّللا ٍ َسيِّئَاتِ ِه ْم َح َسنَا
“Dan barang siapa yang melakukan dosa-dosa itu niscaya dia akan menemui pembalasannya.
Akan dilipatgandakan siksa mereka pada hari kiamat dan mereka akan kekal di dalamnya
dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat dan beriman serta beramal saleh
maka mereka itulah orang-orang yang digantikan oleh Allah keburukan-keburukan mereka
menjadi berbagai kebaikan. Dan Allah maha pengampun lagi maha penyayang.” (QS. Al
Furqaan: 68-70)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seorang yang bertaubat dari suatu dosa
sebagaimana orang yang tidak berdosa.” (HR. Ibnu Majah, dishahihkan oleh Al Albani)
“Apabila kalian bertaubat maka sesungguhnya hal itu baik bagi kalian.” (QS. At Taubah: 3)
Kedelapan: Taubat adalah sebab untuk menggapai keimanan dan pahala yang besar.
“Kecuali orang-orang yang bertaubat, memperbaiki diri dan berpegang teguh dengan agama
Allah serta mengikhlaskan agama mereka untuk Allah mereka itulah yang akan bersama
dengan kaum beriman dan Allah akan memberikan kepada kaum yang beriman pahala yang
amat besar.” (QS. An Nisaa’: 146)
Kesembilan: Taubat merupakan sebab turunnya barakah dari atas langit serta bertambahnya
kekuatan.
َُوا إِلَ ْي ِه يُرْ ِس ِل ال َّس َماء َعلَ ْي ُكم ِّم ْد َراراً َويَ ِز ْد ُك ْم قُ َّوةً إِلَى قُ َّوتِ ُك ْم َوالَ تَتَ َولَّوْ ْا ُمجْ ِر ِمين
ْ ُوا َربَّ ُك ْم ثُ َّم تُوب
ْ َويَا قَوْ ِم ا ْستَ ْغفِر
“Wahai kaumku, minta ampunlah kepada Tuhan kalian kemudian bertaubatlah kepada-Nya
niscaya akan dikirimkan kepada kalian awan dengan membawa air hujan yang lebat dan akan
diberikan kekuatan tambahan kepada kalian, dan janganlah kalian berpaling menjadi orang
yang berbuat dosa.” (QS. Huud: 52)
Kesepuluh: Keutamaan taubat yang lain adalah menjadi sebab malaikat mendoakan orang-
orang yang bertaubat.
ً ش َو َم ْن َحوْ لَهُ يُ َسبِّحُونَ بِ َح ْم ِد َربِّ ِه ْم َوي ُْؤ ِمنُونَ بِ ِه َويَ ْستَ ْغفِرُونَ لِلَّ ِذينَ آ َمنُوا َربَّنَا َو ِسعْتَ ُك َّل َش ْي ٍء رَّحْ َمةً َو ِع ْلما
َ ْالَّ ِذينَ يَحْ ِملُونَ ْال َعر
ْ َ َ َّ َّ
َ فاغفِرْ لِل ِذينَ تَابُوا َواتبَعُوا َسبِيلكَ َوقِ ِه ْم َعذ
اب ال َج ِح ِيم ْ َ
“Para malaikat yang membawa ‘Arsy dan malaikat lain di sekelilingnya senantiasa bertasbih
dengan memuji Tuhan mereka, mereka beriman kepada-Nya dan memintakan ampunan bagi
orang-orang yang beriman. Ya Rabb kami, rahmat dan ilmu-Mu maha luas meliputi segala
sesuatu, ampunilah orang-orang yang bertaubat dan mengikuti jalan-Mu serta peliharalah
mereka dari siksa neraka.” (QS. Ghafir: 7)
Kesebelas: Keutamaan taubat yang lain adalah ia termasuk ketaatan kepada kehendak Allah
‘azza wa jalla.
Kedua belas: Keutamaan taubat yang lain adalah Allah bergembira dengan sebab hal itu.
Hal ini sebagaimana disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,
“Sungguh Allah lebih bergembira dengan sebab taubat seorang hamba-Nya ketika ia mau
bertaubat kepada-Nya daripada kegembiraan seseorang dari kalian yang menaiki hewan
tunggangannya di padang luas lalu hewan itu terlepas dan membawa pergi bekal makanan dan
minumannya sehingga ia pun berputus asa lalu mendatangi sebatang pohon dan bersandar di
bawah naungannya dalam keadaan berputus asa akibat kehilangan hewan tersebut, dalam
keadaan seperti itu tiba-tiba hewan itu sudah kembali berada di sisinya maka diambilnya tali
kekangnya kemudian mengucapkan karena saking gembiranya, ‘Ya Allah, Engkaulah hambaku
dan akulah tuhanmu’, dia salah berucap karena terlalu gembira.” (HR. Muslim)
Ketiga belas: Taubat juga menjadi sebab hati menjadi bersinar dan bercahaya.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya: Sesungguhnya seorang hamba
apabila berbuat dosa maka di dalam hatinya ditorehkan sebuah titik hitam. Apabila dia
meninggalkannya dan beristighfar serta bertaubat maka kembali bersih hatinya. Dan jika dia
mengulanginya maka titik hitam itu akan ditambahkan padanya sampai menjadi pekat, itulah
raan yang disebutkan Allah ta’ala,
“Sekali-kali tidak akan tetapi itulah raan yang menyelimuti hati mereka akibat apa yang telah
mereka kerjakan.” (QS. Al Muthaffifin: 14) (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan
dihasankan Al Albani)
Sudah sepantasnya setiap orang yang berakal untuk bersegera menggapai keutamaan dan
memetik buah memikat yang dihasilkan oleh ketulusan taubat itu…, Saudaraku:
Inilah harta simpanan bagi hamba yang kembali taat dan baik amalnya
Tingkatan Jihad Melawan Syaitan
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan: Jihad melawan syaitan itu ada dua tingkatan.
Pertama, berjihad melawannya dengan cara menolak segala syubhat dan keragu-raguan yang
menodai keimanan yang dilontarkannya kepada hamba.
Kedua, berjihad melawannya dengan cara menolak segala keinginan yang merusak dan rayuan
syahwat yang dilontarkan syaitan kepadanya.
Maka tingkatan jihad yang pertama akan membuahkan keyakinan sesudahnya. Sedangkan
jihad yang kedua akan membuahkan kesabaran.
“Maka Kami jadikan di antara mereka para pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah
Kami karena mereka bisa bersabar dan senantiasa meyakini ayat-ayat Kami.” (QS. As Sajdah:
24)
Allah mengabarkan bahwasanya kepemimpinan dalam agama hanya bisa diperoleh dengan
bekal kesabaran dan keyakinan. Kesabaran akan menolak rayuan syahwat dan keinginan-
keinginan yang merusak, sedangkan dengan keyakinan berbagai syubhat dan keragu-raguan
akan tersingkirkan.
Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam. Wal hamdu
lillaahi Rabbil ‘aalamiin.
(disadur dari Ya Ayyuhal Muqashshir mata tatuubu, Qismul ‘Ilmi Darul Wathan dan tambahan
dari sumber lain)
Khuthbah Jum’at yang disampaikan oleh Al-Ustadz Abu Sa’id Hamzah di Masjid Ma’had As-
Salafy Jember pada tanggal 15 Muharram 1431 H / 1 Januari 2010 M)
إن الحمد هلل نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ باهلل من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده اهلل فال
مضل له ومن يضلل فال هادي له وأشهد أن ال إله إال اهلل وحده ال شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله.
َيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا
;
علَيْكُمْ رَقِيبًا َاللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَام.
َ َ; إِنَّ اللَّهَ كَان
ُ; قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَه
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا
عظِيمًا َ ; فَقَدْ فَازَ فَوْزًا.
أما بعد،
; محدثاتها وكل
فإن أصدق الحديث كتاب اهلل وخير الهدي هدي محمد صلى اهلل عليه وسلم وشر األمور
محدثة بدعة وكل بدعة ضاللة وكل ضاللة في النار.
Kaum muslimin, jama’ah Jum’ah yang semoga dirahmati oleh Allah subhanahu wata’ala.
Sesungguhnya wajib bagi kita untuk mempelajari ilmu agama ini. Dan kita telah mengetahui
bersama bahwa tidaklah ilmu itu dicari melainkan untuk diamalkan, karena amal merupakan
konsekuensi dari ilmu. Dan kita telah ketahui pula bahwa amalan itu tidaklah sah kecuali jika
dibangun di atas dua pondasi, dan suatu amalan dikatakan amalan yang shalih jika amalan
tersebut dibangun di atas dua pondasi tadi:
Pertama adalah Ikhlas kepada Allah, betul-betul dia mengharapkan balasan dari Allah
subhanahu wata’ala, dan yang kedua adalah Mutaba’ah sesuai dengan apa yang telah
disyari’atkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, harus mengikuti Rasulullah dan
cocok dengan syari’at beliau di dalam pelaksanaan amalan tersebut.
Apabila amalan itu tidak sah, maka tidak akan diterima oleh Allah subhanahu wata’ala,
walaupun amalan tersebut banyak dan pelakunya sampai capek/lelah dalam mengamalkannya.
Dua pondasi tersebut merupakan penentu sahnya suatu amalan. Dan ini menuntut dan wajib
bagi kita untuk mempelajari ilmu. Dan sekali lagi, tidaklah ilmu itu dituntut melainkan untuk
diamalkan, dan ingatlah bahwasanya amalan itu tidak sah dan diterima di sisi Allah jika tidak
dibangun dengan dua pondasi ini. Oleh karena itu, yang penting bagi kita adalah bagaimana
kita mengawasi amalan kita ini supaya amalan kita ternilai sah di sisi Allah subhanahu
wata’ala. Sehingga kita harus memantau hati kita apakah betul-betul ikhlas karena Allah,
ataukah karena tujuan yang lainnya ketika beramal, atau karena ingin dipuji orang lain, atau
karena yang lainnya. Inilah yang harus dikoreksi dalam hati kita yaitu keikhlasan.
Dan yang kedua adalah Mutaba’ah, yaitu kita harus mengkoreksi amalan kita ini apakah sudah
sesuai dengan syari’at yang telah dibimbingkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Kaum muslimin, jama’ah Jum’ah yang semoga dirahmati oleh Allah subhanahu wata’ala.
Pentingnya kita untuk mengawasi amalan karena banyak para ulama membicarakan tentang
amalan ini dan juga faktor-faktor yang membatalkannya.
Dalam kesempatan kali ini kami akan membicarakan tentang suatu masalah dan ini merupakan
salah satu dari rukun iman, yaitu masalah iman kepada takdir, baik itu takdir yang baik ataupun
takdir yang jelek. Ketika seorang itu beramal, maka dia diberi ujian-ujian dari amalannya
tersebut, apakah dia istiqamah di dalam amalannya itu sehingga amalan tersebut mendorong si
pelakunya untuk mengoreksi apakah amalan tersebut diterima atau tidak. Dan ujian tersebut
adalah sesuatu yang ditakdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala, dan kita harus mengimaninya
bahwa itu semuanya ditakdirkan oleh Allah ‘azza wajalla. Kebaikan yang ada pada diri kita itu
telah ditakdirkan oleh Allah, begitu juga kejelekan yang ada pada diri kita, juga ditakdirkan
oleh Allah. Masalah iman kepada takdir ini penting peranannya dalam kehidupan seorang
mukmin dan menjadi penentu keimanan seseorang.
Oleh karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mendidik anak pamannya yaitu
‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Beliau diajari oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam dengan beberapa nasehat, di antara nasehat yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam sampaikan kepadanya -dan pada waktu itu beliau masih kecil- adalah berkenaan
dengan takdir. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
واعلم أن األمة لو اجتمعت على أن ينفعوك بشئ لم ينفعوك إال بشئ قد كتبه اهلل لك وإن اجتمعوا على أن
; بشئ لم يضروك إال بشئ قد كتبه اهلل عليك رفعت األقالم وجفت الصحف يضروك.
Semuanya ditakdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala, oleh karena itu kita meyakini
bahwasanya kebaikan dan kejelekan semuanya telah ditakdirkan oleh Allah subhanahu
wata’ala. Maka janganlah sombong ketika kalian mendapatkan kebaikan, bersyukurlah kepada
Allah. Dan janganlah bersedih ketika sesuatu yang tidak kalian sukai menimpa pada diri kalian.
Jangan bersedih, mendekatlah kepada Allah, bersabarlah atas kesulitan dan kekurangan yang
menimpa diri kalian. Inilah nasehat Rasulullah kepada sepupunya tersebut, dididik sejak kecil
tentang masalah takdir karena ini penting peranannya. Demikian juga dengan shahabat-
shahabat yang lainnya. Sampai-sampai ‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma
menyatakan tentang orang-orang yang mengingkari takdir, beliau mengatakan:
والذي يحلف به عبداهلل بن عمر لو أن ألحدهم مثل أحد ذهبا فأنفقه ما قبل اهلل منه حتى يؤمن بالقدر.
“Demi Dzat yang ‘Abdullah bin ‘Umar bersumpah dengan-Nya, kalau seandainya para
pengingkar takdir tersebut memiliki emas sebesar gunung Uhud, kemudian emas tersebut
diinfakkan di jalan Allah, maka Allah tidak akan menerima infak orang tersebut sampai dia
beriman kepada takdir.” (HR. Muslim)
Karena mereka tidak mengimani salah satu dari enam rukun iman, maka mereka telah kafir,
dan Allah subhanahu wata’ala tidaklah menerima amalan kecuali dari orang yang bertaqwa.
Kemudian ‘Abdullah bin ‘Umar membawakan sebuah hadits yang dikenal dengan hadits Jibril:
“Iman itu ialah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-
rasul-Nya, hari kiamat, dan engkau beriman kepada takdir yang baik dan takdir yang buruk.”
(Muttafaqun ‘Alaihi)
Segala sesuatu yang menimpa diri kita -baik maupun buruk- semuanya merupakan takdir dari
Allah subhanahu wata’ala.
Demikianlah Salafuna Ash-Shalih menasehatkan tentang masalah takdir ini. Begitu pentingnya
sampai-sampai shahabat ‘Ubadah bin Ash-Shamit menasehati anaknya yang bernama Al-
Walid:
وما أخطأك لم يكن ليصيبك، إنك لن تجد طعم اإليمان حتى تعلم أن ما أصابك لم يكن ليخطئك،يا بني.
“Wahai anakku, kamu tidaklah merasakan manisnya iman sampai kamu meyakini apa yang
telah Allah takdirkan (tetapkan) kepadamu (yang baik atau yang buruk), pasti tidak akan
meleset darimu. Dan apa saja yang tidak ditakdirkan menimpamu maka tidak akan menimpa
pada dirimu.” (HR. Ahmad dan At-Tirmidzi)
Kita meyakini bahwa iman itu memiliki rasa, iman itu lezat dan manis. Barangsiapa yang
merasakan lezatnya iman, maka ia akan terhibur dengan iman tersebut dan tidak terlena dengan
dunia dan apa yang ada di dalamnya. Musibah sebesar apa pun yang menimpanya, maka dia
tenang dengan iman yang ada pada dirinya, dia yakin bahwa itu semua telah ditakdirkan oleh
Allah subhanahu wata’ala dan Allah telah menentukan hikmah-Nya dalam takdir-Nya tersebut,
dia yakin bahwa Allah tidaklah berbuat zhalim kepadanya. Orang yang beriman dan merasakan
lezatnya iman itu tidak akan terlena dengan kesenangan duniawai. Kalau seandainya
digambarkan pada makanan yang ada di sekitar kita, misalkan di sisi kita ada daging kambing
yang diolah dengan lezat, kemudian di samping kita ada kerupuk yang layu dan basi. Maka
orang yang merasakan lezatnya daging kambing ini, dia tidak akan menoleh kepada kerupuk
yang layu dan basi tadi. Begitu pula orang yang merasakan manisnya iman, maka dia tidak
akan tertipu dengan gemerlapnya dunia yang pada hakekatnya adalah sesuatu yang rendah,
hina, dan tiada harganya seperti kerupuk yang sudah basi dan layu tadi, bahkan lebih rendah
dari itu.
Kita lihat kepada para shahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang mereka telah
merasakan lezatnya iman, kebanyakan dari mereka miskin, kenapa? Karena dunia ini tidak bisa
dibandingkan dengan lezatnya iman yang ada di dalam hati mereka, sehingga ketika mereka
ditimpa musibah, tidak goyah imannya. Itulah para shahabat, demikian pula generasi yang
mengikuti jejak mereka.
Inilah nasehat seorang ayah kepada anaknya, dididiklah anak tersebut tentang masalah takdir.
Supaya ketika dia sedang menjalani suatu amalan di dalam agamanya, kemudian dia
mendapatkan musibah-musibah, maka ketika itu dia ingat bahwa musibah tersebut telah
ditakdirkan oleh Allah subhanahu wata’ala. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
menyatakan:
“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya (dihapuskan dosa-dosanya) maka akan
disegerakan adzabnya di dunia.” (HR. At-Tirmidzi dari shahabat Anas bin Malik radhiyallahu
‘anhu)
Artinya dia akan mendapatkan musibah-musibah di dunia ini, dan itu akan menghapus dosa
yang telah dia lakukan.
“Tidaklah suatu musibah itu menimpa pada diri seseorang melaiankan dengan izin Allah (yaitu
dengan takdir Allah).” (At-Taghabun: 11)
Barangsiapa yang beriman kepada Allah subhanahu wata’ala (bahwasanya musibah itu telah
ditakdirkan oleh Allah), maka Allah akan membimbing hatinya untuk sabar dan ridha terhadap
musibah tersebut. Ketika dirinya ditimpa musibah (kesulitan, sakit, kehilangan harta, saudara,
orang tua, atau kehilangan anak), dia yakin bahwa ini semua merupakan takdir dari Allah ‘azza
wajalla, maka Allah akan membimbing hatinya untuk sabar dan menerima musibah tersebut.
Untuk mendapatkan itu semua tentu dengan beriman kepada takdir.
َ أَقُوْلُ مَا تَسْمَعُوْن.ِ; الْحَكِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْآليَاتِ وَالذِّكْر،ِبَارَكَ اهللُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْم
ُ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ اْلغَفُوْرُ الرَّحِيْم،ٍ; الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبِوَأَسْتَغْفِرُ اهللَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِر.
Khutbah Kedua
وأشهدـ أن ال إله إال.الحمد هلل والصالة والسالم على رسولـ هللا وعلى آله ومن تبعهم بإحسان إلى يوم القيامة
أما بعد.هللا وحده ال شريك له وأشهدـ أن محمدا عبده ورسوله،
Kita hidup di dunia ini senantiasa diuji oleh Allah, semakin kuat iman kita, maka akan semakin
besar ujian yang akan kita hadapi. Oleh karena itu, hendaklah kita memiliki keyakinan kepada
Allah ‘azza wajalla, mengimani tentang takdir Allah, karena itulah yang akan membimbing
kita kepada jalan-Nya, dan itu pulalah yang akan menjadikan hati kita ini ridha terhadap apa-
apa yang telah ditetapkan oleh Allah subhanahu wata’ala.
Sesungguhnya kehidupan yang baik itu terletak pada sikap ridha dan qana’ah. Ridha terhadap
musibah-musibah dan kekurangan-kekurangan yang ada pada dirinya, serta qana’ah, yaitu
tidak menuntut sesuatu yang lebih dari apa yang telah Allah berikan kepadanya, serta
menerima dan pasrah terhadap pemberian Allah subhanahu wata’ala. Suatu nikmat yang besar
jika seseorang memiliki sifat ridha dan qana’ah ini. Harta yang banyak tetapi kalau dia tidak
memiliki sifat qana’ah, dia akan capek, mencari dan mencari, sehingga dia menjadi budak dari
harta. Tetapi orang yang qana’ah, dia menerima terhadap apa yang telah Allah subhanahu
wata’ala berikan pada dirinya dengan pasrah dan ridha, maka akan tenanglah hidup orang
tersebut.
Oleh karena itu, kita butuh untuk mendekatkan diri kepada Allah, baik dengan berdo’a, atau
melakukan ibadah-ibadah lain yang telah disyari’atkan oleh-Nya, sehingga kita terbimbing
kepada jalan-Nya yang lurus, mudah-mudahan kita bisa mendapatkan faidah dari khuthbah di
siang hari dan bisa mengamalkannya.
َّ اللَّهُم.َ وَانْصُرْ عِبَادَكَ الْمُوَحِّدِيْن،ِ; أَعْدَاءَ الدِّيْن ْ وَدَمِّر.َاللَّهُمَّ أَعِزَّ اْإلِسْالَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْن
; اْلبَاطِلَ بَاطِالً وَارْزُقْنَا ; اتِّبَاعَهُ وَأَرِنَا
اللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا.ٍأَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِميْنَ في كُلِّ مَكان
ً رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَة.ُ; بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْلَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّاب
رَبَّنَا الَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا.ُاجْتِنَابَه
ِوَفِي اْآلخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار
إن الحمد هلل نحمده ونستعينه ونستغفره ونعوذ باهلل من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا من يهده اهلل فال
; أن محمدا عبده ورسوله مضل له ومن يضلل فال هادي له وأشهد.
; أن ال إله إال اهلل وحده ال شريك له وأشهد
َيَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُون.
; وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا
اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.
; قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَ ُه
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا
عظِيمًا َ ;فَقَدْ فَازَ فَوْزًا.
أما بعد،
Hadirin rahimakumullah
Di antara ni’mat Allah Subhanahu wa Ta’ala paling besar yg telah dikaruniakan kepada kita
adl ni’mat Islam. mk sudah semestinya bagi kita utk mensyukuri ni’mat ini. Yaitu dgn
senantiasa berpegang teguh dgn ajaran yg ada di dlm agama ini. Tidaklah bermanfaat
pengakuan seseorang yg mengaku diri sebagai muslim sementara aqidah adl akidah jahiliyah.
Begitu pula tdk semesti bagi seorang yg mengaku diri muslim namun dia mengada-adakan
amalan ibadah baru atau menambah-nambahi tata cara ibadah yg tdk ada contoh dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh krn itu wajib bagi kaum muslimin utk benar-
benar mengenal agamanya. Yaitu dgn mempelajari dari ahli dan tdk menjadikan mayoritas
orang terlebih mereka adl orang2 awam sebagai tolok ukur utk menilai benar dan tdk Islam
seseorang. Akan tetapi kita harus memahami agama Islam sebagaimana yg telah disampaikan
oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya. Bukan memahami Islam
dgn pemahaman-pemahaman baru yg menyimpang dari pemahaman para sahabat.
Hadirin rahimakumullah
Sudah semesti kita membaca dan mempelajari ayat-ayat Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
hadits-hadits Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena agama Islam adl wahyu dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala yg disampaikan kepada Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui
malaikat Jibril. mk tdk mungkin kita akan mengetahui ajaran Islam kecuali dgn mempelajari
wahyu tersebut. Dan wahyu yg Allah Subhanahu wa Ta’ala turunkan tersebut adl berupa Al-
Qur’an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh krn itu tdk boleh bagi kita
utk berpaling dari kedua dan tdk mempelajarinya. Karena kalau demikian sungguh di akhirat
kelak dia akan menjadi orang yg menyesal. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala sebutkan
tentang penyesalan orang2 kafir kelak di akhirat di dlm firman-Nya:
ِ َوقَالُوا لَوْ ُكنَّا نَ ْس َم ُع أَوْ نَ ْعقِ ُل َما ُكنَّا فِي أَصْ َحا
ب الس َِّعي ِْر
“Dan mereka berkata ‘Sekira kami mendengarkan atau memikirkan niscaya tidaklah kami
termasuk penghuni-penghuni neraka Sa’ir.”
Begitu pula sudah seharus ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam yg telah sampai kepada kita dan telah kita pelajari tersebut bisa mengubah keadaan kita.
Sehingga menjadikan kita menjadi orang yg senantiasa ikhlas dan mencontoh Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Menjadikan
kita sebagai orang yg menjalankan shalat lima waktu puasa Ramadhan dan rukun Islam
lainnya.Juga menjadikan kita sebagai orang yg berakhlak mulia seperti berbakti kepada
orangtua menghormati tetangga dan yg lainnya. Begitu pula mengubah diri kita sehingga
menjadi orang yg menjauhi riba judi dan perbuatan maksiat lainnya. Karena kalau tdk
demikian mk justru ayat dan hadits yg kita dengar dan pelajari akan menjadi hujjah bagi Allah
Subhanahu wa Ta’ala utk mengadzab kita –wal ‘iyadzubilllah.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
َأَلَ ْم تَ ُك ْن آيَاتِي تُ ْتلَى َعلَ ْي ُك ْم فَ ُك ْنتُ ْم بِهَا تُ َك ِّذبُوْ ن
“Bukankah telah dibacakan kepada kamu sekalian ayat-ayat-Ku akan tetapi kalian selalu
mendustakannya?”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ََو ْالقُرْ آنُ ُح َّجةٌ لَكَ أَوْ َعلَ ْيك
“Dan Al-Qur’an itu adl hujjah bagimu atau hujjah bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala utk kamu.”
Hadirin rahimakumullah
Sebagaimana bumi ini akan tandus dan tdk bisa ditanami jika tdk tersirami air mk begitu pula
hati kita akan sakit atau bahkan mati -wal ’iyadzubillah - apabila tdk ditundukkan utk
menerima dan menjalankan perintah-perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya
Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh krn itu semesti kita harus berusaha utk memenuhi tiap
panggilan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yg sampai
kepada kita melalui ayat-ayat-Nya dan hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena
yg demikian itu akan menjadikan hidup hati kita sehingga akan senantiasa mendapat petunjuk
dan kemudahan dlm mengamalkan syariat-Nya. Dan yg demikian ini akan mengantarkan kita
pada kehidupan yg bahagia di dunia dan akhirat. Hal ini sebagaimana firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا ا ْست َِج ْيبُوا هلِل ِ َولِل َّرسُوْ ِل إِ َذا َدعَا ُك ْم لِ َما يُحْ يِ ْي ُك ْم
“Hai orang2 yg beriman penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu
kepada suatu yg memberi kehidupan kepada kamu.”
Dan sebalik janganlah kita menyerupai orang2 kafir yg tdk mau mendengarkan panggilan
Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau menyerupai
orang2 munafik yg mendengarkan dgn telinga namun hati tdk mau menerima. Allah
Subhanahu wa Ta’ala menyatakan mereka adl sejelek-jelek orang di muka bumi ini dlm
firman-Nya:
َ إِ َّن َش َّر ال َّد َوابِّ ِع ْن َد هللاِ الصُّ ُّم ْالبُ ْك ُم الَّ ِذ ْينَ الَ يَ ْعقِلُوْ ن. ََوالَ تَ ُكوْ نُوا َكالَّ ِذ ْينَ قَالُوْ ا َس ِم ْعنَا َوهُ ْم الَ يَ ْس َمعُوْ ن
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang2 vang berkata “Kami mendengarkan padahal
mereka tdk mendengarkan. Sesungguh sejelek-jelek makhluk di sisi Allah ialah orang2 yg
memiliki pendengaran namun seperti orang yg tuli yg memiliki lisan namun seperti orang yg
bisu yg tdk mengerti apa-apa.”
Khutbah Kedua
ُ أَ ْشهَ ُد أَ ْن الَ إِلَهَ إِالَّ هللا.ض ْينَ َع ْنهُ َوع َْن َرسُوْ لِ ِه َع َذابًا أَلِ ْي ًما ِ ْال َح ْم ُد هلِل ِ الَّ ِذي َو َع َد ْال ُم ِطي ِْع ْينَ لَهُ َولِ َرسُوْ لِ ِه أَجْ رًا َع ِظ ْي ًما َوأَ َع َّد لِ ْل ُمع
ِ ْر
ً
ص َراطا ُم ْستَقِ ْي ًما ِ ُك لَهُ َو َكفَى بِاهللِ َعلِ ْي ًما َوأَ ْشهَ ُد أَ َّن ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ ُغفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِـه َو َما تَأ َّخ َر َوهَدَاه
َ َ َوحْ َدهُ الَ َش ِر ْي
أَ َّما بَ ْع ُد.صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َعلَى آلِ ِه َوأَصْ َحابِ ِه َو َسلَّ َم تَ ْسلِ ْي ًما َكثِ ْيرًا
َ :
Hadirin rahimakumullah
Di antara perkara yg akan mencegah seseorang dari menerima ajaran Islam adl mengikuti hawa
nafsu. Yaitu lbh mendahulukan hawa nafsu dari mengikuti perintah-perintah Allah Subhanahu
wa Ta’ala dan Rasul-Nya. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan di dlm firman-
Nya:
َضلُّ ِم َّم ِن اتَّبَ َع هَ َواهُ بِ َغي ِْر هُدًى ِّمنَ هللاِ إِ َّن هللاَ الَ يَ ْه ِدى ْالقَوْ َم الظَّالِ ِم ْين
َ ََو َم ْن أ
“Dan siapakah yg lbh sesat daripada orang yg mengikuti hawa nafsu dgn tdk mendapat
petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesungguh Allah tdk memberi petunjuk kepada orang2 yg
zhalim.”
Hadirin rahimakumullah .
Di antara perkara yg juga menghalangi seseorang dari menerima kebenaran adl taklid atau
fanatik buta terhadap pendapat seseorang ataupun madzhab tertentu meskipun dia tahu bahwa
pendapat tersebut bertentangan dgn petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya.
Begitu pula fanatik buta terhadap kebiasaan nenek moyang sehingga dia tdk mau menerima
petunjuk Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya krn menyelisihi kebiasaan
masyarakatnya. Yang demikian ini sesungguh merupakan sifat dan perbuatan orang2
musyirikin dahulu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
ََوإِ َذا قِ ْي َل لَهُ ُم اتَّبِعُوْ ا َما أَ ْنزَ َل هللاُ قَالُوا بَلْ نَتَّبِ ُع َما أَ ْلفَ ْينَا َعلَ ْي ِه آبَا َءنَا أَ َولَوْ َكانَ آبَا ُؤهُ ْم الَ يَ ْعقِلُوْ نَ َش ْيئًا َّوالَ يَ ْهتَ ُدوْ ن
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: “Ikutilah apa yg telah diturunkan Allah” mereka
menjawab: ” tetapi kami hanya mengikuti apa yg telah kami dapati dari nenek moyang kami.”
” walaupun nenek moyang mereka itu tdk mengetahui sesuatupun dan tdk mendapat
”?petunjuk